Eceng Gondok solusi bagi kemandirian ene
POLICY BRIEF
ECENG GONDOK UNTUK KEMANDIRIAN ENERGY DAN KETAHANAN PANGAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Mengamati kondisi objektif Sungai dan Danau
Tondano
(SDT)
dari
tahun
ke
tahun,
keberadaannya sudah sangat memprihatinkan.
Ancaman terhadap ekosistem SDT adalah
suburnya tumbuhan-tumbuhan air (aquatic
weeds), salah satu jenis tumbuhan yang sudah
dianggap monster air (momonginde) adalah
‘eceng gondok’ (EG). Berdasarkan data visual
(foto), menunjukkan EG pertumbuhan dan
pesebarannya, sudah di luar batas toleransi yaitu
3 persen perhari mencapai lebih dari 10 persen luas danau (Kompas.com, 4
November 2011).
Langkah untuk mengatasi permasalahan ini oleh berbagai pihak termasuk
pemerintah dan masyarakat, adalah program dan kegiatan padat karya
pengangkatan EG dari SDT. Langkah yang patut dihargai namun belum mampu
menyelesaikan masalah karena hanya diangkat dari danau dan tidak
dimanfaatkan atau diolah sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi
perekonomian masyarakat.
Solusi eceng gondok di danau Tondano adalah dengan pemanfaatan dan
pengolahan EG menjadi sumber energi dan bahan baku pupuk organik.
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bio-Massa (PLTBM) sudah tersedia dan dapat
diterapkan untuk menjadi solusi bagi permasalahan EG di Danau Tondano. Produk
yang dihasilkan adalah listrik dan bio-gas serta bahan baku Pupuk Organik Cair
(POC) dan Kompos Padat.
PLTBM dengan kapasitas pengolahan 1 ton/hari dapat menghasilkan Gas Methan
Murni setara 80 tabung 3 kg/hari. Dengan bahan baku POC sebanyak 40% atau 400
liter.
Pemanfaatan PLTBM sebagai pembangkit listrik dan dengan tersedianya bahan
baku EG serta manajemen pengelolaan berbasis Bank EG, maka pemenuhan
kebutuhan energi masyarakat sekitar danau Tondano dapat terpenuhi. Energi listrik
yang dihasilkan dari Generator Set berbahan bakar gas akan menjamin
ketersediaan listrik bagi masyarakat dan Gas Methan sebagai bahan bakar kompor
gas rumah tangga.
Bahan baku POC dan kompos padat yang merupakan hasil fermentasi pada
digester PLTBM dapat diolah kembali dengan perlakuan khusus sehingga
menghasilkan produk pupuk organik yang baik untuk menunjang program
pertanian, peternakan, dan perikanan organik untuk membangun ketahanan
pangan di Sulawesi Utara.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
1
PENDAHULUAN
Danau Tondano mempunyai fungsi sebagai sumber air pertanian, perikanan, PDAM
dan PLTA di Sulawesi Utara. Danau ini juga dimanfaatkan sebagai budidaya
perikanan karamba dan jaring apung yang berjumlah kurang lebih 459 buah
dengan luas 67.293 m2 dan Produksi ikan 9115,1 ton per tahun (sumber, Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara), Pertanian/Irigasi ada sekitar 3000
Ha sawah yang merupakan pemasok padi untuk Kabupaten Minahasa, Peternakan
unggas (itik di sekitar Danau Tondano), rumah makan tepi Danau, pertambangan
galian golongan C, serta pariwisata.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan Sungai dan danau Tondano yaitu :
Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA), Kerusakan Sempadan, Pencemaran
Perairan, Peningkatan erosi dan sedimentasi. Pendangkalan danau dengan tingkat
sedimentasi rata-rata sebesar 0,4 m/th. Sedangkan tingkat erosi yang terjadi di
bagian hulu berkisar pada 28,86 – 63,00 ton/ha/tahun (UNSRAT, 2000).
Pendangkalan danau dalam kurun waktu 66 tahun semakin meningkat, dimana
kedalaman semula sedalam 40 meter sampai dengan tahun 2000 kedalamannya
hanya sebesar 14 meter. Berikut tersaji data pendangkalan pada Danau Tondano :
Data Penurunan Kedalaman Danau Tondano
Tahun
Kedalaman (m)
1934
40
1974
28
1983
27
1987
20
1992
16
1996
15
2000
14
Permasalahan lainnya adalah Penurunan kualitas air Danau Tondano, terjadinya
peningkatan volume sampah/tumbuhan air maupun limbah domestik yang masuk
sebagai inlet dengan volume rata-rata 2-5 truck/hari. Disamping itu penurunan
kualitas perairan pun disebabkan oleh tingginya kadar P (Phosphor) dan N
(Nitrogen), limbah cair dan padat yang berasal dari pemukiman, sarana wisata
(hotel dan restoran), pertanian, pakan ikan serta minyak dan oli dari perahu
nelayan dan perahu transportasi.
Bencana banjir yang terjadi akibat dari pendangkalan danau dan kegiatan illegal
logging pada kawasan DTA (hulu), sehingga ketika hujan datang akan terjadi
penggerusan lahan/erosi lahan yang mengalir memasuki Danau Tondano. Okupasi
lahan oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, pemukiman, ladang/
perkebunan, serana prasarana pariwisata dan lain sebagainya.
Akibat dari pengkayaan unsur hara di perairan danau yaitu peningkatan kadar P
dan N. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran enceng gondok pada permukaan
air Danau Tondano yang mencapai luas 400 ha atau 10% dari luas danau.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
2
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan
berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
kelestarian Danau Tondano adalah program
pengangkatan EG dengan melibatkan masyarakat
bahkan Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana
kegiatan dengan bentuk kegiatan padat karya.
Dari pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan
ini, belum mampu menyelesaikan permasalahan karena pertumbuhan EG yang
cepat dan menimbulkan persoalan baru karena penumpukan eceng gondok
menghasilkan bau busuk dan mengganggu kenyamanan.
Anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah dan pihak yang berkepentingan
setiap tahun cukup besar namun belum signifikan dalam menyelesaikan
permasalahan bahkan cenderung menimbulkan konflik sosial karena pengerjaan
kegiatan yang tidak mengakomodir masyarakat setempat.
HASIL DAN KESIMPULAN
Penanganan Sungai dan Danau Tondano harus segera dan membutuhkan
sinergitas semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap kelestarian danau
tondano. Dalam membangun sinergitas maka dibutuhkan identifikasi para pihak
untuk membangun sebuah mekanisme kolaborasi sehingga penanganan
permasalahan EG di Danau Tondano dapat memberi dampak bagi kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian danau Tondano.
Gambar 3. Pemanfaatan EG menjadi kompos dan Bio-gass
Investor adalah pihak yang sangat diharapkan untuk dapat berkontribusi dalam
kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan EG untuk energi dan Pengolahan Pupuk
Organik dengan segmen petani dalam rangka membangun ketahanan pangan di
Sulawesi Utara bahkan memasok kebutuhan pupuk di kawasan Indonesia bagian
timur.
Ketersediaan lahan, bahan baku Bio-Massa (EG), Teknologi (PLTBM), dan
Manajemen Pengelolaan, serta kelompok tani sasaran merupakan modal dasar
dalam mengembangkan usaha pengelolaan pupuk organik.
Koperasi Edonisia merupakan komunitas petani dan tenaga ahli di bidang
perpupukan yang siap bersinergi dengan investor dalam rangka membangun
ketahanan pangan untuk kesejahteraan masyarakat.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
3
Produksi pupuk organik (untuk tanaman hortikultura/Horti Series, Padi dan Jagung,
Tanaman Perkebunan) dan suplemen untuk perikanan dan peternakan dengan
bahan baku eceng gondok oleh Koperasi Edonisia siap untuk dikembangkan lebih
lanjut untuk produksi massal dalam rangka memberi kontribusi bagi kebutuhan
pupuk regional Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur.
Uji coba pupuk organik telah dilakukan dibeberapa lokasi diantaranya Langowan,
Tomohon dan beberapa lokasi di Sulawesi Utara menunjukan hasil produksi dengan
kualitas dan kapasitas yang sangat memuaskan dan dapat disandingkan dengan
produk sejenis dari negara lain.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kondisi permasalahan yang dihadapi perpupukan Nasional saat ini semakin serius,
antara lain disebabkan oleh: Terbatasnya pasokan gas bagi industri pupuk;
Ketidakseimbangan antara kebutuhan real pupuk yang semakin meningkat,
sementara produksinya terbatas; Sistem distribusi yang terdistorsi sehingga
menyebabkan kelangkaan pupuk di pasaran; Pola subsidi pupuk yang mengikuti
pola subsidi gas.
Pemanfaatan dan pengelolaan EG akan dilakukan di lokasi milik PLN seluas 50x800
meter yang dibangun secara integratif dan berwawasan lingkungan (siteplan
terlampir).
PLTBM dengan kapasitas 4,5 ton/hari merupakan bagian terpenting dalam
perencanaan pemanfaatan dan pengelolaan EG. PLTBM menghasilkan energi listrik
dan gas untuk kebutuhan penerangan dan menggerakan mesin produksi.
PLTBM dengan kapasitas 1 ton/hari dapat di-instal pada desa-desa sekitar danau
Tondano, menghasilkan listrik untuk operasional kantor desa dan memenuhi
kebutuhan gas bagi masyarakat yang terdaftar sebagai nasabah bank EG
sehingga mengurangi ketergantungan energi yang disiapkan pemerintah.
Gambar 4. Produk Pupuk Cair dengan bahan baku EG untuk Hortikultura
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pupuk organik di Sulawesi Utara dan Kawasan
Timur Indonesia, maka skala produksi perlu ditingkatkan. Untuk peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi pupuk organik maka dibutuhkan mekanisasi disegala lini
mulai dari proses pengangkatan EG sampai pada pengepakan dan distribusi
produk.
Kerjasama dengan pihak investor khususnya finansial akan sangat signifikan
pengaruhnya dalam peningkatan kapasitas dan kualitas produksi pupuk organik.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
4
REFERENSI :
http://konservasidanautondano.wordpress.com/
Anonim. 2008. Arah Kebijakan Subsidi Pupuk. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan
Pemupukan Menuju 2015. Ditjen Tanaman Pangan. Jakarta.
PENULIS
MARLON KAMAGI
Anggota Jaring Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI)
e-mail : [email protected]
5
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
LAMPIRAN :
Site Plan Perencanaan Pemanfaatan dan Pengelolaan Eceng Gondok terintegrasi
6
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
ECENG GONDOK UNTUK KEMANDIRIAN ENERGY DAN KETAHANAN PANGAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Mengamati kondisi objektif Sungai dan Danau
Tondano
(SDT)
dari
tahun
ke
tahun,
keberadaannya sudah sangat memprihatinkan.
Ancaman terhadap ekosistem SDT adalah
suburnya tumbuhan-tumbuhan air (aquatic
weeds), salah satu jenis tumbuhan yang sudah
dianggap monster air (momonginde) adalah
‘eceng gondok’ (EG). Berdasarkan data visual
(foto), menunjukkan EG pertumbuhan dan
pesebarannya, sudah di luar batas toleransi yaitu
3 persen perhari mencapai lebih dari 10 persen luas danau (Kompas.com, 4
November 2011).
Langkah untuk mengatasi permasalahan ini oleh berbagai pihak termasuk
pemerintah dan masyarakat, adalah program dan kegiatan padat karya
pengangkatan EG dari SDT. Langkah yang patut dihargai namun belum mampu
menyelesaikan masalah karena hanya diangkat dari danau dan tidak
dimanfaatkan atau diolah sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi
perekonomian masyarakat.
Solusi eceng gondok di danau Tondano adalah dengan pemanfaatan dan
pengolahan EG menjadi sumber energi dan bahan baku pupuk organik.
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bio-Massa (PLTBM) sudah tersedia dan dapat
diterapkan untuk menjadi solusi bagi permasalahan EG di Danau Tondano. Produk
yang dihasilkan adalah listrik dan bio-gas serta bahan baku Pupuk Organik Cair
(POC) dan Kompos Padat.
PLTBM dengan kapasitas pengolahan 1 ton/hari dapat menghasilkan Gas Methan
Murni setara 80 tabung 3 kg/hari. Dengan bahan baku POC sebanyak 40% atau 400
liter.
Pemanfaatan PLTBM sebagai pembangkit listrik dan dengan tersedianya bahan
baku EG serta manajemen pengelolaan berbasis Bank EG, maka pemenuhan
kebutuhan energi masyarakat sekitar danau Tondano dapat terpenuhi. Energi listrik
yang dihasilkan dari Generator Set berbahan bakar gas akan menjamin
ketersediaan listrik bagi masyarakat dan Gas Methan sebagai bahan bakar kompor
gas rumah tangga.
Bahan baku POC dan kompos padat yang merupakan hasil fermentasi pada
digester PLTBM dapat diolah kembali dengan perlakuan khusus sehingga
menghasilkan produk pupuk organik yang baik untuk menunjang program
pertanian, peternakan, dan perikanan organik untuk membangun ketahanan
pangan di Sulawesi Utara.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
1
PENDAHULUAN
Danau Tondano mempunyai fungsi sebagai sumber air pertanian, perikanan, PDAM
dan PLTA di Sulawesi Utara. Danau ini juga dimanfaatkan sebagai budidaya
perikanan karamba dan jaring apung yang berjumlah kurang lebih 459 buah
dengan luas 67.293 m2 dan Produksi ikan 9115,1 ton per tahun (sumber, Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara), Pertanian/Irigasi ada sekitar 3000
Ha sawah yang merupakan pemasok padi untuk Kabupaten Minahasa, Peternakan
unggas (itik di sekitar Danau Tondano), rumah makan tepi Danau, pertambangan
galian golongan C, serta pariwisata.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan Sungai dan danau Tondano yaitu :
Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA), Kerusakan Sempadan, Pencemaran
Perairan, Peningkatan erosi dan sedimentasi. Pendangkalan danau dengan tingkat
sedimentasi rata-rata sebesar 0,4 m/th. Sedangkan tingkat erosi yang terjadi di
bagian hulu berkisar pada 28,86 – 63,00 ton/ha/tahun (UNSRAT, 2000).
Pendangkalan danau dalam kurun waktu 66 tahun semakin meningkat, dimana
kedalaman semula sedalam 40 meter sampai dengan tahun 2000 kedalamannya
hanya sebesar 14 meter. Berikut tersaji data pendangkalan pada Danau Tondano :
Data Penurunan Kedalaman Danau Tondano
Tahun
Kedalaman (m)
1934
40
1974
28
1983
27
1987
20
1992
16
1996
15
2000
14
Permasalahan lainnya adalah Penurunan kualitas air Danau Tondano, terjadinya
peningkatan volume sampah/tumbuhan air maupun limbah domestik yang masuk
sebagai inlet dengan volume rata-rata 2-5 truck/hari. Disamping itu penurunan
kualitas perairan pun disebabkan oleh tingginya kadar P (Phosphor) dan N
(Nitrogen), limbah cair dan padat yang berasal dari pemukiman, sarana wisata
(hotel dan restoran), pertanian, pakan ikan serta minyak dan oli dari perahu
nelayan dan perahu transportasi.
Bencana banjir yang terjadi akibat dari pendangkalan danau dan kegiatan illegal
logging pada kawasan DTA (hulu), sehingga ketika hujan datang akan terjadi
penggerusan lahan/erosi lahan yang mengalir memasuki Danau Tondano. Okupasi
lahan oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, pemukiman, ladang/
perkebunan, serana prasarana pariwisata dan lain sebagainya.
Akibat dari pengkayaan unsur hara di perairan danau yaitu peningkatan kadar P
dan N. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran enceng gondok pada permukaan
air Danau Tondano yang mencapai luas 400 ha atau 10% dari luas danau.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
2
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan
berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
kelestarian Danau Tondano adalah program
pengangkatan EG dengan melibatkan masyarakat
bahkan Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana
kegiatan dengan bentuk kegiatan padat karya.
Dari pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan
ini, belum mampu menyelesaikan permasalahan karena pertumbuhan EG yang
cepat dan menimbulkan persoalan baru karena penumpukan eceng gondok
menghasilkan bau busuk dan mengganggu kenyamanan.
Anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah dan pihak yang berkepentingan
setiap tahun cukup besar namun belum signifikan dalam menyelesaikan
permasalahan bahkan cenderung menimbulkan konflik sosial karena pengerjaan
kegiatan yang tidak mengakomodir masyarakat setempat.
HASIL DAN KESIMPULAN
Penanganan Sungai dan Danau Tondano harus segera dan membutuhkan
sinergitas semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap kelestarian danau
tondano. Dalam membangun sinergitas maka dibutuhkan identifikasi para pihak
untuk membangun sebuah mekanisme kolaborasi sehingga penanganan
permasalahan EG di Danau Tondano dapat memberi dampak bagi kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian danau Tondano.
Gambar 3. Pemanfaatan EG menjadi kompos dan Bio-gass
Investor adalah pihak yang sangat diharapkan untuk dapat berkontribusi dalam
kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan EG untuk energi dan Pengolahan Pupuk
Organik dengan segmen petani dalam rangka membangun ketahanan pangan di
Sulawesi Utara bahkan memasok kebutuhan pupuk di kawasan Indonesia bagian
timur.
Ketersediaan lahan, bahan baku Bio-Massa (EG), Teknologi (PLTBM), dan
Manajemen Pengelolaan, serta kelompok tani sasaran merupakan modal dasar
dalam mengembangkan usaha pengelolaan pupuk organik.
Koperasi Edonisia merupakan komunitas petani dan tenaga ahli di bidang
perpupukan yang siap bersinergi dengan investor dalam rangka membangun
ketahanan pangan untuk kesejahteraan masyarakat.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
3
Produksi pupuk organik (untuk tanaman hortikultura/Horti Series, Padi dan Jagung,
Tanaman Perkebunan) dan suplemen untuk perikanan dan peternakan dengan
bahan baku eceng gondok oleh Koperasi Edonisia siap untuk dikembangkan lebih
lanjut untuk produksi massal dalam rangka memberi kontribusi bagi kebutuhan
pupuk regional Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur.
Uji coba pupuk organik telah dilakukan dibeberapa lokasi diantaranya Langowan,
Tomohon dan beberapa lokasi di Sulawesi Utara menunjukan hasil produksi dengan
kualitas dan kapasitas yang sangat memuaskan dan dapat disandingkan dengan
produk sejenis dari negara lain.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kondisi permasalahan yang dihadapi perpupukan Nasional saat ini semakin serius,
antara lain disebabkan oleh: Terbatasnya pasokan gas bagi industri pupuk;
Ketidakseimbangan antara kebutuhan real pupuk yang semakin meningkat,
sementara produksinya terbatas; Sistem distribusi yang terdistorsi sehingga
menyebabkan kelangkaan pupuk di pasaran; Pola subsidi pupuk yang mengikuti
pola subsidi gas.
Pemanfaatan dan pengelolaan EG akan dilakukan di lokasi milik PLN seluas 50x800
meter yang dibangun secara integratif dan berwawasan lingkungan (siteplan
terlampir).
PLTBM dengan kapasitas 4,5 ton/hari merupakan bagian terpenting dalam
perencanaan pemanfaatan dan pengelolaan EG. PLTBM menghasilkan energi listrik
dan gas untuk kebutuhan penerangan dan menggerakan mesin produksi.
PLTBM dengan kapasitas 1 ton/hari dapat di-instal pada desa-desa sekitar danau
Tondano, menghasilkan listrik untuk operasional kantor desa dan memenuhi
kebutuhan gas bagi masyarakat yang terdaftar sebagai nasabah bank EG
sehingga mengurangi ketergantungan energi yang disiapkan pemerintah.
Gambar 4. Produk Pupuk Cair dengan bahan baku EG untuk Hortikultura
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pupuk organik di Sulawesi Utara dan Kawasan
Timur Indonesia, maka skala produksi perlu ditingkatkan. Untuk peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi pupuk organik maka dibutuhkan mekanisasi disegala lini
mulai dari proses pengangkatan EG sampai pada pengepakan dan distribusi
produk.
Kerjasama dengan pihak investor khususnya finansial akan sangat signifikan
pengaruhnya dalam peningkatan kapasitas dan kualitas produksi pupuk organik.
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
4
REFERENSI :
http://konservasidanautondano.wordpress.com/
Anonim. 2008. Arah Kebijakan Subsidi Pupuk. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan
Pemupukan Menuju 2015. Ditjen Tanaman Pangan. Jakarta.
PENULIS
MARLON KAMAGI
Anggota Jaring Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI)
e-mail : [email protected]
5
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan
LAMPIRAN :
Site Plan Perencanaan Pemanfaatan dan Pengelolaan Eceng Gondok terintegrasi
6
Policy Brief : Eceng Gondok Untuk Kemandirian Energy Dan Ketahanan Pangan