Hakikat Bekerja dalam Islam ppt

HAKIKAT BEKERJA DALAM ISLAM
(Untuk memenuhi salah satu nilai tugas mata kuliah Pengantar Bisnis Syari’ah)

Dosen Pengampu : Rokhmat Subagiyo, SE., M. EI

Disusun oleh:
1. Nur Azizah
2. Ria Fitriani

(2823133118)
(2823133131)

Perbankan Syari’ah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Tulungagung
2014

1

DAFTAR ISI
Halaman cover............................................................................................... i

Daftar isi......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan......................................................................................... 3
A. Latar belakang.................................................................................... 3
B. Rumusan masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan pembuatan makalah............................................................... 3
Bab II Pembahasan........................................................................................ 4
A.
B.
C.
D.

Pengertian bekerja.............................................................................. 4
Dalil-dalil mengenai anjuran dalam bekerja...................................... 5
Motivasi bekerja................................................................................. 7
Tujuan bekerja.................................................................................... 9

Bab III Penutup.............................................................................................. 12
A. Kesimpulan........................................................................................ 12
Daftar pustaka ............................................................................................... 13


2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urusan dunia merupakan perkara yang paling banyak menyita perhatian
umat manusia, sehingga mereka menjadi budak dunia, bahkan lebih parah
lagi, sejumlah besar Umat Islam memandang bahwa berpegang dengan ajaran
Islam akan mengurangi peluang mereka dalam mengais rizki. Ada sejumlah
orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syariat Islam tetapi
mereka mengira bahwa jika ingin mendapat kemudahan di bidang materi dan
kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian aturan islam
terutama yang berkenaan dengan etika bisnis dan hukum halal haram.
Islam tidak membiarkan seorang muslim kebingungan dalam berusaha
mencari nafkah, bahkan telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika
mulia agar mereka mencapai kesuksesan dalam mengais rizki dan
membukakan pintu kemakmuran dan keberkahan. Kegiatan usaha dalam kaca
mata Islam memiliki kode etik dan aturan, jauh dari sifat tamak dan serakah
sehingga mampu membentuk sebuah usaha yang menjadi pondasi masyarakat
madani dan beradab. Islam menganjurkan umatnya agar bekerja dan berniaga,

menghindari meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia
memerlukan harta kekayaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk
memenuhi perintah Allah seperti infaq, zakat, pergi haji dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari bekerja?
2. Apa saja motivasi dalam bekerja menurut Islam?
3. Dalil-dalil apa saja yang berhubungan mengenai bekerja?
4. Apa tujuan dari bekerja menurut Islam?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari bekerja.
2. Untuk mengetahui motivasi dalam bekerja menurut Islam.
3. Untuk mengetahui dalil-dalil apa saja yang berhubungan mengenai
bekerja.
4. Untuk mengetahui tujuan dari bekerja menurut Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bekerja menurut Islam
Kerja dalam kaitannya dengan tema ekonomi, berarti sebuah kegiatan
yang dilakuka manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuhan
menciptakan alam dan seisinyabbagi manusia, sebagian besar masih


3

merupakan bahan atau belum jadi. Meskipun ada yang ditemukan sudah siap
pakai, namun barang tersebut harus diolah kembali secara lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan yang diinginkan.
Dalam system perekonomian Islam, bekerja dapat diartikan sebagai
berikut:1
a. Bekerja sebagai peneguhan eksistensi kekhalifahan. Ketika manusia
diberikan mandat oleh Tuhan untuk mengatur dan mengelola bumi, maka
dapat dipahami bahwa manusia harus bekerja. Ketika manusia tidak
bekerja, berarti manusia telah mengkhianati eksistensi kekhalifahan
dirinya yang dipercayakan Tuhan kepadanya.
b. Bekerja merupakan kewajiban. Bekerja merupakan kewajiban karena
dengan bekerja manusia dapat melakukan kegiatan ibadah. Dengan
bekerja, manusia dapat membangun mushola, menyediakan peralatan
ibadah serta dengan bekerja pula manusia dapat melakukan perintah
ibadah seperti zakat, infaq, shadaqah dan menyantuni anak yatim dan
orang miskin. Dalam konteks tersebut, bekerja menjadi wajib karena
bekerja menjadi sarana terpenuhinya kewajiban-kewajiban ritual agama,

sebagaimana kaidah dalam ushul fiqh: “Jika sesuatu tidak menjadi
sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib
diadakan”.
c. Bekerja adalah ibadah. Bekerja bukan hanya mengandung manfaat social,
tetapi juga bernilai ritual. Tuhan sangat menghendaki kemaslahatan social.
Menurut As-Syaithibi dalam kitab Al-Muwafaqat, mengatakan bahwa
maksud ditetapkannya syari’at adalah kemaslahatan manusia. Semua
kegiatan yang mengandung kemaslahatan manusia berarti telah sesuai
dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, bekerja, sama
artinya dengan memenuhi keinginan Tuhan. Itu berarti termasuk ibadah
yang mempunyai konsekuensi mendatangkan pahala.
d. Bekerja berarti berjuang (Jihad). Bekerja adalah perjuangan manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Kekayaan menurut Islam di dalamnya terkandung kemuliaan, karena
dengan kekayaan manusia mempunyai kesempatan untuk dapat membantu
orang lemah. Kemiskinan menurut Islam dianggap sebagai kenistaan, karena
1 Dede Nurohman, Memahami Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 33

4


seseorang yang miskin bukan hanya tidak dapat membantu orang lain tetapi
juga bisa jadi merepotkan orang lain. Bahkan lebih parah lagi dapat
menjadikan seseorang terjerumus dalam kekafiran.
Namun yang dimaksud kemiskinan disini adalah kemiskinan yang
disebabkan karena factor cultural, dimana manusia secara sadar bermalasmalasan untuk bekerja. Kemiskinan yang muncul secara internal, atas
kemauannya sendiri. Bukan kemiskinan structural yang diakibatkan oleh
factor eksternal. Kemiskinan eksternal dapat disebabkan oleh kebijakan
negara yang tidak memihak gologan lemah atau karena tindakan korup para
penyelenggara pemerintahan.
B. Dalil-dalil mengenai Bekerja dalam Islam2
1. QS. Al-Jumu’ah: 10

‫ضف‬
‫ففإ ه ف‬
‫ل الل لهه‬
‫ض فواب ضت فغغوا ه‬
‫صفلة غ ففان ضت ف ه‬
‫ضي ف ه‬
‫ذا قغ ه‬
‫ن فف ض‬

‫ت ال ل‬
‫ض ه‬
‫م ض‬
‫شغروا هفي الضر ه‬
‫ن‬
‫م تغ ض‬
‫حو ف‬
‫فل ه غ‬
‫ه ك فهثيررا ل فعفل لك غ ض‬
‫فواذ ضك غغروا الل ل ف‬

Artinya: apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di

muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa setelah selesai
melakukan salat Jumat boleh bertebaran di muka bumi melaksanakan
urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan
yang bermanfaat untuk akhirat. Hendaklah mengingat Allah sebanyakbanyaknya di dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri
dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya, karena Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu, yang tersembunyi apalagi yang nampak nyata.
2. QS. Al-Qashas: 77

‫نوابحتنسغ سفينما آنتانك الل دنده ال د ندانر السخنرنة نول تنن حنس ن نسصيبننك سمنن ال ددن حنيا نوأ نححسسحن ك ننما أ نححنسنن‬
‫ب ال حدمحفسسسدينن‬
‫الل دنده سإل نيحنك نول تنبحسغ ال حنفنساند سفي الحرسض سإ دنن الل دننه ل يدسح د‬

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
2 Muh. Yunus, Islam dan Kewirausahaan Inovatif, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 11-13

5

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan empat macam
nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Qarun oleh kaumnya, namun
begitu nasihat dan petunjuk tersebut harus diamalkan pula oleh kita

sebagai pengikut Rasulullah s.a.w. Karena Al-Quran adalah petunjuk yang
sempurna untuk ummat beliau s.a.w. Barangsiapa mengamalkan nasihat
dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat
kelak.
3. QS. Al-Baqarah: 201

‫ب ال دنناسر‬
‫سوسمن حدهم دنمن يندقودل نربدنننا آستننا سفي ال ددن حنيا نحنسن نةة نوسفي السخنرسة نحنسن نةة نوسقننا ن‬
‫عنذا ن‬

Artinya: Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami,

berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari azab neraka”.
4. QS. Al-Hadiid: 25

‫ل ننقحد أ نحرسل حننا درسل نننا سبال حبن سيدننا س ن‬
‫ب نوال حسمينزانن لسيندقونم ال دننادس سبال حسقحسسط‬
‫د‬
‫ن‬

‫ت نوأن حنزل حننا نمنعدهدم ال حسكنتا ن‬

‫حسديند سفيسه بنأ حدس نشسديدد نونمنناسفدع سلل دنناسس نولسينحعل ننم الل دنده نمحن ينن حدصدرده نودردسل نده‬
‫نوأ نن حنزل حننا ال ح ن‬
‫عسزيدز‬
‫سبال حنغيحسب سإ دنن الل دننه نقسو د‬
‫ي ن‬

Artinya: Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan buktibukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca
(keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi

yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan
agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasulNya walaupun Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi
Mahaperkasa.
5. QS. An-Nur: 37

‫خادفونن ينحوةما‬
‫عحن سذك حسر الل دنسه نوسإنقاسم ال دنصلسة نوسإينتاسء ال دنزنكاسة ين ن‬
‫جانرةد نول بنيحدع ن‬
‫سرنجادل ل تدل حسهيسهحم ست ن‬

‫ب نوالبحنصاسر‬
‫تنتنقنل دن د‬
‫ب سفيسه ال حقددلو د‬

Artinya: Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari
mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka
takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari
Kiamat).
6. HR. Khathib, “Tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya, dan
meninggalkan akhirat untuk dunianya, serta tidak menjadi beban orang
lain”.
7. HR. Bukhari, “Perintah berusaha dengan tangannya sendiri (bekerja);

sesungguhnya Nabi Daud memakan dari hasil usaha tangannya sendiri”.
6

8. HR. Thabrani, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah
kewajiban yang lain”.
9. HR. Ahmad, “Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang bekerja.
Barang siapa yang bekerja keras, mencari nafkah yang halal untuk
keluarganya, maka sama seperti mujahid di jalan Allah”.
C. Motivasi Kerja dalam Islam3
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari masalah usaha sebagai salah
satu perwujudan aktivitasnya, baik yang menyangkut aktivitas fisik maupun
mental. Sepanjang hidupnya, manusia tetap bekerja karena tanpa bekerja
manusia akan mengalami berbagai kesulitan hidup. Kekuatan motivasi dalam
bekerja manusia atau berbisnis dalam Islam adalah fastabiqul khairat
(berlomba-lomba dalam kebaikan) untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik
kebutuhan fisik, psikologis maupun social. Dengan pekerjaan, manusia akan
manusia akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu karena terpenuhi
kebutuhan kebutuhannya. Selain itu, kepuasan seseorang kepuasan seseorang
terhadap pekerjaan juga dapat diperoleh melalui berbagai bentuk kepuasan
yang dapat dinikmati diluar kerja misalnya kepuasan pada saat belanja,
liburan, dan yang lebih mendasar lagi dapat menghidupi diri dan keluarga.
Selain itu, kerja merupakan aktivitas yang mendapat dukungan social dan
individu itu sendiri. Dukungan social ini dapat berupa penghargaan
masyarakat terhadap aktivitas kerja yang ditekuni. Sedangkan dukungan
individu dapat berupa kebutuhan-kebutuhan yang melatarbelakangi aktivitas
kerja, seperti kebutuhan produksi, berkreasi, memperoleh pengakuan dari
orang lain, memperoleh prestasi atau kebutuhan lainnya. Bekerja merupakan
kegiatan pokok dari aktivitas kemanusiaan yang dapat dibagi menjadi
sejumlah dimensi yaitu:
a. Dimensi fisiologis. Dimensi yang memandang bahwa manusia bukanlah
mesin. Manusia dalam bekerja, tidak dapat disamakan dengan mesin.
Mesin dapat melakukan tugas yang sama secara berulang-ulang dan terusmenerus, dengan irama kerja yang monoton dan kecepatan sesuai dengan
yang dikehendaki tuannya. Manusia mudah bosan tanpa adanya variasi
dalam bekerja.

3 Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 70-72

7

b. Dimensi psikologis. Suatu kerja disamping merupakan suatu beban, juga
merupakan suatu kebutuhan. Dengan demikian, bekerja juga merupakan
upaya mengembangka kepribadian. Pekerjaan merupakan suatu cara
manusia menyatakan harga dirinya. Manusia tanpa kerja dapat
menimbulkan krisis kepribadian, bahkan bisa stress karena tidak kunjung
mendapatkan pekerjaan.
c. Dimensi ikatan social dan kelompok. Pekerjaan dapat menjadi pengikat
social dan kelompok karena pekerjaan dapat menjadi cara seseorang untuk
memasuki suatu ikatan kelompok tertentu, dengan pekerjaannya seseorang
dapat menyatakan tentang bagaimana status yang dimilikinya dalam suatu
profesi. Ikatan pekrjaan atau ikatan profesi dapat merupakan suatu ikatan
tersendiri diluar ikatan keluarga yang dimiliki, dan ini merupakan suatu
ikatan yang sangat penting. Dengan pekerjaannya seseorang akan
memperoleh teman-teman, tempat berkumpul, tepat berdiskusi, menghalau
kesepian atau melakukan aktivitas lain yang sangat besar artinya bagi
kehidupannya sebagai makhlk individu maupun social.
d. Dimensi kekuasaan ekonomi. Dimensi ini memiliki tiga aspek:
1. Kekuasaan dalam bekerja suatu ada, terutama jika seseorang bekerja
dalam suatu organisasi kerja, bagaimanapun setiap pekerjaan dalam
ruang lingkup suatu organisasi kerja selalu ada dalam wewenang
pribadi. Dalam organisasi kerja, pekerjaan harus disusun sedemikian
kerja, sehingga ada jadwal jelas pendelegasian wewenangnya.
2. Pekerjaan merupakan sumber mata pencaharian bagi seseorang.
Pekerjaan dapat menjadi sumber kegiatan ekonomi untuk masa
sekarang maupun masa yang akan dating. Dengan adanya sumber
penghasila inilah seseorang dapat hidup mandiri dan menghidupi
keuarganya.
3. Setiap orang dalam pekerjaan akan memberikan sumbangan
berdasarkan pada apa yang sudah mereka lakukan. Bagaimanapun
pendapatan rendahnya jabatan seseorang, ia pasti akan dapat
memberikan sumbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai dalam
organisasi kerja, bila berwiraswasta maka ia mendapat hasil sesuai
produktivitasnya.

8

D. Tujuan Bekerja menurut Islam4
1. Memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, tanpa kerja orang tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan
hidup, baik kebutuhan sendiri maupun keluarganya. Hal ini dijelaskan
dalam surat at-tahrim ayat 6 dan an-nisa’ ayat 34 bahwa seorang kepala
keluarga harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap kesejahteraan
keluarganya didunia maupun diakhirat, memiliki semangat kerja dan
memberi nafkah sesuai yang diperlukan oleh anggota keluarganya. Dalam
bekerja keras kedudukan manusia akan terangkat, bekerja merupakan cara
bagi orang islam untuk mendapatkan berkah dari Allah, menyukai
sepanjang manusia melakukan pekerjaan dengan tekun,jujur, ikhlas yang
semata mencari ridho Allah.
2. Memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Dengan hasil usaha yang
diperoleh dari kerja keras yang kemudian manusia dapat menjalankan
bentuk-bentuk ibadah seperti membayar zakat dan menunaikan ibadah
haji. Disamping itu, harta memiliki nilai sosial misalnya menyantuni
orang-orang lemah, serta membangun fasilitas umum dijalan Allah seperti
sekolah, pondok pesantren, masjid dsb. Pengghargaan islam terhadap hasil
kerja tercermin dari system kepemilikan. Apa yang ada dilangit dan bumi
adalah milik Allah, yang semuanya menjadi sember rizki yang terbuka
bagi seluruh manusia yang mau mencari, mengolah, dan
memperdagangkan. Bila bekerja dianggap sebagai aktifitas ibadah yang
suci, demikian pula harta benda yang dihasilkan. Alat pemuas kebutuhan
dan sumber daya yang berasal dari alam dan manusia adalah hak bagi
orang-orang yang memerolehnya melalui proses kerja tersebut.
Penghargaan islam terhadap upaya manusia;
a. Dinilai sebagai amal sholeh yang dihargai oleh allah. Sekalipun
orangnya telah meninggal, tetapi ia memiliki harta yang dijariyahkan.
b. Jaminan atas hak milik perseorangan. Dengan fungsi sosial, melalui
institusi zakat, infaq dan shadaqah menjadikan dorongan kuat untuk
bekerja. Islam melarang keras bahwa kelimpahan harta bahkan ada
yang sampai tjuh turunan merupakan amanah, kehormatan harta dari
Allah yang dipercayakan kepadanya, dengan cara mengotori
4 Ibid, Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah, hal. 73

9

kehormatan diri dan keluarganya, mendahulukan kesenangan dan
kemewahan hidupnya. Allah memberikan kehormatan bagi orng yang
memiliki harta yang berlimpah, oleh karena itu, pernyataan syukur dan
terimakasih atas kehormatan yang diberikan oleh Allah itu selain
semakin giat dalam menjalankan ibadah wajib, disamping dinyataka
dalam hati, ucapkan dengan lidah tapi juga diyatakan dalam wujud
tindakan untuk menyayangi, menyantuni dan membantu kaum dhuafa’,
fakir, orang miskin, anak yatim, orang yang kehabisan bekal dalam
menuntut ilmu, serta menjadi actor atau fasilitator semaraknya syiar
Islam. Mengeluarkan sebagian harta untuk itu semua tidak akan
membuat bangkrut (sepanjang ikhlas karena Allah Swt., bukan untuk
memperoleh pujian, dukungan dan popularitas), karena Allah lah yang
memberi rezeki kepadamu sebagai akibat yang baik bagi orang yang
bertaqwa (QS. At-Taha: 132). Kalau para hartawan sudah membantu
dan menyantuni mereka seperti itu, ditambah lagi dengan kelembagaan
zakat, infak atau sedekah yang sudah dirintis oleh para tokoh muda
selama ini, diharapkan kedepan tidak akan lagi umat Islam menjadi
peminta-minta, mati karena kelaparan, dan tidak mustahil akan tercipta
sebuah negeri yang adil dan makmur.

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam tidak membiarkan seorang muslim kebingungan dalam berusaha
mencari nafkah, bahkan telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan
etika mulia agar mereka mencapai kesuksesan dalam mengais rizki dan
membukakan pintu kemakmuran dan keberkahan. Kegiatan usaha dalam
kaca mata Islam memiliki kode etik dan aturan, jauh dari sifat tamak dan
serakah sehingga mampu membentuk sebuah usaha yang menjadi pondasi
masyarakat madani dan beradab. Islam menganjurkan umatnya agar
bekerja dan berniaga, menghindari meminta-minta dalam mencari harta
kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari termasuk memenuhi perintah Allah seperti infaq,
zakat, pergi haji dan sebagainya.

11

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ali., 2009. Manajemen Bisnis Syari’ah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nurohman, Dede. 2011. Memahami Dasar-dasar Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Teras
Yunus, Muh., 2008. Islam dan Kewirausahaan Inovatif, Malang: UIN Malang
Press

12