PELAKSANAAN LOBI DAN KONSULTASI DENGAN P
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perubahan iklim merupakan isu dan problem global, dan rentetan dari lingkar persoalan yang
bertali-temali kuat dengan model-model pembangunan yang diatur dalam kerangka kebijakan
dan peraturan hukum (lokal-nasional-internasional). Diyakini oleh banyak kalangan, perubahan
iklim
membawa dampak yang sangat signifikan bagi kelangsungan hidup bumi beserta
makhluk yang ada di dalamnya.
Perubahan iklim yang terjadi berakibat pada krisis sumberdaya air, ketahanan pangan
terganggu, ketahanan energi terganggu, perlindungan kesehatan terganggu , keanekaragaman
hayati menurun, bangunan makin rentan terhadap iklim ekstrim, serta kemiskinan meningkat.
Peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang menimbulkan perubahan iklim juga
disebabkan oleh tidak tepatnya pemanfaatan ruang. Selain itu, pengelolaan proses
pembangunan belum untuk menjamin secara ketat keamanan ketersediaan cadangan ruang,
lahan, air, dan segala sumberdaya publik yang dikandungnya. Di lain pihak, praktek
kelembagaan dan praktek sosial dari alokasi ruang, lahan dan sumberdaya alam masih sangat
diwarnai oleh ketentuan-ketentuan sektoral yang bersifat parsial.
Pemerintah telah memunculkan Rencana Aksi Nasional (RAN) penurunan emisi gas Rumah
kaca (GRK), sebagai upaya dalam mersepon perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi
dan program pembangunan rendah emisi. Selain itu, beberapa skema sebagai upaya dalam
mengurangi peningkatan gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari dampak deforestasi dan
degradasi hutan yang dianggap meyumbangkan emisi gas rumah kaca dengan prosentase
terbesar, yang berdampak pada perubahan iklim yang dirasakan saat ini. Skema yang dilahirkan
diantaranya REDD (Reduced Emission from Deforestation and Degradation) yang bersifat
mandatori dengan target 26% dan 41 % hingga tahun 2020.
Dari kebijakan pemerintah tersebut, hutan menjadi wilayah yang sangat penting karena fungsi
dan keberadaanya yang menjadi tempat hidup keanekaragaman hayati, menyimpan kekayaan
sumber daya alam dan kawasan penyangga kehidupan, serta kawasan lindung.
Pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan melalui proses partisipatif tetunya akan
memberikan jaminan atas model pengembangan terkait pengelolaan hutan yang menjadi salah
satu sasaran dalam upaya penurunan emisi karbon baik secara mandatory maupun voluntery.
Selain itu, kegiatan pengamanan pada kawasan hutan khususnya kawasan lindung harus
melibatkan masyarakat sehingga tidak menimbulkan konflik antara masyarakat dan pemerintah.
Konsolidasi antar masyarakat dan parapihak menjadi sebuah kebutuhan sehingga tercipta
kesepakatan pengelolaan dan pengawasan lingkungan yang lestari sesuai dengan konsep
tataruang, serta proses pengawasan terhadap investasi berbasis sumber daya alam yang
berdampak
terhadap
keberlanjutan
makhluk
hidup,
sehingga
jaminan
keselamatan
(safeguarding) kepada masyarakat dan lingkungan bisa dipertangung jawabkan.
MAKSUD DAN TUJUAN
Lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di Kabupaten Lampung Tengah dalam program
Kesiapsiagaan Dini Masyarakat dalam Merespon Agenda Mitigasi Perubahan Iklim tahapa kedua bertujuan untuk terus menjalin komunikasi dan koordinasi antara berbagai pihak. Lembaga
eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Yayasan
Konservasi Way Seputih menjadi pihak utama terjalinnya koordinasi. Upaya mensukseskan
program pembangunan rendah emisi yang dilakukan bersama melalui dasar Rencana Aksi
Nasional (RAN) GRK, bertujuan untuk 1) Memperoleh informasi terkait kondisi potensi
sumber daya alam di hutan; 2) Data tentang kelompok pengelola hutan baik hutan negara
maupun hutan rakyat; 3) Implementasi kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam di hutan; dan 4) Kebijakan yang diambil dalam upaya pengamanan lingkungan hidup
dalam merespon perubahan iklim melalui Mitigasi.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Output dari kegiatan Lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di Kabupaten Lampung
Tengah adalah rumusan tentang upaya bersama antara Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah
dan Yayasan Konservasi Way Seputih dalam mendukung pembangunan rendah emisi melalui
kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat masyarakat. Hal ini, dengan tetap
mengacu pada RTRW Lampung Tengah 2012-2031 dan upaya penyelamatan hak-hak
masyarakat dan lingkungan serta pengelolaan hutan yang lestari dari investasi berbasis sumber
daya alam. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah implementasi kebijakan tentang
pengembangan kawasan hutan rakyat dalam membantu menurunkan emisi dari aktifitas
deforstasi dan degradasi hutan. Dari upaya diatas diharapkan dapat memberikan jaminan
keselamatan (safeguarding) kepada masyarakat dari dampak perubahan iklim dan investasi
berbasis sumber daya alam.
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan lobi dan konsultasidi kabupaten Lampung Tengah tahap ke-2 dalam
mendorong penyusunan strategi dan perangkat awal penjamin keselamatan masyarakat
(community safeguard) terkait dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi yang
dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2013. Lokasi kegiatan dilaksanakan di Kantor Dinas
Kehutanan dan Perkebunan , dan Badan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Lampung Tengah.
B.
Pelaksana
Kegiatan lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di kabupaten Lampung Tengah
tahap ke-dua, dalam mendorong strategi dan perangkat awal penjamin keselamatan masyarakat
(community safeguard) yang bisa menjadi pedoman dalam pengambilan kebijakan terkait
pengembangan investasi berbasi sumber daya alam dan pembangunan rendah emisi, yang
berkaitan erat pada dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi, dilakukan oleh Sdri.
Febrilia Ekawati selaku koordinator Program dengan melibatkan:
1. Kepala Bidang rehabilitasi Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Lampung Tengah
2. Kepala LITBANG dan Perencanaan Bappeda Kabupaten Lampung Tengah
c.
Metode
Diskusi dan pembelajaran bersama (share learning) tentang upaya mensukseskan
pembangunan rendah emisi di Lampung Tengah, dan upaya penyelamatan kawasan lindung
serta pengelolaan hutan yang lestari dari
investasi berbasis sumber daya alam, sekaligus
kebijakan tentang pengembangan kawasan hutan rakyat dalam membantu menurunkan emisi
dari aktifitas deforstasi dan degradasi. Selain itu, Diskusi tentang strategi community safeguard
sebagai sebuah komunitas yang bisa berperan dalam mengakomodasi masukan dari masyarakat
terhadap pengamanan hak-hak linngkungan dan masyarakat dari dampak investasi berbasis
sumber daya alam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km² yang terdiri dari 28
kecamatan, 291 Kampung dan 10 kelurahan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan
kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Lampung (13,57 persen dari total luas
wilayah Provinsi Lampung).
Berdasarkan topografinya Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi menjadi 5 (lima) bagian
yaitu :
1. Daerah Topografi Berbukit sampai Bergunung
Daerah ini terdapat di Kecamatan Selagai Lingga dengan ketinggian rata-rata 1.600 m.
2. Daerah Topografi Berombak sampai Bergelombang
Ciri khusus daerah ini adalah terdapatnya bukit-bukit rendah yang dikelilingi dataran-dataran
sempit, dengan kemiringan antara 8%-15% dan ketinggian antara 300 m-500 m dpl.
3. Daerah Dataran Aluvial
Dataran ini sangat luas, meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai timur, juga
merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar seperti Way Seputih dan Way Pengubuan.
Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 m – 75 m dpl dengan kemiringan 0% - 3%.
4. Daerah Rawa Pasang Surut
Daerah ini terletak di sebelah timur Kabupaten Lampung Tengah, mempunyai ketinggian antara
0,5 m – 1 m dpl.
5. Daerah River Basin
Kabupaten Lampung Tengah memiliki 2 dari 5 DAS di Provinsi Lampung yaitu sebagian besar
adalah DAS Way Seputih dan sebagian kecil adalah DAS Way Sekampung di Kecamatan
Selanggai Lingga.
Dari jenis topografi di atas, di setiap bagian memiliki pemanfaatan wilayah yang berbeda. Pada
topografi perbukit sampai bergunung merupakan wilayah yang memiliki tutupan vegetasi yang
padat dan mejadi zona lindung dan cathman area bagi DAS. Pembagian topografi tersebut
menjadi bagian dalam perencanaan pengelolaan tata ruang wilayah, terutama tata ruang untuk
kawasan lindung yang diatur dalam RTRW. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, dan Peraturan Daerah Nomer 1 tahun 2012 tentang RTRW 20112031 Lampung Tengah.
Kawasan Lindung merupakan kawasan yang di dalamnya tidak diperbolehkan melakukan
kegiatan budidaya apapun, kecuali pembangunan prasarana vital dengan luas areal maksimum
2% dari luas kawasan lindung. Di dalam kawasan non hutan yang berfungsi lindung
diperbolehkan kegiatan budidaya secara terbatas dengan tetap memelihara fungsi lindung
kawasan yang bersangkutan serta wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan
hidup. Kawasan lindung yang akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah, antara lain;
kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat, kawasan rawan
bencana banjir dan ruang terbuka hijau.
Kegiatan budidaya yang sudah ada di Kawasan Lindung mempunyai dampak terhadap
lingkungan hidup, serta dapat mengganggu fungsi lindung, maka fungsi sebagai Kawasan
Lindung dikembalikan secara bertahap disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan memperhatikan fungsi lindung, kawasan yang bersangkutan, dapat
dilakukan eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana alam.
Apabila ternyata di Kawasan Lindung terdapat indikasi adanya sumber daya mineral,
kandungan air tanah, atau kekayaan lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi
Pemerintah, maka kegiatan budidaya di Kawasan Lindung tersebut dapat diizinkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pola ruang kawasan lindung ini
adalah :
1. Menetapkan batas (pengukuran tata batas) dari hutan lindung, kawasan dengan kawasan
resapan air, sempadan sungai, sempadan rel kereta api dan rawan banjir.
2. Sosialisasi batas resmi (hasil pengukuran dan penetapan tata batas) dari kawasan-kawasan
lindung di atas.
3. Merumuskan peraturan tentang pemberian izin, arahan insentif dan disinsentif, serta sanksisanksi terkait dengan pemanfaatan dan pegendalian kawasan lindung sebagaimana disampaikan
pada poin 1.
4. Menyiapkan mekanisme pemantauan, pengaduan dan advokasi pelaksanaan peraturan
tentang batas-batas kawasan lindung.
5. Menyiapkan lembaga dan keuangan guna pelaksanaan pemantauan dan advokasi kawasan
lindung.
KAWASAN HUTAN LINDUNG
Program pengembangan dan pemantapan kawasan hutan lindung adalah:
1. Meningkatkan dan mengembangkan cakupan kawasan program HKm pada kawasan hutan
lindung yang sudah rusak/alih fungsi non hutan. kawasan Hutan Kemasyarakatan dialokasikan
di kawasan Register 39 Kota Agung Utara dengan luas kurang lebih 5.745 Hektar.
2. Pembentukan dan pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
3. Melakukan reboisasi pada lahan-lahan kritis melalui kerjasama dengan berbagai lembaga peduli
hutan, lintas instansi pemerintah dan masyarakat setempat.
4. Langkah-langkah pengelolaan hutan lindung yang akan dilaksanakan adalah :
a Penguatan manajemen kawasan dan pemantapan blok lindung pada kawasan HL untuk
mendukung kawasan konservasi di atasnya.
b. Penegakan hukum bagi kegiatan illegal logging dengan penanganan (represif, persuasif, dan
preventif) secara kontinu.
c. Kegiatan Rehabilitasi, Redeliniasi kawasan hutan.
5. Inventarisasi kawasan hutan rusak pada rencana areal kerja HKm untuk mendorong
perambahan yang ada di blok lindung/dalam kawasan TN untuk mendapatkan izin HKm pada
areal yang sudah direncanakan.
KAWASAN SEMPADAN SUNGAI
Program pengembangan dan pemantapan kawasan sempadan sungai adalah:
1. Tidak mengeluarkan ijin mendirikan bangunan hunian atau tempat usaha atau kegiatan yang
berdampak mengganggu aliran/badan sungai pada daerah sempadan sungai.
2. Menertibkan bangunan permukiman, publik dan komersial yang berada pada garis sempadan
sungai secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal
3. mengembangkan konsep bangunan menghadap air (sungai).
4. Membangun jalan inspeksi pada kawasan sungai yang melalui kawasan perkotaan dan atau
permukiman.
5. Tidak diperkenankan untuk membuang sampah, limbah padat atau cair serta menata dan
mengelola saluran-saluran pembuangan limbah yang menuju badan sungai.
6. Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor.
7. Pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budidaya tanaman keras
bernilai ekologis dan ekonomis, tanaman sayuran, dan lainnya.
MITIGASI BENCANA
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia
dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Aktifitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi
kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah
kejadiannya (Warfield, tanpa tahun) .
Efektifitas tindakan mitigasi bencana tergantung pada ketersediaan informasi tentang bencana,
resiko keadaan darurat (emergency risks), dan tindakan tanggapan (counter measures) yang
diambil. Dengan demikian, fase mitigasi mencakup pembentukan kebijakan publik dan rencana
memodifikasi penyebab bencana atau memitigasi efek bencana atas manusia, harta benda dan
infra struktur.
Dalam kaitannya dengan upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi terjadinya bencana,
mamahami karakter dari suatu bencana adalah sangat penting, karena pengetahuan akan
karakter bencana yang akan terjadi merupakan hal yang menjadi dasar bagi penentuan
tindakan-tindakan pencegahan atau tindakan tanggapan yang perlu dilakukan terhadap suatu
bencana. Hal ini menunjukkan bahwa mengetahui atau memahami dengan baik karakteristik
dari suatu bencana geologi merupakan langkah awal yang mendasar dalam kegiatan mitigasi
bencana. Agar tindakan mitigasi bencana dapat efektif.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan wilayah yang memiliki resiko terhadap bencana
banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Oleh karenanya perlu rencana mitigasi bancana
untuk mengurangi tingkat kerentanan dan dampak resiko terhadap bencana alam tersebut.
MITIGASI BENCANA BANJIR
Arahan program mitigasi bencana banjir adalah:
1. Melakukan studi dan pemetaan kawasan rawan banjir
2. Pembuatan tanggul pada sungai-sungai
3. Pembuatan kolam penampung air (embung) pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir
4. Dilakukanya kegiatan-kegiatan reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap
masyarakat yang tinggal pada wilayah yang memiliki potensi bahaya banjir
5. Pengamanan kawasan sempadan sungai dan konservasi kawasan hulu sungai
6. Normalisasi wilayah sungai secara berkala
7. Memperbaiki kondisi fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas
pelayananya dan segala jenis kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan
banjir dilarang
8. Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan
MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Arahan untuk perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor, sebagai berikut:
1. Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana longsor
khusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%
2. Menutup dan melarang kegiatan alih fungsi lahan serta revitalisasi kawasan lindung lainnya
3. Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung
4. Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall, dsb).
Selain kegiatan pengamanan di kawasan lindung yang telah diatur dalam RTRW 2011-2013
Lampung Tengah, Pemerintah dalam hal ini melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan
kabupaten Lampung Tengah berupaya menambah areal pencadangan kawasan hijau melalui
kegiatan pengembangan hutan rakyat, dengan didukung dari beberapa lembaga swadaya
masyarakat diataranya Yayasan Konservasi Way Seputih dalam pendampingan kelompok
masyarakat pengelola hutan rakyat.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, tentunya akan memberikan jaminan atas kelestarian
lingkungan dan
IV. RINGKASAN
Pelaksanaan Lobi dan Konsultasi Dengan Pemerintah Daerah Di Kabupaten Lampung Tengah
Dalam Program: Kesiapsiagaan Dini Masyarakat Dalam Merespon Angenda Mitigasi
Perubahan Iklim, berjalan lancar. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 9 Maret 2013 di
Kabupaten Lampung Tengah, melibatkan pihak Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah
(Bappeda), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Tengah.
Beberapa kesepakatan telah dibuat. Yaitu kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam
upaya perlindungan lingkungan hidup diataranya, upaya perlindungan di kawasan lindung yang
akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah, antara lain; kawasan hutan lindung,
kawasan resapan air, kawasan rawan bencana banjir dan ruang terbuka hijau serta kawasan
sempadan sungai.
Dalam hal upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi terjadinya bencana melalui Mitigasi
bencana banjir, yang disepakati berupa; 1) Melakukan studi dan pemetaan kawasan rawan
banjir; 2) Pembuatan tanggul pada sungai-sungai; 3) Pembuatan kolam penampung air
(embung) pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir; 4) Dilakukanya kegiatan-kegiatan
reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap masyarakat yang tinggal pada wilayah
yang memiliki potensi bahaya banjir; 5) Pengamanan kawasan sempadan sungai dan konservasi
kawasan hulu sungai; 6) Normalisasi wilayah sungai secara berkala; 7) Memperbaiki kondisi
fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas pelayananya dan segala jenis
kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan banjir dilarang,; 8)
Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan.
Dan mitigasi tanah longsor malalui; 1) Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum
di kawasan rawan bencana longsor khusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%;
2) Menutup dan melarang kegiatan alih fungsi lahan serta revitalisasi kawasan lindung lainnya;
3) Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung;
4) Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall, dsb).
LATAR BELAKANG
Perubahan iklim merupakan isu dan problem global, dan rentetan dari lingkar persoalan yang
bertali-temali kuat dengan model-model pembangunan yang diatur dalam kerangka kebijakan
dan peraturan hukum (lokal-nasional-internasional). Diyakini oleh banyak kalangan, perubahan
iklim
membawa dampak yang sangat signifikan bagi kelangsungan hidup bumi beserta
makhluk yang ada di dalamnya.
Perubahan iklim yang terjadi berakibat pada krisis sumberdaya air, ketahanan pangan
terganggu, ketahanan energi terganggu, perlindungan kesehatan terganggu , keanekaragaman
hayati menurun, bangunan makin rentan terhadap iklim ekstrim, serta kemiskinan meningkat.
Peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang menimbulkan perubahan iklim juga
disebabkan oleh tidak tepatnya pemanfaatan ruang. Selain itu, pengelolaan proses
pembangunan belum untuk menjamin secara ketat keamanan ketersediaan cadangan ruang,
lahan, air, dan segala sumberdaya publik yang dikandungnya. Di lain pihak, praktek
kelembagaan dan praktek sosial dari alokasi ruang, lahan dan sumberdaya alam masih sangat
diwarnai oleh ketentuan-ketentuan sektoral yang bersifat parsial.
Pemerintah telah memunculkan Rencana Aksi Nasional (RAN) penurunan emisi gas Rumah
kaca (GRK), sebagai upaya dalam mersepon perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi
dan program pembangunan rendah emisi. Selain itu, beberapa skema sebagai upaya dalam
mengurangi peningkatan gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari dampak deforestasi dan
degradasi hutan yang dianggap meyumbangkan emisi gas rumah kaca dengan prosentase
terbesar, yang berdampak pada perubahan iklim yang dirasakan saat ini. Skema yang dilahirkan
diantaranya REDD (Reduced Emission from Deforestation and Degradation) yang bersifat
mandatori dengan target 26% dan 41 % hingga tahun 2020.
Dari kebijakan pemerintah tersebut, hutan menjadi wilayah yang sangat penting karena fungsi
dan keberadaanya yang menjadi tempat hidup keanekaragaman hayati, menyimpan kekayaan
sumber daya alam dan kawasan penyangga kehidupan, serta kawasan lindung.
Pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan melalui proses partisipatif tetunya akan
memberikan jaminan atas model pengembangan terkait pengelolaan hutan yang menjadi salah
satu sasaran dalam upaya penurunan emisi karbon baik secara mandatory maupun voluntery.
Selain itu, kegiatan pengamanan pada kawasan hutan khususnya kawasan lindung harus
melibatkan masyarakat sehingga tidak menimbulkan konflik antara masyarakat dan pemerintah.
Konsolidasi antar masyarakat dan parapihak menjadi sebuah kebutuhan sehingga tercipta
kesepakatan pengelolaan dan pengawasan lingkungan yang lestari sesuai dengan konsep
tataruang, serta proses pengawasan terhadap investasi berbasis sumber daya alam yang
berdampak
terhadap
keberlanjutan
makhluk
hidup,
sehingga
jaminan
keselamatan
(safeguarding) kepada masyarakat dan lingkungan bisa dipertangung jawabkan.
MAKSUD DAN TUJUAN
Lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di Kabupaten Lampung Tengah dalam program
Kesiapsiagaan Dini Masyarakat dalam Merespon Agenda Mitigasi Perubahan Iklim tahapa kedua bertujuan untuk terus menjalin komunikasi dan koordinasi antara berbagai pihak. Lembaga
eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Yayasan
Konservasi Way Seputih menjadi pihak utama terjalinnya koordinasi. Upaya mensukseskan
program pembangunan rendah emisi yang dilakukan bersama melalui dasar Rencana Aksi
Nasional (RAN) GRK, bertujuan untuk 1) Memperoleh informasi terkait kondisi potensi
sumber daya alam di hutan; 2) Data tentang kelompok pengelola hutan baik hutan negara
maupun hutan rakyat; 3) Implementasi kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam di hutan; dan 4) Kebijakan yang diambil dalam upaya pengamanan lingkungan hidup
dalam merespon perubahan iklim melalui Mitigasi.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Output dari kegiatan Lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di Kabupaten Lampung
Tengah adalah rumusan tentang upaya bersama antara Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah
dan Yayasan Konservasi Way Seputih dalam mendukung pembangunan rendah emisi melalui
kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat masyarakat. Hal ini, dengan tetap
mengacu pada RTRW Lampung Tengah 2012-2031 dan upaya penyelamatan hak-hak
masyarakat dan lingkungan serta pengelolaan hutan yang lestari dari investasi berbasis sumber
daya alam. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah implementasi kebijakan tentang
pengembangan kawasan hutan rakyat dalam membantu menurunkan emisi dari aktifitas
deforstasi dan degradasi hutan. Dari upaya diatas diharapkan dapat memberikan jaminan
keselamatan (safeguarding) kepada masyarakat dari dampak perubahan iklim dan investasi
berbasis sumber daya alam.
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan lobi dan konsultasidi kabupaten Lampung Tengah tahap ke-2 dalam
mendorong penyusunan strategi dan perangkat awal penjamin keselamatan masyarakat
(community safeguard) terkait dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi yang
dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2013. Lokasi kegiatan dilaksanakan di Kantor Dinas
Kehutanan dan Perkebunan , dan Badan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Lampung Tengah.
B.
Pelaksana
Kegiatan lobi dan konsultasi dengan pemerintah daerah di kabupaten Lampung Tengah
tahap ke-dua, dalam mendorong strategi dan perangkat awal penjamin keselamatan masyarakat
(community safeguard) yang bisa menjadi pedoman dalam pengambilan kebijakan terkait
pengembangan investasi berbasi sumber daya alam dan pembangunan rendah emisi, yang
berkaitan erat pada dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi, dilakukan oleh Sdri.
Febrilia Ekawati selaku koordinator Program dengan melibatkan:
1. Kepala Bidang rehabilitasi Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Lampung Tengah
2. Kepala LITBANG dan Perencanaan Bappeda Kabupaten Lampung Tengah
c.
Metode
Diskusi dan pembelajaran bersama (share learning) tentang upaya mensukseskan
pembangunan rendah emisi di Lampung Tengah, dan upaya penyelamatan kawasan lindung
serta pengelolaan hutan yang lestari dari
investasi berbasis sumber daya alam, sekaligus
kebijakan tentang pengembangan kawasan hutan rakyat dalam membantu menurunkan emisi
dari aktifitas deforstasi dan degradasi. Selain itu, Diskusi tentang strategi community safeguard
sebagai sebuah komunitas yang bisa berperan dalam mengakomodasi masukan dari masyarakat
terhadap pengamanan hak-hak linngkungan dan masyarakat dari dampak investasi berbasis
sumber daya alam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km² yang terdiri dari 28
kecamatan, 291 Kampung dan 10 kelurahan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan
kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Lampung (13,57 persen dari total luas
wilayah Provinsi Lampung).
Berdasarkan topografinya Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi menjadi 5 (lima) bagian
yaitu :
1. Daerah Topografi Berbukit sampai Bergunung
Daerah ini terdapat di Kecamatan Selagai Lingga dengan ketinggian rata-rata 1.600 m.
2. Daerah Topografi Berombak sampai Bergelombang
Ciri khusus daerah ini adalah terdapatnya bukit-bukit rendah yang dikelilingi dataran-dataran
sempit, dengan kemiringan antara 8%-15% dan ketinggian antara 300 m-500 m dpl.
3. Daerah Dataran Aluvial
Dataran ini sangat luas, meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai timur, juga
merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar seperti Way Seputih dan Way Pengubuan.
Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 m – 75 m dpl dengan kemiringan 0% - 3%.
4. Daerah Rawa Pasang Surut
Daerah ini terletak di sebelah timur Kabupaten Lampung Tengah, mempunyai ketinggian antara
0,5 m – 1 m dpl.
5. Daerah River Basin
Kabupaten Lampung Tengah memiliki 2 dari 5 DAS di Provinsi Lampung yaitu sebagian besar
adalah DAS Way Seputih dan sebagian kecil adalah DAS Way Sekampung di Kecamatan
Selanggai Lingga.
Dari jenis topografi di atas, di setiap bagian memiliki pemanfaatan wilayah yang berbeda. Pada
topografi perbukit sampai bergunung merupakan wilayah yang memiliki tutupan vegetasi yang
padat dan mejadi zona lindung dan cathman area bagi DAS. Pembagian topografi tersebut
menjadi bagian dalam perencanaan pengelolaan tata ruang wilayah, terutama tata ruang untuk
kawasan lindung yang diatur dalam RTRW. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, dan Peraturan Daerah Nomer 1 tahun 2012 tentang RTRW 20112031 Lampung Tengah.
Kawasan Lindung merupakan kawasan yang di dalamnya tidak diperbolehkan melakukan
kegiatan budidaya apapun, kecuali pembangunan prasarana vital dengan luas areal maksimum
2% dari luas kawasan lindung. Di dalam kawasan non hutan yang berfungsi lindung
diperbolehkan kegiatan budidaya secara terbatas dengan tetap memelihara fungsi lindung
kawasan yang bersangkutan serta wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan
hidup. Kawasan lindung yang akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah, antara lain;
kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat, kawasan rawan
bencana banjir dan ruang terbuka hijau.
Kegiatan budidaya yang sudah ada di Kawasan Lindung mempunyai dampak terhadap
lingkungan hidup, serta dapat mengganggu fungsi lindung, maka fungsi sebagai Kawasan
Lindung dikembalikan secara bertahap disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan memperhatikan fungsi lindung, kawasan yang bersangkutan, dapat
dilakukan eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana alam.
Apabila ternyata di Kawasan Lindung terdapat indikasi adanya sumber daya mineral,
kandungan air tanah, atau kekayaan lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi
Pemerintah, maka kegiatan budidaya di Kawasan Lindung tersebut dapat diizinkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pola ruang kawasan lindung ini
adalah :
1. Menetapkan batas (pengukuran tata batas) dari hutan lindung, kawasan dengan kawasan
resapan air, sempadan sungai, sempadan rel kereta api dan rawan banjir.
2. Sosialisasi batas resmi (hasil pengukuran dan penetapan tata batas) dari kawasan-kawasan
lindung di atas.
3. Merumuskan peraturan tentang pemberian izin, arahan insentif dan disinsentif, serta sanksisanksi terkait dengan pemanfaatan dan pegendalian kawasan lindung sebagaimana disampaikan
pada poin 1.
4. Menyiapkan mekanisme pemantauan, pengaduan dan advokasi pelaksanaan peraturan
tentang batas-batas kawasan lindung.
5. Menyiapkan lembaga dan keuangan guna pelaksanaan pemantauan dan advokasi kawasan
lindung.
KAWASAN HUTAN LINDUNG
Program pengembangan dan pemantapan kawasan hutan lindung adalah:
1. Meningkatkan dan mengembangkan cakupan kawasan program HKm pada kawasan hutan
lindung yang sudah rusak/alih fungsi non hutan. kawasan Hutan Kemasyarakatan dialokasikan
di kawasan Register 39 Kota Agung Utara dengan luas kurang lebih 5.745 Hektar.
2. Pembentukan dan pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
3. Melakukan reboisasi pada lahan-lahan kritis melalui kerjasama dengan berbagai lembaga peduli
hutan, lintas instansi pemerintah dan masyarakat setempat.
4. Langkah-langkah pengelolaan hutan lindung yang akan dilaksanakan adalah :
a Penguatan manajemen kawasan dan pemantapan blok lindung pada kawasan HL untuk
mendukung kawasan konservasi di atasnya.
b. Penegakan hukum bagi kegiatan illegal logging dengan penanganan (represif, persuasif, dan
preventif) secara kontinu.
c. Kegiatan Rehabilitasi, Redeliniasi kawasan hutan.
5. Inventarisasi kawasan hutan rusak pada rencana areal kerja HKm untuk mendorong
perambahan yang ada di blok lindung/dalam kawasan TN untuk mendapatkan izin HKm pada
areal yang sudah direncanakan.
KAWASAN SEMPADAN SUNGAI
Program pengembangan dan pemantapan kawasan sempadan sungai adalah:
1. Tidak mengeluarkan ijin mendirikan bangunan hunian atau tempat usaha atau kegiatan yang
berdampak mengganggu aliran/badan sungai pada daerah sempadan sungai.
2. Menertibkan bangunan permukiman, publik dan komersial yang berada pada garis sempadan
sungai secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal
3. mengembangkan konsep bangunan menghadap air (sungai).
4. Membangun jalan inspeksi pada kawasan sungai yang melalui kawasan perkotaan dan atau
permukiman.
5. Tidak diperkenankan untuk membuang sampah, limbah padat atau cair serta menata dan
mengelola saluran-saluran pembuangan limbah yang menuju badan sungai.
6. Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor.
7. Pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budidaya tanaman keras
bernilai ekologis dan ekonomis, tanaman sayuran, dan lainnya.
MITIGASI BENCANA
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia
dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Aktifitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi
kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah
kejadiannya (Warfield, tanpa tahun) .
Efektifitas tindakan mitigasi bencana tergantung pada ketersediaan informasi tentang bencana,
resiko keadaan darurat (emergency risks), dan tindakan tanggapan (counter measures) yang
diambil. Dengan demikian, fase mitigasi mencakup pembentukan kebijakan publik dan rencana
memodifikasi penyebab bencana atau memitigasi efek bencana atas manusia, harta benda dan
infra struktur.
Dalam kaitannya dengan upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi terjadinya bencana,
mamahami karakter dari suatu bencana adalah sangat penting, karena pengetahuan akan
karakter bencana yang akan terjadi merupakan hal yang menjadi dasar bagi penentuan
tindakan-tindakan pencegahan atau tindakan tanggapan yang perlu dilakukan terhadap suatu
bencana. Hal ini menunjukkan bahwa mengetahui atau memahami dengan baik karakteristik
dari suatu bencana geologi merupakan langkah awal yang mendasar dalam kegiatan mitigasi
bencana. Agar tindakan mitigasi bencana dapat efektif.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan wilayah yang memiliki resiko terhadap bencana
banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Oleh karenanya perlu rencana mitigasi bancana
untuk mengurangi tingkat kerentanan dan dampak resiko terhadap bencana alam tersebut.
MITIGASI BENCANA BANJIR
Arahan program mitigasi bencana banjir adalah:
1. Melakukan studi dan pemetaan kawasan rawan banjir
2. Pembuatan tanggul pada sungai-sungai
3. Pembuatan kolam penampung air (embung) pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir
4. Dilakukanya kegiatan-kegiatan reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap
masyarakat yang tinggal pada wilayah yang memiliki potensi bahaya banjir
5. Pengamanan kawasan sempadan sungai dan konservasi kawasan hulu sungai
6. Normalisasi wilayah sungai secara berkala
7. Memperbaiki kondisi fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas
pelayananya dan segala jenis kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan
banjir dilarang
8. Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan
MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Arahan untuk perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor, sebagai berikut:
1. Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana longsor
khusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%
2. Menutup dan melarang kegiatan alih fungsi lahan serta revitalisasi kawasan lindung lainnya
3. Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung
4. Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall, dsb).
Selain kegiatan pengamanan di kawasan lindung yang telah diatur dalam RTRW 2011-2013
Lampung Tengah, Pemerintah dalam hal ini melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan
kabupaten Lampung Tengah berupaya menambah areal pencadangan kawasan hijau melalui
kegiatan pengembangan hutan rakyat, dengan didukung dari beberapa lembaga swadaya
masyarakat diataranya Yayasan Konservasi Way Seputih dalam pendampingan kelompok
masyarakat pengelola hutan rakyat.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, tentunya akan memberikan jaminan atas kelestarian
lingkungan dan
IV. RINGKASAN
Pelaksanaan Lobi dan Konsultasi Dengan Pemerintah Daerah Di Kabupaten Lampung Tengah
Dalam Program: Kesiapsiagaan Dini Masyarakat Dalam Merespon Angenda Mitigasi
Perubahan Iklim, berjalan lancar. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 9 Maret 2013 di
Kabupaten Lampung Tengah, melibatkan pihak Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah
(Bappeda), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Tengah.
Beberapa kesepakatan telah dibuat. Yaitu kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam
upaya perlindungan lingkungan hidup diataranya, upaya perlindungan di kawasan lindung yang
akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah, antara lain; kawasan hutan lindung,
kawasan resapan air, kawasan rawan bencana banjir dan ruang terbuka hijau serta kawasan
sempadan sungai.
Dalam hal upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi terjadinya bencana melalui Mitigasi
bencana banjir, yang disepakati berupa; 1) Melakukan studi dan pemetaan kawasan rawan
banjir; 2) Pembuatan tanggul pada sungai-sungai; 3) Pembuatan kolam penampung air
(embung) pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir; 4) Dilakukanya kegiatan-kegiatan
reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap masyarakat yang tinggal pada wilayah
yang memiliki potensi bahaya banjir; 5) Pengamanan kawasan sempadan sungai dan konservasi
kawasan hulu sungai; 6) Normalisasi wilayah sungai secara berkala; 7) Memperbaiki kondisi
fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas pelayananya dan segala jenis
kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan banjir dilarang,; 8)
Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan.
Dan mitigasi tanah longsor malalui; 1) Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum
di kawasan rawan bencana longsor khusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%;
2) Menutup dan melarang kegiatan alih fungsi lahan serta revitalisasi kawasan lindung lainnya;
3) Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung;
4) Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall, dsb).