Langkah Utama bagi Lingkungan Keberlanju

Langkah Utama bagi Lingkungan Keberlanjutan Bumi Indonesia
Oleh: Lady Hafidaty R. K. (Geografi, FMIPA UI, 2010)

Pendahuluan
Guna menciptakan individu-individu sehat, dibutuhkan lingkungan yang
sehat. Lingkungan yang sehat memiliki keseimbangan ekosistem yang
mendukung keberlangsungan hidup, khususnya manusia. Diketahui bahwa
perubahan iklim merupakan ancaman bersama. Berbagai diskusi antar negara
menghasilkan Protokol Kyoto (1997), UNFCCC United Nations, REDD, REDD+,
dan lainnya. Bermacam jenis perubahan lingkungan berdasarkan penelitianpenelitian dari berbagai sektor di negara-negara. Hal ini meningkatkan
kekhawatiran bagi negara-negara secara keseluruhan. Konteks “lingkungan”, pada
akhirnya, menepiskan batas batas politik dan kategorisasi ekonomi negara bagi
kita semua.
Dalam hal ini negara-negara penyumbang dampak terbesar pada
lingkungan ialah negara penyumbang emisi terbesar, yakni dalam katagorisasi
dunia dalam tingkat pertama: negara maju. Negara maju tersebut, misalnya
Amerika Serikat, Inggris dan Jepang, dan lain-lain. Negara maju ikut mengemban
tanggung jawab utama karena selama 100 tahun terakhir melakukan kegiatan
industri besar-besaran. Disisi lain, negara-negara maju mendapat keuntungan dari
sisi ekonominya, yaitu menjadi negara kaya di dunia. Oleh karenanya dibentuklah
konsep negara-negara penyumbang emisi terbesar member dana pendukung untuk

keberlanjutan lingkungan, seperti REDD dan REDD+. Target negara-negara maju
tersebut salah satunya ialah negara kita, Indonesia.
Indonesia, sebagai negara berkembang, sekaligus mengemban paru-paru
dunia, memiliki andil besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Hutan
Indonesia memiliki hampir 30 ribu spesies tumbuhan. Tumbuhan hijau, terutama
dalam hutan, memiliki sistem metabolisme yang memproses bahan emisi ke
bahan yang menguntungkan makhluk hidup. Kita biasa menyebutnya proses
fotosintesis.
Umumnya,

proses fotosintesis

membutuhkan

bahan emisi

yaitu,

karbondioksida, serta mengeluarkan output bahan menguntungkan yaitu oksigen.


Proses ini berlaku pada seluruh tumbuhan hijau. Untuk tumbuhan kriteria tertentu,
beberapa diantaranya membutuhkan emisi lain, seperti karbon monoksida, tetapi
jumlahnya tidak banyak.
Hasil penelitin REDD dan REDD+ pada dasarnya mempertukarkan
penjagaan hutan dengan karbon stok yang dikeluarkan negara-negara maju.
Penelitian ilmiah dekade ini seakan berlomba-lomba menghasilkan data
kuantitatif stok karbon, karena lebih menguntungkan dari sisi ekonomi. Padahal,
perhitungan stok karbon hanya berdasarkan salah satu output emisi, yaitu
karbondioksida, yang diserap tumbuhan. Jika mengesampingkan negara-negara
maju berkaitan hal ini, perlu digarisbawahi, bahwa pada kenyataannya
peningkatan jumlah emisi oleh aktifitas manusia terbesar dari industri dan
transportasi, tidak hanya berupa emisi karbon dioksida.
Emisi lainnya yaitu SOx, NOx, CO, Pb, PM10, O3, CFC, dan sebagainya,
secara alami didaur ulang oleh alam melalui berbagai siklus air, udara, tanah.
Akan tetapi, pada keseimbangan komponen alam tersebut, terdapat batasan
ambang yang layak bagi kehidupan makluk hidup. Jika melebihi batas ambang,
atau melewati tingkat jenuh, maka akan terjadi gangguan ekosistem. Artinya
berlanjut pada gangguan pada komponen-komponen alam lainnya setelah
diteruskan oleh siklus alami. Kemudian ini berimplikasi pada gangguan pada
makhluk hidup, baik tanaman dan hewan, termasuk manusia.

Pada dasarnya untuk komponen alam yang dipengaruhi oleh industri dan
transportasi adalah komponen udara. Namun, sesuai dengan hukum kekekalan
energi dan hukum kekekalan massa1, maka terjadi siklus dari output (emisi) yang
telah dikeluarkan dalam kegiatan ini ke komponen udara, kemudian emisi
berbentuk zat ini berubah fase, berulang-ulang dalam suatu siklus. Dalam ilmu
kimia, fase zat pada dasarnya ada tiga yaitu gas (g), liquid (l), dan solid (s).
Apabila dalam satu komponen alam dari udara, tanah, maupun air memiliki
1

Hukum kekekalan massa menyatakan, ”Dalam suatu reaksi, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.” Hal ini

berlaku pada massa dari sistem tertutup, meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut. Bumi, dapat
berarti sistem terbuka atau sistem tertutup. Sistem tertutup ini berkaitan dengan sistem dengan batas yang memungkinkan
terjadinya pertukaran energi, tetapi tidak memungkinkan pertukaran materi antara sistem dengan lingkungannya. Artinya,
sistem ini pun berkaitan dengan hukum kekekalan energi (hukum I Termodinamika), yang menyatakan, “Energi dapat
berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (konversi energi)”. Kekekalan
energi ini berarti keberadaan energi tetap. Ini berkolerasi positif dengan sistem tertutup dari bumi.

kelebihan emisi—sehingga kurang baik terproses atau jika semakin berlebih akan
bertumpuk—maka akan menghasilkan komponen alam yang tidak bisa

mengembalikan kealamiahannya kembali, sehingga terjadi kerusakan alam.
Hubungan selanjutnya, terjadi timbal-balik antara alam dan makhluk hidup, yaitu
ekosistem, yang pada akhirnya akan menyebabkan beberapa perubahan pada
mahkluk hidup. Ini berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang terkena emisi,
atau dengan kata lain kita biasa menyebutnya “lingkungan tercemar”. Artinya
daya dukung lingkungan yang sebelumnya layak menjadi tidak layak bagi
makhluk hidup, termasuk manusia. Demikianlah proses terjadinya kerusakan
lingkungan dari komponen industri dan transportasi, sehingga perlu pemutusan
rantai kerusakan ini.
Kerusakan atau ketidakseimbangan alam ini ditandai oleh berbagai
masalah pencemaran serta Urban Heat Island. Titik pengurangan emisi global
setiap jenis emisi atau polutan adalah satu-satunya cara untuk mencegah hal-hal
buruk dari pemanasan global hingga perubahan iklim yang terjadi.
Cara paling logis agar alam kembali seimbang sepenuhnya ialah
menghentikan aktifitas industri dan transportasi. Namun, dalam sisi ekonomi,
pemberhentian ini sama artinya dengan pemutusan rantai ekonomi, yaitu mata
pencaharian sektor industri, serta menghambat pergerakan (transportasi). Ini
merugikan manusia, karena pada dasarnya “teknologi” dari industri dan
transportasi diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia.
Apabila pemberhentian sepihak ini di Indonesia diberlakukan, maka akan

menuai berbagai kontroversi dari berbagai kalangan, sehingga akan sangat lama
terealisasi. Bukan tidak mungkin jika langkah ini diambil, pemerintah Indonesia
perlu berperang dengan rakyatnya sendiri. Bukan perang yang diinginkan bagi
lingkungan, tetapi keberlanjutan, sehingga perlu strategi yang bijak.

Isi
Umum

Ada strategi umum yang dapat ditempuh Indonesia agar sektor industri
dan transportasi berjalan seiring dengan lingkungan—yang merupakan investasi

daya dukung lingkungan layak bagi anak-cucu generasi mendatang. Pada strategi
ini lebih menekankan pada sektor transportasi.

(1) Pertama, untuk sektor jasa transportasi, perlu adanya perubahan teknologi

transportasi kendaraan bermotor dari yang menghasilkan polutan berbahaya ke
kendaraan ramah lingkungan. Ramah lingkungan di sini berarti mengurangi
sampai batas tertentu penggunaan bahan bakar fosil, dan menggantinya dengan
biofuel atau sumber energi lain yang memiliki output ramah lingkungan. Dalam

hal ini dapat dibantu para ahli terkait, misalnya teknik mesin, yang melakukan
rekayasa mesin agar menghasilkan output ramah lingkungan.
Rekayasa mesin untuk transportasi dapat dilakukan bertahap, misalnya
transportasi dari sisi katup mesin penyalur bahan bakar untuk pembangkit energi.
Apabila katup mesin dibuat dobel atau tripel, dapat dimana katup pertama untuk
bahan bakar fosil, katup kedua untuk zat A ramah lingkungan (misalnya minyak
jarak), katup ketiga untuk zat B (bahan bakar ramah lingkungan lain). Perpaduan
transportasi ini dapat dibantu oleh panel surya yang dipasang di kendaraan, sesuai
dengan keadaan Indonesia yaitu negara tropis, yang dekat dengan khatulistiwa.
Untuk katup, pada akhirnya secara bertahap dapat dikurangi sedikit demi sedikit
penggunaan katup pertama. Hal ini akan berjalan maksimal jika ada kebijakan dan
pengawasan tegas dari pemerintah. Tidak lupa, teknologi ini perlu diterapkan
dalam masyarakat, melalui pendekatan budaya bertahap.
Diharapkan dari sini, output emisi berbahaya ke lingkungan dapat
berkurang secara nyata, tidak hanya sekedar wacana. Keberhasilan strategi ini
akan lebih mudah jika terdapat kerjasama antara pengusaha mobil, pemerintah,
dan masyarakat.

(2) Kedua, sektor industri, sebagai permulaan dilakukan AMDAL secara
berkelanjutan pada setiap provinsi di Indonesia. AMDAL atau Analisis Dampak

Lingkungan, tidak hanya berupa penelitian, tetapi dilakukan pula standarisasi
indikator skala internasional mengenai dampak lingkungan. Perlu dilaksanakan
pula konservasi lingkungan, yang dapat dibantu oleh pengembangan teknologi.

Peneliti-peneliti Indonesia perlu didukung pemerintah untuk melakukan
penelitian (dukungan dana selain dari CSR, pengembangan kapasitas penelitian,
kebijakan). Perlu ada transparansi berbagai sektor industri yang berada di seluruh
provinsi Indonesia, baik dari industri besar hingga lokal, mengenai output emisi
yang dikeluarkannya.
Sebagai langkah pengawasan transparansi output emisi industi ke
lingkungan secara efektif, diperlukan keberadaan pemerintah, pihak netral,
maupun masyarakat dalam mengawasi transparansi output ke lingkungan ini. Dari
keseluruhan ini, kebijakan adalah langkah terpenting, untuk menggerakkan
kepedulian nyata terhadap bumi Indonesia.

Kecenderungan Masa Kini: Transportasi

Diperkirakan bahwa sebagian besar penduduk di masa mendatang akan
menempati perkotaan. Sebelum hal itu terjadi, kenyataan “di lapangan”
mengindikasikan ketidakberesan. Berbagai permasalahan yang muncul di kotakota besar Indonesia masa kini ialah macet. Masalah lain yang sering diabaikan

untuk mengatasi macet ialah lingkungan. Ada banyak kasus di Indonesia
mengenai pengorbanan jalur hijau untuk menambah jalur demi transportasi. “Air
Susu dibalas Air Tuba” bisa jadi ungkapan yang tepat pada tanaman hijau, yang
telah memberikan oksigen untuk keberlangsungan bernafas umat, tetapi dibalas
dengan penghancuran tanaman hijau itu sendiri.
Tanaman hijau adalah salah satu aspek yang diperlukan untuk
mengembalikan keseimbangan lingkungan,

terutama

dari karbondioksida

berlebih. Meskipun pada dasarnya perlu 30% tanaman hijau di perkotaan,
keberadaan gedung-gedung tinggi di perkotaan, dan kepadatan kota menyebabkan
tingkat kenyamanan lingkungan kota dari 30% ini sepertinya tidak dirasakan.
Tidak hanya itu, masalah macet akibat “kejenuhan ruang akibat kepadatan
mobilitas tidak sesuai dengan daya tampung ruang”, menambah ketidaknyamanan
lingkungan kota. Kedua permasalahan ini dapat diatasi sekaligus dengan adanya
keberadaan


transpotasi

massal

yang

ramah

lingkungan.

mengabaikan produksi transportasi pribadi ramah lingkungan.

Namun

tidak

Keberadaan transportasi massal yang ramah lingkungan perlu memiliki
indikator-indikator yang menunjukkan transportasi tersebut layak disebut ramah
lingkungan. Dari perspektif budaya, secara tidak langsung pemerintah mendukung
upaya penerimaan masyarakat terhadapkeberadaan transportasi ramah lingkungan.

Masyarakat pun akan melihat pemerintah konsisten mencontohkan program
keberlanjutan lingkungan, sehingga lambat laun akan tergugah. Ramah
lingkungan mirip konsep yang telah penulis jabarkan pada poin umum bagian
pertama.
Kemudian, efektifitas rute terbaik sebagai acuan pembuatan rute
transportasi massal, serta secara tidak langsung menarik minat masyarakat agar
beralih ke transportasi umum. Dalam ilmu geografi, dapat menggunakan analisis
spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), seperti analisis jaringan
(network analysis).
Pada

dasarnya,

analisis

jaringan

membantu

menganalisis


dalam

komunikasi data dan jaringan, untuk memastikan efisiensi jaringan. Penggunaan
analisis jaringan dalam transportasi, berarti jaringan yang dimaksud ialah jaringan
jalan. SIG dapat membantu dengan menganalisa jalur langsung, rute optimal,
fasilitas terdekat, waktu tempuh, dan lain-lain. Kemacetan dapat dianalisa dari hal
tersebut, dititik-titik manakah yang tidak efisien, dan perlu diubah.
Dalam transportasi massal berkaitan dengan analisis jaringan, dapat
terbantu dengan menentukan rute-rute mana yang cocok dibentuk, berdasarkan
kedekatan dari lokasi-lokasi tertentu, misalnya, pemukiman, pusat perbelanjaan,
pusat rekreasi, dan sebagainya. Sehingga kemudian tercipta rute transportasi
massal yang benar-benar layak dan menjadi kebutuhan masyarakat.

Penutup
Berbagai penelitian akan tersia-sia jika hanya sekedar penelitian tanpa
eksekutor yang baik di lapangan. Bermuasal dari siklus lingkungan yang terusmenerus berjalan setiap waktunya, langkah cepat dan tepat merupakan keharusan
guna memperbaiki lingkungan Indonesia yang sudah banyak rusak ini. Ouput
emisi terutama dari sektor industri dan transportasi tidak bisa diabaikan. Terutama
hal konsep paling krusial untuk seluruh provinsi Indonesia adalah “implementasi

transportasi massal yang ramah lingkungan dengan catatan memperhitungkan
efektifitas rute terbaik”. Hal ini mempertimbangkan permasalahan aktifitas
transportasi di kota-kota besar selain menjadi output emisi cukup besar,
mempengaruhi Heat Urban Island, serta didorong ramalan peningkatan migrasi
manusia ke perkotaan.