BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG - Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Demokrasi adalah pemerintahan dari,oleh dan untuk rakyat. Demokrasi

  merupakan bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut campur tangan dalam memberikan partisipasi dan memberikan aspirasi dalam perumusan kebijakan publik melalui perantaraan wakil-wakil rakyat atau pemerintahan rakyat. Sistem demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik dan ideal karena dipandang sebagai sistem yang menjungjung tinggi kebebasan rakyat dan mengedepankan aspek persamaan maupun kesetaraan. Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.

  Prinsip demokrasi adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat. Tolak ukur keberhasilan sistem demokrasi ialah semakin tinggi partisipasi masyarakat semakin tinggi pula kadar demokrasinya. Dalam sistem demokrasi partisipasi politik rakyat merupakan sebuah pilar yang membangun keberhasilan sistem tersebut. Bentuk-bentuk partisipasi rakyat seperti ikut serta dalam pemilihan umum, pengawasan terhadap pejabat negara, maupun penentuan dalam kebijakan publik.

  Di kebanyakan negara demokrasi pemilihan umum merupakan unsur demokrasi dan dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari implementasi

  

  demokrasi. Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria demokrasi, yakni : 1.

  Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat;

  2. Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif;

  3. Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan; 4. Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda yang harus dan tidak harus diputuskan melalui pemerintahan; 5. Terliputnya masyarakat dalam kaitannya dengan hukum. Pemilihan Umum diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat baik di tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 Tahun 1945. Pemilihan Umum dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka

  

R. Siti Zuhro, dkk., Demokrasi Lokal : Perubahan dan Kesinambungan Nilai-Nilai Budaya

Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, Yogyakarta: Ombak, 2009. Hal 18. mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, dianggap

   mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

  Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung menjadi sebuah peristiwa yang penting dalam memperbaiki demokrasi di daerah dan merupakan wujud implementasi sistem demokrasi. Indonesia sebagai Negara demokrasi berkaitan dengan Pemilihan Umum secara langsung yaitu adanya keterlibatan langsung masyarakat dalam proses Pemilihan Umum kepala daerah. Bentuk dari adanya keterlibatan masyarakat adalah dengan cara rakyat dapat menentukan sendiri calon pemimpin daerah yang dipercaya untuk membangun sebuah daerah menjadi lebih baik melalui pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah.

  Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan perwujudan dari sistem demokrasi untuk pemilihan calon kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota.

  Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan perjalanan politik yang panjang, sejarah politik mencatat Pemilihan Kepala Daerah telah dilakukan dengan tiga jenis sistem yaitu pertama, sistem penunjukkan atau pengangkatan oleh Pemerintah Pusat pada masa kolonial Belanda dan Jepang tercatat dalam Undang- 2 Undang No. 27 Tahun 1902 ; Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ; Penetapan Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2008,hal.461.

  Presiden No. 6 Tahun 1959 juncto Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960. Kedua, Sistem Pemilihan Perwakilan Semu dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 dan Undang-Undang No. 5 tahun 1974. Ketiga, Sistem Pemilihan Perwakilan dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 dan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 juncto Penetapan Presiden No. 5

3 Tahun 1960.

  Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Walikota/Wakil Walikota atau

4 Bupati/Wakil Bupati. Salah satu tujuan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala

  Daerah langsung adalah sebagai sarana untuk mewujudkan otonomi daerah dan memperkuat demokrasi lokal. Sementara itu tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan aspirasi rakyat. Secara tidak langsung pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah langsung untuk kepentingan umum.

  Adapun lima implikasi penting dari kehadiran Pemilihan Umum Kepala

   Daerah terhadap manajemen pemerintahan daerah . Pertama, Pemilihan Umum

  Kepala Daerah berpotensi untuk mengurangi “arogansi” lembaga DPRD yang selama ini seringkali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang 3 mandat rakyat yang representative. Pemilihan Umum Kepala Daerah akan

  

Topo Santoso, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta:PT RajaGrafindo

4 Persada,2004.

  Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta:Pustaka 5 Pelajar,2005,hal.90.

  

Djoehermansyah Djohan, Made Suwandi, Pilkada Langsung Pemikiran dan Peraturan, Jakarta:IPP Press, 2005,hal.35. memposisikan Kepala Daerah juga sebagai pemegang mandat rakyat. Lembaga DPRD lebih dikhususkan pada pelaksanaan fungsi legilasi, anggaran dan pengawasan kebijakan. Kedua, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi membatasi kekuasaan dan kewenangan DPRD yang terlalu besar. Ketiga, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi menghasilkan kepala daerah yang bermutu. Keempat, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi menghasilkan suatu pemerintahan daerah yang lebih stabil, produktif dan efektif. Kelima, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi mengurangi praktek politik uang atau money politics dalam proses pemilihan umum kepala daerah.

  Pemilihan Umum Kepala Daerah langsung merupakan jawaban maupun atas tuntutan aspirasi rakyat karena presiden dan wakil presiden, DPR, DPD,

  

  hingga Kepala Desa selama ini telah dilakukan langsung. Keadaan ini untuk memberikan kebebasan pada rakyat untuk memilih sendiri sesuai dengan aspirasinya dan rakyat mampu menggunakan analisisnya untuk memilih kepala daerah yang mampu memimpin daerahnya. Pemilihan Umum Kepala Daerah

  

  langsung juga sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat. Pembelajaran demokrasi adalah rakyat dapat mengikuti proses pelaksanaan pemilihan hingga pelantikan. Hal ini dinilai sebagai media untuk rakyat dapat memahami dengan baik proses pemilihan umum dan diharapkan masyarakat dapat membangun kesadaran diri dan tidak bersikap apatis.

  Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung di Sumatera Utara telah 6 menjalani dua kali Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung yaitu pada

  

Samsul Wahidin, Hukum Pemerintahan Daerah Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah,

7 Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008,hal 138.

  Ibid hal 139. tahun 2008 dan yang kedua pada tahun 2013. Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2013. Standarisasi keberhasilan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung yaitu adanya partisipasi politik rakyat. Hal tersebut merupakan syarat untuk menciptakan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang berkualitas. Pemilihan Umum Kepala Daerah yang berkualitas merupakan proses pemilihan terjadi dalam keadaan Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

  Lembaga pengawas Pemilu baru muncul pada Pemilu tahun 1982 secara resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980. Pengawasan dalam pemilihan umum 1982 dilakukan oleh suatu lembaga resmi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Terbentuknya panitia pengawas pelaksanaan Pemilihan Umum pada Pemilu tahun 1982 karena dalam Pemilu banyak diwarnai pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan Umum dalam Pemilihan Umum 1971 dan 1977. Adapun sasaran pengawasan terhadap Pemilu Tahun 1982 adalah Pendaftaran pemilih dan jumlah penduduk, Kampanye Pemilu, Pengawasan Pemungutan Suara, Pengawasan Penghitungan Suara, Pengawasan Terhadap Penetapan Hasil Pemilu, Pengawasan Terhadap Pembagian Kursi. Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang berkualitas mengharuskan adanya sistem pengawasan yaitu pengawasan yang independen. Lembaga ini dibentuk untuk memperkuat pilar demokrasi dan meminimalkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran maupun kecurangan

  Pengawasan ini memiliki fungsi sebagai pemantau terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Fungsi utama sistem pengawasan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan peningkatan kualitas dan mencegah maupun mengontrol terjadinya hal-hal yang dapat menghambat jalannya sebuah proses penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Adapun beberapa yang menjadi ciri-ciri utama dari pengawasan yang

  

  independen yakni

  • Dibentuk berdasarkan perintah konstitusi atau undang-undang,
  • Tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik tertentu,
  • Bertanggung jawab kepada parlemen,
  • Menjalankan tugas sesuai dengan tahapan Pilkada,
  • Memiliki integritas dan moralitas yang baik dan
  • Memahami tata cara penyelenggaraan Pilkada. Dengan begitu Panwaslu Pilkada, tidak hanya bertanggungjawab terhadap pembentukan pemerintahan yang demokratis, tetapi juga ikut andil dalam membuat rakyat memilih kandidat kepala daerah yang mereka anggap mampu. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan umum, Pengawasan penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
  • 8 Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

      http://www.negarahukum.com/hukum/efektivitas-peran-panwaslu-dalam-pilkada-provinsi- gorontalo-di-kabupaten-pohuwato.html jumat, 24 Mei 2013 11:50. Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Pembentukan Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah Panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 72 ayat 2, Jumlah anggota Bawaslu sebanyak lima orang, Bawaslu Provinsi sebanyak tiga orang, Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak tiga orang dan jumlah anggota Panwaslu Kecamatan sebanyak tiga orang.

      Keanggotaan Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Tahapan penyelenggaraan merupakan salah satu fungsi dan wewenang Pengawas Pemilihan Umum

      Didalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pasal 5 disebutkan, Pengawasan Pemilu Kada Provinsi dilaksanakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan. Adapun tugas dan wewenang Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota disebutkan dalam Undang- Undang No. 15 Tahun 2011 dalam pasal 77 : a.

      Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota; b.

      Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan pemilihan mengenai Pemilu; c.

      Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana; d.

      Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti; e.

      Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; f.

      Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota; g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya Pemilu yang sedang berlangsung; h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan i.

      Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Dalam melaksanakan tugas Panwaslu Kabupaten/Kota dapat memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkansementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran dan memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu. Panwaslu Kabupaten/Kota juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, adapun yang menjadi kewajiban Panwaslu Kabupaten/Kota yakni : a.

      Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya; b.

      Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkat di bawahnya; c.

      Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan melalui Pemilu; d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu

      Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; e.

      Menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh

      KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota; f.

      Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Keberhasilan dari terlaksananya Pemilihan Umum Gubernur/Wakil Gubernur yang aman tergantung pada peranan dan kinerja Panitia Pengawasan Pemilihan Umum. Lembaga ini sebagai pengawasan yang mengawasi berjalannya sistem pemilihan umum. Pengawasan pemilihan umum Gubernur/Wakil Gubernur ditentukan dalam perundangan. Tidak sedikit terjadi kasus-kasus pelanggaran, kecurangan maupun penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan umum kepala daerah, Panwaslu Kota Medan menemukan dan menerima sejumlah 26 temuan pelanggaran dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013. Oleh sebab itu keberadaan Panwaslu Kabupaten/Kota sangat diperlukan dan diharapkan lembaga ini efisien, profesional, independen dan imparsial agar proses pemilihan umum Gubernur/Wakil Gubernur dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan Undang- Undang yang berlaku.

      Panitia pengawas pemilu banyak menuai kritikan dan tuntutan. Hal tersebut dikarenakan tidak jelasnya mekanisme pengawasan. Keberadaan lembaga ini banyak disebut sebagai lembaga penyedot anggaran, efektifitasnya dipertanyakan dan kinerja lembaga ini diragukan. Tidak sedikit masyarakat yang kecewa terhadap kinerja Panwaslu oleh sebab itu efektivitas pengawasan pemilu ditentukan oleh para pengawas dalam memahami dan mengerti bagaimana proses pengawasan itu dijalankan dengan baik. Dengan demikian, Kemandirian Panwaslu merupakan pilar inti dalam penyelenggaraan Pilkada, karena Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis, sangat tergantung pada sejauhmana Panwaslu bekerja dengan baik dan menjamin Pilkada berlangsung secara demokratis.

      Kemudian yang perlu diperhatikan Panwaslu tidak mampu menjamin suksesnya proses pemilihan umum di daerah karena mungkin adanya hal-hal yang menyebabkan kurang maksimalnya kinerja Panwaslu contohnya seperti berada dibawah kendali suatu golongan yang menjadi tim sukses maupun tim kampanye, partai politik, pemerintah daerah, dan DPRD. Selain itu, tidak adanya aturan yang berlaku tentang sanksi apa yang diberikan jika anggota Panwaslu tidak bekerja secara efektif. Kinerja Panwaslu kemudian menjadi pertanyaan besar dalam setiap lapis masyarakat apakah baiknya lembaga ini dibubarkan saja karena seharusnya kinerja Panwaslu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Pelaksana Pemilu. Oleh karena itu, penulis tertarik ingin melihat dan meneliti bagaimana efektivitas peran pengawasan Panwaslu Kota Medan dalam Pemilihan Umum Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013.

    I.2 PERUMUSAN MASALAH

      Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha untuk menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau perlu dicari pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai lingkup masalah yang akan

       diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.

      Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah.

      “Bagaimana proses tindak lanjut atas temuan/laporan Panwaslu Kabupaten/Kota Medan sesuai dengan Peraturan Pemilu dan Peraturan Perundang-Undangan.”

      “Bagaimana sistem pengawasan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang dilakukan oleh Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan dalam menciptakan partisipasi publik dan peserta pemilihan umum untuk ikut serta mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilihan Umum Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.”

    9 Huasani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial, bandung:Bumi Aksara. 2004. Hal 26.

    I.3 PEMBATASAN MASALAH

      Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap masalah yang diteliti. Pembatasan masalah merupakan ruang lingkup masalah yang perlu lebih difokuskan agar hasil yang diperoleh relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dan menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam penelitian ini, adalah : 1.

      Penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana efektivitas kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013.

    2. Penelitian ini mengkaji tentang peranan Panitia Pengawas

      Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

    I.4 TUJUAN PENELITIAN

      Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah : 1.

      Mendeskripsikan tentang peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

      2. Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelaksanaan pengawasan oleh Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan dalam Pemilihan

      Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

    I.5 MANFAAT PENELITIAN

      Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.

      Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pemahaman tentang peranan Panita Pengawas Pemilihan Umum.

      2. Secara akademis, diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik dan dapat menjadi sumber rujukan bagi Departemen Ilmu Politik, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

    3. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir dalam menulis karya ilmiah.

      I.6 KERANGKA TEORI

      I.6.1 KONSEP TEORI PEMERINTAHAN DAERAH

      Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah maka defenisi yang dapat dilihat dari Pemerintahan Daerah adalah “penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.” Defenisi pemerintah dalam KBBI adalah sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial,

      

      ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara RI, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati atau walikota,

       dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

      Sistem pemerintahan di Indonesia meliputi : a.

      Pemerintah pusat, yakni pemerintah; b. Pemerintahan daerah, yang meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; c.

      Pemerintahan desa Penyelenggara pemerintahan daerah memiliki wewenang dalam memegang kekuasaan dalam pemerintahan daerah. Sistem pemerintahan

      Indonesia mengadopsi sistem pembagian kekuasaan dimana pembagian kekuasaan tersebut memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda-beda. Salah satu ciri pemerintahan yang menganut pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling mengecek adalah baik lembaga legislatif maupun eksekutif dipilih secara

       langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

      Pembagian kekuasaan menurut Montesquie dibentuk menjadi tiga bagian yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. 10 Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh Presiden beserta menteri-menterinya, 11

    umat, 24 Mei 2013. 17.30.

      

    Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta:2008; hal

    12 5.

      M. Mufti Mubarok, Suksesi Pilkada, PT. Java Pustaka Media Utama, Surabaya:2005;hal vi. kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh Perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung besera perangkat di daerah.

      Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan Amanat Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 selanjutnya diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

      Pemerintah daerah dibentuk untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat didaerah dengan dapat mengelola dan mengoptimalkan hasil sumber daya dari daerah tersebut. Pemerintah daerah merupakan hasil implementasi dari demokrasi dengan memiliki pelaksana pemerintah daerah yang baik yang mampu mengelola daerah. Pelaksana pemerintah daerah disebut dengan gubernur, walikota maupun bupati.

      Gubernur merupakan jabatan politik tertinggi dalam pemerintahan daerah. Gubernur memegang kekuasaan dalam satu wilayah provinsi. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bertanggungjawab atas terlaksananya visi dan misi pemerintah pusat terutama tugas-tugas umum. Dalam kedudukannya, gubernur

      

      mempunya tugas dan wewenang yakni :

    13 Ibid hal 56.

      a.

      Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, kabupaten/kota; b.

      Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c.

      Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di provinsi dan kabupaten/kota.

    I.6.2 PEMILIHAN LANGSUNG DAN KUALIATAS DEMOKRASI

      Demokrasi dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik

      

      atau sistem politik yang ideal dan bahkan nyaris ‘sempurna’. Ide pemilihan kepala daerah langsung, dengan konsekuensi-konsekuensi tersembuyi diatas, lebih banyak merupakan bagian euphoria demokrasi, yang hubungannya dengan peningkatan kualitas demokrasi di tingkat lokal masih perlu dipertanyakan.

      Euphoria ini semakin mendapat tempat wacana publik karena memang ada berbagai penyimpanagan hampir disetiap pemilihan kepala daerah, penyimpangan tersebut bukan saja karena dihasilkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme sistem pemilihan yang selama ini berlangsung, tetapi terutama oleh praktik money

      

    politics yang melibatkan anggota DPRD. Artinya, rendahnya kualitas anggota

      DPRD menjadi inti dari merebaknya persoalan yang bermuara pada kekecewaan masyarakat.

      Mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung ataupun tidak langsung hanyalah bagian kecil dari peningkatan kualitas demokrasi di tingkat 14 lokal. Kualitas demokrasi sebenarnya harus didasarkan pada banyak hal, khusunya R. Siti Zuhro, dkk., Demokrasi Lokal, Yogyakarta: Ombak, 2009, Hal.16. menyangkut penerapan prinsip transparansi anggaran, partisipasi kelembagaan lokal, dan akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat didalam pengambilan

       keputusan/peraturan daerah.

      

    I.6.3 PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

    LANGSUNG

      Upaya untuk mewujudkan arti daripada demokratisasi telah ditempuh pelbagai cara salah satunya adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

      Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung merupakan pilar demokrasi yang diharapkan dapat menciptakan demokrasi ditingkat lokal. Dalam pemilihan ini rakyat diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan politik baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan atau DPRD.

      Dinamika sistem pemilihan pemimpin merupakan tuntutan dalam sistem pemerintahan yang modern dan terus berkembang. Dimana negara-negara modern memiliki wilayah yang luas dan tidak terjangkau jika pemerintahan hanya berada dipusat. Oleh sebab itu dibutuhkan sistem pemerintahan yang modern. Hal inilah yang melatarbelakangi berkembangnya sistem pemilihan yaitu munculnya sistem pemilihan langsung.

      Disisi lain, hal yang melatarbelakangi munculnya sistem pemilihan umum kepala daerah secara langsung ialah adanya ketidakpuasan atas hasil dari pemilihan dan juga banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalam proses 15 Pilkada yang dilakukan para wakil rakyat di daerah. Namun upaya yang dilakukan Ramlan Surbakti, Suksesi Pilkada, Surabaya: PT.Java Pustaka Media Utama, 2005, hal.18. ini bukan berarti memberantas tuntas tindakan-tindakan negatif tetapi setidaknya dapat diminimalkan untuk mencapai keadaan stabilitas di masyarakat.

      Perspektif Teoritis

      Sebagai suatu sistem, sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau secondary system ataupun sub-sub

      

      sistem . Bagian dari sistem tersebut adalah electoral regulation, electoral dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala

      process,

      ketentuan atau aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law

      

    enforcement yaitu penegak hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik politis,

      administrative atau pidana. Ketiga bagian ini merupakan penentu sejauhmana kapasitas sistem yang menjembatani pencapaian tujuan dari proses awalnya.

      Sistem pilkada langsung merupakan kumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan proses untuk memilih kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pilkada memiliki ciri-ciri antara lain bertujuan untuk memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan kegiatannya mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupaka sub sistem, masing-masing kegiatan saling terikat dan tergantung dalam 16 suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan

      Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005,hal.102. mengatur dan menyesuaikan diri. Pendeknya, inti sistem pilkada adalah hubungan kebergantungan antar setiap komponen yang terlibat dan antar kegiatan yang membentuk sistem atau interrelationship between parts.

      Perspektif Praktis

      Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-fungsi pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan

      (protective, public service dan development) . Kepala daerah menjalankan fungsi

      pengambilan kebijakan atas ketiga fungsi pemerintahan itu. Dalam konteks

       struktur kekuasaan, kepala daerah adalah kepala eksekutif di daerah.

      Istilah jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat, berdampak terhadap rakyat dan dirasakan oleh rakyat. Oleh sebab itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada rakyat. Adapun dalam pejabat politik terkandung maksud bahwa mekanisme rekrutmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik, yaitu pemilihan yang melibatkan elemen-elemen politik, seperti rakyat dan partai-partai politik.

      Pilkada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian raskyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Dalam 17 kehidupan politik di daerah, pilkada merupakan salah satu kegiatan, yang nilainya Ibid hal 103. equivalen dengan pemilihan anggota DPRD. Equivalensi tersebut ditunjukkan dengan kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan DPRD. Hubungan kemitraan dijalankan dengan cara melaksanakan fungsi masing-masing sehingga terbentuk mekanisme check and balances. Oleh sebab itu, pilkada sesungguhnya bagian dari sistem politik di daerah.

      Aktor utama sistem pilkada adalah rakyat, partai politik, dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan kegiatan pilkada langsung. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: 1.

      Pendaftaran pemilih; 2. Pendaftaran calon; 3. Penetapan calon; 4. Kampanye; 5. Pemungutan dan penghitungan suara; dan 6. Penetapan calon terpilih.

      Karena pilkada langsung merupakan implementasi demokrasi partisipatoris, maka nilai-nilai demokrasi menjadi parameter keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan. Nilai-nilai tersebut diwujudkan melalui azas-azas pilkada langsung yang umunya terdiri dari langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagai implikasinya proses pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan diatas harus menegakkan dan menjungjung tingggi nilai-nilai objektivitas, keterbukaan, keadilan dan kejujuran.

      Untuk mengoptimalkan tujuan dan fungsi tersebut perlu lembaga secara formal berfungsi mengawal pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan tersebut. Istilah mengoptimalkan diartikan bahwa tugas yang dijalankan untuk tahapan-tahapan kegiatan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya menurut kriteria demokrasi dan ketentuan perundang-undangan.

      Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yakni pilkada langsung dan tidk langsung. Faktor utama yang membedakan kedua metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi politk rakyat dilaksanakan atau diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan suara yang berbeda.

      Pilkada yang tidak memberi ruang-ruang bagi rakyat untuk memberikan hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut dengan pilkada tak langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukkan oleh pemerintah pusat atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota DPRD.

      Dalam sistem pengangkatan dan/atau penunjukkan oleh pemerintah pusat, kedaulatan atau suara rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik Presiden maupun Mendagri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh DPRD, kedaulatan atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota DPRD. Sebaliknya pilkada langsung selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi demokrasi elitis.

      Pilkada berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memenuhi syarat disebut sebagai pilkada langsung karena dilaksanakan dengan kegiatan- kegiatan yang melibatkan rakyat sebagai pemilih, memberikan kesempatan pada masyarakat melalui partai politik untuk menjadi calon, menjadi penyelenggara, dan mengawasi jalannya pelaksanaan kegiatan.

      Kegiatan pilkada langung dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Sebagaimana dikatakan dalam pasal 65 ayat (1), pilkada dilaksanakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Masing- masing tahap dilakukan berbagai kegiatan yang merupakan proses pilkada langsung. Pelaksanaan tahapan kegiatan tidak dapat melompat-lompat. Dalam

      pasal 65 ayat (2) disebutkan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam masa persiapan, yakni: a.

      Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan; b.

      Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah; c.

      Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah; d.

      Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS; e. Pembentukan dan pendaftaran pemantau.

      Penyelenggara menentukan kualitas pelaksanaan pilkada langsung. Pilkada langsung yang berkualitas umumnya diselenggarakan oleh lembaga yang independen, mandiri dan non-partisan. Dengan kelembagaan penyelenggara yang demikian, objektivitas dalam arti transparansi dan keadilan bagi pemilih dan peserta pilkada relative bisa dioptimalkan.

      Fungsi utama penyelenggara adalah merencanakan dan menyelenggarakan tahapan-tahapan kegiatan. Fungsi tersebut bisa optimal apabila dilengkapi mekanisme kontrol dan pertanggungjawaban (accountability) sehingga dibutuhkan pengawasan. Ada tiga jenis pengawasan, yakni pengawasan internal, semi-eksternal dan eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan melalui mekanisme organisasi yang bersifat struktural dalam bentuk supervise dan pengambilan pengambilan keputusan yang bersifat kolektif kolegial melalui mekanisme pleno. Pengawasan eksternal diwujudkan melalui pemantauan dan pengawasan oleh masyarakat, partai politik, pers dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sedangkan pengawasan semi-eksternal dilakukan dengan pembentukan lembaga pengawasan yang mandiri, otonom dan independen namun berada di dalam struktur penyelenggara yang bertugas mengawasi pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan.

      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membagi kewenangan penyelenggaraan pilkada langsung kepada tiga institusi, yakni DPRD, KPUD dan Pemerintah Daerah. Secara fungsional, kedudukan ketiga institusi tersebut berbeda menurut tugas dan wewenangnya.

    1. DPRD merupakan pemegang otoritas politik.

      Dimaksud dengan pemegang otoritas public adalah bahwa DPRD merupakan representasi rakyat yang memiliki kedaulatan dan memberikan mandate penyelenggaraan pilkada langsung, berwujud pemeberitahuan mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah kepada kepala daerah dan KPUD.

      2. KPUD sebagai pelaksana teknis.

      Sebagai pemegang mandate penyelenggara, KPUD secara teknis bertugas melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan, dari tahap pendaftaran pemilih sampai penetapan calon terpilih. KPUD juga membuat regulasi (aturan), mengambil keputusan, dan membuat kebijakan yang harus sesuai dengan koridor hukum dan ketentuan perundangan.

      3. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi fasilitasi.

      Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan fasilitasi proses pilkada langsung meliputi bidang anggaran, personalia, dan kebijakan sebagai eksekutif. Selain itu, ada beberapa tugas teknis yang harus dilaksanakan untuk menunjang pelaksanaan tahapan kegiatan.

    I.7 METODE PENELITIAN

      Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dimana dilakukan dengan melakukan metode-metode ilmiah.

    I.7.1 Jenis Penelitian

      Dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk melihat bagaimana jawaban dari perumusan masalah yakni Bagaimana efektivitas kinerja pengawasan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan Umum Gubenur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013. Penelitian deskriptif yang digunakan oleh penulis dapat diartikan sebagai sebuah penelitian yang menjelaskan maupun menggambarkan keadaan penelitian dan berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa yang diteliti dan menjadi pokok permasalahan.

      a. Data Primer

      Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama di mana data berasal (langsung dari hasil objek penelitian) yaitu hasil wawancara dan pengamatan pada Kantor Panwaslu Kabupaten/Kota Medan.

      b. Data sekunder

      Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh dari hasil kajian buku- buku ilmiah atau buku referensi yang telah dibaca sesuai dengan judul karya ilmiah Penulis. Selain itu, penulis juga mengakses informasi dari media internet.

    I.7.2 Lokasi Penelitian

      Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Di Kantor Panwaslu Kota Medan. Jalan Sei Denai, Medan.

    I.7.3 Teknik Pengumpulan Data

      Metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data yang relevan secara langsung dari objek penelitian yang dimaksud. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis meliputi : 1.

      Wawancara Yaitu metode penelitian lapangan yang digunakan penulis dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan baik lisan maupun tulisan dengan pihak terkait, untuk mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.

    2. Studi Pustaka

      Yaitu berupa referensi kepustakaan dari berbagai literature seperti buku- buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan, majalah, koran, media online serta bahan-bahan lain yang dianggap relevan dengan masalah-masalah dalam penelitian ini.

    I.7.4 Teknik Analisis Data

      Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data, pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitataif. Metode kualitatif dapat didefenisikan sebagai proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang mengkaji masalah secara kasus perkasus. Tujuan dari metodologi ini merupakan pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.

    I.8 SISTEMATIKA PENULISAN

      Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam pembahasan skripsi ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan skripsi terdiri dari empat bab yaitu :

      BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan profil lembaga tempat penulis melaksanakan penelitian. BAB III ANALISIS DATA Dalam bab ini berisikan tentang penyajian data-data yang diperoleh

      dari penelitian yang dilakukan mengenai Efektivitas Kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 dengan menggunakan teori yang digunakan penulis untuk memecahkan permasalahan yang diteliti.

    BAB IV PENUTUP Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan

      yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta terdapat juga saran-saran yang mungkin berguna bagi msayarakat umum.

Dokumen yang terkait

Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

5 75 166

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

Rekrutmen Calon Gubernur dan Wakil Gubernur oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Lampung Tahun 2013

1 17 79

BAB IV PEMBAHASAN A. Muhammadiyah dan Politik - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 14

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kebijakan - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

1 4 9

BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 20

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Kebijakan Partai Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus: Kebijakan Partai Demokrat Dalam Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2013-2018)

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 11