OPINI GOING CONCERN, TINGKAT KETERGANTUNGAN AUDITOR PADA KLIEN DAN PERGANTIAN AUDITOR Studi Empiris pada Perusahaan Kesulitan Keuangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2012

AHMAD SYAIFUDDIN FITRIANY 

Universitas Indonesia

Abstract

This study investigates the effect of auditor dependence on going concern opinion and opinion shopping on auditor switching in financially distressed companies that listed in Indonesia Stock Exchange during 2007-2012. Auditor dependence was measured by auditor size, audit tenure, and audit fee. Opinion shopping was measured by model which developed by Lennox (2000). The result of this study shown that opinion shopping does not occur in Indonesia. Furthermore, this study also found that going concern opinion in financially distressed companies are not affected by auditor dependence.

Keyword: auditor dependence, opinion shopping, going concern opinion, auditor switching

Abstrak

Penelitian ini menguji pengaruh tingkat ketergantungan auditor pada klien terhadap opini going concern dan opinion shopping terhadap pergantian auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2012. Tingkat Ketergantungan Auditor pada Klien dilihat dari ukuran KAP, masa penugasan audit dan fee audit. Sedangkan opinion shopping diukur dengan menggunakan model yang dikembangkan Lennox (2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena opinion shopping tidak terjadi di Indonesia. Selain itu, penelitian juga membuktikan bahwa opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tidak dipengaruhi oleh tingkat ketergantungan auditor pada klien.

Kata kunci: tingkat ketergantungan auditor pada klien, opinion shopping, opini going concern, pergantian auditor.

 syaifuddin19@gmail.com  fitri_any@yahoo.com

PENDAHULUAN

Opini yang dikeluarkan auditor atas laporan keuangan suatu perusahaan merupakan salah satu komponen penting yang akan dipertimbangkan para investor dalam pengambilan keputusan bisnis mereka. Auditor dituntut untuk memberikan keyakinan memadai atas suatu laporan keuangan perusahaan, bahwa laporan tersebut tidak mengandung salah saji material yang nantinya akan menyesatkan pengguna laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor (Levitt, 1998). Opini yang dikeluarkan auditor tidak hanya terbatas pada masalah akurasi laporan keuangan ataupun deteksi terhadap kecurangan. Lebih dari itu, auditor juga berkewajiban menilai kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Opini yang berkaitan dengan kelangsungan hidup tersebut selanjutnya akan disebut sebagai opini going concern dalam penelitian ini.

Kelangsungan hidup(going concern) perusahaan merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan menggunakan dasargoing concern dan auditor bertangung jawab untuk mendapatkan keyakinan bahwa penggunaan dasargoing concern oleh perusahaan adalah layak dan diungkapkan secara memadai. Ketika suatu perusahaan mempunyai masalah going concern, auditor dan manajemen sama-sama menghadapi pilihan yang sulit.

Bagi auditor, pemberian opini going concern merupakan langkah yang sulit dan dilematis, sebagaimana dikutip oleh Louwers pada penelitian Chow, NcNamee dan Plumme (1987) “ the going concern determination is one of the most difficult and complex decision face by the auditing profession". Kesulitan dan dilema tersebut menghasilkan kesalahan opini (audit failures) yang dibuat auditor menyangkut opini going concern. Terdapat 2 kemungkinan kesalahan opini yang dibuat auditor berkaitan dengan masalah going concern, yaitu (1) laporan audit yang tidak memberikan opini going concern pada perusahaan yang kemudian bangkrut, (2) laporan audit yang memberikan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan pada tahun berikutnya (Geiger dan Rama, 2006).

Sebagaimana dikutip Geiger dan Rama pada penelitian Kida (1980) dan Carcello dan Neal (2003), kedua tipe kesalahan tersebut dapat menimbulkan kerugian besar bagi auditor. Apabila kesalahan pertama yang terjadi, maka perusahaan tidak dapat menerima hal tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya pergantian auditor sehingga auditor akan kehilangan klien. Apabila kesalahan kedua yang terjadi, maka auditor akan Sebagaimana dikutip Geiger dan Rama pada penelitian Kida (1980) dan Carcello dan Neal (2003), kedua tipe kesalahan tersebut dapat menimbulkan kerugian besar bagi auditor. Apabila kesalahan pertama yang terjadi, maka perusahaan tidak dapat menerima hal tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya pergantian auditor sehingga auditor akan kehilangan klien. Apabila kesalahan kedua yang terjadi, maka auditor akan

Sedangkan bagi manajemen, opini going concern adalah sesuatu yang ingin dihindari. Hal ini disebabkan manajer memiliki kepentingan untuk membangun image sebagai the good steward (Watts dan Zimmerman, 1986). Selain itu, opinigoing concerningin dihindari oleh manajer karena khawatir bahwa opini tersebut dapat mempercepat kebangkrutan perusahaan. Lennox (2002) menyebut hal tersebut sebagai pemenuhan ramalan dengan sendirinya (self-fulfilling prophecy).Ketika opini going concern didapat oleh suatu perusahaan maka pasar akan bereaksi negatif sehingga nilai perusahaan akan mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan perusahaan sulit mendapatkan pendanaan untuk mengatasi masalah going concern yang sedang dihadapinya

Penelitian ini menitikberatkan pada keputusan yang diambil oleh auditor dan manajemen terkait dengan masalah going concern. Auditor mempunyai pilihan untuk menerbitkan opini going concern atau tidak, sedangkan manajemen tidak mempunyai pilihan lain selain menghindarkan perusahaannya dari opini going concern.

Faktor yang dapat mempengaruhi pilihan auditor dalam menerbitkan opini going concern adalah tingkat ketergantungan auditor pada klien (auditor dependence). Tingkat ketergantungan auditor pada klien berhubungan erat dengan kesejahteraan auditor itu sendiri sehingga pada titik inilah independensi auditor diuji. Jika tingkat ketergantungan auditor pada klien tinggi maka kecil kemungkinan opini going concern akan diberikan terhadap suatu perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Sebaliknya jika tingkat ketergantungan auditor pada klien rendah maka besar kemungkinan opini going concern akan diberikan terhadap suatu perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Tingkat ketergantungan auditor pada klien sendiri bisa dilihat dari tiga hal yaitu, ukuran KAP, masa penugasan audit, dan fee audit (Lennox, 2002).

Selanjutnya adalah cara bagaimana manajemen dapat menghindari opini going concern. Sebagaimana diungkapkan Teoh (1992) bahwa manajemen mempunyai dua metode untuk menghindari opini going concern. Pertama, perusahaan mengancam akan melakukan pergantian auditor sehingga auditor yang bertugas saat itu terpaksa mengeluarkan opini audit bersih. Opini tersebut jelas tidak dilandasi independensi Selanjutnya adalah cara bagaimana manajemen dapat menghindari opini going concern. Sebagaimana diungkapkan Teoh (1992) bahwa manajemen mempunyai dua metode untuk menghindari opini going concern. Pertama, perusahaan mengancam akan melakukan pergantian auditor sehingga auditor yang bertugas saat itu terpaksa mengeluarkan opini audit bersih. Opini tersebut jelas tidak dilandasi independensi

Lennox (2000) berpendapat bahwa perusahaan yang melakukan pergantian auditor menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pengaruh opinion shopping akan terlihat dari keputusan pergantian auditor yang dilakukan oleh manajemen.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat ketergantungan auditor pada klien terhadap opini going concern dan pengaruh opinion shopping terhadap pergantian auditor.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lennox (2006) adalah penelitian ini mengambil sampel yang berbeda dengan penelitian Lennox. Penelitian Lennox mengambil sampel semua perusahaan yang terdaftar di bursa London sedangkan penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financially distressed companies). Alasan mengapa penulis membatasi penelitian hanya pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan disebabkan tingkat ketergantungan auditor terhadap klien dan opinion shopping lebih jelas terlihat dalam perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibanding perusahaan dalam kondisi keuangan yang baik. Hal ini karena kemungkinan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan mendapat opini going concern lebih besar dibanding perusahaan yang sehat sehingga manajemen akan melakukan tindakan untuk menghindari opini going concern tersebut (Geiger dan Rama, 2006).

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang penting kepada regulator pasar modal, yaitumembantu memberikan masukan terhadap efektivitasperaturan terkait pemberian jasa audit dimana terdapat kemungkinan berkurangnya independensi auditor dan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia. Sedangkan bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang penting kepada regulator pasar modal, yaitumembantu memberikan masukan terhadap efektivitasperaturan terkait pemberian jasa audit dimana terdapat kemungkinan berkurangnya independensi auditor dan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia. Sedangkan bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi,

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Low Balling

DeAngelo (1980) menyatakan bahwa tawar menawar auditor pada penugasan audit awal membutuhkan pertimbangan yang rasional tentang adanya keuntungan di masa yang akan datang. Kompetisi pada audit awal akan mendorong auditor menurunkan nilai tawar menawar feeaudit sampai zero profit. Dengan kata lain dalam kondisi persaingan sempurna, tawar menawar antara auditor pada kontak audit awal akan menyebabkan low balling.

Low balling terjadi dalam kondisi (1) incumbent auditor memperoleh quasi-rent (keuntungan di masa yag akan datang), (2) pasar audit pada periode awal bersifat kompetitif.Low balling dalam penetapan awal fee audit tidak akan mempengaruhi independensi auditor karena hanya merupakan respon terhadap persaingan kompetitif. Namun demikian, Moore et al (1989) menyatakan bahwa meskipun lowballing dalam awal penugasan audit memang tidak mempengaruhi independensi, namun kemauan auditor untuk menutup sunk-cost yang muncul saat penetapan fee audit awal membuat auditor akan mengupayakan apapun untuk mempertahankan perikatan audit selama mungkin. Hubungan jangka panjang antara auditor dan klien inilah yang mempunyai kemungkinan besar mempengaruhi independensi auditor.

Opini Going Concern

Laporan audit dengan opini going concern adalah laporan audit yang menyertakan pendapat auditor atas kelangsungan hidup perusahaan. Opini going concern menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Going concern adalah salah satu konsep penting yang mendasari pelaporan keuangan (Gray et al. 2010). Going concern sendiri dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi going concern adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas bisnis memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar Laporan audit dengan opini going concern adalah laporan audit yang menyertakan pendapat auditor atas kelangsungan hidup perusahaan. Opini going concern menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Going concern adalah salah satu konsep penting yang mendasari pelaporan keuangan (Gray et al. 2010). Going concern sendiri dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi going concern adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas bisnis memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar

Tingkat Ketergantungan Auditor pada Klien

Tingkat ketergantungan auditor pada klien (auditor dependence) merupakan ketergantungan ekonomis auditor terhadap klien yang muncul ketika manajemen memberikan tekanan kepada auditor untuk menerbitkan opini audit bersih. Lennox (2002) menyatakan terdapat empat proxy yang dapat dijadikan indikator untuk menguji tingkat ketergantungan auditor terhadap klien yaitu ukuran KAP, masa penugasan auditor,fee audit, dan direktur dominan. Pada penelitian ini, penulis hanya mengambil tiga dari empatproxy tersebut karena data untuk mengukur proxy direktur dominan tidak tersedia di Indonesia.

Ukuran KAP menjadi indikator tingkat ketergantungan auditor pada klien sebagaimana diungkapkan Dye (1993) bahwa KAP besar lebih mungkin untuk mengungkapkan masalah going concern karena mereka lebih kuat dalam menghadapai resiko hukum. Sebagai tambahan, satu klien individu secara proporsional berkontribusi lebih sedikit bagi total pemasukan KAP besar.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KAP besar mempunyai tingkat ketergantungan pada klien yang lebih rendah dibanding KAP kecil. Pendapat tersebut juga mengindikasikan bahwa KAP besar mempunyai lebih banyak insentif untuk mendeteksi dan melaporkan masalah going concern. Mutcler et al. (1997) menemukan bukti univariat bahwa auditor Big Six lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibanding auditor non-Big Six.

Masa penugasan audit adalah lamanya auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan. Masa penugasan audit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ketergantungan auditor pada klien sebagaimana diutarakan Barbadillo (2006) bahwa ketika auditor menghadapi ancaman pergantian dari manajemen setelah mengeluarkan opini tidak wajar dan jika kerugian ekonomis akibat pemutusan hubungan kerja berpotensi terjadi, maka auditor akan mengurangi independensinya dengan tujuan mempertahankan perikatan audit. Hal ini diperkuat oleh Carey dan Simnett (2006) bahwa berkurangnya kapabilitas auditor untuk bersikap kritis karena sudah terlanjur familiar dengan kliennya memunculkan kepuasan, kurangnya inovasi, kurang kuatnya prosedur audit, serta munculnya percaya diri berlebihan Masa penugasan audit adalah lamanya auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan. Masa penugasan audit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ketergantungan auditor pada klien sebagaimana diutarakan Barbadillo (2006) bahwa ketika auditor menghadapi ancaman pergantian dari manajemen setelah mengeluarkan opini tidak wajar dan jika kerugian ekonomis akibat pemutusan hubungan kerja berpotensi terjadi, maka auditor akan mengurangi independensinya dengan tujuan mempertahankan perikatan audit. Hal ini diperkuat oleh Carey dan Simnett (2006) bahwa berkurangnya kapabilitas auditor untuk bersikap kritis karena sudah terlanjur familiar dengan kliennya memunculkan kepuasan, kurangnya inovasi, kurang kuatnya prosedur audit, serta munculnya percaya diri berlebihan

Fee audit diartikan sebagai besarnya imbal jasa yang diterima oleh auditor berkaitan dengan pelaksanaan audit. Imbal jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan auditor untuk menyelesaikan audit. Fee audit juga bisa diartikan sebagai fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor dan harga per jam (Al- Shammari et al., 2008). Fee audit dianggap dapat mempengaruhi independensi auditor dan menyebabkan suatu kantor akuntan publik menerima begitu saja tekanan manajemen. Chen et al. (2005) menyatakan bahwa adanya penambahan fee audit berhubungan dengan meningkatnya opini audit yang tidak tepat. Tang (2011) memberikan bukti empiris bahwa peningkatan fee audit yang abnormal secara signifikan mengurangi kemungkinan kemerosotan opini audit bahkan di saat komisaris memiliki komite audit.

Pergantian Auditor

Pergantian auditor mulai menjadi perhatian penting sejak keruntuhan Enron dan Worldcom di mana banyak negara kemudian memperbaiki struktur pengawasan terhadap auditor dengan menerapkan kewajiban rotasi auditor. Kewajiban rotasi auditor tersebut ditujukan untuk menjaga independensi auditor. Namun demikian, penelitian yang ada menunjukkan hasil yang berbeda terkait efektivitas peraturan kewajiban rotasi auditor.

Penelitian yang tidak mendukung adanya kewajiban rotasi auditor antara lain dilakukan oleh St. Pierre dan Anderson (1984) yang menyatakan bahwa banyak kesalahan-kesalahan audit dan perbuatan melawan hukum dilakukan auditor pada tahun-tahun awal penugasan audit. Kemudian Davis et al. (2002) menyatakan bahwa meningkatnya frekuensi pergantian auditor akan meningkatkan biaya terkait penugasan awal auditor di mana perusahaan mencurahkan sumber daya guna membantu auditor dalam mendapatkan pemahaman yang memadai terkait proses bisnis klien.

Sedangkan penelitian yang mendukung adanya kewajiban rotasi auditor salah satunya dilakukan oleh Gietzmann dan Sen (2001). Penelitian tersebut menggunakan game theory untuk mempelajari efek aturan kewajiban rotasi KAP terhadap independensi auditor dan menemukan bahwa walaupun aturan kewajiban rotasi KAP memiliki biaya tinggi, namun aturan tersebut meningkatkan independensi auditor melebihi biaya di pasar, secara relatif pada beberapa klien besar.

Opinion Shopping

Opinion shopping didefinisikan oleh SEC (Securities Exchange Comissioner) sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun menyebabkan laporan tersebut menjadi tidak dapat diandalkan.Beberapa faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping, diantaranya keinginan untuk mencapai target yang ditetapkan, serta kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Manajer ingin laporan audit yang positif (unqualified). Laporan audit yang negatif akan mempengaruhi kemampuan perusahaan bertahan di pasar modal dan nilai return dari saham yang dimilikinya. Motivasi untuk opinion shopping bisa juga ditimbulkan oleh kemunduran kondisi ekonomi.

Beberapa studi menyimpulkan bahwa perusahaan tidak berhasil melakukan opinion shopping, karena opini setelah-pergantian tidak berubah banyak dibanding opini sebelum-pergantian (Chow and Rice 1982, Smith 1986, Khrisnan 1994, Khrisnan and Stephen 1996). Namun, Lennox (2000) menganggap bahwa kesimpulan tersebut tidak benar, karena penting untuk membandingkan laporan yang akan diterima perusahaan seandainya perusahaan tidak melakukan pergantian auditor. Lennox (2000) menemukanbukti kuat yang mendukung keberhasilan dilakukannya opinion shopping di perusahaan UK dan US.Tong Lu (2006) menyatakan bahwa terdapat dua dampak negatif dari opinion shopping. Pertama, menurunnya keandalan laporan keuangan karena auditor gagal mendeteksi salah saji material. Hal ini dia nyatakan sebagai masalah kualitas audit. Kedua, memperbesar peluang manipulasi laba oleh manajemen karena auditor gagal mengungkapkan masalah salah saji yang telah terdeteksi.

Pengembangan Hipotesis

Penelitian De Angelo (1981) dan Watts dan Zimmerman (1986) menemukan bukti bahwa ukuran auditor akan mempengaruhi kualitas audit. Sedangkan Geiger dan Rama (2006) menyatakan bahwa KAP Big Four mempunyai tingkat kesalahan pelaporan opini going concern lebih kecil dibanding KAP non-Big Four. Sehingga pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, kemungkinan perusahaan tersebut menerima opini going concern semakin besar jika diaudit oleh KAP Big Four. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis 1 : Ukuran KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Variabel kedua untuk melihat tingkat ketergantungan auditor pada klien adalah masa penugasan audit. Masa penugasan audit yang panjang memberikan auditor pemahaman yang lebih memadai terhadap bisnis klien namun juga mengancam independensi auditor (Knechel dan Vanstraelen, 2007). Sementara penelitian Carey dan Simnett (2006) terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan menghasilkan kesimpulan bahwa semakin panjang masa penugasan audit maka semakin rendah kecenderungan auditor untuk menerbitkan opini going concern terhadap perusahaan tersebut. Masa penugasan audit yang panjang membuat hubungan auditor dan klien semakin akrab sehingga mengancam independensi auditor. Oleh karena itu, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis 2 : Masa penugasan audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Dalam penelitian yang dilakukan di China, di mana secara relatif memiliki efektifitas pasar saham yang sama dengan indonesia, yang dilakukan oleh Tang (2011) diperoleh hasil bahwa peningkatan audit fee yang abnormal secara signifikan mengurangi kemungkinan kemerosotan opini audit bahkan di saat komisaris memiliki komite audit. Selain itu, penelitian terdahulu yang dilakukan Louwers (1998) menemukan bukti bahwa fee audit berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan perusahaan mendapat opini going concern. Dalam berbagai penelitian lain juga disebutkan bahwa fee audit yang terlalu tinggi dapat mengurangi independensi auditor dalam menerbitkan opini. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis 3: Fee audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Berikutnya adalah variabel opinion shopping. Masih sedikit penelitian yang mencoba menangkap dampak opinion shopping terhadap opini going concern. Selain masih sedikit, penelitian yang ada juga menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda terkait faktor opinion shopping. Hal tersebut terjadi karena opinion shopping sulit diamati sehingga para peneliti menggunakan metodologi yang berbeda-beda. Metode yang banyak digunakan sebagai acuan untuk melihat praktik opinion shopping adalah metode Lennox (2000). Dalam penelitian selanjutnya, Lennox (2002) menemukan bukti bahwa opinion shopping sukses dilakukan perusahaan di Inggris untuk menghindari Berikutnya adalah variabel opinion shopping. Masih sedikit penelitian yang mencoba menangkap dampak opinion shopping terhadap opini going concern. Selain masih sedikit, penelitian yang ada juga menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda terkait faktor opinion shopping. Hal tersebut terjadi karena opinion shopping sulit diamati sehingga para peneliti menggunakan metodologi yang berbeda-beda. Metode yang banyak digunakan sebagai acuan untuk melihat praktik opinion shopping adalah metode Lennox (2000). Dalam penelitian selanjutnya, Lennox (2002) menemukan bukti bahwa opinion shopping sukses dilakukan perusahaan di Inggris untuk menghindari

Dari penjabaran di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa opinion shopping akan berpengaruh terhadap keputusan pergantian auditor, baik untuk mempertahankan auditor ataupun untuk mengganti auditor. Sehingga, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis 4 : Opinion shopping berpengaruh terhadap pergantian auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. MODEL PENELITIAN

Pengujian hipotesis dilakukan dengan model regresi probit karena variabel dependennya adalah variabel dummy. Regresi probit dipilih karena mempunyai kekuatan pengujian yang lebih baik dibanding dengan regresi logit dalam penelitian ini. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Model 1

Model ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama dan kedua yaitu ukuran KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern dan masa penugasan audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

GC = α 0 + α 1 AUDSIZE + α 2 TENURE + α 3 BANKRUPT + α 4 RETURN + α 5 ALAG + α 6 PGC + ε.............................................................(1)

Keterangan : GC = Opini Going Concern AUDSIZE

= Ukuran KAP

TENURE = Masa Penugasan Audit BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan RETURN

= Return Saham ALAG

= Audit Lag PGC = Opini Going Concern tahun sebelumnya

Model 2

Model ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga yaitu ukuran KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern, masa penugasan audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern, dan fee audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern. Dikembangkannya model 2 ini karena data fee audit baru diungkapkan perusahaan di Indonesia pada tahun 2012, meskipun juga tidak semua perusahaan mengungkapkannya. Sehingga model 2 ini hanya menguji sampel perusahaan pada tahun 2012 yang mengungkapkan data fee audit. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

GC = α 0 + α 1 AUDSIZE+ α 2 TENURE + α 3 LNFEE + α 4 BANKRUPT + α 5 RETURN + α 6 ALAG + α 7 PGC + ε............................................(2)

Keterangan : GC = Opini Going Concern AUDSIZE

= Ukuran KAP TENURE

= Masa Penugasan Audit LNFEE

= Natural logaritma Fee Audit BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan RETURN

= Return Saham ALAG

= Audit Lag PGC = Opini Going Concern tahun sebelumnya

Model 3

Model ini digunakan untuk menguji hipotesis keempat yaitu opinion shopping berpengaruh terhadap pergantian auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Model 3 adalah sebagai berikut :

AS = β 0 + β 1 OS + β 2 BANKRUPT + β 3 RETURN + β 4 SIZE + ε.................(3)

Keterangan : AS

= Pergantian Auditor OS = Opinion Shopping BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan RETURN

= Return Saham SIZE = Ukuran Perusahaan

Pengukuran Variabel Variabel Dependen Opini Going Concern (GC)

Opini going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Dalam penelitian ini, hanya unqualified opinion dan unqualified opinion with explanatory paragraph yang digunakan dalam penelitian. Qualified Opinion, Disclaimer Opinion dan Adverse Opinion dikeluarkan dari sampel penelitian karena kecil kemungkinan perusahaan yang mendapat opini ini melakukan tekanan terhadap auditor atau melakukan opinion shopping. Dalam penelitian ini, variabel opini going concern adalah variabel dummy, di mana bernilai 1 apabila auditor mengeluarkan opini going concern dan bernilai 0 apabila auditor tidak mengeluarkan opinigoing concern.

Pergantian Auditor (AS)

Variabel ini adalah variabel dummy, bernilai 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan bernilai 0 jika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor.Pergantian auditor dalam penelitian ini adalah pergantian riil, di mana meskipun nama atau akuntan publiknya berganti tetapi jika afiliasi internasionalnya tidak berganti, maka pergantian nama atau akuntan publik tersebut tidak dikategorikan sebagai pergantian auditor.

Variabel Independen Ukuran KAP (AUDSIZE)

Ukuran KAP merupakan variabel dummy, di mana bernilai 1 jika auditor termasuk salah satu Big Four, dan bernilai 0 jika tidak termasuk Big Four. Anggota KAP Big 4 meliputi Ernts & Young, Price Water House Cooper, Deloitte Touche Tohmasu, dan KPMG. Penelitian-penelitian yang mencoba mengungkap hubungan Ukuran KAP merupakan variabel dummy, di mana bernilai 1 jika auditor termasuk salah satu Big Four, dan bernilai 0 jika tidak termasuk Big Four. Anggota KAP Big 4 meliputi Ernts & Young, Price Water House Cooper, Deloitte Touche Tohmasu, dan KPMG. Penelitian-penelitian yang mencoba mengungkap hubungan

Masa Penugasan Audit (TENURE)

Masa penugasan audit dihitung berdasarkan jumlah tahun KAP (jumlah tahun riil dengan memperhatikan afiliasi internasional) mengaudit suatu perusahaan. Penulis mengharapkan hubungan negatif antara masa penugasan audit dan opini going concern. Hal ini disebabkan semakin lama auditor mengaudit suatu perusahaan, maka sangat mungkin independensi auditor berkurang sehingga auditor enggan untuk mengeluarkan opini going concern.Penelitian-penelitian yang menggunakan variabel masa penugasan audit untuk meneliti opini going concern antara lain Louwers (1998), Lennox (2002), Gosh dan Moon (2005), dan Carey dan Simnett (2006).

Natural Logaritma Fee Audit (LNFEE)

Bentuk natural logarima dari fee audit digunakan untuk menyeragamkan variabel fee audit dengan variabel yang lain. Hal ini karena nilai fee audit cenderung besar dan memiliki standar deviasi yang tinggi. Data terkait fee audit sendiri diambil dari jumlah fee audit yang dibayarkan perusahaan terhadap auditor. Data fee audit diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunan. Di Indonesia pengungkapan data fee audit baru diwajibkan pada tahun 2012, sehingga hanya sampel pada tahun 2012 saja yang memakai data fee audit. Penelitian-penelitian yang mencoba mengungkapkan pengaruh fee audit terhadap penerimaan opini going concern antara lain Lennox (2002), Chen et al. (2005), Zhu dan Guo (2006), dan Tang (2011). Sesuai dengan hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengharapkan hubungan negatif antara fee audit dan opini going concern karena semakin besar fee audit maka tekanan yang diterima auditor semakin besar sehingga kecil kemungkinan auditor akan mengeluarkan opini going concern.

Opinion Shopping (OS)

Variabel opinion shopping didefinisikan Lennox (2000) sebagai selisih antara opini yang diprediksi jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan jika tidak melakukan pergantian auditor. Nilai variabel opinion shopping dihitung dengan rumus :

1 OS =GC 0 - GC ....................................................................................................(4)

1 Nilai GC 0 dan GC didapat dari hasil regresi Model Pelaporan Audit. Model pelaporan audit sendiri adalah model yang dikembangkan Lennox (2000) yang

ditujukan untuk menghitung nilai variabel opinion shopping (OS). Model Pelaporan Audit adalah sebagai berikut :

GC = α 0 + α 1 AS + α 2 ASxPGC + α 3 BANKRUPT + α 4 RETURN + α 5 ALAG + α 6 PGC.....................................................................................................(5)

Keterangan : GC = Opini Going Concern AS

= Pergantian Auditor ASxPGC

= Interaksi Pergantian Auditor dan Opini Going Concern tahun sebelumnya BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan RETURN

= Return Saham ALAG

= Audit Lag PGC

= Opini Going concern tahun sebelumnya Setelah dilakukan regresi terhadap model di atas, maka akan didapat koefisien untuk masing-masing α. Koefisien tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan di bawah ini.

GC 1 adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan melakukan pergantian auditor. Sehingga persamaan untuk GC 1 adalah :

GC 1 = α

0 + α 1 (1) + α 2 (1)xPGC + α 3 BANKRUPT + α 4 RETURN + α 5 ALAG +

α 6 PGC........................................................................................................(6)

Jika hasil yang didapat dari persamaan 6 di atas 1 ≥ 0 maka GC diberi nilai 1 sedangkan jika < 0 maka GC 1 diberi nilai 0. GC 0 adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor sehingga persamaan untuk GC 0 adalah :

GC 0 = α

0 + α 1 (0) + α 2 (0)xPGC + α 3 BANKRUPT + α 4 RETURN + α 5 ALAG +

α 6 PGC........................................................................................................(7)

Jika hasil yang didapat dari persamaan 7 diatas 0 ≥ 0 maka GC diberi nilai 1

0 1 sedangkan jika < 0 maka GC 0 diberi nilai 0. Selisih antara nilai GC dan GC menghasilkan variabel opinion shopping (OS).

Terdapat tiga kemungkinan nilai variabel opinion shopping (OS) yaitu 1, 0, dan -

0 1. Hal itu terjadi karena nilai GC 1 dan GC hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu 0 dan 1. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing kemungkinan nilai variabel

opinion shopping (OS) tersebut :

1 1) Bernilai 1 (GC 0 >GC ) Jika variabel opinion shopping bernilai 1 maka perusahaan tidak akan

melakukan pergantian auditor (AS=0), melainkan menekan auditor yang ada untuk mendapatkan opini yang lebih baik.

1 2) Bernilai 0 (GC 0 = GC ) Jika variabel opinion shopping bernilai 0 maka perusahaan dapat memilih

antara melakukan pergantian atau tidak melakukan pergantian auditor (AS=0/1) karena opini yang akan diterima perusahaan dari keputusan pergantian tidak akan berbeda.

1 3) Bernilai -1 (GC 0 < GC ) Jika variabel opinion shopping bernilai -1 maka perusahaan akan melakukan

pergantian auditor (AS=1), karena dalam kondisi ini pergantian auditor akan membantu perusahaan mendapatkan opini yang lebih baik dibanding tidak melakukan pergantian auditor.

Variabel Kontrol Prediksi Kebangkrutan (BANKRUPT)

Prediksi kebangkrutan mewakili kondisi keuangan perusahaan. Variabel ini digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1, 2, dan 3. Dalam model 1 dan 2 diharapkanvariabel prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif terhadap opini going concern. Hal ini disebabkan indikator keuangan menjadi acuan utama bagi auditor untuk menetapkan masalah going concern. Ketika perusahaan mempunyai masalah keuangan yang berdampak pada likuiditas perusahaan, maka auditor cenderung akan mengeluarkan opini going concern. Penelitian tersebut antara lain adalah Mutchler (1997), Chen dan Cruch (1996), Lennox (2002).

Untuk Model 3, diperkirakan variabel prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif terhadap pergantian auditor. Semakin tinggi nilai prediksi kebangkrutan maka Untuk Model 3, diperkirakan variabel prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif terhadap pergantian auditor. Semakin tinggi nilai prediksi kebangkrutan maka

Prediksi kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Z-Score Model Revisi Altman (2000) karena model tersebut didesain untuk dapat diterapkan dalam semua sektor. Model Revisi Altman adalah sebagai berikut :

Z = 0.717Z1 + 0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5...................................(8) Dimana : Z1 = Modal Kerja / Total Aset Z2 = Laba Ditahan / Total Aset Z3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset Z4 = Nilai Buku Ekuitas / Nilai Buku Utang Z5 = Penjualan / Total Aset

Return Saham(RETURN)

Variabel Return Saham digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1, 2, dan

3. Untuk Model 1 dan 2 sebagaimana diutarakan Lennox (2002) bahwa opini going concern dan return saham adalah indikator yang berkaitan dengan masa depan perusahaan, dibanding data keuangan yang lebih merepresentasikan hasil di masa lalu. Penelitian lain yang juga menggunakan variabel ini untuk melihat pengaruhnya terhadap opini going concern adalah Murphy dan Zimmerman (1993). Data return saham yang digunakan adalah return rata-rata bulanan. Digunakannya return rata-rata bulanan karena return tahunan cenderung bias dan tidak merefleksikan kondisi pasar yang sebenarnya. Diprediksi terdapat hubungan negatif antara return saham dan opini going concern. Hal ini disebabkan saat return saham turun maka perusahaan cenderung di pandang investor sedang berada dalam kondisi yang buruk sehingga auditor cenderung akan menerbitkan opini going concern.

Sedangkan untuk model 3 diprediksi terdapat hubungan negatif antara return saham dan pergantian auditor. Hal ini disebabkan saat return saham turun maka perusahaan cenderung akan mencari auditor baru yang dapat memberikan opini yang lebih baik dibanding auditor. Sinason et al. (2001) meneliti 16.976 perusahaan di US Sedangkan untuk model 3 diprediksi terdapat hubungan negatif antara return saham dan pergantian auditor. Hal ini disebabkan saat return saham turun maka perusahaan cenderung akan mencari auditor baru yang dapat memberikan opini yang lebih baik dibanding auditor. Sinason et al. (2001) meneliti 16.976 perusahaan di US

Rumus untuk return saham sendiri adalah sebagai berikut :

R = {( SP it - SP it-1 / SP it-1 )...........................................................................(9)

Dimana : R =Return Saham per bulan

SP it = Harga saham perusahaan i akhir bulan SP it-1 = Harga saham perusahaan i awal bulan Kemudian untuk mencari return rata-rata bulanan digunakan rumus arithmetic mean sebagai berikut :

… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 10 Dimana :

RETURN = Rata-rata Return Bulanan R =Return saham per bulan n

= Jumlah bulan transaksi saham dalam satu tahun

Audit Alag (ALAG)

Variabel Audit Lag digunakan sebagai variabel kontrol hanya untuk model 1 dan

2. Audit lag dihitung berdasarkan jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit. McKeown et al. (1991) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini going concern saat penerbitan laporan audit ditunda lebih lama. Penelitian lain yang menggunakan variabel ini adalah Louwers (1998) dan Lennox (2002). Peneliti memprediksi hubungan positif antara audit lag dan opini going concern. Hal ini didasari pemikiran bahwa auditor kemungkinan besarmembutuhkan waktu yang lama untuk meneritkan opini jika menemui masalah goingconcern. Selain itu, jika menemui masalah going concern, auditor biasanya memberikan waktu bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah going concern sebelum mengeluarkan opini.

Opini Going Concern Tahun Sebelumnya (PGC)

Variabel Opini Going Concern Tahun Sebelumnya digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1 dan 2. Variabel ini adalah variabel dummy, bernilai 1 jika opini Variabel Opini Going Concern Tahun Sebelumnya digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1 dan 2. Variabel ini adalah variabel dummy, bernilai 1 jika opini

Ukuran Perusahaan (SIZE)

Variabel Ukuran Perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol hanya untuk model 3. Ukuran sebuah perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan yang menjadi sampel didalam penelitian ini. Bentuk logaritma digunakan karena pada umumnya nilai aset perusahaan sangat besar, sehingga untuk menyeragamkan nilai dengan variabel lainnya nilai aset sampel diubah kedalam bentuk logaritma terlebih dahulu.Penambahan variabel ukuranperusahaan sebagai variabel kontrol dalam Model 3 mengacu pada penelitian Nasser et al. (2006) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang besar mempunyai kompleksitas operasi yang tinggi sehingga mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan auditor dalam waktu yang lama. Dengan kata lain, perusahaan besar mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk melakukan pergantian auditor dibanding perusahaan kecil.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu yang diperoleh dari hasil publikasi pihak-pihak yang telah melakukan pengumpulan data sebelumnya atau instansi terkait. Data ini diperoleh dari beberapa sumber, antara lain dari situs resmi Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory, serta Thomson Reuters Datastream’s World Scope Database.

Pemilihan Sampel

Perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini didasarkan pada penelitian Louwers (1998) dan Geiger dan Rama (2006) bahwa perusahaan yang kemungkinan besar mencoba mempengaruhi independensi auditor dan melakukan praktik opinion shopping adalah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:

1) Perusahaan yang mengalami kesulitan finansial dimana memenuhi satu dari kriteria kesulitan finansial. Kriteria untuk kesulitan finansial adalah:

a. Perusahaan mengalami retained earning negatif

b. Perusahaan mengalami rugi bersih dua tahun berturut-turut

2) Tidak termasuk dalam sektor keuangan.

3) Menerbitkan laporan keuangan yang disertai laporan auditor independen.

4) Data perusahaan terkait variabel dalam penelitian tersedia.

Berdasarkan kriteria di atas, maka berikut penulis sajikan proses pemilihan sampel penelitian :

Tabel 1 Pemilihan Sampel (2007-2012)

Kriteria 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total

Perusahaan Tercatat

459 2479 Perusahaan yang termasuk

(76) (429) Sektor Keuangan

(4) (24) Perusahaan yang tidak

Data tidak tersedia

(261) (279) (289) (313) (328) (340) (1810) Mengalami Kesulitan Keuangan

Perusahaan yang mengalami

kesulitan Keuangan Data Outlier

(2) (7) Perusahaan yang dijadikan

Sampel Penelitian

Variabel fee audit pada tahun 2007-2011 tidak diungkapkan oleh perusahaan. Perusahaan mengungkapkan data terkait fee audit pada tahun 2012, inipun belum dilakukan oleh semua perusahaan. Sehingga pengambilan sampel untuk model 2, dimana memasukkan variabel fee audit adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Pemilihan Sampel (2012)

Kriteria 2012

Perusahaan Tercatat

Perusahaan yang termasuk Sektor Keuangan

Data tidak tersedia

Perusahaan yang tidak Mengalami Kesulitan Keuangan

Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan

Data Outlier

Perusahaan yang dijadikan Sampel Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Tabel 3 menyajikan statistik deskriptif untuk sampel tahun 2007-2012. Dari tabel

3 dapat dilihat bahwa dari 209 perusahaan terdapat 66,51% atau 139 perusahaan yang mendapatkan opini going concern sedangkan 33,49% atau 70 perusahaan sisanya mendapat opini non going concern.Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four berjumlah 25 perusahaan (11,96%) sedangkan perusahaan yang diaudit oleh KAP non- Big Four sebanyak 184 perusahaan (88,04%).

Rata-rata masa penugasan audit bagi perusahaan yang dijadikan sampel adalah sebesar 2,431. Hal itu menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan dalam penelitian ini berganti auditor setelah 3 tahun. Dari data di atas dapat kita lihat bahwa sebagian besar perusahaan tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang melakukan pergantian auditor berjumlah 79 perusahaan (37,80%) sedangkan perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor sebanyak 130 perusahaan (62,20%).

Tabel 3

Statistik Deskriptif 2007-2012 (untuk model 1 dan 3, n=209) Variable Min Max Mean Std. Dev.

GC 0 1 0.665 0.473 AS

0 -0.287 0.454 BANKRUPT

5.7 -0.505 2.065 RETURN

19.444 2.056 GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya, ,AS

= 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan 0 jika sebaliknya,AUDSIZE = 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya, TENURE = jumlah tahunmenugasan audit,OS= opinion shopping, BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return saham bulanan, ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit, PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya dan 0 jika sebaliknya, SIZE = natural logaritma dari total aset.

Kemudian peneliti juga menyampaikan statistik deskriptif namun hanya mencakup tahun 2012. Hal ini disebabkan data fee audit tidak tersedia sebelum tahun 2012. Statistik deskriptif pada tahun 2012 hanya mencakup 29 perusahaan. Tabel 4 menyajikan statistik deskriptif dari 29 perusahaan tersebut. Dari jumlah tersebut sebanyak sebanyak 16 (55,17%) perusahaan mendapat opini going concern dan 13 (44,83%) mendapat opini non going concern. Selain itu, 7 (24,14%) perusahaan menggunakan jasa KAP Big Four dan sisanya 22 (75,86%) menggunakan jasa KAP non Big Four.

Rata-rata masa penugasan audit perusahaan sampel pada tahun 2012 ini adalah 3,344828. Data fee audit menunjukkan jumlah fee yang dibayarkan perusahaan kepada auditor untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan. Dari tabel 4, diketahui bahwa nilai rata-rata dari natural logaritma fee audit sebesar 20,827 dengan standar deviasi sebesar 1,651465. Selanjutnya terdapat 6 (20,69%) perusahaan yang melakukan pergantian auditor dimana 5 (17,24%) diantaranya melakukan pergantian auditor setelah mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya.

Tabel 4

Statistik Deskriptif 2012 (untuk model 2, n=29) Variable Min Max Mean Std. Dev.

GC 0 1 0.552 0.506 AS

0 -0.241 0.436 BANKRUPT

2.85 -0.268 2.034 RETURN

20.387 2.055 GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya, ,AS

= 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan 0 jika sebaliknya, AUDSIZE = 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya, TENURE = jumlah tahunmenugasan audit, LNFEE= natural logaritma dari jumlah fee audit, OS= opinion shopping, BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return saham bulanan, ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit, PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya dan 0 jika sebaliknya, SIZE = natural logaritma dari total aset.

Berikutnya penulis juga menyajikan matriks opini sekarang dan opini tahun sebelumnya berdasarkan ada atau tidaknya pergantian auditor untuk memberikan gambaran awal efek pergantian auditor.Dari tabel 5, perusahaan yang melakukan pergantian karena mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya sebesar 62,03% (49/79), sedangkan perusahaan yang tidak melakukan pergantian meskipun mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya sebesar 60,77% (79/130). Perbedaan persentase ini tidak terlalu besar. Kemudian perubahan opini dialami oleh 7,59% (6/79) perusahaan yang melakukan pergantian dan 6,92% (9/130) perusahaan yang tidak melakukan pergantian, perbedaan ini juga tidak terlalu berbeda jauh.

Tabel 5 Opini Audit Perusahaan yang Berganti Auditor / Tidak Berganti Auditor

Tidak Ada Pergantian ( AS = 0) GC =1 GC = 0 Total GC =1 GC = 0

Pergantian (AS = 1)

Total PGC = 1

Selain itu tidak ada peningkatan opini baik oleh perusahaan yang melakukan pergantian auditor maupun perusahaan yang tidak melakukan pergantian.Terlihat bahwa tidak ada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor mendapat opini bersih setelah mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya. Selain itu, hanya 6,92% (9/130) perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor mendapat opini going concern setelah mendapat opini bersih pada tahun sebelumnya. Begitu pula dengan perusahaan yang melakukan pergantian auditor, perubahan opini yang terjadi juga tidak signifikan. Terlihat dari perusahaan yang melakukan pergantian auditor hanya 2,53% (2/79) perusahaan yang mendapat opini bersih setelah mendapat opini going concern tahun sebelumnya dan hanya 5,06% (4/79) perusahaan yang mendapat opini going concern setelah tahun sebelumnya mendapat opini bersih.

Uji Statistik

Pengujian Multikolinieritas digunakan untuk melihat hubungan antarvariabel independen. Jika terdapat hubungan yang kuat antarvariabel independen dalam sebuah penelitian, maka taksiran koefisien akan menyesatkan interpretasi karena asumsi ceteris paribus (holding other aspects constant) dalam syarat persamaan regresi tidak terpenuhi. Ketika nilai VIF> 10, maka dikatakan terdapat gejala multikolinieritas. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, variabel independen dari model 1, model 2, dan model 3 tidak ada yang memiliki nilai VIF > 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada gejala multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

Pengujian Goodness of Fit Hosmer Lemeshowdilakukan untuk melihat kelayakan model. Dari hasil pengujian, didapatkan probabilitas signifikansi model 1 sebesar 1,000, model 2 sebesar 0,9805, model 3 sebesar 0,4135. Nilai tersebut lebih besar dari 5% menunjukkan bahwa seluruh model dalam penelitian ini sudah layak.

Pengujian Sensitivity dan Specitivity digunakan untuk melihat kekuatan prediksi dari model. Dari hasil pengujian diketahui bahwa model 1, model 2 dan model 3 secara umum mempunyai kemampuan prediksi yang baik. Model 1 mempunyai kemampuan untuk memprediksi hasil sebesar 94,26%, Model 2 mempunyai kemampuan untuk memprediksi hasil sebesar 82,76%, dan Model 3 memiliki nilai prediksi yang rendah dibanding dua model sebelumnya yaitu hanya sebesar 65,07%.

Pembahasan Pengujian Hipotesis 1 dan 2

Tabel 6 adalah hasil regresi untuk menguji hipotesis apakah ukuran KAP berpengaruh positif signifikan terhadap opini going concern dan apakah masa penugasan audit berpengaruh negatif signifikan terhadap opini going concern.

Tabel 6 Hasil Regresi Model 1

GC = α 0 + α 1 AUDSIZE + α 2 TENURE + α 3 BANKRUPT + α 4 RETURN + α 5 ALAG + α 6 PGC + ε.........................................................(1)

Variabel Ekspektasi Koefisien p-value

0.000 *** Pseudo R-squared

p-value (prob >LR)

GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya, AUDSIZE= 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya, TENURE= jumlah tahunmenugasan audit, BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return saham bulanan, ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit, PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya dan 0 jika sebaliknya. *signifikan 10% **signifikan 5% ***signifikan 1%

Pada tabel 6 terlihat probability LR-statistic sebesar 0,000. Sehingga dapat dikatakan bahwa model yang digunakan signifikan pada tingkat keyakinan 99%. Hal ini Pada tabel 6 terlihat probability LR-statistic sebesar 0,000. Sehingga dapat dikatakan bahwa model yang digunakan signifikan pada tingkat keyakinan 99%. Hal ini

Kemudian dari pengujian z-statistic, dapat diketahui bahwa variabel ukuran KAP (AUDSIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Hal ini terlihat dari nilai p-value sebesar 0,274 lebih besar dari α. Nilai koefisiennya juga tidak sesuai yang dihipotesiskan yaitu -0,435. Variabel masa penugasan audit (TENURE) berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern pada level 10%. Hal ini terlihat dari nilai p-value sebesar 0,060. Namun demikian, koefisien bernilai positif sebesar 0,229 berlawanan dengan hipotesis bahwa masa penugasan audit berpengaruh negatif dengan opini going concern.

Pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPETENSI, SKEPTISME, HUBUNGAN KLIEN DENGAN AUDITOR, UKURAN KAP TERHADAP KEPUASAN KLIEN DAN KEGUNAAN UNTUK STAKEHOLDER EKSTERNAL DALAM PERSPEKTIF KLIEN IBNU IRAWAN LILI SUGENG WIYANTORO HELMI YAZID EWING YUVISA IBRANI Universitas Sultan Ageng Ti

1 2 21

PERAN KEKHAWATIRAN MENDAPAT SANKSI PROFESIONAL DALAM PROFESIONALISMA DAN INDEPENDENSI AUDITOR: PENGUJIAN TEORI KOGNITIF SOSIAL FRANCISCA RENI RETNO ANGGRAINI Universitas Sanata Dharma ZAKI BARIDWAN SUWARDJONO HARDO BASUKI Universitas Gadjah Mada Abstract

0 0 20

Universitas Airlangga Abstract - 075 PENGARUH UMUR, GENDER, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU

0 1 27

PENGARUH PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENENTUAN OPINI AUDIT

1 3 21

PENDAPAT GOING CONCERN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013)

1 1 34

EVALUASI EMPIRIS TRANSPARANSI DAN VISIBILITAS PRAKTIK PELAPORAN KEUANGAN PERBANKAN BASIS INTERNET (INTERNET FINANCIAL REPORTING)

0 0 28

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA PENGHENTIAN PREMATUR (PREMATUR SIGN OFF) ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI KASUS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA TIMUR) KHOLIDIAH

0 1 45

UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP MINAT MAHASISWA MENJADI AKUNTAN PUBLIK

0 2 27

068 TINGKAT INTEGRASI SISTEM AKUNTANSI DAN DAMPAKNYA

0 0 23

PENGARUH PERUBAHAN OPINI AUDIT DAN LABA TAK TERDUGA TERHADAP WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN DALAM INDUSTRI KEUANGAN

0 0 27