BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori atau tinjauan pustaka yang
mendasari penelitian ini. Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai kualitas hidup dan wanita usia produktif. Dalam pembahasan kualitas hidup akan dibahas tentang defenisi, aspek – aspek dalam kualitas hidup dan pengukuran kualitas hidup. Sedangkan pada wanita usia produktif adalah defenisi, ciri – ciri wanita usia produktif dan tugas – tugas perkembangan usia produktif.
2.1. Kualitas Hidup
2.1.1. Defenisi
Goodinson dan singleton ( O’Connor,1993) mengemukakan defenisi kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini. Defenisi yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Ontario Social Development Council ( dalam Wardhani, 2006) mendefenisikan kualitas hidup sebagai respon individu tentang perbedaan yang dirasakan antara kenyatan dengan kegiatan yang diinginkan.
Menurut O’Connor 1993 faktor utama yang menentukan kualitas hidup individu adalah persepsi individu terhadap kesenjangan antara apa yang ada dengan apa yang mungkin terjadi.
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang. sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya ,termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. kualitas hidup ini mencakup; fisik, pekerjaan, pendidikan, gaya hidup, spiritual. Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999).
Untuk mengetahui kualitas hidup harus diketahui indikatornya. Menurut OECD ( 1892 ), indikator kualitas hidup adalah lingkungan, usia, pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan kesempatan kerja.
Dari defenisi kualitas hidup dapat terlihat bahwa secara umum kualitas terdiri dari dua bagian ( veenhoven, 2004 ), yaitu kualitas eksternal dan kualitas internal. Kualitas eksternal dengan faktor lingkungan dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, sedangkan kualitas internal berhubungan dengan kondisi internal individu yang mempengaruhi persepsinya terhadap realita, serta kesejahteraan subjektif .
Berdasarkan defenisi kualitas hidup juga dapat dikatakan bahwa kualitas hidup merupakan konsep yang bersifat subjektif karena melibatkan persepsi individu terhadap aspek hidupnya. Browne et al (1997) mengatakan bahwa kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap – tiap individu memiliki defenisi masing – masing mengenai hal - hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk.
2.1.2. Dimensi- Dimensi Kualitas Hidup
Schipper, Clinch dan Olweny (dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999) mengatakan bahwa dimensi kualitas hidup ada empat fungsi fisik dan okupasi, keadaan psikologis, interaksi sosial dan sensasi somatik. Spilker (dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999) juga membuat empat dimensi dari kualitas hidup yaitu keadaan fisik dan kemampuan fungsional, keadaan psikologis dan kesejahteraan, interaksi sosial, dan keaadan ekonomi. Tokoh lain menambahkan dimensi keadaan finansial ( Padilla, Presant, Grant dan Metter dalam dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999), kehidupan spiritual (Wyatt dan Friedman dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999) dan kebutuhan untuk bantuan dalam menjalankan aktivitas kehidupan (Najman dan levine dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999). Walaupun pembagian dimensi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup individu tertulis dalam penamaan yang berbeda – beda, dapat memberikan gambaran kualitas hidup individu.
Dimensi – dimensi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada dimensi – dimensi kualitas hidup yang terdapat pada WHOQL-BREF. Menurut WHOQL Group (dalam Lopers dan Snyder, 2004), kualitas hidup memiliki enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan, dan keaadan spiritual. WHOQL ini kemudian dibuat lagi menjadi insturment WHOQL –BREF dimana enam dimensi tersebut dipersempit menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.
Keempat dimensi ini dijabarkan menjadi beberapa faset ( Power dalam Lopez dan Snyder, 2004).
2.1.3. Alat Ukur Kualitas Hidup
Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau hanya mengukur domain tertentu saja ( kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu dari diri seseorang individu). Pengukuran mengenai kualitas hidup diukur dalam beraneka macam tingkat dan dimensi. Telah banyak diterbitkan alat ukur kualitas hidup, namun tetap saja belum ada kesepakatan bersama antara peneliti mengenai defenisi kualitas hidup dan hal tersebut tampak dalam pemilihan item dari alat ukur setiap peneliti (Skevington, Lofty dan O’connel, 2004).
Alat ukur WHOQL – BREF merupakan hasil pengembangan dari alat ukur WHOQL. Alat ukur ini memiliki item pertanyaan yang lebih sedikit dibandingkan dengan alat ukur WHOQL, yaitu hanya sebanyak 26 item. Alat ukur ini hanya memiliki empat buah dimensi yaitu:
1. Kesehatan fisik
2. Keadaan psikologis
3. Hubungan sosial
4. Lingkungan (Power dalam Lopez dan Synder, 2004) Skevington, Lotfy dan O’Connel (2004) mengemukakan bahwa alat ukur
WHOQL- BREF dikembangkan sebagai bentuk pendek dari alat ukur WHOQL- 100, digunakan pada situasi penelitian dimana waktu yang digunakan dalam penelitian sangat terbatas, dimana ketidaknyamanan atau beban yang dirasakan oleh responden dalam penelitian harus dibuat seminimal mungkin. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat ukur kualitas hidup yang singkat yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia (the WHOQL- BREF), yang terdiri dari empat dimensi yaitu:
2.1.3.1. Dimensi Kesehatan Fisik a.
Bodily image dan appearance: menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya.
e.
Self–esteem: melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri.
d.
Perasaan positif: menggambarkan perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu.
c.
Perasaan negatif: mengambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu.
b.
a.
Aktivitas sehari – hari: menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika melakukan kegiatan sehari – hari.
2.1.3.2. Dimensi kesejahteraan Psikologis.
Energi dan kelelahan: menggambarkan tingkat kemampuan individu dalam menjalankan aktivitas sehari – hari.
e.
Tidur dan istirahat: menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu.
Kapasitas kerja: menggambarkan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas – tugasnya.
c.
Mobilitas: menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat.
b.
Berfikir, belajar, memori dan konsentrasi: menggambarkan keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjalankan fungsi kognitif lainnya.
2.1.3.3. Dimensi hubungan sosial.
a.
Relasi personal: menggambarkan hubungan individu dengan orang lain.
b.
Dukungan sosial: menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
c.
Aktivitas seksual: menggambarkan kegiatan seksual yang dilakukan oleh individu.
a.
Sumber finansial: menggambarkan keaadan keuangan iindividu.
b.
Freedom, physical safety dan security: menggambarkan tingkat keaamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.
c.
Perawatan kesehatan dan social care: menggambarkan ketersediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu.
d.
Lingkungan rumah: menggambarkan keadaan tempat tinggal individu .
e.
Kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi baru dan keterampilan (skills): menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk memperoleh hal – hal baru yang berguna bagi individu.
f.
Partisipasi dan kesempatan uuntuk melakukan rekresi atau kegiatan yang menyenangkan: menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkkreasi dan menikmati waktu luang.
g.
Lingkungan fiisik: menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll).
h.
Trasportasi: menggambarkan sarana kendaraan yang dapat dijakau oleh individu. (WHOQOL 1998)
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai dengaan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Menurut para peneliti, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah:
a. Gender atau Jenis Kelamin Moons, dkk (2004) mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki- laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998) dalam Papalia, dkk (2007) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. (WHOQOL 1998) b. Usia Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, dan Lett (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998 dalam Nofitri, 2009) individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya kontribusi dari faktor us ia tua terhadap kualitas hidup subjektif.
c. Pendidikan
Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.
d. Pekerjaan Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.
e. Status Pernikahan Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah. Zapf et al (1987 dalam Nofitri, 2009) hidup secara keseluruhan. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981 dalam Nofitri, 2009)
f. Penghasilan Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.
g. Hubungan dengan orang lain Hubungan Dengan Orang Lain Baxter, dkk (1998 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Myers, dalam Kahneman, Diener, dan Schwarz (1999 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.
2.2. Wanita Usia Produktif
Menurut Depkes RI (1993) wanita usia produktif merupakan wanita yang berusia 15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai keturunan. Sedangkan menurut (BKKBN, 2001), wanita usia subur (wanita usia produktif) adalah wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda. Wanita usia produktif termasuk usia dewasa awal dan usia madya. (Poter dan Perry 2005)
2.2.1. Dewasa Awal
Istilah dewasa berasal dari bahasa latin, yaitu adultus yang berarti tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa seseorang dikatakan dewasa adalah apabila dia mampu menyelesaikan pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dengan masyarakat dewasa lain.
a. Teori Masa Dewasa Awal
Banyak teori yang telah mencoba mendeskripsikan fase – fase masa dewasa muda tugas perkembanganya yang berkaitan. Tiga teori Levinson, Gilllgan, dan Diekelman, akan dibahas dalam bagian ini. Penelitian lama oleh Levinson telah mengidentifikasi fase- fase perkembangan dewasaawal berikut ini ( levinson etal, 1978) : 1.
Awal transisi dewasa (usia 18 sampai 20 tahun), ketika seseorang berpisah dari keluarga dan merasakan kebebasan.
2. Memasuki dunia kedewasaan (usia 21 sampai 27 tahun ) ketika seseorang menyiapkan dan mencoba karier dan gaya hidup.
Masa transisi (usia 28 sampai 32), ketika seseorang secara besar – besaran memodifikasi aktivitas kehidupannya dan memikiirkan tujuan masa depan.
Teori yang laen tentang perkembangan dewasa awal dikemukan oleh Diekelmen ( 1976 ) Diekelmen mengatakan bahwa dewasa awal mengalami tugas perkembangan sebagai berikut;
1. Mereka mendapat kebebasan pengawasan dari orangtua .
2. Mereka mulai mengembangkan persahabatan mereka yang akrab 3.
Mereka membentuk seperangkat nilai pribadi.
4. Mereka mengembangkan rasa identitas pribadi. Teori - teori ini, bersama dengan berjalannya tugas perkembangan Erikson
(1963, 1982), memberi perawat suatu dasar untuk memahami peristiwa kehidupan dan tugas perkembangan dewasa awal. Akan tetapi, setiap dewasa awal membawa karakteristik unik dan kebutuhan pada tahap perkembangan ini. Klien pada tahap perkembngan ini memberi tantangan bagi perawat yang mereka sendiri adalah mungkin dewasa awal yang menghadapi tuntutan masanya, (potter perry, 2009).
Seseorang dikatakan dewasa awal, bila berada dalam rentang usia 18 hingga 40tahun (Hurlock, 1990). Dalam periode ini, individu dihadapkan kepada berbagai tuntutan baru dalam hidup yang harus ia jalani. ( Hurlock 1990) menjelaskan dewasa awal sebagai masa dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis. Menurut Papalia , Olds and Feldman 2001, dewasa awal itu adalah masa dimana terjadi peningkatan dalam intelektual , emosional, dan fisik. Selain itu menurut M candels dan coop ( dalam , Smolak , 1993 ) terdapat tiga kriteria kemandirian secara ekonomi. Hal ini berarti bahwa orang dewasa dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Kriteria kedua adalah kesiapan untuk menikah dan membesarkan anak. Kriteria terakhir mampu mengambil keputusan.
Dewasa dalam bahasa belanda “ volwassen”, “ vol “ = penuh dan wassen “ = tumbuh, sehingga dapat diartikan sudah tumbuh dan penuh atau selesai tumbuh, kedewasaan dianggap sudah mencapai perkembangan yang penuh, sudah selesai perkembangannya (Monks, knoers dan haditono 2001). Masa dewasa awal adalah saat individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya, (hurlock 2006). Individu yang memasuki dewasa awal ditandai dengan kedewasaan pribadi sehingga dapat mewujudkan sikap dan menghargai dan menghormati pada setiap orang (dariyo, 2003). Berdasarkan defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal merupakan masa transisi dari seluruh aspek perkembangan individu yang mengarah pada kedewasaan, dimana individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan pola – pola yang ditemui di masyarakat. (Hurlock 1990).
b. Ciri – ciri Dewasa Awal
1. Periode pengaturan Adalah periode kebebasan untuk menentukan, mengatur pilihan yang ditetapkan dan kesiapan untuk menerima tanggung jawab. jadi para dewasa awal mulai membentuk bidang pekerjaan atau karier yang dapat dipertanggungjawabkan, mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasaan permanen.
Adalah suatu periode dimana mereka mulai calon orang tua. Tidak heran, usia 20 – 30 tahun sebagian dewasa dini telah menikah, menjadi orang tua muda, bahkan sebagian telah menjadi kakek atau nenek sebelum memasuki dewasa akhir.
3. Periode bermasalah Di tahun – tahun awal periode dewasa awal banyak masalah baru yang rumit, sehingga dia memerlukan waktu dan energi yang banyak untuk mengatasinya. Misalnya penyesuaian diri terhadap pekerjaan, pendidikan. Faktor
- – faktor yang menyebabkan sulit menyesuaikan diri oleh orang dewasa awal adalah kurang kesiapan diri dalam mengahadapi masalah , menolak kritikan atau merasa mampu menghadapi masalah.
4. Masa ketegangan emosiomal Bentuk – bentuk ketegangan emosii orang dewasa dan berlangsung hingga usia 30 an Ialah kekhawatiran atas pekerjaan, karier, perkawina. (Herri Zan
Pieter, 2010). Ketidakmampuan menghadapi masalah akan menyebabkan gangguan emosional. a.
Sebagai masa keterasingan sosial Kini relasi sosial telah beralih dalam keterlibatan pada kegiatan – kegiatan di luara rumah . Hubungan soasial ini terus berkurang sehingga dianggap krisis keterasinagan. Keterasingan masa dewasa diintensifkan dengan semangat bersaing dan kemajuan karier, sehingga mereka terkesan bersikap kurang ramah.
Kini keramahantamahan digantikan pada persaingan dan mendapatkan pekerjaan yang berkualitas . Efeknya adalah semakin sedikit waktu bersosialisasi sehingga b.
Sebagai masa perubahan nilai Alasan perubahan nilai selam usia dewasa awal yaitu agar dapat diterima sebagai anggota kelompok orang dewasa , maka dia harus menerima nilai – nilai baru dalam kelompok, perubahan nilai, ide dan keinginan mengembangkan keterlibatan sosial.
c.
Masa ketergantungan Meskipun usia 18 tahun telah resmi menjadi masa dewasa dan dianggap telah maandiri, namun kenyataannya sebagian dari mereka masih tergantung kepada orang lain untuk jangka waktu tertentu. Kondisi ini terutama sekali terlihat dari masih tingginya tingkat ketergantungan keuangan kepada orang tua atau pada lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa. (Herri Zan Pieter, 2010) d.
Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru Bentuk – bentuk penyesuaian diri dewasa awal yaitu penyesuaian terhadap gaya hidup baru, peran seks dengan prinsip persamaan derajat yang menggantikan pola peran seksual traditional, pola kehidupan keluarga, dan penyesuaian diri dalam pekerjaan.
e.
Sebagai komitmen Artinya dengan memasuki masa dewasa, mereka mulai belajar bertanggung jawab, tidak tergantung lagi kepada orangtua dan menjadi dewasa mandiri.
Banyaknya perubahan pada tanggungjawab akan mengarahkkannya membuat komitmen baru.
Sebagai masa kreatif Besar atau sedikitnya kreativitas dewasa awal sangat dipengaruhi minat, kemampuan individu, kesempatan dalam mewujudkan keinginan dan tingkat kepuasaannya. Bentuk penyalurannya dapat dilakukan dengan ekspresi bakat dan hobi. Oleh dasar inilah, maka periode dewasa awal selalu dianggap sebagai era kreativitas yang paling berkembang (Herry Zan Pieter 2010).
c. Tugas –tugas Perkembangan Dewasa Awal
Kriteria utama periode dewasa awal adalah interdependent, kesediaan untuk bertanggungjawab dan mempunyai pekerjaan. ketiga sifat ini membedakan seorang dewasa satu dengan dewasa lain. Interdevenden adalah keseimbangan antara sikap tergantung dan sikap bebas (Herry Zan Pieter 2010).
Selama masa dewasa awal refleksi pengenalan diri sendiri bertambah mendalam. Semua ambisinya kurang nnyata kemudian berubah menjadi tujuan praktis. potensinya terlihat dari banyaknya pengalaman kerja. Sementara, sifat – sifat kepribadian terlihat dari perkawinan.
Elizabeth Hurlock (1980) mengatakan bahwa tugas – tugas perkembangan masa dewasa awal yaitu: a.
Interdependent emosional Interdependent emosional berarti seseorang telah mampu untuk melepaskan ketergantunagan mulai dari orang tua atau anggota keluarga lain, teman, hingga dapat mencapai otonomi pribadi. Kini dewasa awal telah mampu membina hubungan emosional, seperti tidak mudah kecewa atau marah ketika orang lain tidak sependapat dengan dirinya. Pengendalian emosi lebih tenang.
b.
Interdependent ekonomi Interdependent ekonomi berarti dia telah mampu mengurus diri atau keluarga dalam hal keluarga ,mengatur menerima dan pengeluaran secara ekonomi.
c.
Interdependent memilih pasangan hidup Memilih pasangan hidup atau perkawinan adalah momen yang penting dari kehidupan dewasa awal, karena telah dinilai lebih realistis, seperti penyesuaian dalam relasi suami istri, hubungan seksualitasn, ekonomi, dan hubungan dengan mertua. (Elizabeth Hurlock 1999) d.
Interdependent sosial Interdependent sosial berarti dia telah diterima dalam masyarakat dewasa dan mampu menunjukkan sifat orang dewasa pada umumnya, bertanggung jawab sosial, pekerjaan, pendidikan, keagamaan, dan bersedia melaksanakan tugas. Dikatakan dewasa secara sosial berarti dapat menentukan sikap dan keputusan sesuai kaidahnya. e.
Ekspansivitas karier Ekspansivitas karier adalah salah satu ciri dari masa dewasa awal. Mereka akan berusha keras demi karier, aktif dalam kegiatan masyarakat atau organisasi dan mereka selalu mencari kesibukan.
d. Perubahan Fisik Masa Dewasa Awal
Perubahan fisik periode dewasa awal merupakan kelanjutan dari pertumbuhan fisik dari masa remaja akhir, seperti proporsi tubuh semakin proposional, bertambahnya berat badan, membesarnya organ - organ bagian dalam, kematangan organ- orggan seksual dan berfungsinya reproduksi seksual semakin berfungsi dengan baik.
e. Perubahan Psikologis Masa Dewasa Awal
1. Kemampuan mental Kemampuan mental diperlukan dalam mempelajari situasi dan menyesuaikan diri dalam situasi baru, seperti mengingat hal –hal baru yang dahulu pernah dipelajarinya, penalaran analogis dan berpikir kreatif. Puncak kematangan mental dimulai dari usia 20-an, kemudian berangsur – angsur menurun (Herry Zan Pieter 2010).
2. Kemampuan motorik Orang dewasa awal akan mencapai puncak kekuatan kemampuan motorik pada usia 20-30 tahun. Kecepatan merespon mmaksimal saat usia 20-25 tahun dan kemampuan ini lambat laun akan menurun. Dalam belajar ketrampilan motorik baru akan lebih berhasil cepat seimbang dan luwes pada usia 20-an tahun.
3. Penyesuaian Peran Seks
Penyesuaina peran seks periode dewasa awal benar – benar sulit, karena dipengaruhi kelompok tradisional dan egalitarian. Konsep tradisional lebih menekan pada pola perilaku tanpa memperhatikan minat dan kemampuan individual. Konsep ini menekankan peran superioritas maskulin dan tidak menoleransi sifat atau kesan kewanitaan atau pekerjaan wanita. Posisi pria diluar rumah ialah menduduki posisi yang lebih berwewenang dan lebih berprestasi dalam masyarakat dan bisnis dibandingkan wanita. antara pria dan wanita. Suatu peran harus mendatangkan kepuuasaan pribadi dan bukan hanya cocok untuk salah satu jenis kelamin saja. Di dalam rumah atau di luar peran pria dan wanita ialah sebagai rekan kerja. (Fj monks 2006) 4.
Perubahan Minat Pada dewasa awal biasanya minat akan berubah dan tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan. Alasan mengapa terjadi perubahan minat mereka yaitu akibat kesehatan, status ekonomi, perubahan pola kehidupan, nilai- nilai , status belum menikah menjadi menikah, peran seksual, menjadi orang tua, perubahan kesenangan atau tekanan lingkungan. (Fj monks 2006).
5. Minat Pribadi
Biasnya minat pribadiyang kuat saat masa remaja ikut terbawa hingga masa dewasa awal tetap bersifat egosentris. Namun, dengan bertambah tugas – tugas dan tanggungjawab di tempat kerja atau rumah, minatt egosentris berangsur – angsur akan berkurang daan memunculkan minat sosial. Bentuk –bentuk minat pribadi pada dewasa awal adalah minat penampilan diri, pakaian dan perhiasan, simbol kedewasaan, simbol status, minat uang atau agama. (Fj monks 2006)
6. Minat Rekreasi Rekreasi merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesegaran, mengembalikan kekuatan atau kesegaran rohani setelah lelah bekerja atau mengalami keresahan batin. Rekreasi dianggap sebagai kegiatan yang sangat menyenangkan. Faktor – faktor yang mempengaruhi minat rekreasi adalah dan sikap sosial (Fj monks 2006).
7. Minat Sosial Faktor yang mempengaruhi peran sosial pada dewasa awal yaitu mobilitas sosial , status sosio-ekonomi, lamanya tinggal dalam suatu kelompok masyarakat, umur kematangan seksual dan urutan kelahiran, lingkungan dan jenis kelamin (Fj monks 2006).
f. Bahaya Fisik Masa Dewasa Awal 1.
Badan yang Kurang Sehat Badan yang tidak sehat dan tidak dapat disembuhkkan ialah sama bahaya dengan kegagalan penyesuaian diri dalam interelasi sosial. Orang dewasa awla yang memilki hambatan kesehatan fisik yang buruk tidak akan berhasil maksimum dalam pekerjaan dan pergaulan sosial. Semakin sering melihat keberhasilan orang lain, maka semakin besar frrustasinya (Herry Zan Pieter 2010).
2. Penampilan Diri yang Kurang Menarik
Bagi dewasa awal laki –laki atau perempuan penampilan diri yang menarik merupakan modal dasar dalam penyesuaian diri, sosial, bisnis, dan karier lain. Mereka sudah dipastikkan lebih cepat dan maju dengan sedikit usaha dibandingkan penampilan diri yang kurang menarik (Herry Zan Pieter 2010).
3. Bahaya Personal dan Sosial a.
Bahaya Personal dan Sosial Bahaya personal dan sosial pada masa dewasa awal berasal dari kegagalan menguasai sebagian dari tugas – tugas perkembangan dengan menyebabkan mereka tampak belum matang dibandingkan dengan dewasa lain. Faktor – faktor penyebab kesulitan menguasai tugas perkembangan keterlambatan menyelesaiakan tugas–tugas perkembangan sebelumnya, hambatan kesehatan fisik, latihan yang tidak runtut pada perilaku dan sikap dewasa, perlindungan dan aspirasi orang tua yang berlebihan pada anak atau pengaruh teman kelompok atau teman sebaya (Herry Zan Pieter 2010).
b.
Bahaya Peran Seks Konsep peran seks secara traditional memiliki pengaruh besar dalam penyesuaian diri, seperti pria selalu membuktikan sebagai pria maskulin dengan kerja keras tanpa memperhatikan kesehatn. Dia berkeyakinan tidaklah jantan jika mengkhawatirkan kesehatan. Adapun, wanita dipandang rendah jika diperlakukan inferior, melumpuhkan prestasinya dan urusan rumah tangga (Herry Zan Pieter 2010).
2.2.2. Dewasa Madya
2.2.2.1. Dinamika Dewasa Madya Batasan usia dewasa madya secara umum adalah 35 – 45 tahun.
Dinamika perkembangan dari periode dewasa madya adalah:
1. Menyesuaikan diri pada perubahan fisik.
2. Mulai ada penurunan kondisi fisik.
3. Menyesuaikan diri dalam perubahan minat.
4. Menyesuaikan diri pada relasi keluarga dan pasangan hidup.
5. Ditandai dengan kemajuan dalam pekerjaan, perkawinan, dan keaadaan sosial ekonomi.
6. Semakin aktif meengikuti kegiatan – kegiatan sosial.
Dorongan seks semakin bertambah.
8. Disebut sebagai remaja kedua.
9. Mengurangi kegiatan yang bersifat gerakan fiisik yang banyak (Herry Zan Pieter 2010).
2.2.2.2. Perubahan Fisik Masa Dewasa Madya
Banyak dari dewasa madya mengalami kecemasan pada penampilan fisik yang pada akhirnya akan mengganggu relasi dengan pasngannya. Mereka cemas mempertahankan pasangannya. Ciri – ciri perubahan fisik masa dewasa madya yaitu berat badan semakin bertambah, rontoknya rambut dan mulai beruban, kulit pada wajah, leher, lengan dan tangan semakin keriput, tubuh manjadi gemuk, terutama pada perut, mengendornya otot sekitar dagu, lengan atas dan perut, gigi mulai ompong dan berwarna kuning, mata kurang bersinar dan sering mengeeluarkan kotoran mata, awal memasuki menopause (Fj monks 2006)
2.2.2.3. Perubahan Psikologis Masa Dewasa Madya
1. Kemampuan Intelektual Kangas dan Bradway menyimpulkan bahwa setiap periode dewasa madya terdapat kenaikan pada kemampuan intelektual, terutama pada tingkat kecerdasan tinggi.
2. Motivasi Berprestasi Erickson mengatakan bahwa masa dewasa madya adalah masa krisis antara kemauan untuk berhasil dan memungut kembali pekerjaan sebelumnya. Ukuran tingkat kesuksesan dewasa madya adalah keberhasilan keuangan, kekuasaan, dan prestise. Adapun stagnasi, berarti dewasa madya tidak memiliki kemauan untuk meningkatkan keberhasillan dari sebelumnya karena dia ingin bebas dari rutinitas pekerjaan.
3. Perubahan Minat Perubahan minat pada dewas madya adalah akibat perubahan tugas, tanggung jawab, kesehatn dan partisipasi pada kehidupan sehari- hari sehingga perubahan minatnya lebih tegas dibandingkan pada masa sebelumnya. Faktor penyebabnya yaitu mengembangkan minat yang sebelumnya tertinggal, konstribusi yang lebih baik, mengarah pada kesendirian, memperdalam agama dan kebudayaan, atau menambah wawasan pribadi.
Jenis – jenis minat pada dewasa madya yaitu minat penampilan dan pakaian, uang, agama, simbol status dengan cari harta sebanyak mungkin dan sekolah kembali atau menulis buku, kegiatan sosial dengan aktif dalam organisasi, partai politik atau kegiatan kemasyarakatan.
4. Perubahan Simbol Status Karena pada dewasa madya selalu berfikir dan mawas diri sebagai generasi pemimimpin menyebabkan mereka berusaha untuk memiliki simbol status yangg lebih tinggi. Walaupun sebagian besar dewasa madya mengetahui bahwa periode ini merupakan periode status simbol, namun kenyataannya masih banyak belum dapat status simbol. Penyebabnya adalah rendahnya pendapatan, biaya sekolah dan sebagainya. Semakin tinggi kecemasan meningkatkkan status sosio-ekonomi,
5. Kegiatan Sosial Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan sosial dengan dewasa madya yaitu faktor kesehatan, perbedaan jenis kelamin, ekonomi, dan status perkawinan.
6. Kondisi Penyesuaian Diri Kondisi-kondisi yang menghambat proses penyesuaian diri bagi dewasa madya yaitu penurunan kesehatan dan penampilan diri yang tidak menarik, minimnya keterampilan dan status sosial kurang berharga, kontak sosial sebatas anggota keluarga saja, keuangannya yang terbatas untuk kebutuhan hidup, tekanan masa lalu atau keluarga, popularitas yang tidak tercapai, mobilitas sosial akibat pindah pekerjaan atau bencana dan faktor kepribadian. (Fj monks 2006).
2.2.2.4. Bahaya Fisik Masa Dewasa Madya
1. Menurunya kesehatan Usia madya ditandai dengan menurunya kesegaran fisik dan kesehatan.
Pertengahan 40-an tahun ada peningkatan ketidakmampuan yang berlangsung cepat, seperti mudah lelah, tellinga mendengung, sakit otot dan semakin meningkatnya kepekaan kulit, mengalami pusing konstipasi, asam lambung, sendawa, selera makan turun, insomnia. Penyebabnya yaitu penurunan kesehatan ialah genetik, penyakit, dan emosi.
2. Menurunnya Daya Seksual Sejauh ini penyesuaian fisik yang sangat sulit dilakukan dewasa madya adalah perubahan kemampuan seks. Kemunduran daya seksual akibat kesehatan yang buruk dan defesiensi gonad.
Terjadi perubahan organ tubuh bagian luar seiring dengan perubahan organ- organ dalam tubuh. Penurunan fungsi fisiologis berhubungan dengan dinding saluran arteri yang menjadi rapuh, menaikkan tekanan darah, komplikasi penyakit jantung, fungsi kelenjar semakin lamban dan tubuh bertambah bau.
4. Menurunnya Kemampuan Indra Menurunyya fungsi kemampuan indra terutama pada penglihatan, fungsi pendengaran dan daya penciuman ( Herry Zan Pieter 2010).