Aksi Demokrasi dalam Pemilu docx
DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara ) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik negara ( eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk
diwujudkan
dalam
tiga
jenis
lembaga
negara
yang
saling
lepas
( independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan
agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances .
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembagalembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif
dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak
sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya ( konstituen ) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif , selain sesuai
hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil
penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui
pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh
seluruh
warganegara , namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara
sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih ).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya
kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih
sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak
kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak
besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah
akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu
tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus,
sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin
negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup
suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak
negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah
melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki
catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap
sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan
hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke18 , bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat , dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan , sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan
prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat
juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip
semacam
trias
politica
ini
menjadi
sangat
penting
untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,
misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa
mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk
rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
( accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan
lembaga Negara tersebut.
PEMILU DAN DEMOKRASI
Mengapa kita mesti menggelar Pemilu 2014 yang menghabiskan 22
Trilyun Rupiah? Apakah tidak lebih baik uang tersebut diberikan saja
langsung kepada jutaan warga miskin yang belum cukup sandang, pangan
dan papan? Kenapa untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden ini mesti
mengeluarkan banyak tenaga dan belum tentu juga pemimpin yang jadi
nantinya akan memperhatikan kita? Akan tetapi, jika tidak melalui Pemilu,
lantas dengan cara apa dan bagaimana pemimpin kita dipilih? Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif
dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya yang tidak memihak
rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat pada Pemilu
sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat
bisa
bertanggungjawab
dengan
tidak
memilihnya
lagi
di
Pemilu
berikutnya.
Inilah kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini
berusaha benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak
dipegang oleh segelintir orang, tetapi oleh kita semua dengan melakukan
pengecekan ulang dan perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui
Pemilu langsung, masyarakat pemilih bisa menilai apakah pemerintahan
dan perwakilan pantas dipilih kembali atau justru perlu diganti karena
tidak mengemban amanah rakyat.
Sebagai salah satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep
kedaulatan rakyat yang abstrak menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah
orang-orang terpilih yang mewakili rakyat dan bekerja untuk dan atas
nama rakyat. Tata cara seleksi mencari pemimpin dengan melibatkan
sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas model memilih
pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara terbatas.
Dengan demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar
rakyat melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun
kebijakan yang tepat, untuk perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama.
Karena Pemilu adalah sarana pergantian kepemimpinan, maka kita patut
mengawalnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan
Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu lebih kritis dan mengetahui
secara sadar nasib suara yang akan diberikannya. Suara kita memiliki nilai
penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri.
Keterlibatan masyarakat dapat dimulai sejak memastikan dirinya
terdaftar sebagai pemilih, meneliti dan mempelajari para pasangan calon,
mengikuti
dan
mengawasi
pelaksanaan
kampanye,
melaporkan
pelanggaran penyelenggara dan peserta, mencari tahu tentang calon
pemimpin, memberikan suara pada hari pemungutan suara serta menjaga
suara yang telah diberikannya murni berdasarkan hasil suara di TPS.
Sebanyak mungkin informasi tentang peraturan dan pelaksanaan
dalam Pemilu dapat menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh pemilih dan
menjadi modal utama Pemilu akan berjalan dengan tertib, lancar dan
damai untuk kepentingan nasib bangsa kedepan.
Demokrasi hendak menjawab dua pertanyaan penting: untuk
kepentingan siapa kekuasaan dijalankan (demokrasi substansial); dan
bagaimana
kekuasaan
itu
dikelola
(demokrasi
prosedural).
Dua
pertanyaan kunci ini juga bisa dikemukakan dalam konteks Pemilu: untuk
kepentingan siapa Pemilu dilaksanakan; dan bagaimana menjamin Pemilu
agar kepentingan rakyat betul-betul diakomodasi.
Alasan pelaksanaan Pemilu :
Pemilu
demokratis.
merupakan
Pemilu
alat
atau
merupakan
sarana
alat
kekuasaan
kepemimpinan
yang
paling
politik
suatu
pemerintahan. Rakyat dapat memberikan apresiasi dan penghukuman
pemimpin daerah yang berkuasa dapat berlanjut atau tergantikan sesuai
kinerjanya
ketika
berkuasa.Pemilu
menjadi
pilihan
paling
demokra
menguji kualitas kedekatan calon pemimpin dengan masyarakatnya.
Pemilu mampu mencerminkan arus harapan yang muncul dalam
masyarakat tentang apa yang mereka inginkan dari pemerintahannya.
Pemilu merupakan sarana mendapatkan informasi mengenai calon kepala
daerah sebelum publik menentukan pilihannya secara rasional. Aspek
jang menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi dihimpunnya
aspirasi publik.
Pemilu menjadi sarana menghuk yang lalai terhadap rakyat dengan
cara tidak dipilih lagi dalam Pemilu. Dalam sistem pemerintahan yang
demokratis, kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat, artinya suara
rakyatlah yang menentukan masa depan pemimpinnya. Pemerintahan
yang dibentuk benar-benar berdasarkan keinginan dan kepercayaan
rakyat. Warga masyarakat yang mempunyai hak pilih mendatangi Tempat
Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya.
Prinsip Pemilu Demokratis :
1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU
dan Jajaran BAWASLU) yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak
manapun.
2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil.
3. Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural,
transparan dan akuntabel.
4. Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip
satu suara mempunyai nilai yang sama (one person, one vote dan one
value).
Bagaimana sebetulnya mengukur Pemilu bisa dikatakan sebagai
Pemilu yang jurdil dan demokratis? Tidak ada ukuran baku akan hal itu.
Namun setidaknya beberapa ukuran dari manifesto dan deklarasi tentang
kriteria Pemilu yang bebas dan adil yang secara bulat diterima oleh
Dewan Antar Parlemen pada sidangnya yang ke 154 patut untuk kita
perhatikan. Deklarasi tersebut menggarisbawahi hal-hal pokok dalam
penyelenggaraan pemilu yang jurdil, demokratis dan di selenggarakan
dalam suasana yang bebas dari tekanan, yaitu sebagai berikut :
Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu
tanpa diskriminasi. Setiap pemilih mempunyai hak mendapatkan akses
informasi yang efektif, tidak berpihak dan tidak diskriminatif. Tidak
seorang pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk
memberikan suara atau didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih,
kecuali sesuai kriteria obyektif yang ditetapkan undang-undang. Setiap
orang yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan sebagai
pemilih berhak naik banding ke pihak yang berwenang untuk meninjau
keputusan itu dan untuk mengoreksi kesalahan secara cepat dan efektif.
Setiap pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat
pemungutan suara untuk dapat mewujudkan hak pilihnya. Setiap pemilih
dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan suaranya
mempunyai nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain. Setiap
pemilih mempunyai hak memberikan suara secara rahasia adalah mutlak
dan
tidak
boleh
dihalangi
dengan
cara
apapun.
Demokrasi
juga
menyangkut kegiatan sehari-hari masyarakat. Proses demokrasi harus
tercermin
dalam
interaksi
antar
kelompok
dan
golongan
dalam
masyarakat, seperti berbagai kelompok kepentingan (interest groups),
kelompok penekan (pressure groups), keluarga dan individu.
Demokrasi mengandaikan adanya kesejajaran antara individu atau
warga negara, tanpa adanya perbedaan berdasarkan apapun, jenis
kelamin, warna kulit, agama dan etnisnya. Konsensus negara demokratis
telah memastikan terselenggaranya Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai
salah satu indikator yang mutlak harus dijalankan. Bagi Indonesia, Pemilu
sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan sistem
ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun
1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis.
Kemudian berlanjut pada
Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali
Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah Pemilu sudah
sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja, sudah
diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.
Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru,
Pemilu di masa reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa
diambil beberapa pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu
1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis
dan partisipatif.
Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu
membuat
setiap
kontestan
saling
mengawasi
pelaksanaan
Pemilu.
Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada
semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti partisipasi
masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu.
Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan
melekat pada domain rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah
Orde Baru tidak ingin Pemilu diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi
diakui sebagai pemilik sah kedaulatan sejati.
Kemudian pada Pemilu 1997 menjadi akhir dari Pemilu rezim Orde
Baru. Semangat reformasi mengkristal dengan adanya keinginan untuk
terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil. Sehingga pelaksanaan Pemilu
1999, 2004, 2009 isu pemantauan Pemilu menjadi instrumen yang
dikembangkan
secara
sistematis,
misalnya
melalui
pelembagaan
Pengawas Pemilu dan membuka ruang bagi kelompok pemantau.
Asas Pemilu :
1. Jujur : Penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik
peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu dan pemilih bersikap
dan bertindak jujur.
2. Adil : Penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.
3. Langsung : Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara
langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya,
tanpa perantara.
4. Umum : Semua warga negara yang memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah
kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu.
5. Bebas : Setiap warga negara yang memilih menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
6. Rahasia : Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan
apapun.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara ) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik negara ( eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk
diwujudkan
dalam
tiga
jenis
lembaga
negara
yang
saling
lepas
( independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan
agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances .
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembagalembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif
dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak
sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya ( konstituen ) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif , selain sesuai
hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil
penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui
pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh
seluruh
warganegara , namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara
sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih ).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya
kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih
sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak
kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak
besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah
akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu
tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus,
sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin
negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup
suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak
negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah
melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki
catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap
sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan
hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke18 , bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat , dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan , sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan
prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat
juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip
semacam
trias
politica
ini
menjadi
sangat
penting
untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,
misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa
mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk
rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
( accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan
lembaga Negara tersebut.
PEMILU DAN DEMOKRASI
Mengapa kita mesti menggelar Pemilu 2014 yang menghabiskan 22
Trilyun Rupiah? Apakah tidak lebih baik uang tersebut diberikan saja
langsung kepada jutaan warga miskin yang belum cukup sandang, pangan
dan papan? Kenapa untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden ini mesti
mengeluarkan banyak tenaga dan belum tentu juga pemimpin yang jadi
nantinya akan memperhatikan kita? Akan tetapi, jika tidak melalui Pemilu,
lantas dengan cara apa dan bagaimana pemimpin kita dipilih? Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif
dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya yang tidak memihak
rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat pada Pemilu
sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat
bisa
bertanggungjawab
dengan
tidak
memilihnya
lagi
di
Pemilu
berikutnya.
Inilah kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini
berusaha benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak
dipegang oleh segelintir orang, tetapi oleh kita semua dengan melakukan
pengecekan ulang dan perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui
Pemilu langsung, masyarakat pemilih bisa menilai apakah pemerintahan
dan perwakilan pantas dipilih kembali atau justru perlu diganti karena
tidak mengemban amanah rakyat.
Sebagai salah satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep
kedaulatan rakyat yang abstrak menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah
orang-orang terpilih yang mewakili rakyat dan bekerja untuk dan atas
nama rakyat. Tata cara seleksi mencari pemimpin dengan melibatkan
sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas model memilih
pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara terbatas.
Dengan demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar
rakyat melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun
kebijakan yang tepat, untuk perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama.
Karena Pemilu adalah sarana pergantian kepemimpinan, maka kita patut
mengawalnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan
Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu lebih kritis dan mengetahui
secara sadar nasib suara yang akan diberikannya. Suara kita memiliki nilai
penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri.
Keterlibatan masyarakat dapat dimulai sejak memastikan dirinya
terdaftar sebagai pemilih, meneliti dan mempelajari para pasangan calon,
mengikuti
dan
mengawasi
pelaksanaan
kampanye,
melaporkan
pelanggaran penyelenggara dan peserta, mencari tahu tentang calon
pemimpin, memberikan suara pada hari pemungutan suara serta menjaga
suara yang telah diberikannya murni berdasarkan hasil suara di TPS.
Sebanyak mungkin informasi tentang peraturan dan pelaksanaan
dalam Pemilu dapat menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh pemilih dan
menjadi modal utama Pemilu akan berjalan dengan tertib, lancar dan
damai untuk kepentingan nasib bangsa kedepan.
Demokrasi hendak menjawab dua pertanyaan penting: untuk
kepentingan siapa kekuasaan dijalankan (demokrasi substansial); dan
bagaimana
kekuasaan
itu
dikelola
(demokrasi
prosedural).
Dua
pertanyaan kunci ini juga bisa dikemukakan dalam konteks Pemilu: untuk
kepentingan siapa Pemilu dilaksanakan; dan bagaimana menjamin Pemilu
agar kepentingan rakyat betul-betul diakomodasi.
Alasan pelaksanaan Pemilu :
Pemilu
demokratis.
merupakan
Pemilu
alat
atau
merupakan
sarana
alat
kekuasaan
kepemimpinan
yang
paling
politik
suatu
pemerintahan. Rakyat dapat memberikan apresiasi dan penghukuman
pemimpin daerah yang berkuasa dapat berlanjut atau tergantikan sesuai
kinerjanya
ketika
berkuasa.Pemilu
menjadi
pilihan
paling
demokra
menguji kualitas kedekatan calon pemimpin dengan masyarakatnya.
Pemilu mampu mencerminkan arus harapan yang muncul dalam
masyarakat tentang apa yang mereka inginkan dari pemerintahannya.
Pemilu merupakan sarana mendapatkan informasi mengenai calon kepala
daerah sebelum publik menentukan pilihannya secara rasional. Aspek
jang menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi dihimpunnya
aspirasi publik.
Pemilu menjadi sarana menghuk yang lalai terhadap rakyat dengan
cara tidak dipilih lagi dalam Pemilu. Dalam sistem pemerintahan yang
demokratis, kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat, artinya suara
rakyatlah yang menentukan masa depan pemimpinnya. Pemerintahan
yang dibentuk benar-benar berdasarkan keinginan dan kepercayaan
rakyat. Warga masyarakat yang mempunyai hak pilih mendatangi Tempat
Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya.
Prinsip Pemilu Demokratis :
1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU
dan Jajaran BAWASLU) yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak
manapun.
2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil.
3. Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural,
transparan dan akuntabel.
4. Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip
satu suara mempunyai nilai yang sama (one person, one vote dan one
value).
Bagaimana sebetulnya mengukur Pemilu bisa dikatakan sebagai
Pemilu yang jurdil dan demokratis? Tidak ada ukuran baku akan hal itu.
Namun setidaknya beberapa ukuran dari manifesto dan deklarasi tentang
kriteria Pemilu yang bebas dan adil yang secara bulat diterima oleh
Dewan Antar Parlemen pada sidangnya yang ke 154 patut untuk kita
perhatikan. Deklarasi tersebut menggarisbawahi hal-hal pokok dalam
penyelenggaraan pemilu yang jurdil, demokratis dan di selenggarakan
dalam suasana yang bebas dari tekanan, yaitu sebagai berikut :
Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu
tanpa diskriminasi. Setiap pemilih mempunyai hak mendapatkan akses
informasi yang efektif, tidak berpihak dan tidak diskriminatif. Tidak
seorang pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk
memberikan suara atau didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih,
kecuali sesuai kriteria obyektif yang ditetapkan undang-undang. Setiap
orang yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan sebagai
pemilih berhak naik banding ke pihak yang berwenang untuk meninjau
keputusan itu dan untuk mengoreksi kesalahan secara cepat dan efektif.
Setiap pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat
pemungutan suara untuk dapat mewujudkan hak pilihnya. Setiap pemilih
dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan suaranya
mempunyai nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain. Setiap
pemilih mempunyai hak memberikan suara secara rahasia adalah mutlak
dan
tidak
boleh
dihalangi
dengan
cara
apapun.
Demokrasi
juga
menyangkut kegiatan sehari-hari masyarakat. Proses demokrasi harus
tercermin
dalam
interaksi
antar
kelompok
dan
golongan
dalam
masyarakat, seperti berbagai kelompok kepentingan (interest groups),
kelompok penekan (pressure groups), keluarga dan individu.
Demokrasi mengandaikan adanya kesejajaran antara individu atau
warga negara, tanpa adanya perbedaan berdasarkan apapun, jenis
kelamin, warna kulit, agama dan etnisnya. Konsensus negara demokratis
telah memastikan terselenggaranya Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai
salah satu indikator yang mutlak harus dijalankan. Bagi Indonesia, Pemilu
sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan sistem
ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun
1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis.
Kemudian berlanjut pada
Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali
Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah Pemilu sudah
sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja, sudah
diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.
Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru,
Pemilu di masa reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa
diambil beberapa pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu
1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis
dan partisipatif.
Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu
membuat
setiap
kontestan
saling
mengawasi
pelaksanaan
Pemilu.
Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada
semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti partisipasi
masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu.
Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan
melekat pada domain rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah
Orde Baru tidak ingin Pemilu diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi
diakui sebagai pemilik sah kedaulatan sejati.
Kemudian pada Pemilu 1997 menjadi akhir dari Pemilu rezim Orde
Baru. Semangat reformasi mengkristal dengan adanya keinginan untuk
terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil. Sehingga pelaksanaan Pemilu
1999, 2004, 2009 isu pemantauan Pemilu menjadi instrumen yang
dikembangkan
secara
sistematis,
misalnya
melalui
pelembagaan
Pengawas Pemilu dan membuka ruang bagi kelompok pemantau.
Asas Pemilu :
1. Jujur : Penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik
peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu dan pemilih bersikap
dan bertindak jujur.
2. Adil : Penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.
3. Langsung : Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara
langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya,
tanpa perantara.
4. Umum : Semua warga negara yang memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah
kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu.
5. Bebas : Setiap warga negara yang memilih menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
6. Rahasia : Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan
apapun.