FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP (2)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN POLIFENOL PADA BIJI DAN PRODUK BERBASIS KAKAO FACTORS AFFECTING THE POLYPHENOL CONTENTS IN COCOA BEANS AND COCOA-BASED PRODUCTS
Edi Wardiana
BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR INDUSTRIAL AND BEVERAGE CROPS RESEARCH INSTITUTE
Jl. Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 Telp. (0266) 7070941/533283; Faks. (0266) 6542087
Email: ediwardiana@yahoo.com
ABSTRAK
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman neotropik tahunan yang memiliki manfaat penting, baik sebagai produk pangan maupun produk kesehatan. Khusus untuk produk kesehatan, biji dari tanaman kakao memiliki kandungan senyawa polifenol yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman penghasil polifenol lainnya, termasuk teh dan anggur. Kandungan polifenol pada biji kakao dapat mencapai 10% dari bobot keringnya. S alah satu sub-klas polifenol yang memegang peranan penting bagi kesehatan manusia adala h flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antiradikal, antimikrobial, antiproliferasi, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Kandungan polifenol akan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan aktor yang terlibat pada setiap rantai nilai produksi cokelat, mulai dari periode pra panen (on-farm) sampai pasca panen dan pengolahan (off-farm). Tulisan ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa polifenol pada biji kakao dan produk akhir yang dihasilkannya. Pada periode pra panen, faktor yang mempengaruhi kandungan polifenol biji kakao adalah genetik (genotipe/varietas/klon) berinteraksi dengan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis (budidaya). Selanjutnya pada periode pasca panen, interaksi terjadi antar komponen faktor pasca panen dan pengolahan yang meliputi proses pe nyimpanan buah, fermentasi, pengeringan, serta penyangraian biji. Komponen- komponen faktor pasca panen dan pengolahan memiliki pengaruh yang berlawanan untuk dua orientasi produk yang berbeda (produk pangan atau kesehatan). Semakin tinggi intensitas pengolahan, semakin menurun kandungan polifenol, tetapi citarasa semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan antara "kesehatan dan citarasa" melalui kombinasi perlakuan pada komponen-komponen pasca panen dan pengolahan dengan tujuan memproduksi cokelat yang dapat diterima secara baik oleh pasar.
Kata kunci: Kakao, polifenol, genetik dan lingkungan, pasca panen, pengolahan
ABSTRACT
Cocoa (Theobroma cacao L.) is a perennial neotropical plant that has important benefits, both for food and health products. Specially for the purpose as health products, cocoa beans contains polyphenol compounds which are much higher if compared to other crops as a producer of polyphenols including tea and wine. The content of polyphenols in cocoa beans can reach about 10% of their dry weight, and flavonoid which are a subclass of polyphenols have an important role for human health as an antioxidant, antiradical, antimicrobial, antiproliferative, antimutagenic, and anticarcinogenic. Polyphenol content will be influenced by various activities and actors involved in the value chain of chocolate production, starting from pre-harvest period (on-farm) to post-harvest and processing (off-farm) periods. This papers aims to identify and analyze several important factors affecting the polyphenol contents in cocoa beans and cocoa-based products. At the pre-harvest periods, the genetic factors (genotypes/varieties/clones) interacts with the biophysical environment and agronomic (cultivation) factors in influencing the polyphenols content of cacao beans. Furthermore, at the post-harvest periods, the interaction occurs among the various components of post-harvest and processing factors such as pods storage, fermentation, drying, and roasting of cacao beans. The components of post-harvest and processing factors has "an opposite effect" for two different products orientation (foods or healths product). T he higher the intensity of processing the lower the polyphenols content, but the flavor will increase. Therefore, we need a balance between "health and taste" through a combination of treatments on the components of post-harvest and processing to produce chocolate which can be received well by the market.
Keywords: Cocoa, polyphenol, genetic and environment, post-harvest, processing
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 1
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
PENDAHULUAN
Martin, Goya, & Ramos; 2013; Ranneh, Ali, & Esa, 2013; Khan et al., 2014). Flavanol merupakan salah
satu je nis se nyawa dari ke lompok flavonoid yang dite mukan di pasaran adalah salah satu bentuk
Cokelat yang sekarang
banyak
tersusun dari bebe rapa mole kul fe nol (polife nol) produk pangan yang dipe role h dari hasil
(Be rnaert, Blondee l, Alle gaert, & Lohmue lle r, pe ngolahan de rivat biji kakao. Pada awalnya,
coke lat merupakan salah satu je nis pangan me wah Kakao sebagai bahan dasar untuk produk dan yang biasa me ngkonsumsinya terbatas hanya
pangan dan kese hatan, te ntunya meme rlukan pada orang- orang dari golongan atas . Namun
ge notipe /varie tas/klon, lingkungan tumbuh, te knik
de mikian, se jak akhir abad ke -19, coke lat mulai budidaya, dan pasca pane n yang spesifik agar popule r dan berke mbang hampir ke se luruh dunia
ke dua manfaat itu dapat dicapai de ngan baik. se hingga dapat dinikmati ole h banyak orang
Se lanjutnya, dalam proses industrialisasi kakao (Badrie , Be ke le , Sikora, & Sikora 2014). Bahan-
me njadi produk akhir yang siap untuk dipasarkan, bahan pe nyusun coke lat te rdiri dari kombinasi
sarat de ngan pe nggunaan be rbagai je nis bahan campuran pasta kakao (chocolate liquir), gula, le mak
kimia se rta pe rlakuan suhu tinggi yang dapat kakao, dan be berapa je nis bahan tambahan untuk
me mpe ngaruhi te rhadap kuantitas dan kualitas pe nambah citarasa (Ke lishadi, 2005). Di pasaran,
polife nol yang dipe rlukan untuk tujuan ke sehatan. terdapat bebe rapa je nis coke lat, di antaranya
”erbagai aktivitas dan aktor/pemain yang ada adalah (1) coke lat pahit (bitter chocolate) yang
pada se tiap rantai nilai produksi coke lat akan terbuat dari pasta kakao de ngan se dikit gula; (2)
be rkontribusi te rhadap naik-turunnya kandungan coke lat susu (milk chocolate) yang dibuat dari
polife nol pada biji kakao maupun pada produk campuran pasta kakao, lemak kakao, gula, dan
akhir yang akan dihasilkan. Pe ne lusuran te rhadap susu bubuk dalam jumlah substansial; dan (3)
aktivitas-aktivitas terse but menjadi pe nting untuk coke lat putih (white chocolate) yang te rbuat dari
dilakukan, se pe rti yang te la h dilakukan ole h campuran le mak kakao, gula, dan susu bubuk
Saltini, Akke rman, & Frosch (2013) te rhadap aspe k- (Rizza, Liang, McMohan, & Harrison, 2000).
aspe k kualitas dan aroma pada biji kakao dan pada Se bagai sumber bahan pangan be rupa coke lat,
be ragam produk akhir yang dihasilkan dari biji daging biji (kotile don) kakao me ngandung 32-39%
kakao.
air, 2-3% se lulosa, 4-6% pati, 4-6% pe ntosans, 2-3% Se jalan de ngan pe rnyataan-pe rnyataan di sukrosa, 30-32% le mak, 8-10% prote in, 2-3%
atas maka tulisan ini be rtujuan me ngide ntifikasi theobromin, 1% kafe in, 1% asam, dan 5-6%
berbagai faktor yang polife nol, se dangkan pulpa me ngandung 82-87%
dan
me nganalisis
me mpe ngaruhi kandungan se nyawa polife nol air, 10-13% gula, 2-3% pe ntosans, 1-2% asam sitrat,
pada biji kakao dan pada produk yang te rbuat dari dan 8-10% garam (Lope z & Dimick, 1995).
biji kakao. Pada bagian awal, disampaikan hal-hal Di samping se bagai bahan dasar untuk
yang be rkaitan de ngan se nyawa polife nol yang produk pangan, kakao be rfungsi juga sebagai
terdapat pada biji kakao yang me rupakan bahan bahan dasar untuk produk ke sehatan. Pe rhatian
dasar untuk produk ke sehatan. Se lanjutnya, pada publik te rhadap fungsi kakao sebagai bahan untuk
bagian isi disampaikan analisis faktor-faktor yang produk ke se hatan bukan me rupakan hal yang
be rpe ngaruh te rhadap kandungan polife nol, baik baru, te tapi te lah dimulai se jak abad ke -16 sampai
yang ada pada biji kakao maupun pada produk se karang. Di Be nua Eropa te lah banyak dipublikasi
yang dihasilkannya. Ide ntifikasi faktor dibagi ke hasil pe ne litian yang me ngungkap te ntang
dalam dua bagian, yaitu kondisi-kondisi pada pe ranan kakao sebagai bahan dasar produk
pe riode sebe lum panen (pra pane n) dan pe riode pangan yang se kaligus me nye hatkan (Dillinge r et
se te lah pane n (pasca pane n dan pe ngolahan). Di al., 2000). Jumlah publikasinya di jurnal-jurnal
bagian akhir, sebagai pe nutup, disampaikan biome dis ce nderung me ningkat mulai dari tahun
ringkasan dari pembahasan- 1985, dan pada tahun 2010 te lah me ncapai se kitar
intisari atau
pe mbahasan yang te lah dike mukakan sebe lumnya, 400 publikasi (Visioli, Be rnardini, Poli, & Paole tt,
se rta implikasi yang dapat dipe role h bagi 2012).
ke pe ntingan pe ne litian dan pe ngembangannya di Aktiv itas farmakologi yang paling banyak
masa yang akan datang.
dite liti adalah kandungan polife nol, dan salah satu sub- klasnya adalah flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami dan te lah dipe rcaya
SENYAWA POLIFENOL PADA KAKAO
me miliki e fe k dalam mencegah dan mengurangi risiko pe nyakit jantung dan kanke r (Corti,
Struktur Kim ia dan Senyawa Turunannya
Flamme r, Holle nbe rg, & Lüsche r, 2009; Colombo, Be rdasarkan struktur kimianya, senyawa Pinorin-Godly, & Conti, 2012; Visioli et al., 2012;
polife nol me rupakan gabungan dari bebe rapa
2 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
se nyawa fenol yang banyak dite mukan pada kotile don (Woolgast, 2004). Jumlah polife nol pada berbagai jenis tanaman, dan
biji kakao me ncapai se kitar 6-8% (Zumbe , 1998), me rupakan salah satu sub-klasnya yang me miliki
flavonoid
bahkan dapat mencapai 10% dari bobot keringnya pe ranan
(Rusconi dan Conti, 2010; Badrie et al., 2014). dibandingkan senyawa lainnya (Wollgast, 2004;
paling pe nting
bagi
ke sehatan
Be berapa se nyawa polife nol yang dite mukan pada Robbins, Kwik-Uribe , Hamme rstone, & Schmitz,
biji kakao di antaranya adalah (1) asam 2006). Pada Gambar 1, dipe rlihatkan skema
hydroxybe nzoat (gallic, siringic, protocantethic, klasifikasi polife nol be rdasarkan pada banyaknya
vanillic acid); (2) asam hydroxycinnamic (caffeic, jumlah sub-unit fe nol yang menyusunnya serta
ferulic,
p-coumaric,
phloretic acids, clovamide,
be rdasarkan pada hie rarki monome r dan polime r dideoxyclovamide); (3) flavanols (quercetin); (4) flavonoid.
(luteolin, apigenin); (5) flavanones pe rbe daan dari struktur cincin C-he te riosiklik pada
Se lanjutnya,
(naringenin); dan (6) flavanols (cathecin, epicatechin, se nyawa tersebut maka flavonoid te rbagi ke dalam
procyanidins/oligomers and polymers) (Coune t et al.,
be be rapa je nis di antaranya adalah isoflavones, . Dari sejumlah itu, ternyata flavanols flavonois, flavanone , flavanols, flavones, dan
dite mukan dalam jumlah yang paling tinggi pada anthocyanidin. Dari kee nam je nis te rsebut,
biji kakao bila dibandingkan je nis flavonoid flavanols dinilai me miliki pote nsi yang paling
lainnya (Be rnae rt et al., 2012). Se nyawa flavanol pe nting
monome rik le bih dike nal de ngan senyawa catechin kardiovaskular (pe nyakit jantung) (Robbins et al.,
dalam hal
pe ncegahan
pe nyakit
dan e picatechin, se dangkan senyawa flavanol 2006).
oligome rik le bih dike nal de ngan procyanidin. Kakao me ngandung be macam-macam
Susunan kimia se nyawa -se nyawa terse but dapat se nyawa polife nol (Coune t, Ouwe rx, Rosoux, &
dilihat pada Gambar 2.
Collin, 2004) yang tersimpan dalam se l-se l pigme n
PHENOLICS
( Secondary Plant Metabolites)
Simple phenolics Polyphenols
Phenolic acids (C6 - C1) Coumarins
(C6 - C3)
Flavonoids
Tanninns Benzoic acids Hydroxycinnamic acids (C6 - C3 - C6) (C6 - C3 - C6) n (bi - phenolic s ) (3 phe nolics or more)
Isoflavones Flavonois Flavanones Flavanols Flavones Anthocya -
nidins Non - h ydroli z able Hydroli z able Tannins Tannins
Alzelechin
Gallocatechin Epicathecin Catechin Proanthocyanidi ns
Epialzelechin Epigallocatechin
Procya - Prodelphi - Propelar - nidins nidins gonins
Gambar 1. Skema klasifikasi polife nol be rdasarkan jumlah sub-unit fe nol dan hie rarki monome r serta polimer se nyawa flavonoid (Sumber: Robbins et al., 2006) Figure 1. Classification scheme for polyphenol according to the number of phenol subunits and thehiera rchy of common flavonoid monomers and poly mers (Source: Robbins et al., 2006)
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 3
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
Gambar 2. Flavanol yang banyak dite mukan pada kakao (Sumber: Wollgast, 2004) Figure 2. Major flavanols found in cocoa (Source: Wollgast, 2004)
kandungan trigliserida (Vinson, Proch, & Bose, turunannya dapat dianalisis de ngan be rbagai
Polife nol pada
me tode se pe rti: thin-layer crhomatography (TLC), Hasil pe ne litian yang te lah dilakukan ole h capillary electrophoressis (CE), high-perfomnace liquid
Re dovnikovic et al. (2009) dengan me nggunakan chromatography (HPLC), ultraviolet (UV), photo-diode
dua me tode pe ngukuran antioksidan yang be rbe da, array (DAD), mass spectrometry (MS), tandem mass
Radical Antioxidant spectrometry (LC-MS-MS), dan nuclear magnetic
Capacity/Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n) resonance (NMR) (Rabe nda et al., 2003; Caligiani,
(1,1'-dipheny-2-picrylhydrazyl), Acquotti, Cirlini, & Pall, 2010).
dan
DPPH
me nunjukkan kandungan total polife nol pada kakao
be rhubungan secara positif de ngan aktivitas
Manfaat dan Fungsinya
antioksidan pada ke dua me tode te rsebut. Hasil Se nyawa polife nol pada kakao dan coke lat
pe ne litian te rsebut se jalan de ngan hasil pe ne litian te lah
lainnya yang te lah dilakukan ole h Ve lioglu, Mazza, kompone n bioaktif yang sangat bermanfaat bagi
banyak dite liti me ngandung
be rbagai
Gao, & Oomah (1998); Yang, Lin, & Mau (2002); ke sehatan
Nagai, Re iji, Hachiro, & Nobutaka (2003); Coune t et antioksidan, antiradikal, dan antikarsinoge nik
al. (2004); Ninfali, Me a, Giorgini, Rocchi, & (Wollgast & Anklam, 2000a; Re n, Qiao, Wang, Zhu,
Bacchiocca (2005); Mille r et al. (2006); Arlorio et al. & Zhang, 2003), antimikroba se hingga dapat
(2008); dan Othman et al. (2010). Te tapi, te rdapat me nghambat patoge n pada makanan (Osawa et al.,
pe ne litian lain yang hasilnya berbe da, yaitu total 1990; Fe rrazzano, Amato, Inge nito, De Natale , &
se nyawa fe nol pada kakao tidak be rhubungan Pollio, 2009), antiproliferasi dan antimutage nik
secara positif de ngan aktivitas antioksidan, baik “ndujar, Recio, Giner, &. Rıos,
yang die kstrak de ngan air maupun e tanol (Othman, me nghambat terjadinya oksidasi se nyawa kolesterol
, dapat
Ismail, Ghani, & Ade nan, 2007). Pe rbe daan hasil ini
be rkerapatan re ndah (LDL) pada se l e ndothe lial diduga kare na pe ngaruh dari perbe daan me tode (Pearson, Schmitz, Lazarus, & Kee n, 2001; Corti et
analisis di dalam me nguji aktivitas antioksidan, dan al.,
2009), dapat me ningkatkan
kolesterol
me tode yang digunakan ole h Othman et al. (2007)
be rkerapatan tinggi (HDL), dan dapat menurunkan adalah me tode β-carotene Bleaching Method yang
4 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 5
dike mbangkan ole h Ve lioglu et al. (1998). Hal yang sama terjadi pada hasil pe ne litian yang me nguji kapasitas antioksidan pada pulpa kakao de ngan dua me tode be rbe da, yaitu ORAC dan CAA (Cellular Antioxidant Assay), dan hasilnya menunjukkan hal
yang be rlawanan. Hasil yang berlawanan ini diduga kare na pada metode ORAC me ngabaikan proses se rapan dan metabolisma senyawa fe nolik bila dibandingkan de ngan me tode CAA (Endraiyani, 2011).
Tabe l 1. Produk pangan yang me ngandung antioksidan tinggi Table 1. Top antioxidants food
No. Je nis Produk Pangan Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n (ORAC) (unit pe r 100 g)
Coke lat Ge lap (dark chocolate) Coke lat Susu (milk chocolate) Buah Prune Raisin Buah Blue be rry Buah Blackbe rry Buah Kale Buah Strawbe rry Sayur Bayam Buah Raspberry Buah Brusse l sprout Buah Plum Buah Alfalfa Brokoli Buah Jeruk Buah Anggur Me rah Cabai Me rah Buah Che ry Bawang Me rah Jagung Eggplant
Sumber: Ke lishadi (2005) Source: Kelishadi (2005)
Adanya pe rbe daan hasil ini me mberikan implikasi te rse ndiri bagi proses pe ne litian dan pe ngembangan ke de pan, bahwa te rbuka pe luang yang cukup le bar untuk te rus me ne rus me lakukan pe ne litian dan pe ngembangan sampai dipe role hnya suatu hasil yang dapat dipe rtanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat dite rima secara baik ole h sebagian besar para pe mangku ke pe ntingan (stakeholder) di bidang komoditas kakao.
Me ningkatnya pe rhatian para konsumen terhadap kakao dan atau terhadap produk pangan yang dibuat dari kakao tidak hanya te rbatas karena adanya kandungan kimia yang baik untuk ke sehatan manusia, te tapi juga dikare nakan jumlah kandungannya jauh le bih tinggi dibandingkan je nis produk pangan lainnya. Coke lat Ge lap (dark chocolate) memiliki Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n (ORAC) se besar 2-30 kali lipat bila dibandingkan produk pangan lainnya (Tabe l 1). Hasil pe ne litian lainnya me nunjukkan bahwa kakao me miliki fitokimia fe nolik dan kapasitas antioksidan
le bih tinggi dibandingkan te h dan anggur (Lee , Kim, Lee , & Lee , 2003).
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN POLIFENOL
Periode Sebelum Panen (Pra panen)
Dalam
ilmu
pe muliaan tanaman, pe nampilan fe notipik suatu karakte r tanaman dipe ngaruhi ole h pe rbe daan faktor gene tik, lingkungan,
dan
inte raksi gene tik
de ngan lingkungan. Faktor lingkungan dide finisikan sebagai kese luruhan faktor di luar faktor gene tik. Ekspresi suatu karakter tanaman yang stabil pada kondis
lingkungan
yang
be ragam me ngindikasikan karakter te rse but dominan dipe ngaruhi ole h faktor ge netik, dan se baliknya apabila tidak stabil me ngindikasikan bahwa faktor lingkungan
le bih
dominan pe ngaruhnya. Kandungan flavonoid pada biji kakao dan pada
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
produk yang dihasilkan dari biji kakao (misal: spesies lainnya, se dangkan kakao jenis Foraste ro coke lat) sangat bervariasi kare na inte raksi berbagai
ge lap me miliki faktor. Pada pe riode sebe lum panen (pra pane n),
de ngan
warna biji
violet
kandungan polife nol le bih tinggi (hampir dua kali inte raksi faktor ge ne tik de ngan faktor agronomis
lipat) dibandingkan je nis lain yang tidak dike tahui dan atau faktor lingkungan biofisik akan me njadi
namanya (Tabe l 2). Hasil ini se jalan de ngan faktor pe ne ntunya (Colombo et al., 2012).
pe ne litian yang te lah dilakukan Efraim,Tucci, Pe ne lusuran lite ratur yang me nganalisis te ntang
Pe zoa-Garcia, Haddad, & Ebe rlin (2006). Hasil pe ngaruh be rbagai faktor te rhadap kandungan
me nunjukkan perbe daan polife nol dan atau senyawa turunannya pada biji
pe ne litian
lainnya
kandungan polife nol dari bebe rapa ge notipe kakao kakao maupun pada produk yang dihasilkannya
terse le ksi di dae rah Ghana. Hasil pe ne litian yang disajikan pada Lampiran 1 di bagian akhir tulisan
dilakukan pada pe riode 2009-2012 me nunjukkan ini.
ge notipe GU 255 dan IMC 47 me miliki konse ntrasi polife nol paling tinggi, se da ngkan genotipe T
Hasil Pengujian antar Genotipe
79/501 yang tere ndah. Se lanjutnya pada pe riode Be berapa hasil pe ne litian me nunjukkan
2010-2012 de ngan me nggunakan ge notipe yang adanya variasi kandungan polife nol antar spesies
be rbe da, me nunjukkan genotipe ICS 1 dan ICS 43 dan atau genotipe /varie tas/klon kakao yang diuji
me miliki konse ntrasi polife nol lebih tinggi, (Martini, Figue ira, Le nci, & Tavares, 2008; Dadzie
se dangkan ge notipe Amaz 15, ge notipe MO 20, et al., 2014). Spesies T. cacao memiliki kandungan
dan ge notipe VENC 4-4 le bih re ndah dibandingkan polife nol jauh lebih tinggi dibandingkan spesies -
ge notipe -ge notipe lainnya (Tabe l 3 dan 4).
Tabe l 2. Kandungan polife nol pada bebe rapa species kakao Table 2. Polyphenols content in several species of cacao Spe cies kakao
Kandungan polife nol
(mg/g)
T. cacao je nis Foraste ro (warna biji violet ge lap) 132,7 ± 7,5 T. cacao (je nis tidak dike tahui)
79,9 ± 6,1 T. subinanum
55,2 ± 2,8 T. obovatum
51,0 ± 5,0 T. grandiflorum
42,7 ± 2,3 T. microcarpum
26,8 ± 1,1 T. bicolor
T. speciosum
Sumber: Martini et al. (2008) Source: Martini et al. (2008)
Tabe l 3. Konsentrasi polife nol dan kandungan lemak be berapa ge notipe kakao, 2009-2012 Table 3. Concentration of polyphenol and fat contents in several cacao genotypes, 2009-2012 Ge notipe kakao
Konse ntrasi polife nol
Kandungan le mak
(%) EET 59
(mg/g)
43,5 Man 15-2
4,3 Sumber: Dadzie et al. (2014) Source: Dadzie et al. (2014)
6 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Tabe l 4. Konsentrasi polife nol dan kandungan lemak be berapa ge notipe kakao, 2010-2012 Table 4. Concentration of polyphenol and fat contents in several cacao genotypes, 2010-2012
Ge notipe kakao
Konse ntrasi polife nol
Kandungan le mak
(%) Amaz 15
(mg/g)
51,8 VENC 4-4
3,6 Sumber: Dadzie et al. (2014) Source: Dadzie et al. (2014)
Gambar 3. Kandungan flavanol pada biji kakao je nis Criollo, Foraste ro, and Trinitario (Sumber: Elwe rs et al., 2009)
Figure 3. Flavanols content in Criollo, Forastero, and Trinitario cocoa seed
(Source: Elwe rs et al., 2009)
Hasil pe ne litian yang te lah dilakukan ole h je nis Foraste ro dan Trinitario (Gambar 3c dan 3d). Elwe rs, Zambrano, Rohsius, & Lie be re i (2009) pada
Tidak adanya pe rbe daan kandungan e picatechin biji kakao dari je nis Criollo, Forastero, dan
antar jenis kakao, juga dipe role h dari hasil Trinitario me nunjukkan hasil yang sebagian
pe ne litian Graziani de Farinas, Ortiz de Be rtore li, &
be rbe da de ngan hasil pe ne litian yang te lah
Parra (2003).
dike mukakan sebe lumnya. Kandungan flavanol
pada pembahasan- (dalam hal ini e picatechin) pada ke tiga je nis kakao
Be rdasarkan
pe mbahasan yang te lah dike mukakan di atas, yang diuji me nunjukkan hasil tidak be rbe da nyata
te ntang pe ngaruh ge notipe te rhadap kandungan (Gambar 3a dan 3b). Se mentara itu, kandungan
polife nol kakao, te rnyata membe rikan hasil yang flavanol lainnya (dalam hal ini anthocyanin) pada
tidak konsisten antara satu pe ne litian de ngan je nis Criollo nyata le bih re ndah bila dibandingkan
pe ne litian lainnya. Hal se pe rti ini me mberikan
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 7
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
indikasi bahwa faktor ge ne tik tidak dapat berdiri Sampe l kakao yang diambil dari berbagai se ndiri, te tapi sangat dipe ngaruhi ole h berbagai
negara untuk bahan pe ne litian akan sangat faktor lingkungan lainnya. Hal ini se jalan de ngan
be rvariasi se bagai akibat dari proses inte raksi pe ndapat yang me nyatakan bahwa kandungan
be rbagai faktor, di antaranya faktor gene tik polife nol biji kakao dan produk-produk yang
kondisi lingkungan dihasilkan dari biji kakao dipe ngaruhi ole h faktor
(ge notipe /varie tas/klon),
tempat tumbuh (biofisik), agronomis, perbe daan pe rbe daan varie tas, kondisi pe rtumbuhan, dan
umur dan ke sehatan tanaman, serta kondis i sosial proses pe ngolahan (Nazaruddin, Osman, Mamot,
atau negara yang Wahid, & Aini, 2006; Nie me nak, Rohsius, Elwe rs,
dan
e konomi
pe tani
be rsangkutan. Konse kue nsi dari inte raksi berbagai Ndoumou, & Lie be re i, 2006; Be rnaert et al., 2012).
faktor terse but akan mengakibatkan kebe ragaman Pe rnyataan te rse but lebih dipe rkuat lagi me lalui
dalam kualitas maupun kuantitas se nyawa hasil pe ngujian bebe rapa je nis kakao di bawah
polife nol yang menjadi bahan kajiannya. Wollgast kondisi
& Anklam (2000a) mengemukakan kandungan (minimalisasi faktor lingkungan), dan hasilnya
ling kungan
yang
le bih
terke ndali
polife nol pada kakao sangat dipe ngaruhi ole h asal tidak mempe rlihatkan pe rbe daan kandungan
10 se nyawa fe nol antar je nis yang diuji (Jonfia-Essie n,
ge ografis
(ne gara).
Tabe l
5 sampai
me mpe rlihatkan variasi kandungan polife nol pada West, Alderson, & Tucker, 2008).
biji kakao yang dipe role h dari asal geografis yang
be rbe da.
Genetik dan Lingkungan (Biofisik dan Agronomis)
Be rdasarkan Tabe l 5 dan 6 maka dapat Pe mbuktian
dike tahui bahwa de ngan je nis kakao yang sama pe ngaruh inte raksi antara faktor ge ne tik de ngan
ke mungkinan
adanya
te tapi dipe role h dari asal geografis (ne gara) yang lingkungannya te rhadap kandungan polife nol
be rbe da me nghasilkan kandungan polife nol yang pada kakao dapat dilihat dari hasil-hasil pe ne litian
re latif berbe da. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang te lah dilakukan de ngan me nggunakan contoh
untuk se tiap ne gara me mbe rikan pe ngaruh cukup (sampe l) dari be rbagai asal ge ografis (negara)
nyata terhadap kandungan polife nol yang se pe rti yang te lah dilakukan ole h Kim & Kee ncy
dipe role h se hingga karakter te rse but dipe ngaruhi (1984); Caligani, Cirlini, Palia, Ravaglia, & Arlorio
ole h inte raksi anta ra ge notipe de ngan lingkungan. (2007); Tomas-Barbe ran et al. (2007); Arlorio et al.,
Secara umum, bila dibandingkan antar jenis yang (2008); Re dovnikovic et al. (2009); Chin, Mille r,
digunakan te rnyata je nis Criollo me mpe rlihatkan Payne , Hurst, & Stuart (2013); Hii, Law, Suzannah,
total re latif re ndah Misnawi, & Cloke (2013); se rta Yapo, Ouffoue ,
kandungan
polife nol
dibandingkan je nis lainnya. Hasil ini se jalan Okpe kon, & Kouakou (2013) (Tabe l 5 sampai 10).
de ngan hasil pe ne litian lainnya yang te lah dilakukan ole h Elwe rs et al. (2009).
Tabe l 5. Kandungan polife nol total pada biji kakao dari se mbilan asal ge ografis/negara Table 5. Total polyphenols content in coco beans from nine geographical origins/countries Asal ge ografis/negara
Kandungan polife nol total (mgGAE/g) Pantai Gading
81,40 Guine a Ecuatorial
Amazon
72,40 Ekuador
Amazon Foraste ro
84,20 Ve ne zue la
Amazon hybrid
64,30 Pe ru
Trinitario
50,00 Re publik Dominika
71,42 –82,68 Kame run *
Tidak dike tahui
86,60 –143,60 Sumber: Tomas-Barberan et al. (2007); * Hii et al. (2013) Source: Tomas-Barberan et al. (2007); * Hii et al. (2013)
Tidak dike tahui
8 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Tabe l 6. Kandungan polife nol total pada biji kakao kering ta npa ferme ntasi yang dipe role h dari asal
ge ografis/negara dan je nis yang be rbe da Table 6. Total polyphenol content in unfermented and dried cocoa beans obtained from different of geographical origins/countries and types Asal ge ografis/negara
Kandungan polife nol total (mgGAE/100g) Pantai Gading
Je nis
8,15 b Kolumbia
Forastero
8,14 b Guine a Ecuatorial
Amazon
7,24 c Ekuador
Amazon Foraste ro
Amazon-Trinitario-Cane lo
8,42 a
Amazon Hybrid (Clone CCN51)
Ve ne zue la
6,43 d Pe ru
Trinitario
5,00 e Re publik Dominika
Criollo
4,00 e Ke te rangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak be rbe da nyata pada taraf 5%
Criollo
(Sumber: Tomas-Barberan et al., 2007)
Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% levels
(Source: Tomas-Barberan et al., 2007)
Tabe l 7. Total polife nol, e picatechin, catechin, gallocatechin, dan e pigallocatechin pasta kakao dari e nam asal
ge ografis/negara Table 7. Total of polyphenol, epicatechin, catechin, gallocatechin, and epigallocatechin in cacao liquors from the six of gegographical origin/country Asal ge gografis/
Gallocatechin Epigallocatechin Ne gara
Total polife nol
Epicatechin
Cate chin
(mg/g DCL) Ekuador
(mg/g DCL)
(mg/g DCL)
(mg/g DCL)
(mg/g DCL)
0,40 ab Ghana
0,15 c Madagaskar
0,42 a Me ksiko
(ta) Sao Tome
0,34 b Ve ne zue la
(ta) Ke te rangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak be rbe da nyata me nurut uji HSD 5%; (ta) = tidak terse dia data (Sumbe r: Re dovnikovic et al., 2009) Notes
: Numbers followed by same letters in each coloumn are not significantly different according to HSD test at 5% level; (ta) = not available (Source: Redovnikovic et al., 2009)
Tabe l 7 mempe rlihatkan kandungan total hasil pe ne litian lain me nunjukkan kandungan polife nol dan e mpa t se nyawa flavanol (e picatechin,
e picatechin biji kakao dari Ekuador dan Ghana catechin, gallocatechin, dan e pigallocatechin) pada
justru termasuk ke dalam kate gori tinggi, yaitu pasta kakao yang dipe role h dari e nam negara
masing-masing 5,71 dan 4,05 mg/g, se dangkan pe nghasil kakao. Total polife nol te rtinggi dimiliki
negara lainnya jauh di bawah Ekuador dan Ghana ole h pasta kakao yang be rasal dari Madagaskar
(Tabe l 9).
(12,65 mg/g DCL), se dangkan yang te re ndah Untuk kawasan Asia , sampe l kakao dari dimiliki ole h pasta kakao dari Ghana (4,01 mg/g
dae rah Hainan (China) memiliki kandungan DCL).
polife nol total paling tinggi diikuti ole h sampe l gallocate chin, dan e pigallocatechin terdapat juga
Kandungan
e picatechin,
catechin,
dari Indonesia dan Papua Ne w Guine a. Ke dua variasi untuk ke e nam ne gara pe nghasil kakao.
sampe l yang dise but te rakhir dipe role h dari biji Kandungan e picatechin biji kakao yang
yang tidak dilakukan ferme ntasi (Gu et al., 2013).
be rasal dari Samoa dan Kosta Rika ternyata cukup Hasil pe ne litian lain me nunjukkan sampe l biji tinggi (masing-masing 10,64 dan 16,52 mg/g),
kakao yang diperole h dari daerah Sulawesi seme ntara Ve nezue la, Trinidad, Ghana, Nige ria,
(Indonesia) memiliki kapasitas antioksidan paling dan Jamaica dapat dike gorikan re ndah, se dangkan
tinggi diikuti sampe l dari Malaysia, Ghana, dan Pantai Gading, Brasil, dan Ekuador dapat
Pantai Gading. Sampe l biji kakao dari Indonesia dikate gorikan se dang (Tabe l 8). Se menta ra itu,
tidak dilakukan fe rmentasi, seme ntara dari daerah
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 9
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
lainnya merupakan hasil fe rme ntasi (Othman et al., polife nol pada bebe rapa sampe l kakao hibrida 2010). Hal yang sama te rjadi pada hasil pe ne litian
yang diperole h dari berbagai daerah pe rtanaman lainnya yang me nunjukkan variasi kandungan
kakao di Pantai Gading (Yapo et al., 2013).
Tabe l 8. Konsentrasi e picatechin biji kakao dari be rbagai asal geografis/ne gara Table 8. Concentration of epicatechin of cacao beans from various geographic origins/countries
Asal ge ografis/
Konse ntrasi e picatechin
negara
(mg/g)
Pantai Gading
Nige ria
Kosta Rika
Sumber: Kim & Ke e ncy (1984) Source : Kim & Keency (1984)
Tabe l 9. Kandungan e picatechin dan catechin biji kakao dan produk kakao yang dipe role h dari asal ge ografis/ negara
Table 9. Epicatechin and catechin content of caacao beans and related products obtained from different of geographic origins/countries Asal ge ografis (negara)/
Kandungan catechin Je nis produk
Kandungan e picatechin
(mg/g) Ekuador (biji)
(mg/g)
0,23 Ekuador (nib)
1,30 Ekuador (pasta)
1,92 Ghana (biji)
0,15 Ghana (nib)
0,41 Ghana (pasta)
0,52 Trinidad (biji)
0,08 Trinidad (nib)
0,28 Trinidad (pasta)
0,38 Coke lat
0,67 Ke te rangan : Biji me rupakan campuran dari biji warna coke lat, viole t, dan biru keabu-abuan; coke lat me rupakan campuran dari pasta yang dipe role h dari Ekuador, Ghana, dan Trinidad (Sumbe r: Caligani et al., 2007)
Notes : Beans are a blend of brown, violet, and salty beans; chocolate were obtained from a blend of Equador, Ghana, and Trinidad cocoa liquir (Source: Caligani et al., 2007)
Indonesia, tidak harus hasil-hasil pe ne litian te ntang kandungan polife nol
Adanya variasi serta tidak konsiste nnya
kakao,
termasuk
me nggunakan je nis yang sama de ngan ne gara lain pada biji kakao yang dipe role h dari berbagai
apabila me nginginkan tingginya kandungan negara me mbe rikan indikasi adanya pe ngaruh
polife nol pada biji kakao. Masing-masing negara faktor lain, di luar faktor ge netik, yang dapat
te ntunya me miliki kondisi ling kungan te mpat
tumbuh dan prakte k budidaya yang berbe da terse but. De ngan kata lain, kandungan polife nol
be rkontribusi te rhadap
kandungan se nyawa
ge notipe /varie tas/klon pada biji kakao sangat dipe ngaruhi ole h inte raksi
se hingga
meme rlukan
be rbe da pula untuk me nghasilkan kandungan faktor gene tik de ngan faktor lingkungan biofisik
polife nol yang diinginkan. Sebagai contoh, maupun agronomis.
kandungan se nyawa fe nol dari biji kakao asal Implikasi yang dapat dipe role h dari uraian
Sulawesi (Indonesia) yang die kstrak de ngan air terse but adalah bahwa setiap ne gara pe nghasil
ternyata tidak berbe da de ngan biji kakao dari
10 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Malaysia, de mikian juga yang die kstrak de ngan
Periode Setelah Panen (Pasca panen dan
e tanol te rnyata tidak be rbe da de ngan biji kakao
Pengolahan)
dari Ghana (Othman et al., 2007), walaupun ke tiga Kandungan polife nol pada kakao di negara terse but tidak se pe nuhnya me nggunakan
samping dipe ngaruhi ole h faktor gene tik serta je nis kakao yang sama. Implikasi lain adalah
dan agronomis, juga terbukanya
lingkungan
biofisik
dipe ngaruhi ole h faktor pasca pane n dan me ndapatkan suatu informasi te knologi me lalui
pe luang
pe ngolahan yang me liputi proses pe nyimpanan ke giatan pe ne litian dan pe ngembangan te ntang
buah (pod), fe rme ntasi, pe nge ringan, dan proses lingkungan biofisik maupun agronomis yang
pe nyangraian, serta proses-proses industrialisasi dapat me ningkatkan kandungan polife nol pada biji
lain untuk me njadi produk akhir yang siap kakao.
dipasarkan.
Tabe l 10. Kandungan fe nolik kakao (e kivale n catechin dalam g/100g bobot ke ring bubuk kakao) dari asal
ge ografis/negara yang berbe da Table 10. Phenolic content (expressed as g catechin equivalents/100 g dry weight powder) from different geographical origins/countries Contoh dari asal ge ografis/
Disangrai negara Ghana
Tidak disangrai
0,644 + 0,019 d Arribia
1,423 + 0,080 b
1,156 + 0,179 c Pantai Gading
1,716 + 0,014 a
0,927 + 0,016 cd Ke te rangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbe da nyata pada taraf 5%
1,500 + 0,001 b
(Sumber: Arlorio et al., 2008)
Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% level (Source: Arlorio et al., 2008)
Tabe l 11. Aktivitas antioksidan contoh kakao dari asal ge ografis/negara yang berbe da Table 11. A ntioxidant activity of cocoa samples from different geographical origins/countries Asal ge ografis/
Bobot ke ring bubuk negara
Ekstrak me tanol
(mg/ml) Tidak disangrai
(µg/ml)
Disangrai Ghana
Disangrai
Tidak disangrai
0,626 + 0,036 b Arribia
0,216 + 0,020 d Pantai Gading
0,290 + 0,023 c Ke te rangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbe da nyata pada taraf 5%;
(Sumber: Arlorio et al., 2008)
Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% level;
(Source: Arlorio et al., 2008)
Genetik dan Lingkungan (Pasca panen dan
se dangkan untuk kapasitas antioksidan, biji kakao
Pengolahan)
asal Ghana nyata lebih tinggi dibandingkan asal Biji kakao yang dipe role h dari asal
negara Arribia dan Pantai Gading, dan hasilnya
ge ografis (ne gara) be rbe da tidak harus me lakukan pun konsiste n untuk biji disangra i maupun tidak proses pe ngolahan yang be rbe da pula untuk
disangrai (Tabe l 11).
me nghasilkan kandungan
Apabila diasumsikan bahwa se tiap negara diinginkan, kare na ke dua faktor ini be rsifat
polife nol
yang
itu me miliki pe rbe daan dalam hal ge notipe / independen. Hasil pe ne litian me nunjukkan tidak
varie tas/klon kakao yang ditanamnya maka dapat terjadi inte raksi nyata antara perlakuan asal negara
dikatakan tidak te rdapat inte raksi antara faktor
de ngan suhu pe nyangraian terhadap kandungan
ge ne tik de ngan kompone n faktor lingkunga n
fe nol dan kapasitas antioksidan. Kandungan fe nol pe ngolahan, dalam hal ini proses pe nyangraian biji kakao yang berasal dari Arribia nyata le bih
biji. Konse p interaksi ini be rlawanan de ngan tinggi dibandingkan dari ne gara Ghana dan Pantai
de ngan Gading, dan hasilnya konsiste n untuk biji yang
konse p
inte raksi
antara
ge notipe
lingkungan biofisik dan agronomis yang te lah disangrai maupun tidak disangrai (Tabe l 10),
dike mukakan sebe lumnya.
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 11
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
Penyimpanan Buah dan Fermentasi Biji
polife nol pada biji. Kandungan polife nol biji kakao Salah satu kegiatan pasca pane n kakao
me nurun secara bertahap (<10%) sebagai akibat sebe lum dilakukan fe rme ntasi di antaranya adalah
dari proses ferme ntasi yang dilakukan se lama ke giatan
e nam hari se te lah pod kakao disimpan se lama pe ne litian me nunjukkan pe nyimpanan pod dapat
pe nyimpanan
tujuh hari (Afoakwa, Quao, Takrama, Budu, &
be rpe ngaruh te rhadap pe nurunan kandungan Saalia, 2012). Hasil analisis regresi antara polife nol dan tingkat keasaman. Se lama proses
kandungan total polife nol, o-diphe nol, dan pe nyimpanan, terjadi pe nurunan volume pulpa
anthocyanin de ngan waktu fe rmentasi biji dan yang dapat me ndukung te rhadap me ningkatnya
lamanya pe nyimpanan pod serta interaksi dari proses oksidasi dan polime risasi o-diphe nols.
ke duanya disajikan pada Tabe l 12. Berdasarkan Proses oksidasi berlangsung mulai hari ke -14
pada tabe l tersebut dapat dike tahui bahwa sampai hari ke -21 pe nyimpanan (Nazaruddin,
semakin lama proses pe nyimpanan buah dan Se ng, Hassan, & Said, 2006).
waktu fe rme ntasi biji maka se makin me nurun Hasil pe ne litian lain me nunjukkan bahwa
kandungan total polife nol dan o-diphe nol biji pe rlakuan pe nyimpanan buah berinte raksi de ngan
kakao, se dangkan untuk kadar anthocyanin hanya pe rlakuan lamanya fe rmentasi yang dapat
dipe ngaruhi ole h lamanya waktu fe rme ntasi. me ngakibatkan te rjadinya pe nurunan kandungan
Tabe l 12. Koe fisie n regresi dan nilai R 2 te rkore ksi pada mode l untuk kandungan polyphe nols total, o-diphe nol dan anthocyanin total pada biji kakao Table 12 . Regression coefficients and their adjusted R 2 values in the models for total polyphenols, o-diphenol and anthocyanin in cocoa beans Variabe l
Koe fisie n regresi
anthocyanin Konstanta
Polife nol total
o-diphe nol
x 1 -1,19370*
x 2 -0,80280*
x 1 x 2 -0,01820*
0,963 Ke te rangan : * nyata pada taraf 5%; x 1 = pe riode pe nyimpanan pod; x 2 = waktu fe rmentasi
(Sumber: Afoakwa et al., 2012)
Notes
: * significant at 5% level; x 1 = pod storage; x 2 = fermentation time
(Source: Afoakwa et al., 2012)
membe ntuk se nyawa me nunjukkan bahwa kandungan polife nol serta
Hasil pe ne litian pe ngaruh fermentasi
me ngalami
oksidasi
be rmole kul tinggi (Be rnae rt et al., 2012). aktivitas antibakte ri dan antioksidan pada biji
Tabe l 13 me mperlihatkan kandungan kakao yang tidak dife rmentasi nyata le bih tinggi
e picatechin, catechin, flavanol, dan kapasitas dibandingkan
antioksidan dari biji kakao yang dife rme ntasi nyata Murwani, & Anwar, 2013), kare na pada proses
yang
dife rmentasi
(Prayoga ,
le bih re ndah dibandingkan tidak dife rme ntasi ferme ntasi kandungan polife nol banyak be rkurang
(Aikpokpodion & Dongo, 2010; Chin et al., 2013; me lalui
Prayoga et al., 2013). Kapasitas antioksidan mulai pe ngikatan ole h prote in (Nazaruddin et al., 2006).
proses oksidasi,
polime risasi,
dan
me nurun dari 96% menjadi 79% mulai hari ke -1 Secara normal, proses ferme ntasi biji kakao
sampai ke -6 fe rmentasi (Aikpokpodion & Dongo, me merlukan waktu 5 sampai 7 hari, dan te rdapat
2010). Proses pe nurunan kandungan polife nol dua tahapan proses, yaitu fe rme ntasi e kste rnal dan
terjadi secara bertahap dan ke lihatan me nurun inte rnal. Fe rme ntasi e ksternal adalah proses
tajam mulai jam ke -48 sampai ke -96 (hari ke -2 dan katabolisme gula ole h mikroorganisme , se dangkan
ke -3) (Tabe l 14). Hal ini sesuai de ngan yang ferme ntasi
dike mukakan ole h Be rnaert et al. (2012), bahwa pe rubahan biokimia dalam kotile don biji. Se lama
inte rnal
me liputi
proses -proses
se lama 2 sampai 3 hari fe rme ntasi biji kakao maka proses fermentasi, se nyawa polife nol me nye bar ke
kandungan e picatechin mulai berkurang secara luar dari se l pe nyimpanannya dan kemudian
nyata.
12 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Tabe l 13. Kapasitas antioksidan (KARO) dan kandungan flavanol biji kakao dari Pantai Gading dan Lavado
de ngan te knik pe ngolahan yang berbe da Table 13. Antioxidant capacity (ORAC) and flavanol content of cacao beans from Ivory Coast based on different processing technic
Kandungan Total Sampe l biji kakao
e picatechin
catechin
flavanol flavanol
/KARO
DP1-10
(mg/g) (mg/g) - Asal Lavado,
( μmol TE/g)
(mg/g)
(mg/g)
37,18 ± 0,38 38,67 ± 1,15 dibe rsihkan, dan tidak dife rmentasi
14,33 ± 0,58 dife rme ntasi Sumber: Chin et al. (2013) Sourc e : Chin et al. (2013)
- Asal Pantai Gading dan
Tabe l 14. Kandungan procyanidin be rdasarkan lamanya proses fe rme ntasi Table 14. Procyanidin content based on periods of fermentation process
Lamanya fermentasi Kandungan procyanidin (jam)
(µg/g)
22.974 Sumber: Keale y et al. (1998) Source : Kealey et al. (1998)
Tabe l 15. Pe ngaruh suhu pe nyangraian terhadap kandungan pe ntame r dan pryocianidin Table 15. Effect of roasting temperature on the contents of pentamer and pryocianidin
Kandungan procyanidin Suhu
Kandungan pe ntame r
Suhu produk
dari bobot total
total dari bobot total
(µg/g)
(µg/g)
127 o
26.418 Pasta akhir
C pe nyangraian nib
119 o
C, SBI*
82-95 o C 1.943
159 o
21.234 Pasta akhir
C pe nyangraian nib
59-92 o C 727
12.786 Pasta akhir
181 o
C pe nyangraian nib
11.656 Ke te rangan: * Suhu biji internal (Sumber: Kealey et al., 1998) Notes
59-83 o C 408
: * Internal bean temperature (Source: Kealey et al., 1998)
Pengeringan dan Penyangraian Biji
Se makin lama proses pe ngeringan maka proses Se te lah
se nyawa -senyawa kimia yang se lanjutnya dilakukan proses pe ngeringan dan
dilakukan
ferme ntasi,
maka
pe rombakan
terkandung dalam biji akan semakin tinggi dan pe nyortiran. Pe ngeringan dilakukan de ngan tujuan
ce pat. Kondisi se pe rti ini dapat menurunkan untuk me nurunkan kadar air sampai se kitar 6-7%
kandungan procyanidin se rta menurunkan aktivitas se hingga aman dalam transportasinya. Hasil
antiradikalnya.
pe ne litian me nunjukkan bahwa lamanya proses Dampak dari proses pe nge ringan hampir pe ngeringan biji berpe ngaruh nyata te rhadap
ide ntik de ngan proses pe nyangraian (roasting), kandungan polife nol (dalam hal ini procyanidin)
hanya pe rbe daannya pada proses pe nyangraian dan aktivitas antiradikal (Di Mattia et al., 2013).
me merlukan suhu le bih tinggi. Proses pe nyangraian
Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kakao 13
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kandungan Polifenol pada Biji dan Produk Berbasis Kak ao
sangat berpe ngaruh
biji kakao. Se lanjutnya, proses industrialisasi biji kandungan polife nol kare na dalam proses ini
terhadap
pe nurunan
kakao berpe ngaruh juga te rhadap menurunnya me mbutuhkan suhu tinggi yang mengakibatkan
kandungan polife nol pada produk akhir yang terjadinya proses pe rombakan dan pe nguraian
& Anklam (2000b) se nyawa polife nol. Kandungan pe ntame r dan
dihasilkan.
Wollgast
me ngemukakan bahwa proses industrialisasi biji procyanidin berkurang secara tajam se jalan de ngan
kakao menjadi produk akhir be rupa coke lat yang semakin tingginya suhu pe nyangraian (Tabe l 15).
siap untuk dipasarkan berdampak te rhadap Kandungan procyanidin dan kapasitas antioksidan
me nurunnya kandungan dan komposisi kimia, biji kakao yang dilakukan pe nyangraian nyata le bih
termasuk di dalamnya polife nol pada produk yang re ndah dibandingkan tidak disangrai (Arlorio et al.,
dihasilkan.
2008). Proses penyangraian dan proses de bakte rsasi Gambar 4 me mperlihatkan cukup tajamnya me rupakan proses pe nting dan utama yang dapat
pe nurunan kandungan se nyawa flavanol (dapat me mpe ngaruhi stabilitas kompone n kimia dari biji
me ncapai 50%) se bagai akibat dari proses kakao kare na pada proses te rsebut meme rlukan
pe ngolahan (Be rnae rt et al., 2012), bahkan me nurut suhu tinggi, dan reaksi-reaksi kimia se pe rti reaksi
Rusconi & Conti (2000) proses industrialisasi biji oksidasi berlangsung de ngan inte nsitas lebih tinggi
kakao dapat me nurunkan kandungan polife nol dari dan lebih ce pat (Be rnaert et al., 2012).
100 me njadi 10%. Hal yang sama dike mukakan juga Be rdasarkan pada uraian-uraian di atas,
ole h Thomas-Barbe ran et al. (2012), bahwa maka secara umum dapat disimpulkan bahwa
kandungan polife nol total biji kakao sangat proses pasca pane n dan pe ngolahan biji kakao yang
be rvariasi sebagai akibat dari kombinasi pe rlakuan me liputi
pada proses pe ngolahan yang me liputi fe rme ntasi, pe ngeringan, dan pe nyangraian biji be rpe ngaruh
pe nyimpanan
buah,
ferme ntasi,
pe ngeringan, dan pe nyangraian. terhadap menurunnya kandungan polife nol pada
8 biji segar, dengan plavanol tinggi
7 (terbaik, asal)
biji segar, dengan plavanol rata -
ra ta
5 biji tidak difermentasi tetapi
dikeringkan
4 biji dikeringkan setelah
3 difermentasi
2 biji difermenta si da n disa ngra i
secara medium
1 biji disangrai dan dialkalisasi
0 secara medium
Gambar 4. Flavanol potensial dan ke hilangan flavanol se lama proses pe ngolahan konve nsional (Sumber: Be rnae rt et al., 2012)
Figure 4. The potential flavanols and the loss of flavanols during conventional processing
(Source: Bernaert et al., 2012)
14 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao
Edi Wardiana
Mengembalikan keseimbangan?
Kesehatan
Citar asa
Peningkatan pengolahan
Gambar 5. Visualisasi kese imbangan a ntara citarasa dan kese hatan pada kakao (Sumber: Bernae rt et al., 2012) Figure 5. Visualisation of balance between taste and health in cocoa (Source: Bernaert et al., 2012)