Investigasi Hubungan antara Kinerja Moda (1)

Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik
Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaan
Ihyaul Ulum
Program Studi Akuntansi FEB
Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65145 Jawa Timur
Email: mas_ulum@yahoo.com
*Sitasi: Ulum, I (2012). DzInvestigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan
Praktik Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaandz, Jurnal Ekonomi
Bisnis, volume 17, no 1, hlm 36-45. ISSN: 0853-7283.

Abstract
This study provides an intellectual capital disclosure practices of biggest Indonesian
publicly listed companies in their annual reports from 2007 - 2008. This study then
investigates the potential relationship between the intellectual capital performance
and the extent of intellectual capital disclosure. Intellectual capital performance is
measured using the Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™). A disclosure
index and relevant scoring system is utilized to measure the extent and quality of
disclosure as provided in the annual reports of the sample firm’s annual reports
during the stated period.
The results suggest that when a firms’ intellectual capital performance is too high

there is a negative impact on the amount of intellectual capital disclosure. The
negative association may support the suggestion on that firms to reduce intellectual
capital disclosures when intellectual is above a perceived ceiling level for fear of
losing a competitive advantage.
Keywords: disclosure, intellectual capital, performance, VAIC
1.

LATAR BELAKANG MASALAH
Organisasi bisnis, setiap tahun menyajikan informasi tentang perusahaan

melalui berbagai media. Salah satu media yang secara rutin menjadi produk informasi
perusahaan adalah laporan tahunan. Dalam laporan tahunan, perusahaan tidak hanya
menginformasikan tentang pertumbuhan perusahaan dari sisi keuangan, tetapi juga
segala aspek yang lain. Tampilan dalam annual report juga relatif lebih komunikatif
daripada laporan keuangan yang memang menjadi ‘konsumsi’ kalangan terbatas.

Melalui laporan tahunan, perusahaan memperkenalkan dan melaporkan tentang
dirinya secara lebih masif kepada publik.
Laporan tahunan (annual report) merupakan laporan perkembangan dan
pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data dan informasi yang

akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan. Laporan Tahunan kini tidak lagi
sebatas pelaporan pertanggungjawaban dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham), namun telah menjadi media komunikasi yang efektif kepada semua pihak
tentang kinerja dan prospek perusahaan ke depan (Ulum, 2010).
Sejak tahun 2000, para akademisi dan praktisi mulai fokus pada persoalan
pengungkapan intellectual capital (IC) perusahaan di dalam laporan tahunannya (lihat
misalnya: Guthrie et al., 1999; Guthrie dan Petty, 2000; dan Goh dan Lim, 2004).
Definisi disclosure IC telah diperdebatkan dengan sengit di antara para ahli dalam
berbagai literatur. Menggunakan laporan keuangan untuk tujuan umum ( general
purpose financial reporting) sebagai dasar, dapat dikatakan bahwa pengungkapan IC

sebagai suatu laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi
pengguna yang dapat memerintahkan persiapan laporan tersebut sehingga dapat
memenuhi seluruh kebutuhan mereka (Abeysekera, 2006). Guthrie dan Petty (2000)
tidak menawarkan definisi disclosure IC secara eksplisit, namun mereka
menyinggung adanya fakta bahwa saat ini disclosure IC memberikan kemanfaatan
yang lebih besar dibandingkan di masa lalu.
Perhatian

terhadap


praktik

pengungkapan

IC

dibuktikan

dengan

diselenggarakannya simposium internasional dengan tema “Measuring and Reporting
Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects” di Amsterdam, Belanda pada

9-11 Juni 1999. Dalam forum tersebut dipresentasikan hasil riset dari berbagai negara
terkait dengan pengukuran dan pelaporan aset tidak berwujud, termasuk di dalamnya

1

tentang IC (lihat: Achten, 1999; Andriessen et al., 1999; Backhuijs et al., 1999;

Bornemann et al., 1999; Brennan, 1999; dan Guthrie et al., 1999).
Abdolmohammadi (2005) menggunakan sampel 58 perusahaan dari Fortune
500 untuk mengembangkan suatu deskripsi kerangka kerja tentang komponenkomponen IC di dalam laporan tahunan. Hal yang sama telah dilakukan sebelumnya
oleh Guthrie dan Petty (2000) untuk konteks perusahaan publik di Australia, dan juga
Goh dan Lim (2004) dengan sampel perusahaan terkemuka di Malaysia.
Di Indonesia, pengungkapan IC diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Selain itu,
setidaknya ada 6 UU yang mengatur tentang komponen-komponen IC, yaitu UU No.
30/2000 tentang rahasia dagang, UU No. 31/2000 tentang disain industri, UU No.
32/2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, UU No. 14/2001 tentang paten, UU
No. 15/2001 tentang merk dagang, dan UU No. 19/2002 tentang hak cipta. Meskipun
tidak secara eksplisit disebutkan sebagai IC, namun setidaknya IC telah mendapatkan
perhatian dalam berbagai regulasi tersebut.
Sementara hasil studi untuk konteks Indonesia menunjukkan bahwa kinerja IC
berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan (Ulum, 2008a). Di industri
perbankan, IC jauh lebih dominan dibandingkan dengan industri lainnya, dan terbukti
bahwa IC yang dimiliki perusahaan perbankan (baik yang publik maupun non-publik)
berdampak positif terhadap kinerja keuangan (Ulum, 2008b, 2009a). Masing-masing
komponen IC (structural capital, customer capital, dan human capital) saling
berhubungan dalam mengkonstruksi kinerja keuangan perusahaan (Ulum, 2009b).

Penelitian ini berusaha untuk menginvestigasi dua pertanyaan, yaitu: (1)
bagaimana praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan; dan (2)

2

apakah kinerja IC (juga jenis industri, ROA, leverage, dan ukuran perusahaan)
berpengaruh terhadap luas pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan?

2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Stakeholder Theory

Istilah stakeholder dalam definisi klasik (yang paling sering dikutip) adalah
definisi Freeman dan Reed (1983) yang menyatakan bahwa stakeholder adalah:
“any identifiable group or individual who can affect the achievement of
an organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an
organisation’s objectives”.

Berdasarkan teori stakeholder , manajemen organisasi diharapkan untuk
melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan
kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder . Teori ini menyatakan bahwa

seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana
aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi,
sponsorship, inisiatif pengamanan, dll), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak

menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara
langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi
(Deegan, 2004).
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer
korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan
dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan
perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder
adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak
aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder .

3

Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan
terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Teori ini dapat diuji dengan berbagai cara dengan menggunakan analisis isi
(content analysis) atas laporan tahunan perusahaan. Menurut Guthrie et al. (2006),


laporan tahunan merupakan cara yang paling efisien bagi organisasi untuk
berkomunikasi dengan kelompok stakeholder yang dianggap memiliki ketertarikan
dalam pengendalian aspek-aspek strategis tertentu dari organisasi. Analisis isi atas
pengungkapan IC dapat digunakan untuk menentukan apakah benar-benar terjadi
komunikasi tersebut.
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep IC, teori stakeholder harus
dipandang dari dua bidang, yaitu bidang etika (moral) dan bidang manajerial. Bidang
etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara
adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan
seluruh stakeholder (Deegan, 2004). Ketika manajer mampu mengelola organisasi
secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu
artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Penciptaan nilai ( value
cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang

dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital),
maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan
menciptakan value added bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja
keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan

stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai

fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan

4

organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986). Ketika para stakeholder berupaya untuk
mengendalikan

sumber

daya

organisasi,

maka

orientasinya

adalah


untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan
semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi
manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi.
Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah
organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja
keuangan

perusahaan

yang

merupakan

orientasi

para


stakeholder

dalam

mengintervensi manajemen.
***
Williams (2001) menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang masuk
dalam kelompok FTSE 100 dalam kurun waktu 1996-2000 untuk menganalisis
praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunannya dan kaitannya dengan kinerja IC
(VAIC). Hasilnya menunjukkan bahwa VAIC berhubungan negatif terhadap praktik
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan. Selain itu, hasil penelitian
Williams (2001) juga membuktikan bahwa leverage, jenis industri, dan status
pendaftaran di bursa (terdaftar di satu atau lebih bursa efek) memiliki pengaruh
terhadap luas pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan
Perusahaan yang memiliki kinerja IC bagus memiliki kecenderungan untuk
mengungkapkan lebih banyak informasi tentang IC yang dimiliki. Sebaliknya,
perusahaan

yang


kinerja

IC-nya

rendah

berkecenderungan

untuk

tidak

mengungkapkan informasi IC-nya karena (mungkin) tidak memiliki. Asumsi ini linier
dengan asumsi tentang ukuran dan umur perusahaan terkait dengan praktik

5

pengungkapan IC. Dengan demikian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:

H1: Kinerja IC berhubungan dengan luas pengungkapkan informasi IC di dalam
laporan tahunan perusahaan.

3.

METODE RISET
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah:

1) perusahaan publik yang mengungkapkan laporan tahunan tahun 2007 dan 2008
pada website perusahaan; dan
2) perusahaan publik yang selama dua tahun (2007 dan 2008) masuk dalam 50
Biggest Market Capitalization .

Variabel dependen dalam penelitian adalah intellectual capital disclosure
(ICD). Kategori/komponen IC yang diadopsi dalam penelitian ini adalah skema yang
digunakan oleh Guthrie and Petty (2000). Dalam skema ini, item IC berjumlah 24 dan
dikategorikan dalam tiga kelompok: internal structures (organisational capital: 9
item); external structures (customer/relational capital: 9 item); dan employee
competence (human capital: 6 item). Berikut adalah detail komponen IC yang

digunakan dalam penelitian ini:
o

Internal (structural) capital
Intellectual property
1. Patents
2. Copyrights
3. Trademarks
Infrastructure assets
4. Management philosophy
5. Corporate culture
6. Management processes
7. Information systems
8. Networking systems
6

9.

Financial relations

o

External (customer/relational) capital
1. Brands
2. Customers
3. Customer loyalty
4. Company names
5. Distribution channels
6. Business collaborations
7. Licensing agreements
8. Favorable contracts
9. Franchising agreements

o

Employee competence (human capital)
1. Know-how
2. Education
3. Vocational qualification
4. Work-related knowledge
5. Work-related competencies
6. Entrepreneurial spirit

Sedangkan variabel independennya adalah kinerja IC. Pengukuran kinerja IC
yang digunakan dalam penelitian ini adalah VAIC™ yang dikembangkan oleh Pulic
(1998; 1999). VAIC dipilih karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan
dengan pendekatan lainnya (lihat misalnya: Firer dan Williams, 2000; Williams,
2001; Chen et al., 2005; dan White et al., 2007). Schneider (1999) misalnya secara
spesifik menyebut bahwa salah satu keunggulan VAIC adalah karena VAIC mudah
untuk dihitung dengan menggunakan informasi yang telah tersedia di dalam laporan
tahunan. Selain VAIC, variabel independen lainnya adalah ukuran perusahaan
(diproksikan dengan total asset), ROA, leverage, dan jenis industri.
Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik
untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan. Langkah yang
dilakukan pada analisis isi dalam penelitian ini menggunakan interactive model
dari Miles dan Huberman (1994). Model ini mengandung empat komponen yang

7

saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan atau reduksi
data, (3) penyajian data, (4) penarikan dan pengujian atau verifikasi simpulan.
Analisis isi merupakan instrumen yang paling tepat untuk menginvestigasi praktik
pengungkapan IC oleh perusahaan (Guthrie et al., 2004). Pendekatan ini telah
digunakan oleh para peneliti untuk mengidentifikasi hal yang sama dengan
penelitian ini (lihat misalnya: Guthrie and Petty, 2000; Williams, 2001; Brennan,
2001; dan White et al., 2007).
2. Linier Regression digunakan untuk menganalisis hubungan antara kinerja IC
(VAIC) serta variabel independen lainnya dan luas pengungkapan IC dalam
laporan tahunan (ICD).
4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktik Pengungkapan IC dalam Laporan Tahunan Perusahaan
Dari 24 item pengungkapan IC, terdapat delapan item yang diungkapkan oleh
semua perusahaan pada 2007, dan sembilan item di tahun 2008. Item-item tersebut
adalah patent, copyright, corporate culture, management processes, information
system, brand, customers, companies’ name, dan innovativeness (1 item tambahan di
tahun 2008 adalah networking system). Sedangkan ”perjanjian franshise” merupakan
item yang paling sedikit diungkapkan (hanya lima perusahaan). Gambar 1 dan 2
mendeskripsikan prosentase pengungkapan IC tahun 2007 dan 2008 berdasarkan tiga
kategori, human capital, customer capital, dan structural capital.

8

Gambar 1: Persentase pengungkapan komponen IC tahun 2007
Di tahun 2007, kategori structural capital diungkapkan oleh lebih dari 80%
perusahaan, sementara human capital dan customer capital diungkapkan oleh sekitar
60% perusahaan (tabel 1).

Gambar 2: Persentase pengungkapan komponen IC tahun 2008
Di tahun 2008, terjadi peningkatan prosentase pengungkapan IC di dalam
laporan tahunan perusahaan sampel di ketiga kategori. Kategori structural capital
misalnya, naik menjadi 85%, sementara human capital dan customer capital juga
meningkat di posisi 64% dan 66% (tabel 1)
Tabel 1

9

Pengungkapan komponen-komponen IC dalam laporan tahunan
perusahaan publik di Indonesia tahun 2007 dan 2008
2007
Intellectual Capital
Intellectual property :
Patent
Copyright
Trademarks
Infrastructure assets
Management philosophy
corporate culture
Management processes
IS (Information System)
Networking system
Financial relation
External capital
Brands
Customers
Customers loyalty
Companies’ name
Distribution channel
Business collaboration
Licensing agreement
Favorable contract
Franchising agreement
Human Capital
Know-how
Education
Vocational qualification
Work-related knowledge
Work-related competencies
Entrepreneur spirit
Innovativeness
Proactive
Reactive Abilities
Changeability

2008

N

Persentase

n

Persentase

32
32
30

100
100
93,75

32
32
31

100
100
96,87

14
32
32
32
31
29

43,75
100
100
100
96,87
90,62

17
32
32
32
32
27

53,12
100
100
100
100
84,37

32
32
26
32
25
28
10
14
5

100
100
81,25
100
78,12
87,5
31,25
43,75
15,62

32
32
30
32
31
30
10
16
5

100
100
93,75
100
96,87
93,75
31,25
50
15,62

13
29
16
29
26
14
32
24
13
32

40,62
90,62
50
90,62
81,25
43,75
100
75
40,62
100

12
31
20
28
27
17
32
26
14
32

37,5
96,87
62,5
87,5
84,38
53,12
100
81,25
43,75
100

Tabel 1 menggambarkan praktik pengungkapan atribut-atribut IC oleh
perusahaan publik di Indonesia tahun 2007 dan 2008. Tabel ini menggambarkan

10

jumlah perusahaan yang mengungkapkan atribut IC secara individual pada setiap
tahun.
Berikut adalah beberapa contoh pengungkapan atribut IC di dalam laporan
tahunan perusahaan publik di Indonesia;
PT. Telkom (2007) tentang trademark:
”Telkomsel menyediakan kepada pelanggannya pilihan layanan
prabayar dengan merek dagang “SimPATI” atau layanan pascabayar
dengan merek dagang“KartuHALO.”
PT. Telkom (2007) tentang corporate culture:
”Perseroan memiliki kebijakan internal dan pengembangan budaya
perusahaan yang dikenal dengan The TELKOM Way (TTW) 135 … ”.
PT. International Nickle Indonesia (2007) tentang kategori proactive:
”Sebagai perusahaan tambang yang besar, akan tetap proaktif dalam
menjalankan komitmen penuh antusias dan bercakupan luas terhadap
tanggung jawab sosial perusahaan”.
PT. Bank Niaga Tbk. (2007) tentang pendidikan:
”Untuk tahun 2007, pendidikan dan pelatihan karyawan difokuskan
kepada .... ”.
PT. Indosat Tbk. (2007) tentang kolaborasi:
”Pada tanggal 9 Mei 2007, kami menandatangani dua perjanjian
perwaliamanatan dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
sebagai wali amanat, sehubungan dengan penerbitan Obligasi Indosat
Kelima dan Sukuk Ijarah Indosat Kedua. Obligasi Indosat Kelima
diterbitkan pada tanggal 29 Mei 2007 dan memiliki total nilai nominal
Rp2.600 milyar. Sukuk Ijarah Indosat Kedua diterbitkan pada 29 Mei
2007 dan dan memiliki total nilai nominal Rp400 milyar. Pada tanggal
30 Juli 2007, kami menandatangani perjanjian kerjasama dengan
Telkomsel untuk menggunakan jaringan interkoneksi antara jaringan
telekomunikasi tetap kami dengan jaringan telekomunikasi bergerak
selular Telkomsel. Kami mengubah perjanjian ini pada tanggal 19
Desember 2007.”
Analisis Data
Penelitian ini menguji hubungan antara kinerja IC yang diproksikan dengan
VAICTM dengan luas pengungkapan informasi tentang IC di dalam laporan tahunan

11

perusahaan dengan beberapa variabel kontrol. Perusahaan yang memiliki kinerja IC
lebih baik, secara logika akan cenderung untuk mengungkapkan informasi IC di
dalam laporan tahunannya. Pengujian data dalam penelitian dilakukan dengan linier
regression menggunakan alat bantu software SPSS Statistics 16.

Berdasarkan hasil olah data dengan SPSS sebagaimana disajikan dalam tabel
2, 3, dan 4 diketahui bahwa kinerja IC (VAIC) berpengaruh negatif terhadap luas
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan (t/sig = -2.314/0.024) dengan
nilai r-square 18,2%. Sementara variabel independen lainnya tidak ada yang
signifikan, kecual umur yang juga menunjukkan arah pengaruh negative (t/sig = 2.084/0.042). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif
yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yakni kinerja IC (VAIC)
berhubungan dengan luas pengungkapan informasi tentang IC dalam laporan tahunan
perusahaan.
Tabel 2: Output Regresi (ANOVA)
ANOVAb
Model
1

Sum of Squares
Regression

Df

Mean Square

227.296

6

37.883

Residual

1024.813

57

17.979

Total

1252.109

63

F

Sig.

2.107

.066a

a. Predictors: (Constant), Age, VAIC, RnD, ROA, TA, LEV
b. Dependent Variable: ICD

Tabel 3: Output Regresi (Model Summary)
Model Summaryb

Model
1

R

R Square

.426a

.182

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate
.095

4.240

Durbin-Watson
2.387

a. Predictors: (Constant), Age, VAIC, RnD, ROA, TA, LEV
b. Dependent Variable: ICD

12

Tabel 4: Output Regresi (Coefficients)
a

Coefficients
Unstandardized
Coefficients
Model
1

B
(Constant)

Std. Error

22.491

2.679

VAIC

-.115

.050

RnD

.554

1.552

Standardized
Coefficients
Beta

Collinearity Statistics
T

Sig.

Tolerance

VIF

8.396

.000

-.325

-2.314

.024

.729

1.371

.061

.357

.723

.484

2.068

LEV

.019

.217

.015

.085

.932

.449

2.225

ROA

-.121

4.320

-.004

-.028

.978

.722

1.385

TA

.000

.010

-.009

-.055

.956

.575

1.738

Age

-.239

.115

-.276

-2.084

.042

.817

1.225

a. Dependent Variable: ICD

Pembahasan
Secara umum, terjadi peningkatan jumlah pengungkapan informasi IC dalam
laporan tahunan perusahaan sampel dari 2007-2008. Hal ini bisa dianggap sebagai
sebuah fenomena yang menarik yang mungkin saja menunjukkan adanya ‘kesadaran’
baru manajemen tentang pentingnya IC dalam menciptakan dan menggerakkan nilai
perusahaan. Demikian juga dengan skor VAIC masing-masing perusahaan, juga
mengalami peningkatan – meskipun ada beberapa yang mengalami penurunan –
cukup signifikan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kinerja IC – dalam penelitian ini
diproksikan dengan VAIC – berhubungan negatif dengan luas pengungkapan
informasi tentang IC di dalam laporan tahunan perusahaan. Ketika kinerja IC tinggi,
jumlah pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan menjadi lebih sedikit (arah
hubungannya negatif). Hubungan negatif ini dapat mendukung sugesti bahwa
perusahaan akan cenderung mengurangi jumlah pengungkapan IC dalam laporan

13

tahunan ketika kinerja IC telah mencapai titik tinggi karena takut kehilangan
keunggulan kompetitifnya.
Hal terpenting yang dapat dijelaskan dalam konteks hubungan negatif ini
adalah bahwa hubungan negatif hanya nampak ketika kinerja IC (VAIC) relatif
tinggi. Manajemen mungkin menganggap bahwa tingginya kinerja IC dapat menjadi
sinyal bagi kompetitor tentang kekuatan perusahaan dalam memenangi kompetisi di
pasar. Untuk memelihara keunggulan kompetitif yang telah dimiliki, perusahaan
dapat mengurangi luas pengungkapan sebagai upaya untuk tidak memberikan sinyal
kepada kompetitor dan atau untuk memberikan sinyal ‘palsu’ kepada kompetitor.
Sebagai contoh, tingginya kinerja IC suatu perusahaan mungkin dihasilkan dari
kreativitas

dan

inovasi

karyawan

inti

(key employees).

Jika

perusahaan

mengungkapkan informasi tentang keberhasilan IC-nya tersebut, bisa saja hal itu akan
menjadi pemicu bagi kompetitor untuk mengganti karyawannya – bahkan ‘merebut’
karyawan perusahaan dengan imbalan kerja yang lebih tinggi.
Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Williams (2001) yang
menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang masuk dalam kelompok FTSE
100 dalam kurun waktu 1996-2000. Williams menemukan bahwa kinerja IC (VAIC)
berpengaruh negatif terhadap praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan
perusahaan.
Selain itu, variabel umur perusahaan menyajikan hasil yang cukup menarik.
Dalam konteks Indonesia, umur ternyata berpengaruh negatif terhadap praktik
pengungkapan IC dalam laporan tahunan (t/sig = -2.084/0,042). Temuan ini
bertentangan dengan hasil kajian Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007) yang
tidak menemukan adanya hubungan antara age dengan ICD. Namun demikian,
mereka mengemukakan dalam telaah teoritisnya bahwa variabel ini adalah pemicu

14

ICD. Bukh et al., (2005) misalnya, menyatakan bahwa semakin tua umur perusahaan,
maka nilai reputasi dan aktivitas sosialnya pun akan semakin tinggi pula.
Menariknya, ternyata perusahaan-perusahaan yang berumur kurang dari lima
tahun di pasar modal (seperti PT. Bakrie Telecom Tbk dan PT. Bank Rakyat
Indonesia) justru mengungkapkan lebih banyak informasi tentang IC dibandingkan
perusahaan yang berumur lebih lama. Hal ini bisa jadi karena semangat reputation
driven, yaitu motivasi untuk mendongkrak citra perusahaan dan menjadi perusahaan

ternama dalam perdagangan pasar saham meskipun perusahaan mereka baru di
kancah pasar modal. Temuan ini tidak hanya bertentangan dengan hasil penelitian
Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007), namun bahkan membantah ekspektasi
mereka tentang umur perusahaan dalam kaitannya dengan voluntary disclosure.
Sementara terkait dengan nilai r-square yang hanya 18,2% (adjusted r-square
09,5%) menunjukkan bahwa kinerja IC bukan merupakan determinan utama dalam
luasnya pengungkapan informasi IC di dalam laporan tahunan, ada banyak factor lain
yang mempengaruhinya. Hal ini konsisten dengan temuan White et al. (2007) yang
menyajikan bukti bahwa (diantara) faktor penggerak bagi perusahaan di industri
bioteknologi Australia untuk mengungkapkan informasi tentang IC dalam laporan
tahunan adalah (1) keberadaan komisaris independen, (2) umur perusahaan, (3)
leverage, dan (4) ukuran perusahaan. Hasil ini juga konsisten dengan temuan

Ariestyowati dkk. (2010) yang menemukan adanya hubungan antara karakteristik
perusahaan dengan ICD.
Simpulan, Keterbatasan, dan Saran
Simpulan penting yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa perusahaan
yang memiliki kinerja IC (VAIC) lebih baik, ternyata justru mengungkapkan
informasi tentang IC lebih sedikit di dalam laporan tahunannya. Namun hubungan

15

negatif ini tidak cukup kuat untuk menyatakan bahwa kinerja IC (VAIC) merupakan
determinan dari pengungkapan IC karena tingkat signifikansinya yang berada di level
0.024 dan nilai R-square yang hanya 18.2%. Namun demikian, penelitian ini
setidaknya memberikan kontribusi dalam hal indikasi tentang perubahan praktik ICD
oleh perusahaan publik di Indonesia selama kurun waktu penelitian.
Sebagaimana lazimnya penelitian dengan menggunakan analisis isi ( content
analysis), subjektifitas peneliti dalam membaca, memahami, dan melakukan check
list atas laporan tahunan perusahaan untuk mengidentifikasi informasi IC yang

diungkapkan menjadi tidak terelakkan. Untuk mengurangi ‘kelemahan’ ini, peneliti
dapat menggunakan tim penelitian yang lebih dari dua orang untuk melakukan check
list sehingga dapat dilakukan konfirmasi hasil secara lebih maksimal. Selain itu,

mengingat pentingnya pengelolaan IC dan peran IC sebagai value driven bagi
perusahaan, maka sebaiknya perusahaan mulai memberikan perhatian yang cukup
dalam pengelolaan IC-nya dan mengungkapkannya dalam laporan tahunan secara
memadai.
-----ooOoo----DAFTAR PUSTAKA
Abdolmohammadi, M.J. 2005. “Intellectual capital disclosure and market
capitalization”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 No. 3. pp. 397-416.
Abeysekera, I. 2006. “The Project of intellectual capital disclosure: researching the
research”. Journal of Intellectual Capital. Vol.7 No. 1
Achten, J.H.J. 1999. “Transparency in intangible production assets “. Paper presented
at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital:
Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.
Andriessen, D., M. Frijlink, I.V. Gisbergen, and J. Blom. 1999. “A core competency
approach to valuing intangible assets“. Paper presented at the International
Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues
and Prospects. June. Amsterdam.
Ariestyowati, E. Suprapti., and I. Ulum. 2010. “Analisis pengaruh karakteristik
perusahaan terhadap luas pengungkapan informasi intellectual capital pada
laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia”. Prosiding SNA I PTM,
Yogyakarta.
16

Backhuijs, J.B., W.G.M. Holterman, R.S. Oudman, R.P.M. Overgoor and S.M.
Zijlstra. 1999. “Reporting on intangible assets “. Paper presented at the
International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital:
Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.
Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, and K.I. Sixl. 1999. “Holistic measurement
of intellectual capital“. Paper presented at the International Symposium
Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects. June. Amsterdam.
Brennan, N. 1999. “Reporting and managing intellectual capital: evidence from
Ireland”, Paper presented at the International Symposium Measuring and
Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects. June.
Amsterdam.
__________. 2001. “Reporting intellectual capital in annual reports: evidence from
Ireland”. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 14 No. 4. pp.
423-436.
Bukh, P.N., C. Nielsen, P. Gormsen, and J. Mouritsen. 2005. “Disclosure of
information on intellectual capital in Danish IPO prospectuses”. Accounting,
Auditing & Accountability Journal. Vol. 18 No. 6. pp. 713-732.
Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. “An empirical investigation of the
relationship between intellectual capital and firms’ market value and financial
performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 N0. 2. pp. 159-176
Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw-Hill Book Company.
Sydney.
Firer, S., and S.M. Williams. 2003. “Intellectual capital and traditional measures of
corporate performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348360.
Freeman, R.E., and Reed. 1983. “Stockholders and stakeholders: a new perspective
on corporate governance”. Californian Management Review. Vol 25. No. 2. pp.
88-106.
Goh, P.C., and K.P. Lim. 2004. “Disclosing intellectual capital in company annual
reports; Evidence from Malaysia”. Journal of Intellectual Capital Vol. 5 No. 3.
pp. 500-510.
Guthrie, R. Petty, F. Ferrier, and R. Well. 1999. “There is no accounting for
intellectual capital in Australia: review of annual reporting practices and the
internal measurement of intangibles within Australian organisations ”. Paper
presented at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual
Capital: Experiences, Issues and Prospects, OECD, June. Amsterdam.
_________, and _____. 2000. “Intellectual capital: Australian annual reporting
practices”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 3. pp. 241-251.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19.
Salemba Empat. Jakarta
Miles, M.B, and A.M. Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis, second edition.
Sage Publication. New Delhi.

17

Pulic, A. 1998. “Measuring the performance of intellectual potential in knowledge
economy”. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring
and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual
Potential.
_______. 1999. “Basic information on VAIC™”. available online at: www.vaicon.net. (accessed November 2006).
Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 30/2000 tentang rahasia dagang.
www.dpr.go.id
Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 31/2000 tentang desain industri.
www.dpr.go.id
Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 32/2000 tentang desain tata letak
sirkuit terpadu. www.dpr.go.id
Republik Indonesia.
www.dpr.go.id

2001.

Undang

Undang

No.

14/2001 tentang

paten.

Republik Indonesia. 2001. Undang Undang No. 15/2001 tentang merk dagang.
www.dpr.go.id
Republik Indonesia. 2002. Undang Undang No. 19/2002 tentang hak cipta.
www.dpr.go.id
Schneider, U. 1999. “The Austrian approach to the measurement of intellectual
potential”,
available
online:
http://www.measuirngip.at/Opapers/Schneider/Canada/theoreticalframework.html
Ulum, I. 2008a. Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan di Indonesia . Simposium Nasional Akuntansi XI. Ikatan Akuntan
Indonesia. Pontianak.
_______. 2008b. Intellectual capital and financial return of listed Indonesian
banking sector. Proceeding international research seminar and exhibition. Lemlit
UMM. Malang.
_______. 2009a. Intellectual Capital; Konsep dan Kajian Empiris. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
_______. 2009b. Analisis inter-relasi antar komponen intellectual capital dan kinerja
keuangan perusahaan. Penelitian Dasar Keilmuan DPP-UMM, Malang.
_______. 2010. “Mengintroduksi Laporan Tahunan Perguruan Tinggi”. Tabloid
Bestari. Edisi 268/November 2010. ISSN: 0215-806X
Watts, R.L. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice-Hall.
Englewood Cliffs. NJ.
White, G., A. Lee, G. Tower. 2007. “Drivers of voluntary intellectual capital
disclosure in listed biotechnology companies”. Journal of Intellectual Capital.
Vol. 8 No. 3. pp. 517-537.
Williams, S.M. 2001. “Is intellectual capital performance and disclosure practices
related?” Journal of Intellectual Capital. Vol. 2 No. 3. pp. 192-203.
----ooOoo---18

19