Dampak Kebakaran terhadap kerusakan Keanekaragaman
Dampak Kebakaran terhadap Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu di Hutan Tanaman Industri PT National
Sago Prima, Provinsi Riau
Yanto Santosa1 dan Satrio Suryadi Nugroho1
1
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor,
Jalan Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, PO Box 168, Bogor 16680, Indonesia
e-mail: [email protected] dan [email protected]
Abstract
Kupu-kupu adalah satwa polinator penting dan merupakan bioindikator lingkungan. Pada tahun 2015 areal
HTI PT National Sago Prima mengalami kebakaran. Sejauh ini dampak akbibat kejadian kebakaran tersebut
terhadap keanekaragaman jenis satwaliar khususnya kupu-kupu belum pernah diketahui. Oleh karena itu,
pada bulan Februari-Maret 2017 telah dilakukan pengamatan langsung pada 10 jalur pengamatan (5 jalur
areal pasca terbakar dan 5 jalur areal tidak terbakar). Pengamatan dengan metode transek dilakukan pada
pagi hari dengan pengulangan sebanyak empat kali pada setiap jalurnya. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa jumlah jenis kupu-kupu pada areal pasca terbakar lebih banyak bila dibandingkan dengan areal tidak
terbakar dengan kupu-kupu yang ditemukan yaitu 26 jenis pada areal pasca terbakar dan 19 jenis pada areal
tidak terbakar yang terdiri dari lima famili yaitu Papilionidae, Pieridae, Nympalidae, Lycanidae, dan
Hesperidae. Demikian pula, indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’ pasca terbakar = 3.03, H’
tidak terbakar = 2.14) dan indeks kekayaan jenis Margalef (Dmg pasca terbakar = 4.62, Dmg areal tidak
terbakar = 2.14). Adapun komposisi jenis kupu-kupu pada kedua areal yang diteliti hanya memiliki kesamaan
jenis Sorensen sebesar 0.67. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebakaran yang terjadi di HTI PT
National Sago Prima telah meningkatkan keanekaragaman jenis dan tidak menyebabkan perubahan komposisi
jenis kupu-kupu.
Kata kunci: keanekaragama n kupu-kupu, PT National Sago Prima, areal pasca terbakar dan areal tidak
terbakar
Pendahuluan
Saat ini kebakaran hutan semakin menarik
perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan
ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino (ENSO)
1997/98 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25
juta hektar diseluruh dunia (FAO 2001). Berdasarkan
laporan The World Bank (2016), kerugian bagi negara
Indonesia akibat kebakaran diperkirakan mencapai
Rp. 221 triliun. Selain itu, kebakaran lahan yang
terjadi juga merupakan salah satu faktor kerugian yang
menyebabkan menurunnya keanekaragaman satwaliar
akibat hilangnya habitat asli (Kinnaird dan O'Brien
1998).
Selanjutnya,
penyebab
rendahnya
keanekaragaman hayati diduga juga karena tanaman
monokultur dan tidak adanya komponen utama
vegetasi hutan yang meliputi pepohonan hutan, liana
dan anggrek epifit (Danielsen et al. 2009). Luas
kebakaran yang terjadi di Indonesia terus mengalami
peningkatan, 2,612.09 ha pada tahun 2011 hingga
tahun 2015 seluas 261,060.44 ha (KLHK 2016).
Salah satu lokasi kebakaran yang terjadi di tahun
2015 adalah areal terbakar PT National Sago Prima
(NSP) yang merupakan hutan tanaman industri sagu
yang berkedudukan di Kabupaten Meranti, Provinsi
Riau. PT National Sago Prima tahun 2015 mengalami
kebakaran tepatnya di petak tanaman sagu sebelum
produktif dan tanaman sagu produktif seluas 2,200 ha.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia
terhadap kelestarian keanekaragaman hayati,
termasuk kelestarian keanekaragaman jenis kupukupu di Indonesia.
Kupu-kupu adalah salah satu serangga yang
memiliki nilai estetika dan memiliki variatif corak
warna sehingga serangga ini banyak diminati oleh
masyarakat. Kupu-kupu merupakan salah satu spesies
dari kelompok serangga (Lepidoptera) yang
dipergunakan sebagai indiktor terhadap perubahan
ekologis (Odum 1993). Selain sebagai indikator
lingkungan, kupu-kupu juga berperan dalam
membantu proses penyerbukan berbagai jenis
tanaman. Penyerbukan tanaman diperlukan agar
tanaman dapat memproduksi bunga dan buah.
Keadaan ini merupakan proses yang penting dan
dibutuhkan oleh semua tanaman kecuali rumput,
gandum, dan jagung (Mckee 2013). Penelitian dampak
kebakaran terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu
di Indonesia belum banyak dilakukan. Oleh karena itu,
dipandang perlu adanya penelitian mengenai
keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar. Penelitian ini bertujuan
untuk menduga damapak kebakaran terhadap
keanekaragaman jenis kupu-kupu dan menduga
dampak kebakaran terhadap komposisi jenis kupukupu.
Metode
Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri
PT National Sago Prima (NSP), Provinsi Riau dan
dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2017.
Metode inventarisasi kupu-kupu dilakukan dengan
metode transek (Noerdjito dan Aswari 2003).
Mengingat dampak adalah selisih antara kondisi
keanekaragaman jenis kupu-kupu sebelum kebakaran
dengan setelah kebakaran, maka inventarisasi
dilakukan pada dua areal yaitu pasca terbakar (5 jalur)
dan tidak terbakar (5 jalur). Pengamatan dilakukan
dengan rincian empat (4) kali ulangan pada setiap jalur
dan dilakukan secara pararel. Kegiatan inventarisasi
dilakukan dengan membuat lima jalur transek
sepanjang 1 km dan lebar 20 m pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dengan jeda antar plot
sepanjang 10 m. Pengamatan kupu-kupu dilakukan
pada waktu aktif kupu-kupu yaitu pukul 09.00-12.00
pada kondisi cuaca cerah (Saputro 2007). Kupu-kupu
ditangkap menggunakan jaring kupu-kupu sesuai
dengan perjumpaan yang terjadi. Variabel yang
diukur, metode pengumpulan data dan pengolahan
data disajikan secara rinci pada tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
Tujuan
Jenis Peubah
Menduga dampak kebakaran
Jumlah jenis
terhadap jumlah jenis, kekayaan
kupu-kupu
dan kemerataan di HTI PT National Jumlah individu
Sago Prima, Provinsi Riau
kupu-kupu
Menduga
dampak
kebakaran Jumlah jenis di
setiap komunitas
terhadap komposisi jenis di HTI PT
National Sago Prima, Provinsi Riau
Hasil dan Pembahasan
Dampak kebakaran terhadap keanekaragaman
jenis kupu-kupu Hasil pengamatan pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar di Hutan Tanaman Industri
PT National Sago Prima, diketahui bahwa kupu-kupu
yang ditemukan berjumlah 26 jenis pada areal pasca
terbakar dan 19 jenis pada areal tidak terbakar yang
terdiri dari lima famili yaitu Papilionidae, Pieridae,
Nympalidae, Lycanidae, dan Hesperidae.
Tabel 1 Jumlah Individu dan Jenis Kupu-kupu
Aeal
Areal
Nama
Nama
Pasca
Tidak
Pasangan
Jalur
Terbakar
Terbakar
Pasangan
PT1
13
1
TT1
6
Pasangan
PT2
14
2
TT2
8
Pasangan
PT3
12
3
TT3
10
Pasangan
PT4
2
4
TT4
2
Pasangan
PT5
10
TT5
8
5
Jumlah Individu
51
34
Jumlah Jenis
26
19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
keseluruhan
nilai
indeks
keanekaragaman
Metode
Analisis Data
Pengambilan
Data
Metode transek Indeks keanekaragaman:
Identifikasi
H’ = -∑ Pi . ln(Pi)
kupu-kupu
Indeks kekayaan jenis:
�−
Studi literatur
Dmg =
⁄�� �
Indeks kemerataan:
E = ’ / �� �
Metode transek Indeks kesamaan jenis
�=
+
ShannonWienner (H’) (Magurran 1988) pada areal
pasca terbakar (H’= 3.03) dan pada tipe tutupan areal
tidak terbakar (H’= 2.14). Rata-rata keseluruhan nilai
indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal
pasca terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada
Gambar 1. Dampak kebakaran telah meningkatkan
keanekaragaman jenis pada areal pasca terbakar
dikarenakan spesies kupu-kupu di lokasi tersebut
merupakan spesies kupu-kupu yang berukuran besar
dan memiliki tingkat pergerakan serta perpindahan
yang tinggi, sehingga dapat mengindari bahaya api
(Dingle et al. 1999). Meningkatnya nilai indeks
keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar juga dikarenakan pada lokasi ini jenis semak
dan alang-alang yang cukup tinggi serta tumbuhan
bawah berbunga yang menjadi pakan kupu-kupu. Hal
ini juga didukung oleh pernyataan Dennis et al. (2004)
yang menyatakan bahwa kupu-kupu merupakan satwa
yang sangat tergantung pada keberadaan tanaman
pakan, sehingga jumlah dan jenis pakan akan
berpengaruh pada kemampuan reproduksi kupu-kupu.
Nilai indeks kekayaan jenis pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar bervariasi. Meidilaga
(2013) menyatakan bahwa kekayaan spesies kupukupu setiap areal berbanding lurus dengan jumlah
spesies yang ditemukan pada setiap areal, hal tersebut
sesuai dengan penelitian ini bahwa nilai indeks
kekayaan jenis meningkat pada areal pasca terbakar
akibat meningkatnya jumlah jenis kupu-kupu. Ratarata keseluruhan nilai indeks kekayaan jenis (Dmg)
pada areal pasca terbakar sebesar 4.62, sedangkan nilai
kekayaan jenis (Dmg) pada areal tidak terbakar
sebesar 3.79. Nilai kekayaan jenis pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada Gambar
1. Berdasarkan data tersebut, areal tidak terbakar
menurunkan nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis
kupu-kupu. Hal tersebut diduga karena tutupan tajuk
areal tidak terbakar lebih rapat dibandingkan dengan
tipe tutupan areal pasca terbakar. Selanjutnya,
meningkatnya kekayaan jenis kupu-kupu pada areal
pasca terbakar sesuai dengan penelitian Force (1981)
yang menyatakan bahwa kekayaan dan kelimpahan
serangga kupu-kupu di areal pasca terbakar memuncak
dalam satu tahun setelah kebakaran karena mobilitas
serangga kupu-kupu tinggi dan melebarnya inang pada
tanaman.
Secara rata-rata keseluruhan nilai indeks
kemerataan Eveness (E) (Magurran 1988) pada areal
pasca terbakar dan tidak terbakar nilai kemerataan
pada areal tersebut bervariasi antara 0.73-0.93. Nilai
kemerataan setiap jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada Gambar
1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan
kupu-kupu di lokasi penelitian tidak merata atau
terdapat adanya potensi jenis kupu-kupu yang
mendominasi. Hasil ini sesuai pendapat Soegianto
(1994), bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai
kemerataan yang tinggi jika komunitas itu disusun
kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama,
namun masih memungkinkan ditemukan spesies kupukupu yang mendominasi pada masing-masing areal.
Jenis kupu-kupu yang mendominnsi antara lain
Pandita sinope sinope (Nymphalidae) di seluruh jalur
penelitian. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2010) di
Hutan Pasca Terbakar Taman Nasional Tanjung
Puting, kupu-kupu didominansi oleh jenis Pandita
sinope sinope (Nymphalidae). Pandita sinope sinope
(Nymphalidae) merupakan jenis kupu-kupu yang
menyukai habitat terbuka dan cukup panas seperti
kondisi habitat di hutan kerangas dan habitat hutan
pasca terbakar (Indriani 2010).
Pasca Terbakar
Tidak Terbakar
4.6
3.79
3.03
2.14
0.93
H'
Dmg
0.73
E
Gambar 1 Nilai Keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis pada areal pasca terbakar dan tidak terbakar
Dampak kebakaran terhadap komposisi jenis
kupu-kupu Analisis kesamaan komunitas kupu-kupu
antara areal pasca terbakar dan tidak terbakar, secara
keseluruhan menghasilkan kesamaaan komunitas
kupu-kupu dengan Indeks kesamaan Sorensen sebesar
0.67. Adanya nilai indeks kesamaan komunitas yang
cukup tinggi disebabkan kesamaan karakteristik kedua
lokasi tersebut. Komposisi dua komunitas dikatakan
memiliki tingkat kesamaan komposisi apabila
memiliki nilai indeks kesamaan spesies > 0.50
(Mawazin dan Subiakto 2013). Junaedi (2008)
menjelaskan bahwa dua komunitas yang mirip
sekalipun umumnya tidak lebih dari 2/3 spesies yang
sama dapat ditemukan. Nilai IS yang berkisar 0.250.50 sudah menunjukkan kesamaan spesies yang
besar. Nilai diatas 0.50 menunjukkan bahwa kedua
lokasi merupakan suatu komunitas yang sama,
sedangkan nilai kurang dari 0.25 menunjukkan bahwa
komunitas tersebut berbeda. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan Meidilaga (2013) bahwa nilai koefisien
kesamaan yang tinggi menyebabkan spesies yang
ditemukan sama atau hampir sama komposisinya pada
dua lokasi yang berbeda, hal tersebut juga
menunjukkan bahwa semakin besar nilai kesamaan
spesies maka semakin besar pula kesamaan
karakteristik habitatnya atau sebaliknya.
Kedekatan kedua lokasi pengamatan tersebut juga
memicu kesamaan jenis yang ditemukan. Selain itu
faktor lain seperti suhu, kelembaban dan kondisi
tumbuhan bawah serta lantai kebun pada kedua lokasi
tersebut memiliki kesamaan. Kedua lokasi ditumbuhi
banyak semak dan perdu serta jenis tumbuhan pakan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kendeigh (1980)
bahwa faktor lain yang memungkinkan adanya
kesaamaan jenis antar dua habitat adalah jarak antar
habitat yang berdekatan, komposisi vegetasi yang
sama serta faktor lingkungan lain. Meskipun
komposisi spesies berbeda secara signifikan antara
lokasi terbakar dan tidak terbakar, perbedaan ini tidak
dapat dianggap penyebab dari dampak kebakaran
karena kumpulan kupu-kupu sangat bervariasi di skala
lokal (Kim et al. 2011).
Simpulan
1. Kebakaran telah meningkatkan jumlah jenis kupukupu (26 jenis kupu-kupu pada areal pasca terbakar
dan 19 jenis kupu-kupu pada areal tidak terbakar),
meningkatkan nilai kekayaan jenis (4.6 pada areal
pasca terbakar dan 3.79 pada areal tidak terbakar)
dan meningkatkan nilai kemerataan jenis (0.93
pada areal pasca terbakar dan 0.73 pada areal tidak
terbakar).
2. Kebakaran tidak menyebabkan perubahan
komposisi jenis kupu-kupu secara signifikan,
karena nilai kesamaan komunitas (IS) antara areal
pasca terbakar dan tidak terbakar didapatkan nilai
sebesar 0.67.
Daftar Pustaka
Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Brühl
CA, Donald PF, Murdiyarso D, Phalan B,
Reijnders L, Struebig M, Fitzherbert EB. 2009.
Biofuel plantations on forested lands: double
jeopardy for biodiversity and climate.
Conservation Biology. 23(2):348–358.
Dennis RLH, Hodgson JG, Grenyer R, Shreeve TG,
Roy DB. 2004. Host plants and butterfly biology.
Do host-plant strategies drive butterfly status?. J
Ecological Entomology. 29(1): 12–26.
Dingle H, Zalucki MP, Rochester WA. 1999.
Seasonspecific directional
movement
in
migratory Australian butterflies. Australian
Journal of Entomology. 38: 323–329.
FAO. 2001. State of World’s Forest: 2001. Rome:
Food and Agriculture Organisation of the United
Nations.
Force DC. 1981. Postfire insect succession in southern
California chaparral. Am. Nat. 117; 575–582.
Indriani Y. 2010. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu
pada beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung
Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan
Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Junaedi DI. 2008. Keragaman komunitas tumbuhan di
Taman Nasional Gunung Ceremai. Buletin
Kebun Raya Indonesia. 11(2): 25-32.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016.
Rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan (ha)
per provinsi di Indonesia tahun 2011-2016.
[internet]. [diunduh 2017 Jan 25]. Tersedia pada:
http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakar
a n.
Kim SS, Lee CM, Kwon TS. 2011. The butterfly
community in Is. Guleopdo, Korea and the
dominance of the endangered species Argynnis
nerippe. Korean J. Appl. Entomol. 50, 115–123.
Kinnaird MF, O’Brien TG. 1998. Ecological effects of
wildfire on lowland rainforest in Sumatera.
Conserv. 12: 954–956.
Magurran AE. 1988. Ecologycal Diversity and its
Measurement. London (EN): Chapman and Hall.
Mawazin, Subiakto A. 2013. Keanekaragaman
dan komposisi jenis permudaan alam hutan rawa
gambut bekas tebangan di Riau. J Forest
Rehabilitation. 1(1):59–73.
Mckee A. 2013. Benefits of butterflies. [internet].
[diunduh 2017 Jun 7]. Tersedia pada:
http://blacklemag.com/living/ecologyandbutterfli
es.
Meidilaga. 2013. Keanekaragaman kupu-kupu, desain
penangkaran dan pengembangannya sebagai
objek wisata di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Noerdjito WA, Aswari. 2003. Metode Survei dan
Pemantauan Populasi Satwa: Seri Keempat
Kupukupu Papilionidae. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Penerjemah: T.
Samingan dan B. Srigandono. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Rizal S. 2007. Populasi kupu-kupu di kawasan cagar
alam rimbo panti dan kawasan wisata lubuk
minturun Sumatera. Jurnal Mandiri. 9(3):177184.
Saputro AS. 2007. Keanekaragaman kupu-kupu di
kawasan kampus IPB Darmaga [skipsi]. Bogor
(ID): Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata.
Fakultas
Kehutanan.
Institut
Pertanian Bogor.
Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif, Metode
Analisis Populasi dan Komunitas. Surabaya (ID):
Usaha Nasional.
The World Bank. 2016. Kerugian dan Kebakaran
Hutan. Jakarta: Bank Dunia.
Lampiran Rekapitulasi jenis dan jumlah kupu-kupu dari keseluruhan lokasi penelitian
No.
Famili
Nama Spesies
PT1
TT1
PT2
TT2
PT3
TT3
PT4
TT4
PT5
TT5
1
Papilionidae
Graphium doson
evemonides
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
Papilionidae
Graphium sarpedon
1
1
-
-
1
1
-
-
-
1
3
Papilionidae
Papilio demoleus
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
4
Pieridae
Appias libythea
-
-
2
2
3
1
-
-
-
-
5
Pieridae
Eurema hecabe
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
6
Nympalidae
Acraea violae
1
-
2
1
3
-
-
-
-
-
7
Nympalidae
Amathusia phidippus
2
4
5
4
2
4
1
-
1
-
8
Nympalidae
Cethosia hypsea munjava
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
9
Nympalidae
Elymnias hypermnestra
4
6
5
8
2
2
-
-
-
-
10
Nympalidae
Euthalia agnis agnis
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
11
Nympalidae
Hypolimnas bolina jacintha
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
12
Nympalidae
Junonia orithya
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
13
Nympalidae
Mycalesis fusca fusca
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
14
Nympalidae
Mycalesis horsfieldi
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
15
Nympalidae
Mycalesis mineus
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
16
Nympalidae
Neptis hylas
21
4
1
10
6
10
-
-
4
-
17
Nympalidae
Pandita sinope sinope
7
5
11
6
11
12
1
5
11
10
18
Nympalidae
Vindula dejone
-
-
-
-
-
3
-
-
-
-
19
Lycaenidae
Anthene emolus emolus
-
-
-
-
-
-
-
-
2
1
20
Lycaenidae
Hypolycaena erylus teatus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
21
Lycaenidae
Hypolycaena thecloides
extensa
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
22
Lycaenidae
Rapala airbus
1
-
-
-
-
-
-
2
-
1
23
Lycaenidae
Rapala manea
2
2
-
-
-
-
-
-
-
-
24
Lycaenidae
Spindasis lohita lazularia
1
-
1
-
1
-
-
-
1
1
25
Hesperidae
Ancistroides nigrita
1
-
-
-
4
4
-
-
4
1
26
Hesperidae
Erionota thrax
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
27
Hesperidae
Pelopidas conjunctus
1
-
1
-
-
-
-
-
5
-
28
Hesperidae
Plastingia pellonia
-
-
2
-
1
1
-
-
-
-
29
Hesperidae
Potanthus omaha
-
-
-
-
-
-
-
-
4
-
30
Hesperidae
Tagiades gana
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
44
22
37
33
39
39
2
7
34
17
Jumlah
Sago Prima, Provinsi Riau
Yanto Santosa1 dan Satrio Suryadi Nugroho1
1
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor,
Jalan Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, PO Box 168, Bogor 16680, Indonesia
e-mail: [email protected] dan [email protected]
Abstract
Kupu-kupu adalah satwa polinator penting dan merupakan bioindikator lingkungan. Pada tahun 2015 areal
HTI PT National Sago Prima mengalami kebakaran. Sejauh ini dampak akbibat kejadian kebakaran tersebut
terhadap keanekaragaman jenis satwaliar khususnya kupu-kupu belum pernah diketahui. Oleh karena itu,
pada bulan Februari-Maret 2017 telah dilakukan pengamatan langsung pada 10 jalur pengamatan (5 jalur
areal pasca terbakar dan 5 jalur areal tidak terbakar). Pengamatan dengan metode transek dilakukan pada
pagi hari dengan pengulangan sebanyak empat kali pada setiap jalurnya. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa jumlah jenis kupu-kupu pada areal pasca terbakar lebih banyak bila dibandingkan dengan areal tidak
terbakar dengan kupu-kupu yang ditemukan yaitu 26 jenis pada areal pasca terbakar dan 19 jenis pada areal
tidak terbakar yang terdiri dari lima famili yaitu Papilionidae, Pieridae, Nympalidae, Lycanidae, dan
Hesperidae. Demikian pula, indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’ pasca terbakar = 3.03, H’
tidak terbakar = 2.14) dan indeks kekayaan jenis Margalef (Dmg pasca terbakar = 4.62, Dmg areal tidak
terbakar = 2.14). Adapun komposisi jenis kupu-kupu pada kedua areal yang diteliti hanya memiliki kesamaan
jenis Sorensen sebesar 0.67. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebakaran yang terjadi di HTI PT
National Sago Prima telah meningkatkan keanekaragaman jenis dan tidak menyebabkan perubahan komposisi
jenis kupu-kupu.
Kata kunci: keanekaragama n kupu-kupu, PT National Sago Prima, areal pasca terbakar dan areal tidak
terbakar
Pendahuluan
Saat ini kebakaran hutan semakin menarik
perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan
ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino (ENSO)
1997/98 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25
juta hektar diseluruh dunia (FAO 2001). Berdasarkan
laporan The World Bank (2016), kerugian bagi negara
Indonesia akibat kebakaran diperkirakan mencapai
Rp. 221 triliun. Selain itu, kebakaran lahan yang
terjadi juga merupakan salah satu faktor kerugian yang
menyebabkan menurunnya keanekaragaman satwaliar
akibat hilangnya habitat asli (Kinnaird dan O'Brien
1998).
Selanjutnya,
penyebab
rendahnya
keanekaragaman hayati diduga juga karena tanaman
monokultur dan tidak adanya komponen utama
vegetasi hutan yang meliputi pepohonan hutan, liana
dan anggrek epifit (Danielsen et al. 2009). Luas
kebakaran yang terjadi di Indonesia terus mengalami
peningkatan, 2,612.09 ha pada tahun 2011 hingga
tahun 2015 seluas 261,060.44 ha (KLHK 2016).
Salah satu lokasi kebakaran yang terjadi di tahun
2015 adalah areal terbakar PT National Sago Prima
(NSP) yang merupakan hutan tanaman industri sagu
yang berkedudukan di Kabupaten Meranti, Provinsi
Riau. PT National Sago Prima tahun 2015 mengalami
kebakaran tepatnya di petak tanaman sagu sebelum
produktif dan tanaman sagu produktif seluas 2,200 ha.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia
terhadap kelestarian keanekaragaman hayati,
termasuk kelestarian keanekaragaman jenis kupukupu di Indonesia.
Kupu-kupu adalah salah satu serangga yang
memiliki nilai estetika dan memiliki variatif corak
warna sehingga serangga ini banyak diminati oleh
masyarakat. Kupu-kupu merupakan salah satu spesies
dari kelompok serangga (Lepidoptera) yang
dipergunakan sebagai indiktor terhadap perubahan
ekologis (Odum 1993). Selain sebagai indikator
lingkungan, kupu-kupu juga berperan dalam
membantu proses penyerbukan berbagai jenis
tanaman. Penyerbukan tanaman diperlukan agar
tanaman dapat memproduksi bunga dan buah.
Keadaan ini merupakan proses yang penting dan
dibutuhkan oleh semua tanaman kecuali rumput,
gandum, dan jagung (Mckee 2013). Penelitian dampak
kebakaran terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu
di Indonesia belum banyak dilakukan. Oleh karena itu,
dipandang perlu adanya penelitian mengenai
keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar. Penelitian ini bertujuan
untuk menduga damapak kebakaran terhadap
keanekaragaman jenis kupu-kupu dan menduga
dampak kebakaran terhadap komposisi jenis kupukupu.
Metode
Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri
PT National Sago Prima (NSP), Provinsi Riau dan
dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2017.
Metode inventarisasi kupu-kupu dilakukan dengan
metode transek (Noerdjito dan Aswari 2003).
Mengingat dampak adalah selisih antara kondisi
keanekaragaman jenis kupu-kupu sebelum kebakaran
dengan setelah kebakaran, maka inventarisasi
dilakukan pada dua areal yaitu pasca terbakar (5 jalur)
dan tidak terbakar (5 jalur). Pengamatan dilakukan
dengan rincian empat (4) kali ulangan pada setiap jalur
dan dilakukan secara pararel. Kegiatan inventarisasi
dilakukan dengan membuat lima jalur transek
sepanjang 1 km dan lebar 20 m pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dengan jeda antar plot
sepanjang 10 m. Pengamatan kupu-kupu dilakukan
pada waktu aktif kupu-kupu yaitu pukul 09.00-12.00
pada kondisi cuaca cerah (Saputro 2007). Kupu-kupu
ditangkap menggunakan jaring kupu-kupu sesuai
dengan perjumpaan yang terjadi. Variabel yang
diukur, metode pengumpulan data dan pengolahan
data disajikan secara rinci pada tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
Tujuan
Jenis Peubah
Menduga dampak kebakaran
Jumlah jenis
terhadap jumlah jenis, kekayaan
kupu-kupu
dan kemerataan di HTI PT National Jumlah individu
Sago Prima, Provinsi Riau
kupu-kupu
Menduga
dampak
kebakaran Jumlah jenis di
setiap komunitas
terhadap komposisi jenis di HTI PT
National Sago Prima, Provinsi Riau
Hasil dan Pembahasan
Dampak kebakaran terhadap keanekaragaman
jenis kupu-kupu Hasil pengamatan pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar di Hutan Tanaman Industri
PT National Sago Prima, diketahui bahwa kupu-kupu
yang ditemukan berjumlah 26 jenis pada areal pasca
terbakar dan 19 jenis pada areal tidak terbakar yang
terdiri dari lima famili yaitu Papilionidae, Pieridae,
Nympalidae, Lycanidae, dan Hesperidae.
Tabel 1 Jumlah Individu dan Jenis Kupu-kupu
Aeal
Areal
Nama
Nama
Pasca
Tidak
Pasangan
Jalur
Terbakar
Terbakar
Pasangan
PT1
13
1
TT1
6
Pasangan
PT2
14
2
TT2
8
Pasangan
PT3
12
3
TT3
10
Pasangan
PT4
2
4
TT4
2
Pasangan
PT5
10
TT5
8
5
Jumlah Individu
51
34
Jumlah Jenis
26
19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
keseluruhan
nilai
indeks
keanekaragaman
Metode
Analisis Data
Pengambilan
Data
Metode transek Indeks keanekaragaman:
Identifikasi
H’ = -∑ Pi . ln(Pi)
kupu-kupu
Indeks kekayaan jenis:
�−
Studi literatur
Dmg =
⁄�� �
Indeks kemerataan:
E = ’ / �� �
Metode transek Indeks kesamaan jenis
�=
+
ShannonWienner (H’) (Magurran 1988) pada areal
pasca terbakar (H’= 3.03) dan pada tipe tutupan areal
tidak terbakar (H’= 2.14). Rata-rata keseluruhan nilai
indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal
pasca terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada
Gambar 1. Dampak kebakaran telah meningkatkan
keanekaragaman jenis pada areal pasca terbakar
dikarenakan spesies kupu-kupu di lokasi tersebut
merupakan spesies kupu-kupu yang berukuran besar
dan memiliki tingkat pergerakan serta perpindahan
yang tinggi, sehingga dapat mengindari bahaya api
(Dingle et al. 1999). Meningkatnya nilai indeks
keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar juga dikarenakan pada lokasi ini jenis semak
dan alang-alang yang cukup tinggi serta tumbuhan
bawah berbunga yang menjadi pakan kupu-kupu. Hal
ini juga didukung oleh pernyataan Dennis et al. (2004)
yang menyatakan bahwa kupu-kupu merupakan satwa
yang sangat tergantung pada keberadaan tanaman
pakan, sehingga jumlah dan jenis pakan akan
berpengaruh pada kemampuan reproduksi kupu-kupu.
Nilai indeks kekayaan jenis pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar bervariasi. Meidilaga
(2013) menyatakan bahwa kekayaan spesies kupukupu setiap areal berbanding lurus dengan jumlah
spesies yang ditemukan pada setiap areal, hal tersebut
sesuai dengan penelitian ini bahwa nilai indeks
kekayaan jenis meningkat pada areal pasca terbakar
akibat meningkatnya jumlah jenis kupu-kupu. Ratarata keseluruhan nilai indeks kekayaan jenis (Dmg)
pada areal pasca terbakar sebesar 4.62, sedangkan nilai
kekayaan jenis (Dmg) pada areal tidak terbakar
sebesar 3.79. Nilai kekayaan jenis pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada Gambar
1. Berdasarkan data tersebut, areal tidak terbakar
menurunkan nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis
kupu-kupu. Hal tersebut diduga karena tutupan tajuk
areal tidak terbakar lebih rapat dibandingkan dengan
tipe tutupan areal pasca terbakar. Selanjutnya,
meningkatnya kekayaan jenis kupu-kupu pada areal
pasca terbakar sesuai dengan penelitian Force (1981)
yang menyatakan bahwa kekayaan dan kelimpahan
serangga kupu-kupu di areal pasca terbakar memuncak
dalam satu tahun setelah kebakaran karena mobilitas
serangga kupu-kupu tinggi dan melebarnya inang pada
tanaman.
Secara rata-rata keseluruhan nilai indeks
kemerataan Eveness (E) (Magurran 1988) pada areal
pasca terbakar dan tidak terbakar nilai kemerataan
pada areal tersebut bervariasi antara 0.73-0.93. Nilai
kemerataan setiap jenis kupu-kupu pada areal pasca
terbakar dan tidak terbakar dapat dilihat pada Gambar
1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan
kupu-kupu di lokasi penelitian tidak merata atau
terdapat adanya potensi jenis kupu-kupu yang
mendominasi. Hasil ini sesuai pendapat Soegianto
(1994), bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai
kemerataan yang tinggi jika komunitas itu disusun
kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama,
namun masih memungkinkan ditemukan spesies kupukupu yang mendominasi pada masing-masing areal.
Jenis kupu-kupu yang mendominnsi antara lain
Pandita sinope sinope (Nymphalidae) di seluruh jalur
penelitian. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2010) di
Hutan Pasca Terbakar Taman Nasional Tanjung
Puting, kupu-kupu didominansi oleh jenis Pandita
sinope sinope (Nymphalidae). Pandita sinope sinope
(Nymphalidae) merupakan jenis kupu-kupu yang
menyukai habitat terbuka dan cukup panas seperti
kondisi habitat di hutan kerangas dan habitat hutan
pasca terbakar (Indriani 2010).
Pasca Terbakar
Tidak Terbakar
4.6
3.79
3.03
2.14
0.93
H'
Dmg
0.73
E
Gambar 1 Nilai Keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis pada areal pasca terbakar dan tidak terbakar
Dampak kebakaran terhadap komposisi jenis
kupu-kupu Analisis kesamaan komunitas kupu-kupu
antara areal pasca terbakar dan tidak terbakar, secara
keseluruhan menghasilkan kesamaaan komunitas
kupu-kupu dengan Indeks kesamaan Sorensen sebesar
0.67. Adanya nilai indeks kesamaan komunitas yang
cukup tinggi disebabkan kesamaan karakteristik kedua
lokasi tersebut. Komposisi dua komunitas dikatakan
memiliki tingkat kesamaan komposisi apabila
memiliki nilai indeks kesamaan spesies > 0.50
(Mawazin dan Subiakto 2013). Junaedi (2008)
menjelaskan bahwa dua komunitas yang mirip
sekalipun umumnya tidak lebih dari 2/3 spesies yang
sama dapat ditemukan. Nilai IS yang berkisar 0.250.50 sudah menunjukkan kesamaan spesies yang
besar. Nilai diatas 0.50 menunjukkan bahwa kedua
lokasi merupakan suatu komunitas yang sama,
sedangkan nilai kurang dari 0.25 menunjukkan bahwa
komunitas tersebut berbeda. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan Meidilaga (2013) bahwa nilai koefisien
kesamaan yang tinggi menyebabkan spesies yang
ditemukan sama atau hampir sama komposisinya pada
dua lokasi yang berbeda, hal tersebut juga
menunjukkan bahwa semakin besar nilai kesamaan
spesies maka semakin besar pula kesamaan
karakteristik habitatnya atau sebaliknya.
Kedekatan kedua lokasi pengamatan tersebut juga
memicu kesamaan jenis yang ditemukan. Selain itu
faktor lain seperti suhu, kelembaban dan kondisi
tumbuhan bawah serta lantai kebun pada kedua lokasi
tersebut memiliki kesamaan. Kedua lokasi ditumbuhi
banyak semak dan perdu serta jenis tumbuhan pakan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kendeigh (1980)
bahwa faktor lain yang memungkinkan adanya
kesaamaan jenis antar dua habitat adalah jarak antar
habitat yang berdekatan, komposisi vegetasi yang
sama serta faktor lingkungan lain. Meskipun
komposisi spesies berbeda secara signifikan antara
lokasi terbakar dan tidak terbakar, perbedaan ini tidak
dapat dianggap penyebab dari dampak kebakaran
karena kumpulan kupu-kupu sangat bervariasi di skala
lokal (Kim et al. 2011).
Simpulan
1. Kebakaran telah meningkatkan jumlah jenis kupukupu (26 jenis kupu-kupu pada areal pasca terbakar
dan 19 jenis kupu-kupu pada areal tidak terbakar),
meningkatkan nilai kekayaan jenis (4.6 pada areal
pasca terbakar dan 3.79 pada areal tidak terbakar)
dan meningkatkan nilai kemerataan jenis (0.93
pada areal pasca terbakar dan 0.73 pada areal tidak
terbakar).
2. Kebakaran tidak menyebabkan perubahan
komposisi jenis kupu-kupu secara signifikan,
karena nilai kesamaan komunitas (IS) antara areal
pasca terbakar dan tidak terbakar didapatkan nilai
sebesar 0.67.
Daftar Pustaka
Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Brühl
CA, Donald PF, Murdiyarso D, Phalan B,
Reijnders L, Struebig M, Fitzherbert EB. 2009.
Biofuel plantations on forested lands: double
jeopardy for biodiversity and climate.
Conservation Biology. 23(2):348–358.
Dennis RLH, Hodgson JG, Grenyer R, Shreeve TG,
Roy DB. 2004. Host plants and butterfly biology.
Do host-plant strategies drive butterfly status?. J
Ecological Entomology. 29(1): 12–26.
Dingle H, Zalucki MP, Rochester WA. 1999.
Seasonspecific directional
movement
in
migratory Australian butterflies. Australian
Journal of Entomology. 38: 323–329.
FAO. 2001. State of World’s Forest: 2001. Rome:
Food and Agriculture Organisation of the United
Nations.
Force DC. 1981. Postfire insect succession in southern
California chaparral. Am. Nat. 117; 575–582.
Indriani Y. 2010. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu
pada beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung
Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan
Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Junaedi DI. 2008. Keragaman komunitas tumbuhan di
Taman Nasional Gunung Ceremai. Buletin
Kebun Raya Indonesia. 11(2): 25-32.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016.
Rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan (ha)
per provinsi di Indonesia tahun 2011-2016.
[internet]. [diunduh 2017 Jan 25]. Tersedia pada:
http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakar
a n.
Kim SS, Lee CM, Kwon TS. 2011. The butterfly
community in Is. Guleopdo, Korea and the
dominance of the endangered species Argynnis
nerippe. Korean J. Appl. Entomol. 50, 115–123.
Kinnaird MF, O’Brien TG. 1998. Ecological effects of
wildfire on lowland rainforest in Sumatera.
Conserv. 12: 954–956.
Magurran AE. 1988. Ecologycal Diversity and its
Measurement. London (EN): Chapman and Hall.
Mawazin, Subiakto A. 2013. Keanekaragaman
dan komposisi jenis permudaan alam hutan rawa
gambut bekas tebangan di Riau. J Forest
Rehabilitation. 1(1):59–73.
Mckee A. 2013. Benefits of butterflies. [internet].
[diunduh 2017 Jun 7]. Tersedia pada:
http://blacklemag.com/living/ecologyandbutterfli
es.
Meidilaga. 2013. Keanekaragaman kupu-kupu, desain
penangkaran dan pengembangannya sebagai
objek wisata di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Noerdjito WA, Aswari. 2003. Metode Survei dan
Pemantauan Populasi Satwa: Seri Keempat
Kupukupu Papilionidae. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Penerjemah: T.
Samingan dan B. Srigandono. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Rizal S. 2007. Populasi kupu-kupu di kawasan cagar
alam rimbo panti dan kawasan wisata lubuk
minturun Sumatera. Jurnal Mandiri. 9(3):177184.
Saputro AS. 2007. Keanekaragaman kupu-kupu di
kawasan kampus IPB Darmaga [skipsi]. Bogor
(ID): Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata.
Fakultas
Kehutanan.
Institut
Pertanian Bogor.
Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif, Metode
Analisis Populasi dan Komunitas. Surabaya (ID):
Usaha Nasional.
The World Bank. 2016. Kerugian dan Kebakaran
Hutan. Jakarta: Bank Dunia.
Lampiran Rekapitulasi jenis dan jumlah kupu-kupu dari keseluruhan lokasi penelitian
No.
Famili
Nama Spesies
PT1
TT1
PT2
TT2
PT3
TT3
PT4
TT4
PT5
TT5
1
Papilionidae
Graphium doson
evemonides
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
Papilionidae
Graphium sarpedon
1
1
-
-
1
1
-
-
-
1
3
Papilionidae
Papilio demoleus
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
4
Pieridae
Appias libythea
-
-
2
2
3
1
-
-
-
-
5
Pieridae
Eurema hecabe
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
6
Nympalidae
Acraea violae
1
-
2
1
3
-
-
-
-
-
7
Nympalidae
Amathusia phidippus
2
4
5
4
2
4
1
-
1
-
8
Nympalidae
Cethosia hypsea munjava
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
9
Nympalidae
Elymnias hypermnestra
4
6
5
8
2
2
-
-
-
-
10
Nympalidae
Euthalia agnis agnis
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
11
Nympalidae
Hypolimnas bolina jacintha
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
12
Nympalidae
Junonia orithya
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
13
Nympalidae
Mycalesis fusca fusca
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
14
Nympalidae
Mycalesis horsfieldi
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
15
Nympalidae
Mycalesis mineus
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
16
Nympalidae
Neptis hylas
21
4
1
10
6
10
-
-
4
-
17
Nympalidae
Pandita sinope sinope
7
5
11
6
11
12
1
5
11
10
18
Nympalidae
Vindula dejone
-
-
-
-
-
3
-
-
-
-
19
Lycaenidae
Anthene emolus emolus
-
-
-
-
-
-
-
-
2
1
20
Lycaenidae
Hypolycaena erylus teatus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
21
Lycaenidae
Hypolycaena thecloides
extensa
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
22
Lycaenidae
Rapala airbus
1
-
-
-
-
-
-
2
-
1
23
Lycaenidae
Rapala manea
2
2
-
-
-
-
-
-
-
-
24
Lycaenidae
Spindasis lohita lazularia
1
-
1
-
1
-
-
-
1
1
25
Hesperidae
Ancistroides nigrita
1
-
-
-
4
4
-
-
4
1
26
Hesperidae
Erionota thrax
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
27
Hesperidae
Pelopidas conjunctus
1
-
1
-
-
-
-
-
5
-
28
Hesperidae
Plastingia pellonia
-
-
2
-
1
1
-
-
-
-
29
Hesperidae
Potanthus omaha
-
-
-
-
-
-
-
-
4
-
30
Hesperidae
Tagiades gana
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
44
22
37
33
39
39
2
7
34
17
Jumlah