PENGARUH BIAS SELF FULFILLING PROPHECY DAN INISIATIF PERUBAHAN MANAJEMEN SEBAGAI UPAYA PENGURANGBIASAN GOING CONCERN JUDGMENT

PENGARUH BIAS SELF FULFILLING PROPHECY DAN INISIATIF PERUBAHAN MANAJEMEN SEBAGAI UPAYA PENGURANGBIASAN GOING CONCERN JUDGMENT

Teodora Winda Mulia

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Jogiyanto Hartono Supriyadi Ertambang Nahartyo

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Abstract

Auditor in giving his opinion should act independently to provide an opinion in accordance with the actual conditions of the audited company. Regulated by profession in PSAS No. 30 states the auditor's responsibility to measure the entity's ability to continue as a Going Concern. This Mechanism is an early warning signal for the public. Auditor's professional judgment in providing biased due to consider the irrational reaction of users of financial statements; it can be said self-fulfiling prophecy (SFP). Using 2x2 experimental design research, between subjects with 57 subjects experienced auditors examine the effect of SFP to judgment going concern judgment.The results provide evidence that auditors Self Fulfilling Prophecy affected affects Going Concern judgment, but management initiatives that do not lead to a revised judgment auditee GC both operational and strategic initiatives. These results prove that in the context of Indonesia affected by the SFP auditor will seek appropriate results with those predicted in the beginning, although there are accounting and auditing standards.

Keywords: Self Fulfilling Prophecy, Going Concern, Judgment, management initiatives

1 PENDAHULUAN

Auditor dalam memberikan opininya harus bertindak independen dengan memberikan opini sesuai dengan kondisi senyatanya dari perusahaan auditan. Namun dengan adanya reaksi irasional dari investor, sangat dimungkinkan auditor mempertimbangkan reaksi tersebut dalam proses memberikan opini Going Concernnya sehingga tindakan auditor tersebut adalah tindakan irasional yang mengganggu keputusan rasional auditor.

Kasus kebangkrutan dibeberapa perusahaan terjadi setelah perusahaan tersebut mendapatkan opini Going Concern (GC) dari auditor. GC sebenarnya bermanfaat sebagai sinyal peringatan dini bagi publik, namun seharusnya secara rasional mempertimbangkan berbagai indikator lain dalam pengambilan keputusan. Keputusan penarikan dana oleh investor dan kreditor tanpa mempertimbangkan indikator-indikator lain dikatakan merupakan tindakan irasional dari investor dan kreditor.

Jika dikatakan opini GC merupakan sinyal peringatan dini bagi publik, para pelaku bisnis, investor, kreditor, dan regulator mempertanyakan mengapa auditor tidak memberikan peringatan dini terhadap risiko kegagalan perusahaan pada saat terjadi kasus kebangkrutan perusahaan publik. Weiss (2002) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik Amerika yang mengalami kebangkrutan, sebanyak 95 perusahaan, termasuk Enron, mendapatkan opini clean setahun sebelum kebangkrutan. Pada saat krisis moneter di Indonesia, Basri (1998) dalam Fanny dan Saputra (2005) memberikan bukti bahwa sekitar 80% dari 280 perusahaan go public dapat dikategorikan sudah bangkrut sebab nilai aset perusahaan-perusahaan tersebut jauh di bawah angka nominal utang atau pinjaman luar negerinya. Padahal beberapa diantara perusahaan tersebut mendapatkan opini clean.

Deteksi dini terhadap risiko kebangkrutan perusahaan di masa depan telah diatur dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 30, seksi 341, yang menyebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlanjutan usahanya dalam perioda waktu pantas. Lebih jauh lagi, PSA No 30 (2001) menyebutkan bahwa evaluasi auditor tersebut berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada pada atau yang telah terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai. Jika konsekuensi dari pelaksanaan prosedur standar audit yang lainnya menyimpulkan bahwa terdapat keraguan tentang kemampuan perusahaan untuk berlanjut sebagai GC, laporan audit harus dimodifikasi untuk merefleksikan kesimpulan tersebut. PSA 29 paragraf 11 huruf

d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk

Fenomena seorang auditor menerbitkan opini GC kepada perusahaan dan diikuti dengan tindakan penyedia sumber daya eksternal perusahaan merespon dengan menarik dukungannya (penyedia eksternal memutuskan tidak melanjutkan pendanaan kepada perusahaan) maka tindakan tersebut diasumsikan sebagai tindakan irasional. Jika penarikan sumber daya eksternal mengakibatkan perusahaan mengalami kebangkrutan dan auditor dalam memberikan judgment profesional mengalami bias akibat mempertimbangkan reaksi irasional pengguna laporan keuangan, maka dapat dikatakan terjadi self-fulfiling prophecy (SFP).

SFP dituliskan dalam buku social theory dan social structure, oleh Robert K. Merton pada tahun 1948 digunakan pada bidang ilmu sosiologi didefinisikan sebuah prediksi yang secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan hal tersebut terjadi atau menjadi benar. Pryor dan Terza (2001) menyatakan bahwa keberadaan pengaruh SFP menjadikan opini GC memberikan informasi inkremental untuk mempengaruhi tindakan beberapa pihak eksternal.

Pertanyaan apakah SFP mempengaruhi keputusan auditor dalam pemberian opini GC merupakan isu pertama penelitian ini. Penelitian awal keberadaan pengaruh SFP tidak mengidentifikasi dasar teoritis pengaruh tersebut terjadi. Walaupun demikian SFP setidaknya cukup banyak dijadikan referensi oleh auditor dan pihak-pihak lainnya. Berdasar bukti yang diberikan oleh Favere-Marchesi (2006), Parker dan Forgaty (2012), dan Carmichael dan Pany (1993), terdapat pengaruh SFP untuk pengguna laporan

keuaangan, setidaknya untuk beberapa perusahaan. 1 Penelitian Zhang dan Harrold (1997) memberikan bukti bahwa opini GC dengan SFP menyebabkan kebangkrutan

dikarenakan kebangkrutan merupakan proses yang kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor bukan opini GC semata.

Auditor pada kondisi rasional akan memberikan judgment GC sesuai dengan bukti yang diperoleh dan prosedur audit yang dilakukan. Namun auditor dapat mengalami SFP dalam judgment GC dikarenakan adanya bias judgment profesional akibat rasionalitas yang terbatas. Dalam mengambil keputusan, auditor lebih banyak

1 Sebagai contoh, dari pengumuman BEJ no:85/BEJ-CAT/03-2000, tgl 26/3/2000 dan pengumuman BEJ No : 89/BEJ-PEM/04-2000 tanggal 24 April 2000 pada tahun 2000 sebanyak 26 perusahaan di Bursa Efek Indonesia yang

mendapat opini GC hanya 7 perusahaan yang bertahan hidup, sedangkan sisanya (19 emiten) terbukti bangkrut.

terpengaruh oleh pertimbangan kemungkinan reaksi investor dan kreditor atas opini GC, yaitu respon penarikan dukungan pendanaan dari pada bukti obyektif yang dikumpulkan. Penelitian Guiral, Ruiz, dan Rodgers (2011) memberikan bukti bahwa ekspektasi auditor tentang SFP berakibat pada perilaku auditor melalui bukti yang mengkonfirmasi dan bukti yang tidak mengkonfirmasi. Selain itu auditor dengan ekspektasi yang lebih besar tentang SFP memiliki sensitivitas lebih besar untuk mengurangi bukti dan pada waktu yang bersamaan, tendensi yang lebih kecil untuk menyukai kejadian yang berlawanan

Terdapat bukti kualitatif (Bell, 1991; Guiral et, al (2011), Parker dan Forgaty, 2012) bahwa keputusan opini GC auditor mempengaruhi pemberi pinjaman untuk menarik dukungannya sehingga berkontribusi untuk kegagalan perusahaan (pengaruh SFP). Akan tetapi, peneliti lainnya (Altman, 1982 dan Boritz, 1991) menyatakan bahwa pengaruh SFP terhadap kegagalan perusahaan masih menjadi keraguan karena banyak perusahan yang menerima opini GC tidak menjadi bangkrut.

Selain adanya pengaruh SFP dalam pemberian opini GC oleh auditor, opini GC diharapkan memberikan informasi inkremental bagi pengguna. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan jenis dan dampak informasi yang digunakan oleh auditor dalam judgment GC (selain informasi keuangan). Perusahaan auditan dengan kondisi akan memperoleh opini GC tentunya akan melakukan beberapa tindakan perbaikan berupa inisiatif manajemen. Pertanyaan apakah auditor yang mempertimbangkan dampak SFP disertai dengan perolehan informasi inisiatif perubahan manajemen akan mempengaruhi atau merubah keputusan auditor dalam pemberian opini GC merupakan isu kedua dari penelitian ini.

Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi auditor terhadap inisiatif perubahan manajemen dalam konteks GC. Penelitian sebelumnya (Behn, et al., 2001; Geiger dan Rama, 2003) menunjukkan bahwa dalam perusahaan yang bermasalah, inisiatif pengelolaan operasi seperti pengurangan biaya mempunyai dampak negatif terhadap keberlanjutan usaha, sedangkan inisiatif strategik dengan dampak positif terhadap likuiditas umumnya mempunyai dampak positif juga atas keberlanjutan usaha.

Guiral, et al (2011) menyatakan bahwa keputusan opini GC merupakan proses dua tahap yaitu auditor mengidentifikasi kesulitan keuangan perusahaan yang dapat mengindikasi kemungkinan bagi perusahaan untuk gagal, kemudian, auditor menentukan apakah situasi perusahaan menjamin penerbitan opini GC. Faktor-faktor kualitatif lainnya selain kesulitan keuangan dengan indikator rasio keuangan dapat Guiral, et al (2011) menyatakan bahwa keputusan opini GC merupakan proses dua tahap yaitu auditor mengidentifikasi kesulitan keuangan perusahaan yang dapat mengindikasi kemungkinan bagi perusahaan untuk gagal, kemudian, auditor menentukan apakah situasi perusahaan menjamin penerbitan opini GC. Faktor-faktor kualitatif lainnya selain kesulitan keuangan dengan indikator rasio keuangan dapat

Opini GC diberikan oleh auditor untuk menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para pengguna laporan keuangan mengharapkan auditor untuk memberikan signal peringatan dini akan kegagalan perusahaan (Chen dan Church, 1996). Opini GC merupakan pernyataan eksplisit auditor yang dapat menjadi signal apakah perusahaan auditan dapat mempertahankan keberlanjutan usahanya

sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AICPA, 1998). 2 Pengaruh SFP terhadap opini audit GC menimbulkan dampak ekonomik dan

litigasi bagi perusahaan auditan, pengguna laporan keuangan dan auditor itu sendiri. Hal ini disebabkan GC yang dipengaruhi oleh SFP berdampak pada subyektifitas atau bias judgment professional auditor dan menyebabkan timbulnya masalah etika yaitu subyektifitas pemberian judgment GC dengan mengabaikan bukti audit. Bagi perusahaan yang menerima opini GC menunjukkan returns saham yang negatif. Sedangkan bagi pengguna laporan keuangan, khususnya investor dan kreditor, menyebabkan penundaan atau bahkan penghentian investasi dan pendanaan.

2. Kajian Teori dan Pengembangan Hipotesis 2.1.Keputusan Opini GC Auditor

Guiral, et al (2011) menggambarkan keputusan opini sebagai proses dua tahap di mana auditor pertama kali mengidentifikasi kesulitan keuangan perusahaan yang dapat mengindikasi kemungkinan bagi perusahaan untuk gagal. Kemudian, auditor harus menentukan apakah situasi perusahaan menjamin penerbitan opini GC (sedikitnya dengan mengevaluasi inisiatif manajemen).

Konsekuensi persepsian dari penerbitan opini GC juga mempengaruhi keputusan pelaporan (Guiral et, al (2011), Parker dan Forgaty, (2012)). Guiral et, al (2011) menyatakan bahwa keputusan opini GC dapat mempunyai “...sejumlah ramifikasi bagi klien dan KAP, oleh karenanya dapat mempengaruhi keputusan tidak wajar auditor”. Ramifikasi ini mencakup kerugian potensial dari klien dan pendapatan jika auditor menerbitkan opini GC dan perusahaan mengganti auditor, dan ketakutan tuntutan

2 Di Indonesia, contohnya adalah PT Fiskara Agung yang dilikuidasi tahun 2000 setahun setelah mendapat opini tidak memberikan pendapat dari auditor.

hukum oleh investor dan kreditor jika opini GC tidak diberikan dan perusahaan mengumumkan kebangkrutan.

Guiral et, al (2011) melaporkan bahwa auditor yang kurang cenderung menerbitkan opini GC adalah mereka yang mempunyai sedikit keyakinan yang kuat bahwa menerbitkan opini GC dapat menyebabkan mereka kehilangan klien. Parker dan Forgaty (2012) melaporkan bahwa enam dari 16 partner audit yang diwawancara untuk penelitiannya tidak dapat mengingat kasus-kasus tertentu saat mereka kehilangan klien karena menerbitkan opini audit GC. Akan tetapi, sepuluh partner menyatakan bahwa mereka kehilangan klien karena penerbitan opini GC.

Kerugian litigasi potensial jika opini GC tidak diterbitkan dan klien menjadi bangkrut telah dinyatakan sebagai faktor potensial yang mempengaruhi keputusan opini GC. Altman (1982) menyatakan bahwa telah terjadi sejumlah tuntutan hukum (sebagian besar ditetapkan diluar persidangan) melawan auditor yang tidak menerbitkan opini GC kepada perusahaan yang kemudian dinyatakan bangkrut. Beberapa auditor, secara konsekuen, meyakini bahwa memberikan opini GC dapat melindunginya dari kewajiban legal. Akan tetapi, tidak ada partner yang diwawancarai oleh Parker dan Forgaty (2012) mengingat kasus-kasus spesifik di mana opini GC yang telah diterbitkannya dapat membuat terhindar dari kewajiban legal atau di mana kegagalan untuk menerbitkan opini GC telah menyebabkan tuntutan hukum. Parker dan Forgaty (2012) melaporkan bahwa auditor cenderung menerbitkan opini GC ketika default perusahaan dilaporkan dalam Wall Street Journal. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai bukti perhatian auditor bahwa berita kesulitan keuangan perusahaan meningkatkan probabilitas litigasi jika mereka auditor tidak menerbitkan opini GC terhadap perusahaan yang pada perioda berikutnya dinyatakan bangkrut.

Dodd, et al. (1984) melaporkan bahwa perioda waktu dari akhir tahun fiskal sampai laporan audit, diantara perusahaan-perusahaan yang menerima opini ”subject to”, meningkat sejalan dengan ketidakpastian yang menyebabkan opini tidak wajar menjadi semakin langka. Lag pelaporan ini dapat terjadi jika auditor menginginkan untuk melakksanakan prosedur pengauditan tambahan; hal itu juga dapat terjadi jika auditor menginginkan untuk meluangkkan waktu lebih banyak untuk rapat dengan manajemen dalam hal penerbitan opini GC (Parker dan Forgaty, 2012). Variabel lainnya yang menjadi pertimbangan dalam model keputusan opini GC mencakup adanya fraud yang dilaporkan setelah tanggal laporan audit; indikator yang menunjukkan status default perusahaan; jumlah hari antara laporan dan kebangkrutan berikutnya, jumlah perubahan Dodd, et al. (1984) melaporkan bahwa perioda waktu dari akhir tahun fiskal sampai laporan audit, diantara perusahaan-perusahaan yang menerima opini ”subject to”, meningkat sejalan dengan ketidakpastian yang menyebabkan opini tidak wajar menjadi semakin langka. Lag pelaporan ini dapat terjadi jika auditor menginginkan untuk melakksanakan prosedur pengauditan tambahan; hal itu juga dapat terjadi jika auditor menginginkan untuk meluangkkan waktu lebih banyak untuk rapat dengan manajemen dalam hal penerbitan opini GC (Parker dan Forgaty, 2012). Variabel lainnya yang menjadi pertimbangan dalam model keputusan opini GC mencakup adanya fraud yang dilaporkan setelah tanggal laporan audit; indikator yang menunjukkan status default perusahaan; jumlah hari antara laporan dan kebangkrutan berikutnya, jumlah perubahan

2.1.2. Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.30. ( IAI )

PSA No.30Seksi 341 tentang “ Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya” , yang berlaku secara efektif mulai tahun 1998. SA seksi 341 paragraf 2 mewajibkan auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode pantas tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan diaudit. Auditor harus melakukan evaluasi apakah terdapat “kesangsian” bukan “kepastian”.

PSA 30 paragraf 6 menyebutkan bahwa auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas. Contoh kondisi dan peristiwa tersebut :

1. Tren negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek.

2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metoda pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.

3. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

4. Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, 4. Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise,

PSA 30 paragraf 10–14 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor, pedoman tersebut sebagai berikut :

1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus :

a. Memperoleh informasi mengenai inisiatif manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.

b. Menetapkan kemungkinan bahwa inisiatif tersebut secara efektif dilaksanakan.

2. Jika manajemen tidak memiliki inisiatif yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer )

3. Jika manajemen memiliki inisiatif tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas inisiatif tersebut,

a. Jika auditor berkesimpulan inisiatif tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (Disclaimer)

b. Jika auditor berkesimpulan inisiatif tersebut efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion With Emphasis of Matter Paragraph)

c. Jika auditor berkesimpulan inisiatif tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (Qualified/ Adverse Opinion)

2.1.4. Pengaruh SFP atas Judgment GC

Terdapat keyakinan oleh beberapa auditor bahwa menerbitkan opini GC dapat memperburuk masalah keberlanjutan hidup perusahaan. Keyakinan bahwa opini audit negatif dapat mempengaruhi keberlanjutan hidup perusahaan di luar pengaruh dari kondisi perusahaan atas keberlangsungannya disebut sebagai pengaruh SFP. The Commission on Auditor’s Responsibilities (CAR, 1978) menggambarkan pengaruh SFP sebagai berikut:

Creditors often regard a ‘subject to’ qualification as a separate reason for not granting a loan, a reason in addition to the circumstances creating the uncertainty that caused the qualification. This frequently puts the auditor in the position of, in effect, deciding whether a company is able to obtain the funds it needs to continue operating. Thus, the auditor’s qualification tends to be a self-fulfilling prophecy: The auditor’s expression of uncertainty about the company’s ability to continue may make the company’s inability a certainty (CAR, 1978, p. 30)

Sampai sejauh mana keyakinan pengaruh SFP dapat mempengaruhi keputusan opini masih belum jelas atau sudah terkofirmasikah bahwa model keputusan opini dapat menjadi proksi bagi pengaruh potensial dari keyakinan tersebut. Setidaknya cukup umum bahwa hal itu berlanjut menjadi acuan auditor dan yang lainnya. Sebagai contoh, Guiral et, al (2011), Parker dan Forgaty (2012), dan Carmichael dan Pany (1993), menyatakan bahwa terdapat pengaruh SFP, sedikitnya bagi beberapa perusahaan. Mereka menyimpulkan pengaruh SFP atas opini GC sebagai satu dari faktor-faktor dalam model analitis dari hubungan antara keputusan opini auditor dan keputusan klien untuk mengganti auditor. Akan tetapi, kurang dari separuh partner yang diwawancarai oleh Parker dan Forgaty (2012) menyetujui bahwa terdapat validitas konsep pengaruh SFP meskipun tiga orang diantara mereka mengatakan bahwa mereka terbiasa dengan kasus dimana opini audit GC menyebabkan kegagalan. Jika pengaruh SFP terjadi dalam beberapa kasus, tidak diketahui apakah pengaruhnya signifikan secara ekonomik atau mengapa pengaruh itu terjadi untuk beberapa perusahaan dibanding perusahaan lainnya. Asare (1990) telah menyarankan bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk menginvestigasi apakah terdapat pengaruh SFP.

Terdapat sedikit bukti empiris yang menyatakan bahwa opini GC mempengaruhi tindakan pengguna laporan keuangan sampai pada kegagalan perusahaan sebagai akibat tindakan yang diambil dalam merespon opini tersebut. Kenyataannya, Boritz (1991) Terdapat sedikit bukti empiris yang menyatakan bahwa opini GC mempengaruhi tindakan pengguna laporan keuangan sampai pada kegagalan perusahaan sebagai akibat tindakan yang diambil dalam merespon opini tersebut. Kenyataannya, Boritz (1991)

George dan George (1996) menginvestigasi pengaruh opini GC pada perusahaan yang berlanjut hidup menggunakan pendekatan berisiko proporsional yang sama. Akan tetapi George tidak menyimpulkan perusahaan kendali yang tidak menerima opini GC. George melaporkan hubungan negatif antara opini dan keberlanjutan hidup perusahaan yang diinterpretasikan sebagai bukti yang lebih baik dari hadirnya pengaruh SFP bagi opini GC. Akan tetapi, jika suatu perusahaan gagal tiga atau empat tahun setelah menerima opini GC awal (seringkali menerima opini GC pada tahun sebelum kebangkrutan) tampaknya tidak cukup untuk mempertimbangkan kegagalan sebagai indikasi SFP. Istilah tersebut mengasumsikan bahwa opini merupakan penyebab kegagalan dengan memberikan informasi baru atau dengan mengindikasikan keseriusan opini perusahaan.

2.2. Pengembangan Hipotesis

2.2.1. Pengaruh Judgment GC dengan SFP Mengenai Kebangkrutan

Opini GC dan kebangkrutan seharusnya berkorelasi karena proses keputusan opini GC mencakup pertimbangan kondisi keuangan dan kecenderungan yang mengindikasikan bahwa suatu perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya (kasus dimana perusahaan akhirnya menghadapi kebangkrutan). Standar pengauditan menyatakan bahwa “rasio-rasio keuangan yang buruk dapat digunakan sebagai contoh tren ฀egative tersebut. Penelitian sebelumnya mengkonfirmasi bahwa pengukuran derajat keraguan auditor tentang kemampuan perusahaan untuk berlanjut usaha dipengaruhi oleh derajat kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan seperti yang diproksikan oleh rasio keuangan (Guiral et, al, 2011, Parker dan Forgaty, 2012). Kesulitan keuangan dapat Opini GC dan kebangkrutan seharusnya berkorelasi karena proses keputusan opini GC mencakup pertimbangan kondisi keuangan dan kecenderungan yang mengindikasikan bahwa suatu perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya (kasus dimana perusahaan akhirnya menghadapi kebangkrutan). Standar pengauditan menyatakan bahwa “rasio-rasio keuangan yang buruk dapat digunakan sebagai contoh tren ฀egative tersebut. Penelitian sebelumnya mengkonfirmasi bahwa pengukuran derajat keraguan auditor tentang kemampuan perusahaan untuk berlanjut usaha dipengaruhi oleh derajat kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan seperti yang diproksikan oleh rasio keuangan (Guiral et, al, 2011, Parker dan Forgaty, 2012). Kesulitan keuangan dapat

Opini GC juga cenderung berkorelasi dengan faktor-faktor kebangkrutan lainnya. Sebagai contoh, menurut teori organisasi, kemampuan dan kredibilitas tim pengelolaan kesulitan keuangan perusahaan mempengaruhi apakah penyedia sumberdaya eksternal akan bekerjasama dengan perusahaan atau mengambil tindakan yang memaksa perusahaan masuk dalam kebangkrutan atau membuat perusahaan mencari perlindungan kebangkrutan secara sukarela untuk menghindari tindakan

kreditor lebih jauh. 3 Karakteristik-karakteristik seperti ini tidak teramati secara langsung bagi peneliti yang mendasarkan hanya pada informasi yang tersedia di publik.

Hopwood, et al. (2012) melaporkan hubungan positif dan signifikan antara opini dan kebangkrutan setelah mengontrol rasio-rasio keuangan yang berkaitan dengan kesulitan keuangan, tetapi, tidak ada kontrol untuk faktor-faktor lainnya. Hopwood, et al. (2012) menginterpretasikan hasilnya hanya sebagai bukti kemampuan inkremental dari opini GC untuk menjelaskan kebangkrutan. Mereka tidak mengasumsikan bahwa hasilnya mengindikasikan ada hubungan langsung antara opini GC dan kebangkrutan. Kenyataannya, mereka menyatakan bahwa opini GC mungkin berhubungan dengan faktor-faktor kebangkrutan lainnya yang diabaikan dalam model. Hubungan positif antara kebangkrutan dan opini GC dapat terjadi karena perusahaan yang cenderung menerima opini juga cenderung gagal.

Asare (1990) menyatakan bahwa, terdapat sejumlah kecil penelitian yang didesain untuk mengevaluasi apakah pengaruh SFP ada. Proporsi kecil perusahaan GC yang menjadi bankrut di pasar modal memberikan bukti bahwa pengaruh SFP hanyalah mitos (Boritz, 1991) karena opini GC menunjukkan pengaruh SFP hanya untuk beberapa jenis perusahaan atau di bawah kondisi yang sama. Argumennya adalah bahwa pengaruh SFP tergantung pada tindakan pengguna dalam merespon opini GC (baik karena opini tersebut memperbesar pentingnya kondisi keuangan perusahaan atau karena opini tersebut memberikan informasi tambahan yang diberikan oleh laporan keuangan) dan bahwa tindakan tersebut mempengaruhi sampai sejauh mana perusahaan tidak mampu memperoleh atau mempertahankan kreditnya. Berdasarkan pada argumentasi teori dan hasil empiris yang telah dibahas sebelumnya mengarah pada hipotesis berikut:

3 Pembahasan dengan pihak bank sebagai pemberi kredit mengkonfirmasi bahwa pengelolaan perusahaan merupakan faktor penting bagi bank untuk bersedia melanjutkan kerjasama dengan perusahaan yang

bermasalah.

H1: Auditor yang terkena Self Fulfilling Prophecy memiliki kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC kepada perusahaan auditannya.

2.2.2. Hubungan Inisiatif Perubahan Manajemen dan Keputusan Opini GC

Hipotesis kedua berkaitan dengan dampak langsung inisiatif perubahan manajemen terhadap judgment GC. Prediksi pengaruh langsung bahwa tindakan operasi dan strategik manajemen terhadap keputusan opini GC didasarkan pada literatur strategik yang terkait dengan hubungan antara keberhasilan berubah (turnaround) dan implementasi manajemen atas inisiatif operasi dan strategik. Secara keseluruhan, bukti dari literatur strategi menyatakan bahwa inisiatif strategik berhubungan dengan keberhasilan perusahaan untuk berubah. Barker dan Duhaime (1997), sebagai contoh, menunjukkan bahwa ketika perusahaan mengalami penurunan, maka perusahaan melakukan perbaikan dengan merubah secara ekstensif strateginya. Sebagai tambahan, penelitian Sudarsanam dan Lai (2001) mengindikasikan bahwa perusahaan memperbaiki dirinya dari kesulitan keuangan dengan mengadopsi strategi yang lebih berwawasan ke depan, dan bersifat ekspansif. Studi sebelumnya yang terkait dengan kepercayaan diri pada inisiatif operasi kebanyakan berfokus pada pengurangan aktivitas dan hasilnya inkonklusif (Barker dan Mone, 1994; Sudarsanam dan Lai, 2001). Hal ini mengindikasikan bahwa inisiatif berubah operasional saja tidak cukup, sehingga perusahaan yang mempunyai masalah keuangan juga harus menghubungkannya dengan strategik positioning (Barker dan Duhaime, 1997).

Konsisten dengan literatur strategik terkait kepercayaan diri (efficacy) dari inisiatif manajemen, penelitian GC terkini oleh Behn et al. (2001), Geiger dan Rama (2003) mengindikasikan bahwa inisiatif operasi seperti pengurangan biaya (cost-cutting) umumnya meningkatkan kecenderungan bahwa opini GC diterbitkan. Di sisi lain, inisiatif strategik dengan dampak jangka panjang terhadap kinerja seperti aliansi strategik menurunkan kecenderungan bahwa laporan GC diterbitkan. Dengan kata lain, auditor cenderung merasakan usaha perbaikan dengan inisiatif strategik yang cenderung mempunyai dampak jangka panjang sebagai faktor pengurang risiko, sedangkan inisiatif operasi cenderung dirasakan sebagai faktor risiko GC. Berdasarkan latar belakang teoretis tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: auditor yang terkena SFP, dengan mempertimbangkan implementasi inisiatif perubahan strategik mempunyai kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC

3 Metoda Penelitian

3.1 Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan auditor senior, manager dan partner sebagai subjek penelitian. Data yang akan diuji diperoleh dengan melakukan eksperimen laboratoris. Sebelum eksperimen dilakukan pada subjek yang sesungguhnya terlebih dahulu dilakukan pilot test dengan melakukan diskusi baik dengan profesional dan akademisi.

3.2 Desain Eksperimen

Penelitian menggunakan desain eksperimental faktorial antar subyek 2x2. Pengujian dilakukan untuk menginvestigasi pengaruh SFP bagi auditor dalam pembuatan judgment GC terkait dengan probabilitas kebangkrutan dengan dua kondisi perlakuan yaitu terkena SFP dan tanpa SFP. Tritmen kedua berkaitan dengan inisiatif strategik (OPERASIONAL dan STRATEGIK) Desain eksperimen dapat dilihat dalam tabel 1. Penempatan acak (random asignment) partisipan pada setiap treatment

Tabel 1 Desain Eksperimen Faktorial Antar Subjek 2 x 2

Inisiatif Perubahan

Kondisi Perlakuan

Tanpa Pengaruh SFP Operasional

Manajemen

Dengan pengaruh SFP

A (14 orang)

B (14 orang)

Strategik

C (15 orang)

D (14 orang)

3.3. Tugas dan Prosedur Eksperimen

Tugas eksperimen terdiri atas empat bagian. Secara lebih spesifik partisipan diminta untuk melakukan (1) meyakinkan tidak adanya pengaruh pemahaman auditing dan etika profesi yang mengganggu hasil eksperimen, selanjutnya (2) membaca informasi perusahaan, (2) membuat judgment GC (3) membuat pengukuran kelayakan inisatif perubahan manajemen, (4) melengkapi kuisioner demografis.

Pada tahapan pertama eksperimen, partisipan diberikan satu dari empat kondisi tritmen dan diasumsikan berperan sebagai auditor yang baru ditunjuk dari sebuah perusahaan ritel makanan besar. Mereka diminta untuk membaca informasi perusahaan dengan hati-hati karena akan digunakan untuk pertanyaan mengenai keputusan GC di bagian berikutnya. Informasi mengenai perusahaan yang tersedia terdiri atas (1) latar belakang dan visi perusahaan, (2) Posisi Keuangan dan Laba rugi yang belum diaudit Pada tahapan pertama eksperimen, partisipan diberikan satu dari empat kondisi tritmen dan diasumsikan berperan sebagai auditor yang baru ditunjuk dari sebuah perusahaan ritel makanan besar. Mereka diminta untuk membaca informasi perusahaan dengan hati-hati karena akan digunakan untuk pertanyaan mengenai keputusan GC di bagian berikutnya. Informasi mengenai perusahaan yang tersedia terdiri atas (1) latar belakang dan visi perusahaan, (2) Posisi Keuangan dan Laba rugi yang belum diaudit

Selanjutnya, partisipan diminta menilai kemungkinan bahwa perusahaan akan berlanjut dengan status GC. Pada saat partisipan menunjukan judgment GC, mereka diminta untuk mengidentifikasi probabilitas judgment bahwa perusahaan akan berlanjut dengan status GC pada tahun yang akan datang pada skala 0 sampai dengan 100, dengan titik akhir yaitu secara pasti tidak akan berlanjut sebagai operasi viable dan secara pasti akan berlanjut sebagai operasi yang viable. Sebagai tambahan partisipan diminta menentukan tingkat keyakinan atas keputusan GC pada skala 0 (tidak yakin sama sekali) sampai 100 (benar-benar yakin).

Pada tahap kedua partisipan diberikan informasi perubahan manajemen strategik atau operasi, partisipan akan menerima informasi tambahan yang berkaitan dengan adanya perjanjian aliansi strategis dengan perusahaan lain (strategik) atau mengimplementasikan inisiatif pemotongan biaya (operasi) dalam kaitan untuk meningkatkan arus kas dan mengembalikan laba dan pertumbuhan penjualan. Selajutnya partisipan diminta mengindikasikan kemungkinan bahwa perusahaan akan dapat mengeksekusi strategi dengan sukses pada skala mulai dari 0 (secara pasti tidak akan sukses) sampai skala 100 (secara pasti akan sukses). Pada saat partisipan menunjukan judgment GC, mereka diminta untuk mengidentifikasi probabilitas judgment bahwa perusahaan akan berlanjut dengan status GC pada tahun yang akan datang pada skala 0 sampai dengan 100, dengan titik akhir yaitu secara pasti tidak akan berlanjut sebagai operasi viable dan secara pasti akan berlanjut sebagai operasi yang viable . Sebagai tambahan partisipan diminta menentukan tingkat keyakinan atas keputusan GC pada skala 0 (tidak yakin sama sekali) sampai 100 (benar-benar yakin).

Pada tahapan ketiga eksperimen, partisipan diminta mengisi kuisioner demografis yang berkaitan dengan latar belakang audit. Partisipan diminta untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan level tanggung jawab pada KAP, lama pengalaman dan spesialisasi industri perusahaan auditan yang ditangani.

3.4 Analisis Data

Hipotesis akan diuji dengan menggunakan alat statistik Multivariate ANOVA. Namun sebelumnya, terlebih dahulu akan dilakukan Levene’s Test. Pengujian ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua asumsi ANOVA terpenuhi, yaitu memastikan bahwa keseluruhan sampel memiliki varians yang sama. Jika asumsi ANOVA terpenuhi, maka pengujian hipotesis dapat dilanjutkan.

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Eksperimen dan Subjek Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan dengan cara mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya yang bersedia untuk dijadikan tempat untuk pelaksanaan eksperimen.

Randomisasi dilakukan pada saat membagi instrumen eksperimen dengan memberikan secara acak sehingga setiap subjek mendapatkan kesempatan yang sama untuk menerima semua kombinasi kasus.

Subjek pada kelompok yang menerima informasi SFP maupun tidak menerima informasi SFP serta menerima informasi inisiatif perubahan manajemen strategik dan operasional memiliki variansi karakteristik yang tidak jauh berbeda. Hasil pengujian independent sample t-test dengan membandingkan judgment GC atas karakteristik demografis yang terdiri dari jenis kelamin, usia, posisi, masa kerja, pendidikan, pelatihan audit pengalaman audit pada bidang tertentu dan bidang audit spesifik disajikan ada tabel 2.

Tabel 2a. Pengujian Karakteristik demografi atas judgment GC atas Pengaruh Self Fulfilling Prophecy

Karakteristik Demografis

Df F statistik

Signifikansi

Jenis Kelamin

0.212 Masa Kerja

0.083 Pelatihan audit

0.072 Pengalaman Audit

0.076 Bidang Audit spesifik

Tabel 2b. Pengujian Karakteristik demografi atas judgment GC atas inisiatif perubahan manajemen

Karakteristik Demografis

Df F statistik

Signifikansi

Jenis Kelamin

0.301 Masa Kerja

0.162 Pelatihan audit

0.078 Pengalaman Audit

0.084 Bidang Audit spesifik

4.3. Pengujian Galat Eksperimental

Pengujian statitik menggunakan ANCOVA untuk mereduksi faktor lain yang mungkin mempengaruhi hubungan sebab akibat tersebut. Faktor lain yang mungkin berpengaruh dalam hubungan SFP terhadap judgment GC tersebut adalah pemahaman auditing dan etika profesi dengan menjawab empat pertanyaan dan masing-masing pertanyaan diberikan skor satu. Hasil pengujian ANCOVA dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3a. Hasil Pengujian Galat Eksperimental pemahaman auditing dan etika profesi terhadap Hubungan SFP dengan judgment GC

Sig Independen

Variabel

Jumlah

Df Rerata

F-

Kuadrat Typa

Kuadrat Statistik

III

Model Koreksian

65.846 0.000 Variabel Kovariat pemahaman auditing dan etika

0.064 0.801 profesi Galat

57 Total Koreksian

Tabel 3b. Hasil Pengujian Galat Eksperimental pemahaman auditing dan etika profesi terhadap Hubungan insiatif perubahan manajemen dengan judgment GC

F-Statistik Sig Independen

Variabel

Jumlah

Df Rerata

Kuadrat Typa

Model Koreksian

21.108 0.000 Manajemen Variabel Kovariat pemahaman auditing dan etika

0.040 0.842 profesi Galat

57 Total Koreksian

Hasil pengujian ANCOVA menunjukan bahwa SFP dan inisiatif perubahan manajemen berpengaruh terhadap judgment GC dengan signifikansi 0.00 pada α 0.05. Nilai pemahaman auditing dan etika profesi tidak berpengaruh terhadap judgment GC

ditunjukan dengan signifikansi 0.842 pada α 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa galat eksperimental yaitu pemahaman auditing dan etika profesi tidak berpengaruh terhadap hubungan antara SFP dan inisiatif perubahan manajemen terhadap judgment GC. Pertimbangan professional yang digunakan dalam membuat judgment GC disebabkan oleh inisiatif perubahan manajemen dan tidak disebabkan pemahaman auditing dan etika profesi

4.4. Hasil Pengecekan Manipulasi

Pertanyaan mengenai manipulasi SFP terdiri dari dua pertanyaan dengan dua pilihan jawaban yaitu ya atau tidak. Tiap pertanyaan yang benar akan diberikan skor satu, sehingga apabila partisipan menjawab dengan tepat selauruh pertanyaan adalah 2.

Hasil pengecekan manipulasi pada kelompok dengan manipulasi SFP yaitu pada sel A dan C menunjukan bahwa 27 orang pada kelompok tersebut lolos pengecekan manipulasi, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan data. Pada kelompok dengan Hasil pengecekan manipulasi pada kelompok dengan manipulasi SFP yaitu pada sel A dan C menunjukan bahwa 27 orang pada kelompok tersebut lolos pengecekan manipulasi, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan data. Pada kelompok dengan

Hasil pengecekan manipulasi pada kelompok dengan manipulasi inisiatif perubahan manajemen yaitu pada sel A dan B menunjukan bahwa 26 orang pada kelompok tersebut lolos pengecekan manipulasi, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan data. Pada kelompok dengan manipulasi non SFP yaitu sel C dan D, sejumlah 28 orang lolos pengecekan manipulasi. Dengan demikian jawaban dari 54 orang partisipan dapat digunakan dalam pengolahan data.

4.5. Hasil Eksperimen

4.5.1. Pengujian Hipotesis 1

Hipotesis pertama menyatakan bahwa Auditor yang terkena Self Fulfilling Prophecy memiliki kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC kepada perusahaan auditannya. Pengujian dilakukan dengan one way ANOVA yaitu membandingkan kelompok yang menerima informasi SFP dan kelompok yang tidak menerima informasi SFP. Hasil pengujian ANOVA dapat dilihat di tabel 4.

Tabel 4. Pengujian Hipotesis Pertama-Analisis ANOVA Variabel

F-Statistik Sig Independen

Jumlah

Df Rerata

Kuadrat Typa

Model Koreksian

57 Total Koreksian

Variabel terikat: Judgment GC

Pemberian informasi SFP menyebabkan terjadinya pemberian judgment GC yang lebih kecil dibanding pada kelompok yang tidak menerima informasi SFP. Hal ini menunjukan bahwa auditor yang menerima informasi mengenai reaksi investor dan kreditor akan cenderung lebih kecil dalam memberikan judgment GC.

Hasil pengujian tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara rerata pada kelompok yang menerima SFP dan kelompok yang tidak menerima SFP (signifikansi 0.000) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 didukung yaitu Auditor dengan mempertimbangkan pengaruh reaksi investor dan kreditor atas prediksi kebangkrutan perusahaan auditan memiliki kecenderungan lebih kecil dalam memberikan opini GC

4.5.2. Pengujian Hipotesis 2

Hipotesis 2 menyatakan bahwa auditor yang terkena SFP, dengan mempertimbangkan implementasi inisiatif perubahan strategik mempunyai kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC. Hipotesis kedua menggunakan pegujian efek interaksi antara variabel SFP dan insiatif perubahan manajemen dengan menggunakan two ways interaction ANOVA. Berikut hasil pengujian disajikan pada tabel 5

Tabel 5. Pengujian Hipotesis Kedua-Analisis ANOVA Variabel

Sig Independen

Jumlah

Df Rerata

F-

Kuadrat

Kuadrat Statistik

Typa III

Model Koreksian

1 214113.643 2.200E3 .000 SFP

63.579 .000 Perubahan Manajemen

43.662 .000 Interaksi SFPxPerubahan Manajemen

Total Koreksian

Variabel terikat: Judgment GC

Profile Plots

Hasil uji ANOVA menunjukan terdapat pengaruh langsung antara variabel independen SFP dan inisiatif perubahan manajemen. Pengaruh SFP menunjukan nilai F sebesar 63.579 dan signifikan pada 0.000 , hal ini berarti terdapat perbedaan rerata judgment GC pada kelompok yang menerima dan tidak menerima informasi SFP. Pengaruh Inisiatif Perubahan Manajemen menunjukan nilai F sebesar 43.662 dan signifikan pada 0.000 , hal ini berarti terdapat perbedaan rerata judgment GC pada kelompok yang menerima informasi perubahan operasional dan perubahan strategik. Hasil interaksi antara variabel SFP dan insiatif perubahan manajemen menunjukan nilai F sebesar 0.007 dan signifikan pada 0.932. Atas hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa hipotesis 2 tidak terdukung, karena tidak ada pengaruh bersama atas judgment GC pada kelompok yang menerima informasi SFP dan informasi perubahan manajemen

4.6. Pembahasan

Pengujian hipotesis 1 yaitu Auditor yang terkena SFP memiliki kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC kepada perusahaan auditannya. Temuan pada pengujian hipotesis ini memberikan bukti empiris bahwa auditor dengan mempertimbangkan pengaruh reaksi investor dan kreditor atas prediksi kebangkrutan perusahaan auditan memiliki kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment

GC. Opini GC dan kebangkrutan seharusnya berkorelasi karena proses keputusan opini GC mencakup pertimbangan kondisi keuangan dan kecenderungan yang mengindikasikan bahwa suatu perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya (kasus dimana perusahaan akhirnya menghadapi kebangkrutan). Penelitian sebelumnya mengkonfirmasi bahwa pengukuran derajat keraguan auditor tentang kemampuan perusahaan untuk berlanjut usaha dipengaruhi oleh derajat kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan seperti yang diproksikan oleh rasio GC. Opini GC dan kebangkrutan seharusnya berkorelasi karena proses keputusan opini GC mencakup pertimbangan kondisi keuangan dan kecenderungan yang mengindikasikan bahwa suatu perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya (kasus dimana perusahaan akhirnya menghadapi kebangkrutan). Penelitian sebelumnya mengkonfirmasi bahwa pengukuran derajat keraguan auditor tentang kemampuan perusahaan untuk berlanjut usaha dipengaruhi oleh derajat kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan seperti yang diproksikan oleh rasio

Temuan penelitian ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya dari Asare (1990) dan Boritz (1991). Auditor yang mempertimbangkan reaksi investor dan kreditor atas prediksi kebangkrutan perusahaan auditan cenderung lebih kecil dalam memberikan opini GC karena auditor menghadapi economic trade-off dalam memutuskan pemberian opini GC. Pengaruh SFP dari opini GC tergantung pada tindakan pengguna dalam merespon opini GC dan bahwa tindakan tersebut mempengaruhi sampai sejauh mana perusahaan tidak mampu memperoleh atau mempertahankan pendanaanya.

Penelitian ini memberikan implikasi bahwa pemberian opini GC sangat dipengaruhi oleh fator keperilakuan auditor. Faktor tersebut memegang peran penting mengenai pertimbangan atas dampak judgment yang dikeluarkan auditor. Pertimbangan bahwa reaksi yang akan muncul sebagai akibat pemberian judgment tersebut mengakibatkan auditor cenderung mengalami bias, sebagai akibatnya terjadi bias dalam pembuatan judgment. Auditor dalam melaksanakan tugas berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesional Akuntan Publik. Pada konteks ini, dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan judgment GC seorang auditor tidak sama sekali melanggar aturan yang sudah ditetapkan, namun auditor akan melakukan upaya- upaya perbaikan atau negoisasi pada tahap akhir audit sebagai bentuk koreksi agar pemberian opini GC dapat diminimalisir. Reorganisasi dalam proses kepailitan pada dasarnya lebih mahal daripada negosiasi ulang hutang (Jensen, 1989; Gilson, et al., 1990), sehingga upaya inilah yang sering ditempuh oleh auditor untuk menghindari pemberian opini GC.

Baik perusahaan yang pailit tersebut berhasil direorganisasi atau dilikuidasi, menjadi pailit adalah mahal. Kepailitan mencakup biaya langsung dan tidak langsung. Biaya administrasi dan biaya hukum yang terkait dengan permulaan kepailitan Baik perusahaan yang pailit tersebut berhasil direorganisasi atau dilikuidasi, menjadi pailit adalah mahal. Kepailitan mencakup biaya langsung dan tidak langsung. Biaya administrasi dan biaya hukum yang terkait dengan permulaan kepailitan

Myers, Schmidt, dan Wilkins (2013) menggambarkan konteks Amerika bahwa auditor yang tidak terkena pengaruh SFP lebih besar kemungkinannya untuk memberikan opini GC karena tuntutan profesi dan publik yang lebih tinggi dan peraturan yang lebih ketat . Kondisi ini semakin meningkat sejak The Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX) diundangkan dalam bulan Juli 2002 untuk menguatkan independensi auditor, meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, dan memperbaiki kepercayaan publik terhadap profesi auditor. Penelitian Myers et al. (2013) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konservatisme auditor dan akurasi dalam pemberian opini GC.

Hal tersebut nampaknya berbeda dengan konteks Indonesia, dikarenakan kesepakan auditor untuk perusahaan publik yang menerima opini GC akan mendapatkan penalti dari BAPEPAM. Hal ini memperkuat temuan bahwa auditor pada konteks Indonesia lebih mungkin terkena SFP. Jika menelusuri laporan audit perusahaan yang terdaftar pada tahun 2002-2012 hampir tidak ditemukan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mendapatkan opini GC. Biasa yang dilakukan adalah memberikan opini audit yang merefleksikan kondisi GC perusahaan auditan, misalkan Opini audit wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, dimana ada bagian penjelasan inilah perusahaan terancam GCnya. Sedangkan pada perusahaan yang derajat GC nya tidak bisa dilakukan upaya perbaikan kondisi, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar atau opini disclaimer. Namun pada saat auditee mengalami kondisi ini, biasa yang terjadi adalah putusnya perikatan atau terjadi opinion shopping .

Hipotesis 2 menyatakan bahwa auditor yang terkena SFP, dengan mempertimbangkan implementasi inisiatif perubahan strategik mempunyai kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC. Pendekatan perubahan operasi umumnya meliputi tindakan yang terkait pengurangan biaya, peningkatan pendapatan dan pengurangan asset operasi. Tujuan utamanya adalah pada pencapaian aliran kas positif jangka pendek, tanpa mempertimbangkan perubahan dalam strategi jangka panjang perusahaan. Dalam rangka untuk mencapai perbaikan profitabilitas Hipotesis 2 menyatakan bahwa auditor yang terkena SFP, dengan mempertimbangkan implementasi inisiatif perubahan strategik mempunyai kecenderungan lebih kecil dalam memberikan judgment GC. Pendekatan perubahan operasi umumnya meliputi tindakan yang terkait pengurangan biaya, peningkatan pendapatan dan pengurangan asset operasi. Tujuan utamanya adalah pada pencapaian aliran kas positif jangka pendek, tanpa mempertimbangkan perubahan dalam strategi jangka panjang perusahaan. Dalam rangka untuk mencapai perbaikan profitabilitas

Pembuatan keputusan GC melibatkan informasi yang komplek dan dilakukan tanpa ada prosedur khusus yang ditujukan untuk memberikan penilaian GC. Menurut SAS No. 59 atau PSA No. 30, auditor seharusnya mengevaluasi kondisi atau peristiwa yang tersembunyi selama perikatan yang meragukan tentang keberlanjutan usaha perusahaan auditan. Akan tetapi, standar tersebut tidak memberikan petunjuk eksekusi prosedur pengauditan tersendiri untuk mengidentifikasi masalah potensial GC. Hasil dari prosedur pengauditan yang didesain dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengauditan lainnya seharusnya mencukupi untuk tujuan tersebut.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis ini tidak didukung. Hasil ini tidak mengkonfirmasi penelitian Behn et al. (2001), Geiger dan Rama (2003) mengindikasikan bahwa inisiatif operasi seperti pengurangan biaya (cost-cutting) umumnya meningkatkan kecenderungan bahwa opini GC diterbitkan. Hasil pengujian interaksi subyek auditor dengan informasi tambahan perubahan operasi yang bersifat jangka pendek dan perubahan strategik yang bersifat jangka panjang baik pada kondisi SFP dan tidak menerima informasi SFP adalah tidak berbeda. Penelitian ini juga tidak mengkonfirmasi penelitian Sudarsanam dan Lai (2001) yang memberikan bukti bahwa perusahaan yang pulih dari kesulitan keuangan umumnya mengadopsi strategi yang lebih berpandangan ke depan, sedangkan perusahaan yang tidak pulih dari kesulitan keuangan berlanjut terikat dalam strategi restrukturisasi operasional. Hasil ini menunjukkan efektivitas pendekatan strategik daripada pendekatan operasional bagi perubahan dan pemulihan perusahaan dan dapat mengurangi kemungkinan pemberian opini.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM PERFORMANCE- BASED BUDGETING TERHADAP PENGENDALIAN FISKAL DI NEGARA-NEGARA ASEAN

0 1 25

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATENKOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH Abstract - 154 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

0 0 19

PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIANLEMBAGA, KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN HASIL AUDIT BPK

0 1 16

KETERTERAPAN SAK ETAP PADA KOPERASI SERTA PERSEPSI PELAKU KOPERASI DAN AKUNTAN PENDIDIK NILUH PUTU DIAN ROSALINA HANDAYANI NARSA ISNALITA

0 0 23

KETEPATAN WAKTU PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BEALANJA DAERAH PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

1 2 23

PENGARUH KOMITMEN PROFESIONAL DAN SOSIALISASI ANTISIPATIF TERHADAP SIKAP MAHASISWA AKUNTANSI ATAS AKUNTABILITAS SOSIAL PERUSAHAAN

0 2 21

EFEKTIVITAS PROGRAM PSG (PENDIDIKAN SISTEM GANDA) PADA DUDI (DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI) BIDANG KEAHLIAN AKUNTANSI SMK NEGERI 7 DAN SMK MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA

0 0 29

ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT ABDUL HALIM Universitas Gajayana Malang Abstract - 081 ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL, kualitas aud

0 0 26

FUNGSI MEDIASI ELEMEN INSTITUSIONAL BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN TINGKAT PENGUNGKAPAN NILAI-NILAI ISLAM PADA LAPORAN TAHUNAN BANK ISLAM: STUDI LINTAS NEGARA

0 6 27

080 INDEPENDENSI DAN CONFLICT OF INTEREST AUDITOR

0 0 26