i USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA P (1)

i

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PERBANDINGAN ANGKA HARAPAN DAN KUALITAS HIDUP
PENDERITA KANKER NASOFARING PADA PENGOBATAN MODERN
KONVENSIONAL DAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER
ALTERNATIF ASLI INDONESIA

BIDANG KEGIATAN: KESEHATAN
PKM-P

Diusulkan oleh:

Jessica Christanti

G2A007107 (angkatan 2007)

Erika Kusumawardani

G2A008072 (angkatan 2008)


M.Rizki Febrianto

G2A008119 (angkatan 2008)

UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
i

ii

HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan

: Perbandingan Angka Harapan dan Kualitas Hidup
Penderita Kanker Nasofaring pada Pengobatan Modern
Konvensional dan Pengobatan Komplementer Alternatif
Asli Indonesia.
2. Bidang Kegiatan : PKM-P
3. Bidang Ilmu

: Kesehatan
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
:Jessica Christanti
b. NIM
: G2A007107
c. Jurusan
: Kedokteran Umum
d. Universitas
: Universitas Diponegoro
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
: Jl. Gergaji IV no. 1133 Semarang,
081806854064
f. Alamat email
: jessicachristanti@yahoo.co.id
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis
: 2 orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp.THT-KL

b. NIP
: 19671002 199702 1 001
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Taman Kradenan Asri Blok H-11 D
Semarang, 0248503635, 08122810954
7. Biaya Kegiatan Total
a. Dikti
: Rp 7.000.000,00
8. Jangka Waktu Pelaksanaan
: 5 bulan
Semarang, 24 Oktober 2010
Menyetujui
Ketua Jurusan/Program Studi/Departemen/
Pembimbing Unit Kegiatan mahasiswa

(Dr. Hartono Hadisaputro, Sp.OG)
NIP.1400 677 85
Pembantu atau Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan/Direktur Politeknik/
Ketua Sekolah Tinggi,


(Sukinta, S.H., M.Hum.)
NIP.19600528 198803 1 001

Ketua Pelaksana Kegiatan

(Jessica Christanti)
NIM. G2A007107
Dosen Pendamping

(Dr.Awal Prasetyo, M.Kes., Sp.THT-KL)
NIP. 19671002 199702 1 001
ii

1

A.

JUDUL
Perbandingan Angka Harapan dan Kualitas Hidup Penderita Kanker Nasofaring
pada Pengobatan Modern Konvensional dan Pengobatan Komplementer Alternatif

Asli Indonesia.

B.

LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu fenomena pola hidup tidak sehat di Indonesia yang berkembang
baik di masyarakat perkotaan maupun pedesaan adalah merokok. Indonesia
menduduki urutan ketiga di dunia setelah Cina dan India sebagai negara dengan
jumlah perokok terbanyak. Sebanyak 65 juta penduduk Indonesia (28%) adalah
perokok yang artinya setiap 4 orang Indonesia terdapat seorang perokok
(Rasmin, 2008). Jumlah penduduk Indonesia usia > 15 tahun yang merokok
meningkat dari tahun-ke tahun. Rokok terbukti merupakan faktor risiko dari 6
diantara 8 penyebab kematian tertinggi di dunia (WHO, 2008). Penyakit
pernafasan merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak, menduduki 10
besar peringkat utama dengan variasi penyakit salah satunya adalah kanker. Pada
sebuah penelitian epidemiologik tentang penyakit kanker, diperkirakan akan
terjadi peningkatan 99% penderita pada tahun 2010 di negara berkembang
dibandingkan pada tahun 1985. Sedangkan di negara maju, peningkatan jumlah
penderita diperkirakan hanya 38%. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kanker
menjadi masalah yang serius di negara berkembang di masa mendatang (Majalah

Suplemen Medika Republika, 2005). Oleh karena itu perlu adanya strategi
pengetahuan, teknologi dan kontrol dalam penatalaksanaan kanker selama dua
puluh tahun ke depan dan seterusnya (WHO,2003).
Kanker nasofaring (KNF) merupakan salah satu penyakit yang ditimbulkan
oleh pola hidup tidak sehat seperti merokok. Etiologi kanker nasofaring bersifat
multifaktor. Faktor resiko diantaranya faktor lingkungan, genetik, gaya hidup dan
okupasi (Dwi,2008). Badan Registrasi Kanker Indonesia menyatakan bahwa
kanker kepala leher menempati urutan keempat dari sepuluh besar keganasan pada
pria dan wanita, serta urutan kedua tersering dari pria (Soekamto,2002). Insiden
meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada usia 40-60 tahun.
WHO menggolongkan kanker nasofaring menjadi 3 kriteria, yaitu WHO tipe I

2

(kanker sel skuamosa berkeratinisasi), WHO tipe II (kanker sel skuamosa tidak
berkeratinasasi), dan WHO tipe III (kanker berdeferensiasi buruk, termasuk jenis
limfoepitelioma dan anaplastik). Penggolongan kanker nasofaring ini penting
untuk menentukan derajat suatu penyakit dan jenis pengobatan yang akan
diberikan (American Joint Committee on Cancer,2010).
Gejala dan tanda pada kanker nasofaring tidak spesifik, sering sekali pasien

mengalami salah diagnosis atau berobat ke dokter dalam kondisi stadium lanjut,
sehingga terapi menjadi lebih rumit. Selain operasi, diperlukan juga kemoterapi,
sehingga biaya semakin mahal dan kadang hasil pengobatan tidak memuaskan.
Pengobatan kanker nasofaring memerlukan multidisiplin manajemen yang
diberikan pada setiap pasien. Meskipun menyembuhkan kanker merupakan suatu
tujuan utama, akan tetapi seorang dokter perlu untuk mempertimbangkan
bagaimana pengobatan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, termasuk
bagaimana perasaan pasien, kepercayaan pasien terhadap diagnosa dokter, efek
samping yang tidak diinginkan, dan biaya pengobatan yang tinggi (American
Society of Clinical Oncology,2010). Penatalaksanaan kanker nasofaring yang
menyulitkan pasien menyebabkan pasien mengalami penurunan ketaatan terhadap
pengobatan modern konvensional. Hal ini menyebabkan masyarakat beralih
dengan mengkombinasi pengobatan komplementer alternatif yang lebih
ekonomis. Selain itu juga banyak beredar artikel yang memberikan informasi yang
menjanjikan kesembuhan kanker kepada pasien.
Sejauh ini angka harapan hidup pada penderita kanker nasofaring dengan
kombinasi kemoterapi dan radioterapi di Rumah Sakit Umum dr. Sarjito selama
18 bulan sebesar 79,33%. Ada perbedaan yang signifikan antara penderita KNF
dengan penyebaran ke kelenjar getah bening (81.6%) dan tanpa penyebaran ke
kelenjar getah bening (75%) secara statistik. Angka harapan hidup penderita KNF

dengan usia di atas 40 tahun selama 18 bulan sebesar 76,4% dan penderita KNF
berusia di bawah 40 tahun selama 14 bulan sebesar 80,2%. Angka harapan hidup
laki-laki penderita KNF selama 18 bulan sebesar 74,6% dan pada pasien wanita
sampai akhir penelitian adalah 100% (Puspa Zuleika,2005). Sampai saat ini,
belum ada data yang akurat tentang angka kualitas hidup hasil evaluasi respon
terapi penderita kanker nasofaring baik secara modern konvensional maupun

3

komplementer alternatif, juga belum ada data angka harapan hidup pada penderita
kanker dengan pengobatan komplementer alternatif di Indonesia.
Namun demikian, terlepas dari berkembangnya standardisasi pengobatan
modern yang ada, pengobatan komplementer alternatif (obat tradisional) di
Indonesia merupakan bagian dari sosial budaya yang memiliki keterikatan yang
sulit dilepaskan. Akan tetapi, obat tradisional di Indonesia masih belum diakui di
dunia kedokteran untuk menjadi pendamping obat-obatan kimia penghambat
kanker karena belum ada yang teruji secara klinis. Menristek Kusmayanto
Kadiman pada Simposium Penelitian Bahan Obat alami XIV Pendayagunaan
Produk Bahan Alami dalam Mengatasi Kanker di Jakarta menyatakan bahwa
dokter tidak mau mengakui obat herbal secara de jure, tapi secara de facto mereka

biasa memanfaatkannya, misalnya tradisi minum jamu atau pijat. Sebenarnya
beberapa tahun terakhir masyarakat dunia, khususnya negara maju lebih menyukai
pengobatan tradisional berbahan dasar tumbuh-tumbuhan daripada menggunakan
obat sintetik terkait efek sampingnya (Kompas, 2009).
Kecenderungan kembali menggunakan obat-obatan tradisional alami ini
dikenal sebagai "gelombang hijau baru". Untuk itu, diperlukan suatu penelitian
yang mendalam mengenai masalah ini yang diharapkan mampu menjawab segala
keraguan yang timbul di masyarakat mengenai pengobatan kanker dengan
pengobatan komplementer alternatif.

C.

PERUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah perbandingan angka harapan hidup dan angka kualitas hidup
penderita kanker nasofaring antara yang mendapatkan pengobatan modern
konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia?

D.

TUJUAN


D.1 Tujuan umum
Membuktikan perbandingan angka harapan hidup dan angka kualitas hidup
penderita kanker nasofaring antara yang mendapatkan pengobatan modern
konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia.

4

D.2

Tujuan khusus
i)

Menghitung angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita
kanker nasofaring yang mendapatkan pengobatan modern konvensional.

ii)

Menghitung angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita
kanker nasofaring yang mendapatkan pengobatan komplementer alternatif

asli Indonesia.

iii)

Membandingkan angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita
kanker nasofaring antara yang mendapatkan pengobatan modern
konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia.

E.

LUARAN YANG DIHARAPKAN
Artikel ini akan dikirim ke jurnal internasional. Artikel tersebut dapat menjadi
dasar untuk pengembangan penelitian yang akan ditujukan ke penerbitan paten
tentang pengaruh kombinasi kombinasi pengobatan modern konvensional dengan
pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia pada penderita kanker
nasofaring.

F.

KEGUNAAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
i) Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai pengaruh
kombinasi kombinasi pengobatan modern konvensional dengan pengobatan
komplementer alternatif asli Indonesia pada penderita kanker nasofaring.
ii) Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai metode pengobatan
berbagai jenis kanker lain.
iii)Sebagai landasan untuk pengembangan dan pemanfaatan pengobatan
tradisional di bidang kesehatan terutama dalam penanganan berbagai jenis
kanker.

G.

TINJAUAN PUSTAKA

G.1. Kanker Nasofaring
Kanker nasofaring merupakan kanker ganas yang terdapat di daerah
nasofaring, yaitu bagian dari faring/tenggorokan yang terletak diantara antara

5

belakang hidung sampai esofagus, lebih seringnya tumbuh di daerah Fossa
Rusenmulleryang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi epitel skuamosa. Kanker ini biasanya berasal dari epitel atau mukosa
yang melapisi permukaan nasofaring (F. Dubrulle, 2007). Lebih jauh lagi, di
Indonesia kanker ini menempati urutan keempat diantara keganasan yang terjadi
di seluruh tubuh dan urutan pertama untuk seluruh keganasan di daerah kepala
dan leher dengan prosentase 60% (Soekamto,2002). Berdasarkan data
epidemiologi, kanker ini banyak terjadi di daerah Cina Selatan. Bahkan karena
angka kejadian yang tinggi ini, kanker nasofaring sering disebut sebagai
cantonese cancer, karena kanker ini menimpa 25 dari 100.000 orang di daerah
tersebut, 25 kali lebih tinggi dari daerah manapun di dunia (Yu and Yuan,2003).
Hal ini diduga karena tingginya konsumsi daging dan sayuran yang diasinkan di
daerah itu. Secara umum, kanker nasofaring jarang menyerang penderita di bawah
usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45-54 tahun, namun di Afrika kanker ini
banyak menimpa anak-anak. Kanker ini lebih banyak menyerang laki-laki
daripada wanita(Kentjono,2003). Di Indonesia sendiri kanker nasofaring lebih
sering menyerang warga etnis tiongha dibandingkan dengan etnis lain.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, kanker nasofaring diklasifikasikan
kedalam 3 golongan :
1. Keratinizing Skuamos Cell Carcinoma atau kanker sel skuamosa dengan
keratinisasi (WHO 1)
2. Non-Keratinizing Carcinoma atauKanker tidak berkeratin dengan sebagian
sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih kearah
diferensiasi baik / (WHO 2)
3. Undifferentiated Carcinoma atau Kanker yang sangat heterogen, sel ganas
membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas (WHO 3)
Jenis yang paling banyak dijumpai adalah WHO 2 dan 3 (WHO,1978).
Secara etiologis, penyebab kanker nasofaring ini belum jelas benar. Namun
diduga Epstein-Barr Virus (EBV) sebagai penyebab utama kanker nasofaring.
Deteksi antigen nuclear yang berhubungan dengan EBV pada kanker nasofaring
WHO tipe 2 dan 3 menunjukkan bahwa EBV dapat menginfeksi sel epitel dan
dapat menimbulkan keganasan sel epitel tersebut. Lo et al menunjukkan bahwa

6

DNA EBV dapat dideteksi pada 96% plasma darah orang dengan kanker
nasofaring non-keratinisasi, dibandingkan dengan hanya 7% pada kelompok
kontrol. Lebih penting lagi, kadar DNA EBV juga berkorelasi dengan respon dari
terapi kanker yang menunjukkan bahwa EBV bisa jadi merupakan penyebab
bebas dalam terjadinya kanker nasofaring (Lo,1999). Namun selain itu, dapat pula
berperan faktor-faktor lain seperti faktor makanan dan keturunan. Selain itu
faktor-faktor seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol serta paparan terhadap
bahan karsinogenik diduga juga dapat memicu timbulnya kanker nasofaring.
Pada penderita kanker nasofaring, gejala yang biasa timbul adalah gejala pada
hidung, telinga, mata, saraf dan gejala menyebarnya tumor ke kelenjar limfe yang
paling dekat, yaitu di daerah leher. Gejala pada hidung berupa ingus bercampur
darah dan kadang bercampur sedikitingus kental, sumbatan pada hidung, dan
suara sengau. Gejala pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena
tempat asal tumor yang berada di dekat muara tuba eustachii (saluran penghubung
hidung dan telinga). Gejalanya berupa telinga berdengung, rasa penuh tidak
nyaman, nyeri dan kadang tuli akibat penutupan dari tuba eustachii. Gejala pada
saraf dapat terjadi karena meluasnya tumor ke rongga tengkorak, yang merupakan
tempat lewatnya saraf otak, seperti saraf ke III, IV, V, VI, bahkan sampai saraf ke
IX, X, XI dan XII. Kerusakan saraf V dapat menyebabkan nyeri di bagian leher
dan wajah (neuralgia trigeminal) serta lebih lanjut dapat menimbulkan kerusakan
mata berupa pandangan yang kabur dan double vision. Lebih lanjut lagi, tumor
juga dapat menyebar melalui pembuluh getah bening ke kelenjar-kelenjar getah
bening, mulai dari yang paling dekat di kelenjar limfe daerah leher. Gejala yang
timbul berupa pembengkakan pada leher (Soepardi, 2007).
Diagnosis klinik kanker nasofaring mulanya didapatkan dari anamnesis dan
gejala klinis tumor. Jika kecurigaan timbul, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan
menggunakan endoskopi untuk melihat kondisi mukosa nasofaring. Perubahan
yang jelas berupa penonjolan mukosa, peradangan, dan ulseratif yang disertai
perdarahan ringan merupakan tanda-tanda kondisi mukosa yang jelek dan curiga
akan terjadinya kanker. Kemudian sebagai standart baku emas penegakan
diagnosis adalah dengan diagnosis histopatologi spesimen biopsi nasofaring yang
diambil untuk kemudian dilihat dibawah mikroskop. Lebih lanjut lagi, dokter juga

7

bisa melakukan pemeriksaan radiologik seperti MRI, CT-Scan dan Sinar X untuk
melihat penyebaran kanker. Kemudian dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan
tersebut, dapat ditentukan tingkatan keganasan atau grading dan staging dari
kanker tersebut. Klasifikasinya yang terbaru berdasarkan Union Internationale
Contre Cancer (IUCC) tahun 1997, adalah sebagai berikut :

Stadium T (ukuran/luas tumor):
T0

Tak ada kanker di lokasi primer

T1

Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring

T2

Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.

T2a

Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b

Dengan perluasan ke parafaring

T3

Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4

Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial,
hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.

Limfonodi regional (N) :
N0

Tidak ada metastasis ke limfonodi regional

N1

Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula

N2

Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N3

Metastasis nodus : N3a
N3b

> 6 cm
meluas sampai ke fossa supraklavikula

Metastasis jauh (M) :
M0

Tak ada metastasis jauh

M1

Metastasis jauh

Kemudian dari hasil grading dan staging tersebut dapat ditentukan stadium dari
kanker pada tabel di bawah ini (Tabel 1).

Tabel 1. Data Grading dan Staging berdasarkan AJCC* 1998.
T1

T2a

T2b

T3

T4

N0

I

IIA

IIB

III

IVA

N1

IIB

IIB

IIB

III

IVA

N2

III

III

III

III

IVA

8

N3

IVB

IVB

IVB

IVB

IVB

M1

IVB

IVB

IVB

IVB

IVB

(*.American Joint Committee on Cancer,1998)

Angka harapan hidup merupakan pedoman standar bagi praktisi kesehatan
untuk menentukan prognosis dari pasien. Kadang pasien ingin mengetahui angka
harapan hidup menurut statistik dari pasien dengan kondisi yang sama. Angka
harapan hidup 5 tahun menunjukkan persentase pasien yang dapat hidup dalam
kurun waktu 5 tahun setelah mereka terdiagnosa kanker. Tentu saja banyak orang
yang hidup lebih dari 5 tahun ( dan banyak diantaranya yang sembuh). Angka
kelangsungan hidup relatif disesuaikan bagi pasien dengan kanker nasofaring
yang meninggal oleh karena sebab lain, seperti penyakit jantung. Dengan ini,
maka praktisi kesehatan dapat menggambarkan prospek yang lebih akurat untuk
pasien dengan tipe dan stadium kanker tertentu.
Guna mendapatkan angka harapan hidup 5 tahun, praktisi kesehatan harus
menelusuri pasien-pasien yang dirawat minimal 5 tahun yang lalu. Perbaikan
dalam pengobatan saat ini meningkatkan prognosis yang lebih menguntungkan
bagi pasien yang terdiagnosa kanker nasofaring.
Tingkat kelangsungan hidup seringkali didasarkan pada hasil sebelumnya
sejumlah orang yang mempunyai penyakit ini, tetapi mereka tidak dapat
memprediksi apa yang akan terjadi pada tiap-tiap pasien tersebut. Banyak faktor
lain yang dapat mempengaruhi prognosis dari pasien, seperti umur, kesehatan
secara keseluruhan, dan respon pengobatan. Angka harapan hidup 5 tahun
dibawah ini berdasarkan the American Joint Committee on Cancer, pada pasien
yang didiagnosa pada tahun 1998 dan 1999 (Tabel2).

Tabel 2. Data angka harapan hidup 5 tahun berdasarkan stadium
Stadium

Angka Harapan Hidup 5 Tahun

I

72%

II

64%

III

62%

IV

38%

9

G.2 Pengobatan Kanker Nasofaring dengan Modern Konvensional
Standar perawatan untuk pasien dengan kanker nasofaring termasuk terapi
radiasi, kemoterapi dan pembedahan. Pengobatan berdasarkan stadium:
i)

Stadium Ikanker nasofaring menggunakan terapi radiasi untuk tumor dan
kelenjar getah bening pada leher.

ii) Stadium II kanker nasofaring menggunakan kemoterapi yang dikombinasi
dengan radiasi dan terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening
pada leher.
iii) Stadium III kanker nasofaring menggunakan kemoterapi dikombinasi
dengan terapi radiasi, terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening
dileher, terapi radiasi diikuti oleh pembedahan untuk menghilangkan
kanker termasuk kelenjar getah bening pada leher yang akan kembali
setelah radiasi, dan sebelumnya menggunakan kemoterapi percobaan
klinik dikombinasi dengan atau terapi radiasi.
iv) Stadium IV kanker nasofaring menggunakan kemoterapi dikombinasi
dengan terapi radiasi, terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening
di leher, terapi radiasi diikuti oleh pembedahan untuk menghilangkan
kanker termasuk kelenjar getah bening pada leher yang akan kembali
setelah radiasi, dan sebelumnya menggunakan kemoterapi klinik
dikombinasi dengan atau terapi radiasi.
Teknik terapi radiasi terbaru telah membantu meningkatkan prospek untuk
pasien dengan kanker nasofaring. Dosis tinggi terapi radiasi dengan kemoterapi
adalah pengobatan utama kanker nasofaring, baik untuk situs tumor primer dan
leher. Operasi biasanya disediakan untuk kelenjar getah bening yang gagal
mengadakan regresi setelah terapi radiasi atau yang kambuh setelah pemberian
intervensi. Pada radioterapi, dosis dan batas lapangan radiasi secara individual
disesuaikan dengan lokasi dan ukuran tumor primer dan kelenjar getah bening.
Meskipun sebagian besar tumor diobati dengan External Beam Radio Therapy
(EBRT), khususnya beberapa terapi radiasi tumor dibantu dengan implan
intrakavitas atau interstisial atau dengan penggunaan stereostatic radiosurgery jika
ahli klinis dan anatomis memungkinkan (Mendenhall,2005). Terapi radiasi
intensitas-termodulasi menurunkan angka kejadian xerostomia dan memberikan

10

kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan terapi radiasi konvensional
(Kam,2007). Publikasi dari tinjauan hasil klinis menyatakan, terapi radiasi radikal
untuk kanker kepala dan leher menunjukkan hilangnya kontrol lokal yang
signifikan pada pemberian terapi radiasi yang berkepanjangan, sehingga
perpanjangan jadwal pengobatan standar harus dihindari (Fowler,1992).
Bukti telah menunjukkan bahwa terjadinya insidensi hipotiroid yang tinggi
sebesar >30% - 40% pada pasien yang telah menerima EBRT ke seluruh kelenjar
tiroid atau kelenjar hipofisis. Tes fungsi tiroid pada pasien harus dipertimbangkan
sebelum terapi dan merupakan bagian dari follow up post treatment
(Turner,1995).
G.3 Pengobatan Kanker Nasofaring dengan Komplementer Alternatif
Beberapa abad yang lalu, pengobatan kanker nasofaring (NPC) baik melalui
kemampuannya untuk mengaktifkan virus Epstein-Barr (EBV) atau melalui efek
mempromosikan langsung terhadap EBV-sel berubah telah dilakukan. Untuk
menyelidiki lebih lanjut, 104 histologis dikonfirmasi kasus cancer nasofaring dan
205 kontrol yang sesuai di Filipina. (Allan Hildesheim; 1992)
Salah satu bahan yang digunakan dalam pengobatan herbal ini adalah jamur.
Tingginya senyawa molekul dari obat-obatan herbal Cina, termasuk ribosominactivating protein dan polisakarida dari jamur telah diuji untuk pengobatan
penyakit ganas. Polisakarida memiliki aktivitas imunostimulan dapat digunakan
sebagai ajuvan dalam pengobatan tumor. Jamur yang mengandung polisakarida
seperti biasanya jamur atau tonik dalam Pengobatan Tradisional Cina. Bagian dari
tanaman tinggi seperti Radix Astragali dan Lycii Fructus polisakarida yang
mengandung terutama digunakan sebagai tonik dalam Pengobatan Tradisional
Cina. Ribosom-inactivating protein adalah kelompok protein mengerahkan
aktivitas sitotoksik melalui penghambatan sintesis protein. Beberapa protein
ribosom-inactivating telah digunakan sebagai bagian sitotoksik dalam konjugasi
dengan antibodi monoklonal sebagai penargetan tumor obat. Mekanisme
sitotoksik dan antineoplastik dari senyawa molekul tinggi agak berbeda dari
senyawa-senyawa molekul rendah.
Sesuai

dengan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

definisi

pengobatan

komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang

11

ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan
ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional
(Yanmedik,2010). Pengobatan komplementer alternatif disebut juga sebagai suatu
perpaduan pengobatan modern konvensional dengan pengobatan tradisional
(NCCAM,2010).
Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang
penggunaan

pengobatan

tradisional

termasuk

di

dalamnya

pengobatan

komplementer – alternatif yang meningkat dari tahun ke tahun (digunakan oleh
40% penduduk Indonesia).
Jenis pelayanan pengobatan komplementer

– alternatif berdasarkan

Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah :
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi,
mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati,
homeopati, aromaterapi, ayurveda
3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, pijat urut
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient,
mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EECP
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, perkembangan pengobatan
untuk kanker terutama kanker nasofaring juga berkembang pesat. Namun,
pengobatan herbal tidak begitu saja ditinggalkan. Perpaduan antara pengobatan
herbal dan pengobatan modern banyak menjadi sorotan masyarakat luas.

12

H.

METODE PELAKSANAAN

H.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di InstalasiRekam Medik RSUP dr.Kariadi Semarang
dan FK UNDIP selama 5 bulan dan menyangkut bidang ilmu patologi anatomi,
patobiologi, onkologi dan ilmu kesehatan THT-KL.
H.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain
kasus-kontrol terhadap blok parafin hasil biopsi nasofaring yang didiagnosis
sebagain kanker nasofaring. Diagnosis kanker nasofaring dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok kasus (penderita kanker nasofaring yang menggunakan
komplementer alternatif asli Indonesia) dan kelompok control (penderita kanker
nasofaring yang menggunakan modern konvensional) (Gambar 1).
Angka harapan hidup
Kualitas hidup

Angka harapan hidup
Kualitas hidup

Penderita karsinoma
nasofaring dengan terapi
komplementer alternatif
asli Indonesia

Penderita karsinoma
nasofaring dengan terapi
modern konvensional

Gambar 1. Skema desain penelitian kasus-kontrol
H.3 Variabel Penelitian
H.3.1 Variabel bebas (independen)
i) Pengobatan komplementer alternatif asli indonesia
ii) Pengobatan modern konvensional
H.3.2 Variabel tergantung (dependen)
i) Angka harapan hidup
ii) Angka kualitas hidup
H.3.3 Variabel perancu
i) Infeksi kronis
ii) Status gizi

Kelompok
Kasus

Kelompok
Kontrol

13

H.4 Definisi Operasional Variabel
i) Pengobatan komplementer alternatif asli indonesia adalah suatu perpaduan
pengobatan

modern

konvensional

merupakan

pengobatan

non

dengan

konvensional

pengobatan
yang

tradisional,

ditujukan

untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam
kedokteran konvensional.
ii) Pengobatan modern konvensional adalah standar pengobatan yang telah
diterima dalam kedokteran konvensional.
iii) Angka harapan hidup adalah persentase orang yang bertahan hidup jenis
kanker tertentu dengan jumlah waktu tertentu.
iv) Angka kualitas hidup adalah evaluasi subyektif suatu kualitas hidup baik
atau memuaskan secara keseluruhan,di samping itu bisa berguna dalam
keputusan klinis dan dalam perencanaan perawatan untuk pasien kanker.
H.5 Cara dan Skala Pengukuran
i) Cara pengukuran penggunaan komplementer alternatif adalah dengan
melakukan deep interview dengan perangkat kuesioner terhadap riwayat
karsinoma nasofaring pada keluarga terdekat.

Skala pengukuran

penggunaan komplementer alternatif adalah nominal; 1) komplementer
alternatif positif dan 2) komplementer negatif.
ii) Cara pengukuran penggunaan modern konvensional adalah dengan
melakukan deep interview dengan perangkat kuesioner terhadap riwayat
paparan lingkungan pada kehidupan penderita sehari-hari. Skala
pengukuran penggunaan modern konvensional adalah nominal; 1) modern
konvensional positif dan 2) modern konvensional negatif.
iii) Cara pengukuran angka harapan hidup adalah dengan melakukan KaplanMeirer test dengan perangkat kuesioner perkiraan kelangsungan hidup dari
data kehidupan pasien. Dalam penelitian digunakan untuk mengukur fraksi
pasien hidup untuk jangka waktu tertentu setelah pengobatan.

14

iv) Cara pengukuran angka kualitas hidup dengan Functional Living IndexCancer adalah mengukur kualitas hidup dalam studi yang berhubungan
dengan kanker untuk mengetahui hasil klinis berdasarkan studi tersebut.
H.6 Populasi dan Sampel
H.6.1 Populasi target adalah semua blok parafin hasil biopsi nasofaring yang
didiagnosis kanker nasofaring selama tahun 2005 sampai 2010 di pusat
laboratorium patologi anatomi FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
H.6.2 Populasi terjangkau adalah populasi target yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
H.6.3 Besar sampel/jumlah sampel minimal ditetapkan berdasarkan rumus untuk
penelitian

kasus-kontrol

yang

menilai

rasio

odds

(RO),

yaitu

menggunakan rumus sampel untuk studi kasus kontrol berpasangan.

n = Z1-

α/2√2P(1-P)

+ Z1-β √P1(1-P1) + P2(1 P2) 2(P1 - P2)2

H.6.4 Cara pengambilan sampel dilakukan secara consecutive, yaitu mencari blok
parafin yang memenuhi kriteria inklusi sampai jumlah sampel minimal
terpenuhi.
H.6.5 Kriteria inklusi dan eksklusi
i) Blok parafin dengan sampel biopsi nasofaring berukuran cukup besar,
minimal 5 mm.
ii) Blok parafin yang melalui pemrosesan jaringan yang baik.
iii) Data rekam medik yang lengkap, meliputi; nama, alamat, jenis
kelamin, dan usia pemilik sampel.
H.7 Materi/Bahan/Alat Penelitian
Spesimen: hasil biopsi nasofaring yang sudah dilakukan pemrosesan jaringan dan
diblok parafin, dimana sebelumnya difiksasi dengan formalin.
H.8 Prosedur Penelitian/Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dapat berasal dari rekam medik atau merupakan data
sekunder. Wawancara/pemeriksaan langsung atau hasil pengukuran dari
laboratorium merupakan data primer. Waktu dan tempat pengumpulan data dan
cara pengumpulan data, termasuk alur penelitian.

15

H.9 Pengolahan dan Analisis Data
Penjelasan tentang langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengolah data,
yang meliputi; pengelompokkan data, tabulasi data, penyajian data secara
deskriptif dengan tabel dan grafik, serta analisis inferensial dengan uji Chi-square
dan logistik regresi dengan menggunakan SPSS for Windows 11.5.
H.10 Alur Penelitian
Blok parafin kasus KNF

Diagnosa PA KNF
Kuesioner
Komplementer Alternatif

Modern Konvensional

Angka harapan hidup

Angka harapan hidup
dan
Angka kualitas hidup

dan
Angka kualitas hidup

Analisis
Perbandingan
Gambar 2. Alur Penelitian
I.

JADWAL KEGIATAN
Waktu

Kegiatan

Bulan 3

Persiapan penelitian dan pengumpulan blok parafin hasil biopsi
nasofaring yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengumpulan data rekam medik yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi.
Pembuatan kuesioner.

Bulan 4

Deep interview sampel menggunakan kuesioner.

Bulan 5

Pembuatan laporan akhir.

Bulan 1
Bulan 2

16

J.

K.

RANCANGAN BIAYA
1) Transportasi

= Rp

650.000,00

2) Alat tulis (kertas, tinta, dll.)

= Rp

600.000,00

3) Internet @ 7.000 x 250 hari

= Rp

1.750.000,00

4) Foto copy

= Rp

500.000,00

5) Tanda terima kasih untuk responden @ 50.000 x 60 org = Rp

3.000.000,00

6) Komunikasi

= Rp

500.000,00

Total Biaya

=Rp

7.000.000,00

DAFTAR PUSTAKA
American Society of Clinical Oncology. 2010. Head and Neck Cancer,
[online] Available at:[Accessed 11 September 2010].
ANT, 2009. Obat Herbal Antikanker Belum Diakui, Kompas, [online]
Available at: [ Accessed 21 June 2010 ].
Cho, W.C. and Chen, H. Y., 2009, Clinical efficacy of traditional Chinese
medicine as a concomitant therapy for nasopharyngeal carcinoma: a
systematic review and meta-analysis, [online] Available at
: [ Accessed 2 July 2010].
Cooper, J. S. Cohen, R. and Stevens, R. E., 2000. A Comparison of Staging
Systems for Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at :
[
Accessed 22 July 2010 ].
Dubrulle, F. Sovillard, R. and Hermans, R., 2007. Extension Patterns of
Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at : [Accessed 22 July 2010].
Fowler JF, Lindstrom MJ: Loss of local control with prolongation in
radiotherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 23 (2): 457-67, 1992.
Henderson, B. E., 1976, Risk Factors Associated with Nasopharyngeal
Carcinoma, [online] available at : [Accessed 22 July 2010].
Hidayat, B., 2009. Hubungan antar GambaranTimpanometri dengan Letak
dan Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen
THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, [online] Available at :

17


[Accessed 16 September 2010 ].
Hildesheim, Allan,et al.1992. The enigmatic epidemiology of nasopharyngeal
carcinoma, Herbal Medicine Use, Epstein-Barr Virus, and Risk of
Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at :
Accessed
[24 June 2010].
Hunt, M.A et all,1993, The effect of setup uncertainties on the treatment of
nasopharynx cancer, [online] Available
at:Accessed [16 October 2010].
Kam MK, Leung SF, Zee B, et al.: Prospective randomized study of
intensity-modulated radiotherapy on salivary gland function in early-stage
nasopharyngeal carcinoma patients. J Clin Oncol 25 (31): 4873-9, 2007.
Kentjono WA. Perkembangan terkini penatalaksanaan karsinoma nasofaring.
Makalah lengkap simposium bedah kepala leher. Sub bagian onkologi bagian
THT FKUI; Hotel Sahid Jakarta;1- 2 Mei 2003.
Lo YM, et al. Quantitative analysis of cell-free Epstein-Barr virus DNA in
plasma of patients with nasopharyngeal carcinoma. Cancer Res.
1999;59:1188–1191.
Mediasehat, 2005, Mengenal Kanker, [online] Available
ar: [Accessed 5 July 2010].
Mendenhall WM, Riggs CE Jr, Cassisi NJ: Treatment of head and neck
cancers. In: DeVita VT Jr, Hellman S, Rosenberg SA, eds.: Cancer:
Principles and Practice of Oncology. 7th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005, pp 662-732.
Rasmin M. Kedokteran Respirasi, Pemahaman Sebuah Perjalanan. Pidato
Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Bidang
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 23 Februari 2008.
Saunders. M. L, 2006, Squamous Cell Head and Neck Cancer: Recent Clinical
Progress and Prospects for the Future, [online] available
at: [Accessed 2
August 2010 ].

Shanmugaratnam KS, Sobin LH. Histological typing of upper respiratory tract
tumors. Geneva: World Health Organization; 1978.

18

Soekamto SM, Sandhika W, Fauziah D. Aspek patologi tumor telinga hidung
tenggorokan-kepala leher: perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan tumor ganas THT-KL. SMF Ilmu Penyakit THT-KL FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya.2002:9-37.
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: 2007, FKUI.
Tang, Weici; Hemm, Ingrid; Barbara Bertram. 2003.Recent Development of
Antitumor Agents from Chinese Herbal Medicines. Part II. High Molecular
Compounds, [online] Available at:
Accessed [ 24 June 2010 ].
Turner SL, Tiver KW, Boyages SC: Thyroid dysfunction following
radiotherapy for head and neck cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 31 (2):
279-83, 1995.
U.S National Institute of Health. 2010. Nasopharyngeal Cancer Treatment,
[online] Available at :
[Accessed 24 September 2010].
WHO. 2003. Global cancer rates could increase by 50% to 15 million by
2020, [online] Available at :
[Accessed 15
September 2010].
WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008, [online] Available at :
[Accessed 19 May 2009]
Wiratno.2009.PengaruhPolifenolTehHijauTerhadapSistemImunPenderitaKarsi
nomaNasofaring yang MendapatRadioterapiKajianjumlahmonosit,
limfositsertaproduksiTNF-฀, IFN-฀ dan IL-2 ex vivo, [online] Available at:
Accessed
[ 24 June 2010 ].
Yu,M.C.,and J. M. Yuan. 2002. Epidemiology of nasopharyngeal carcinoma.
Semin Cancer Biol 12:421-9.

19

L.

LAMPIRAN
1) BIODATA DOSEN PEMBIMBING
Nama Lengkap dan Gelar
: dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp.THT-KL
NIP
: 19671002 199702 1 001
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Taman Kradenan Asri Blok H-11 D
Semarang, 0248503635, 08122810954
Semarang, 24 Oktober 2010

(dr.Awal Prasetyo, M.Kes., Sp.THT)
NIP. 19671002 199702 1 001
2) BIODATA KETUA
Nama

: Jessica Christanti

Tempat dan tanggal lahir

: Jakarta, 29 Desember 1989

Alamat

: Jalan Gergaji 4 no 1133, Semarang
HP:081806854064

Email

: jessicachristanti@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

: SDK Kalam Kudus 3

tahun 2001

SMPK IPEKA PURI

tahun 2004

SMAK BPK 4 PENABUR Jakarta tahun 2007
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penghargaan

: Finalis Lomba Poster Ilmiah Scientific Fair
Fakultas Kedokteran UNDIP berjudul Potensi
Sereal

Biji

Kecipir

Berfortifikasi

dalam

Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu
Hamil
Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st
Asian Medical Student Conference, Jakarta
Semarang, 24 Oktober 2010

(Jessica Christanti)
NIM. G2A007107

20

3) BIODATA ANGGOTA KELOMPOK
a. Nama

: Erika Kusumawardani

Tempat dan tanggal lahir

: Pulau Sambu, 22 April 1990

Alamat

: Jalan Gergaji IV no 1133 Semarang, Indonesia
HP:08566610067

Email

: erica_pinkers@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

: SD YKPP P. Sambu Batam

tahun 2002

SMP N 1 Batam

tahun 2005

SMA N 1 Magelang

tahun 2008

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penghargaan

: Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st
Asian Medical Student Conference, Jakarta
Semarang, 24 Oktober 2010

(Erika Kusumawardani)
NIM. G2A008072
b. Nama

: Muhammad Rizki Febrianto

Tempat dan tanggal lahir

: 11 Februari 1991

Alamat

: Jalan NgaliyanPermai I, Blok H-5 , Semarang
HP:085641106344

Email

: m.rizki.f@hotmail.co.id

Riwayat Pendidikan

: SD N Anjasmoro 01 Semarang

tahun 2002

SMP Semesta Semarang

tahun 2005

SMA Semesta Semarang

tahun 2008

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penghargaan

: Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st
Asian Medical Student Conference, Jakarta
Semarang, 24 Oktober 2010

(Muhammad Rizki Febrianto)
NIM. G2A008119