MASYARAKAT KAMPUNG KOTA KONDISI PEMUKIMAN

MASYARAKAT KAMPUNG KOTA – KONDISI PERMUKIMANNYA
DAN UPAYA PERBAIKAN LINGKUNGAN KAMPUNG KOTA
(Studi Kasus RW-12 Kel.Babakan Surabaya Kec.Kiaracondong Kota Bandung)
Oleh : Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI.
Jurusan Teknik Arsitektur FTSP Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung
Gedung 17 Lantai 1 Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124
E-mail: udjianto_pawitro@yahoo.com

ABSTRAK
Masyarakat ‘kampung kota’ adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan
perkotaan yang secara social-budaya mempertahankan pola perilaku dan kebiasaan
budaya ‘kampung’ di kawasan tempat tinggalnya. Akibat dari mempertahankan budaya
‘kampung’ didalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan kampong kota
cenderung tidak tertata baik, cenderung kumuh / kusam dan tidak teratur. Masyarakat
kampong kota ini pada dasarnya masih tetap ada dan mendiami kawasan perkotaan selama
kondisi social-budaya masyarakatnya tetap bertahan, dan pada perkembangan kemudian
kondisi fisik kampong kota menjadi salah satu masalah yang muncul di perkotaan hingga
sekarang ini.
Melihat kondisi
permukiman dari kampong kota, secara fisikal lingkungan
permukimannya cenderung tidak tertata, tidak teratur bahkan cenderung kusam / kumuh.

Sallah satu penyebab utama dari kondisi tersebut diatas adalah secara social-ekonomi
masyarakat kampong kota hidup dalam tingkat ‘sub-sisten’ (= pada tingkat berupaya
mempertahankan kelangsungan hidupnya). Kemampuan ekonomi yang terbatas,
menyebabkan alokasi biaya untuk perbaikan rumah dan lingkungan sekitar menjadi sangat
minim / terbatas. Hanya sedikit dari kelompok masyarakat kampong kota yang dapat
berupaya untuk memelihara dan memperbaiki kualitas rumah maupun lingkungan
permukiman yang mereka tinggali.
Upaya perbaikan lingkungan permukiman masyarakat kampong kota pada
dasarnya sejalan dengan upaya perbaikan lingkungan permukiman kumuh (slumb areas) di
perkotaan. Upaya-upaya pihak Pemerintah Kota dalam hal diatas juga telah dilakukan sejak
tahun 1974 dengan adanya bantuan Bank Dunia melalui program KIP (Kampoong
Improvement Program) yang di beberapa lokasi / tempat dinilai berhasil mencapai sasaran.
Namun banyak pula lokasi / tempat lain yang terkena program KIP ini belum banyak
mengalami kemajuan. Sebagai studi kasus dalam makalah ini diangkat masyarakat
kampong kota dan kondisi permukimannya di RT 12 Kelurahan Babakan Surabaya
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung.
Kata Kunci : masyarakat kampong kota, sosial-ekonomi, permukimannya dan upaya
perbaikannya.

LATAR - BELAKANG.

Dalam dekade tahun 1970 sampai dengan 2010-an, terjadi pertumbuhan
dan perkembangan wilayah perkotaan (urban areas) yang terjadi dengan sangat
(*) Makalah dipresentasikan dalam acara Seminar Regional Pembangunan Jawa
Barat 2012, Jarlit Jabar – LPPM Unpad, Jatinangor, 12-13 Juni 2012.

pesat. Hal diatas mudah dilihat dan sering terjadi terutama sekali di kota-kota besar
di Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan yang sangat
pesat terjadi sebagai contoh misalnya di kota - kota: Jakarta, Surabaya, Bandung,
Medan, Semarang, Ujung Pandang, dsb. – Kota-kota dimaksud secara faktual
mengalami pertumbuhan wilayah yang pesat disamping terjadi pula perkembangan
kawasan kota yang sangat meningkat. Jika diamati pada dekade tahun 1970 hingga
2010-an saat ini, banyak kota-kota besar di Indonesia mengalami pertumbuhan
area perkotaan yang sangat pesat
Faktor pendorong dari proses pertumbuhan kota ini sudah banyak dibahas
dan dikaji oleh para pakar perkotaan, terutama sekali dilakukan untuk mengamati
upaya pengendalian dari laju pertumbuhan yang sangat pesat. Faktor - faktor
pendorong laju pertumbuhan wilayah perkotaan (urban area) terutama disebabkan
oleh : (a) laju pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, (b) laju urbanisasi ke
kawasan perkotaan yang tinggi, (c) perubahan budaya kehidupan dari corak rural ke
corak urban yang dikenal sebagai ‘urbanisme’, (d) makin mahalnya harga jual lahan

/ tanah di kawasan perkotaan, hingga (e) intensitas pemanfaatan atau penggunaan
tanah yang sangat tinggi untuk kawasan perkotaan.
Pembentukan masyarakat ‘kampung kota’ di kota-kota besar di Indonesia,
sepatutnya untuk diperhatikan berkaitan dengan membahas masalah-masalah
perkotaan. Sebagai suatu fenomena atau peristiwa yang bersifat social-budaya –
maka fenomena tersebut tidak dapat lepas dari kegiatan sosial-budaya dari
penduduk kawasan perkotaan. Kampung kota pada dasarnya tumbuh dan
berkembang di kawasan tertentu kota akibat adanya latar belakang sosial-budaya
dari masyarakatnya yang dipertahankan.
Fenomena masyarakat kampung kota yang tengah terjadi di kota-kota besar
terutama di Negara-negara sedang berkembang – termasuk di Indonesia,
merupakan hal menarik untuk dibahas atau ditelaah. Peristiwa pembentukan
‘kampung kota’ (urban kampoong) pada dasarnya berkaitan dengan aspek sosialbudaya dan sekaligus aspek sosial-ekonomi dari penduduk kampung kota yang
diamati. Bahasan aspek sosial-budaya dan sosial ekonomi dalam skala yang lebih
luas khususnya di kawasan perkotaan, menarik untuk dibahas adalah proses
munculnya fenomena ‘kampung kota’ secara fisikal yang berkaitan dengan kondisi
permukiman yang mereka huni.
Masyarakat ‘kampung kota’ adalah kelompok masyarakat yang tinggal di
kawasan perkotaan dengan tetap mempertahankan budaya ‘kampung’ di kawasan
tempat tinggalnya walaupun kawasan tersebut sudah berubah menjadi kawasan

perkotaan. Akibat tradisi atau kebiasaan mempertahankan budaya ‘kampung’ di
dalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan kampong kota
dimaksud cenderung tidak tertata dengan baik, tidak teratur dan mengarah ke
kondisi kumuh / kusam serta cenderung tidak teratur. Masyarakat kampong kota
pada dasarnya masih tetap ada mendiami kawasan perkotaan dan menjadi salah
satu masalah perkotaan yang sering muncul di kota - kota besar.
Telaah fenomena masyarakat kampong kota dan kondisi permukimannya
merupakan hal yang tidak dapat lepas dan terkait erat dalam mempelajari masalah-

masalah perkotaan (the urban problems). Demikian pula dalam membahas kegiatan
pembangunan di Jawa Barat, masalah fenomena masyarakat kampong kota
beserta kondisi permukimannya – merupakan bahasan yang tidak dapat dilepas –
terutama berkaitan dengan kegiatan pembangunan sosial – budaya dan kegiatan
sosial – ekonomi di lingkungan perkotaan secara keseluruhan.
FENOMENA MASYARAKAT KAMPUNG - KOTA DAN KONDISI PERMUKIMANNYA DI KAWASAN PERKOTAAN.
(a) ‘Kampung Kota’ (Urban Kampoong) dan Kondisi Masyarakatnya.
Kampung kota atau ‘urban kampoong’ yang terjadi di kota-kota besar di
Indonesia, pada dasarnya merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan
diungkap. Fenomena ‘kampung kota’ pada dasarnya menyangkut aspek sosialbudaya – yang didalamnya berisikan: pola perilaku, kebiasaan (habits), ikatanikatan sosial dan adat - istiadat setempat yang tetap dipertahankan dalam
kehidupannya. Akibat dari aspek social budaya yang khas dan unik, bentukan

lingkungan fisik dari kampong kota menjadi berbeda dengan lingkungan masyarakat
lainnya.
Sedangkan aspek sosial-ekonomi dari keseluruhan warga / penduduk pada
masyarakat kampung kota, didalamnya memuat antara lain: kondisi pendapatan /
penghasilan warga masyarakat, jenis pekerjaan atau profesi dari warga masyarakat,
jumlah pengeluaran atau besarv pembiayaan dalam kehidupan, orientasi dalam
prioeritas pembiayaan dari keluarga, hingga kemampuan menyisihkan atau besar
dana untuk menabung guna keperluan perawatan dan pemeliharaan rumah (tempat
tinggal). Kondisi aspek social ekonomi ini juga akan mempengaruhi kondisi
lingkungan fisik dari permukiman kampong kota yang diamati. .
Fenomena kampung kota di kota-kota besar di Indonesia, pada dasarnya
merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan dikaji, karena dalam mengungkap
fenomena kampung kota dimaksud pada dasarnya juga melibatkan atau
menyangkut aspek sosial-budaya dan sosial-ekonomi dari keseluruhan warga /
penduduk kampung kota yang diamati. Latar belakang serta penyebab dari kondisi
social-budaya dan social ekonomi pada masyarajkat kampong kota akan juga
bertautan dengan skala yang lebih luas yaitu kondisi social-budaya dan social
ekonomi pada kawasan perkotaan (urban areas).
Masyarakat kampung kota adalah kelompok masyarakat yang tinggal di
kawasan perkotaan (urban areas) dengan tetap mempertahankan budaya

‘kampung’ di kawasan tempat tinggalnya - walaupun kawasan tersebut sudah
berubah menjadi kawasan perkotaan. Akibat dari upaya mempertahankan budaya
‘kampung’ didalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan ‘kampong
kota’ cenderung : tidak tertata dengan baik (un-well plan), tidak teratur dan
cenderung kumuh / kusam. Masyarakat kampong kota pada dasarnya masih tetap
ada dan mendiami kawasan perkotaan yang pada awalnya berupa ‘kampung’
(lingkungan perumahan dengan nuansa pedesaan) dan tetap dipertahankan hingga
saat ini oleh penduduknya terutama dalam hal kebiasaan atau pola perilaku
‘kampung’.

(b) Permukiman Di Kawasan Perkotaan (Urban Areas).
‘Permukiman’ atau settlement pada dasarnya merupakan usaha yang ‘padat
tanah’ (land intensive activities), yaitu kira-kira sekitar 45 s/d 50 persen dari tanah di
kawasan kota merupakan lahan untuk permukiman. Permukiman (disini secara
sempit disebut: rumah / tempat tinggal), merupakan barang modal yang tahan lama,
investasi pada permukiman merupakan hal yang dapat dipertanggung-jawabkan
secara ekonomis. Dalam konteks permikiman, nilai rumah dapat naik 10 kali lipat
dalam jangka waktu sekitar 8 tahun, karenanya usaha dalam bidang permukiman
menjadi kegiatan ‘usaha’ yang semakin menarik walaupun terdapat banyak
peraturan dan persyaratan untuk melakukannya.

Dalam permukiman di kawasan perkotaan, dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok kondisi, yaitu: ‘sangat buruk’. ’buruk’, ‘sedang/ sedang’, ‘baik’ dan ‘sangat
baik’. Dari segi pengaturan atau penataan lingkungannya - kondisi permukiman
kawasan kota dapat dibagi kedalam berbagai kelompok, yaitu: penataan ‘sangat
baik’, ‘baik’, ‘sedang/cukup’, ‘kurang baik’ dan ‘tidak baik (buruk)’. Dan dilihat dari
segi kesehatan lingkungannya, kondisi permukiman di kawasan kota dapat dibagi
ke dalam berbagai kelompok, yaitu: permukiman sehat, sedang/cukup dan
permukiman buruk (tidak sehat). Permukiman yang dalam kondisi buruk dan buruk
pula kondisi kesehatan lingkungannya, kita sebut sebagai permukiman kawasan
kumuh / kawasan kotor (the slumb setlement).
Di kota-kota besar dan kota metropolitan di Indonesia, masalah kesehatan
lingkungan permukiman menjadi masalah yang cukup penting untuk mendapatkan
perhatian. Penanganan kawasan permukiman kotor atau kawasan kumuh (slumb
areas) telah banyak ditangani oleh pihak Pemerintah - yaitu Tingkat Pusat: Kantor
Menpera RI, Kantor Kementerian PU, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup. Di
Tingkat Daerah : Dinas Cipta-Karya, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah,
Dinas Kesehatan, Bappeda - Propinsi / Kota). Selain itu penanganan lingkungan
permukiman kotor atau slumb areas di perkotaan – juga tidak lepas dari Dinas Tata
Kota, Dinas Perumahan, dan Dinas Pengawasan Bangunan.
Perbaikan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh di kawasan

perkotaan sudah lama dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, yaitu dengan
dilakukan program KIP (Kampoong Improvement Program) = Program Perbaikan
Kampung. Program KIP yang dilakukan Pemkot Bandung sudah dimulai sejak tahun
1974 dengan beberapa pilot project-nya antara lain di: Kelurahan Babakan
Surabaya, Kelurahan Cibangkong, Kelurahan Nyengseret, Kelurahan Kebon
Pisang, dsb. – dimana pilot project tersebut dibawah supervisi Kantor Menpera RI
dengan dukungan bantuan dari Bank Dunia (Word Bank).
Kecenderungan perkembangan yang terjadi terutama di kota-kota besar di
negara sedang berkembang, bahwa pertumbuhan permukiman kumuh atau
permukiman kotor atau the slumb areas dari tahun ke tahun cenderung untuk
meningkat. Selain kemampuan yang terbatas dalam hal perawatan dan
pemeliharaan permukiman, kondisi permukiman ini memiliki tingkat kesehatan
lingkungan yang buruk. Keterbatasan prasarana lingkungan permukiman yang tidak
memadai diiringi pula oleh makin padatnya penduduk yang menghuni kawasan

permukiman ini – menyebabkan permukiman kawasan kumuh atau slumb areas –
menjadi sulit untuk diatasi. Akibatnya keberadaan ‘slumb areas’ di kota - kota besar
menjadi masalah serious yang perlu penanganan dengan segera dari pihak
Pemerintah Kota.
METODOLOGI PENELITIAN.

Dalam kegiatan pengamatan dan telaah terhadap fenomena kampong kota
dan kondisi permukimannya di wilayah RW 12 Kelurahan Babakan Surabaya
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung ini, digunakan metoda pengambilan data
lapangan, dengan : (a) observasi / pengamatan lapangan secara langsung (melalui
photo-photo survey), (b) penyebaran kuesioner kepada 40 orang / KK sebagai
responden, dan (c) mengadakan wawancara (terstruktur) kepada tokoh masyarakat
setempat.
Sedangkan pada tahap analisis atau pembahasan digunakan: (a) metoda
kualitatif secara ‘topikal’ (yaitu analisis berbasis topic utama penulisan) dari data
hasil wawancara, dan (b) metoda kuantitatif (secara statistik sederhana) yang
diturunkan dari data hasil penyebaran kuesioner.
DATA-DATA PENGAMATAN LAPANGAN
(KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT KAMPUNG KOTA DAN KONDISI
PERMUKIMAN-NYA).
(1) Deskripsi Data Wilayah Pengamatan:
Wilayah atau areal Kampung Kota RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung - merupakan wilayah kampung kota yang
disebut ‘Blok Hantap’. Areal ini dibatasi oleh : (a) Sebelah Barat – Sungai / Kali
Cidurian, (b) Sebelah Utara : Jalan Terusan jalan Jakarta dan Kelurahan Antapani,
(c) Sebelah Selatan – RW-11 dan RW-13 Blok Hantap Kelurahan Babakan

Surabaya, dan (d) Sebelah Timur adalah Kelurahan Antapani Kulon Kecamatan
Antapani.
(2) Data-data Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Kota:
Jumlah responden keseluruhan = 50 orang / kepala keluarga.
(1) Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian :
Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian
Jumlah
a) Menganggur / Tdk-Belum Ada Pekerjaan)
3 orang
b) Sektor Informal / Buruh / Tidak Tetap.
21 orang
c) Pegawai Swasta (Sektor Formal)
16 orang
d) Pegawai Negeri (PNS)
2 orang
e) Wirausaha / Dagang, dsb.
8 orang

Prosentase
6,00 %

42,00 %
32,00 %
4,00 %
16,00 %

(2) Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan dari Responden :
Jumlah
Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan
a) Dibawah Rp 500.000,- / bulan
3 orang
b) Rp 501.000,- s/d Rp 1.000.000,- / bulan
12 orang
c) Rp 1.001.000,- s/d Rp 1.500.000,- / bulan
25 orang

Prosentase
6,00 %
24,00 %
50,00 %

d) Rp 1.501.000,- s/d Rp 2.000.000,- / bulan
e) Rp 2.001.000,- s/d Rp 2.500.000,- / bulan
e) Lebih dari Rp 2.500.000,- / bulan

8 orang
2 orang
-- orang

16,00 %
4.00 %
0.00 %

(3) Prioritas atau Konsentrasi Dalam Pembiayaan / Pengeluaran Keluarga :
Prioritas Dalam Pembiayaan (Pengeluaran)
Jumlah
Prosentase
a) Prioritas I - Untuk Biaya Kebutuhan Dasar (Makan)
38 orang
76,00 %
b) Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan & Kesehatan
36 orang
72,00 %
c) Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi.
31 orang
62,00 %
d) Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah.
12 orang
24,00 %
a) Prioritas V –U/ Tabungan, Cadangan & Rekreasi.
5 orang
10.00 %
(4) Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal Pada Saat Ini :
Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal :
a) Kondisi Rumah Sangat Tua (Usia rumah > 35 thn)
b) Kondisi Rumah Tua(Usia rumah 25 thn s/d 35 thn)
c) Kondisi Rumah Cukup Tua (Usia : 15 s/d 25 thn)
d) Kondisi Rumah Sedang (Usia rumah 5 s/d 15 thn)
e) Kondisi Rumah Masih Baru (Usia rumah < 5 thn)

Jumlah
4 rumah
24 rumah
15 rumah
7 rumah
-- rumah

Prosentase
8,00 %
48,00 %
30,00 %
14,00 %
0.00 %

(5) Kondisi Tingkat Pemeliharaan Dari Rumah (Tempat Tinggal) :
Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah / Tmp Tinggal.
Jumlah
a) Kondisi Sangat Tidak Terawat
7 rumah
b) Kondisi Tidak Terawat
17 rumah
c) Kondisi Cukup Terawat
20 rumah
d) Kondisi Terawat
5 rumah
e) Kondisi Terawat Baik.
1 rumah

Prosentase
14,00 %
34,00 %
40,00 %
10,00 %
2.00 %

(6) Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah Dilihat Dari Aspek Pembiayaan :
Jumlah
Tingkat Pemeliharaan Rumah Dari Aspek Pembiayaan
a) Kondisi Sangat Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah
8 KK
b) Kondisi Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah
24 KK
c) Kondisi Sedang/Cukup Untuk Pemeliharaan Rumah
14 KK
d) Kondisi Baik Untuk Pemeliharaan Rumah
4 KK
e) Kondisi Sangat Baik Untuk Pemeliharaan Rumah
-- KK

Prosentase
16,00 %
48,00 %
28,00 %
8,00 %
0.00 %

ANALISIS - PEMBAHASAN DAN DISKUSI.
(a)Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota.
Berdasarkan pada jumlah Penghasilan atau Pendapatan dari responden,
didapat kondisi sbb.: terbanyak yaitu 50% responden mempunyai penghasilan
antara Rp 1.001.000,- hingga Rp 1.500.000,- perbulan, terbanyak kedua yaitu 24%
responden mempunyai penghasilan antara Rp 501.000,- hingga Rp 1.000.000,perbulan, terbanyak ketiga yaitu sebanyak 16% mempunyai penghasilan antara Rp
1.501.000,- hingga Rp 2.000.000,- perbulan. Sisanya yaitu sebanyak 6% responden
mempunyai penghasilan dibawah Rp 500.000,- perbulan, kemudian sebanyak 4%

responden berpenghasilan diantara Rp 2.001.000,- hingga Rp 2.500.000,- perbulan.
Berdasar kondisi diatas didapat angka rata-rata penghasilan responden adalah
sebesar Rp 1.205.000,- perbulan.
Aspek lain yang diamati adalah melihat prioritas dalam pembiayaan atau
pengeluaran keluarga, didapat urutan-urutan sbb.: (a) Prioritas I - Untuk Biaya
Kebutuhan Dasar Keluarga (Sandang-Pangan) sebesar 76% responden, (b)
Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan & Kesehatan, sebesar 72% responden, (c)
Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi sebesar 62 % responden, (d)
Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah hanya sebesar 24% dari responden,
dan (e) Prioritas V - Untuk Tabungan, Cadangan & Rekreasi – dengan besaran 10%
dari responden. Berdasarkan pada prioritas / konsentrasi pembiayaan dalam
keluarga, maka pembiayaan untuk pemeliharaan rumah (tempat tinggal) merupakan
prioritas tingkat ke-IV (kuarter) bagi responden di kawasan kampung kota yang
diberada di RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya Kota Bandung.
(b) Kondisi Permukiman Kampung Kota - Khususnya Rumah Tinggal.
Melihat kondisi permukiman khususnya kondisi rumah (tempat tinggal) di
wilayah kampong kota yang diamati, didapat data-data kondisi sbb.: terbanyak
sebesar 48% dalam ‘kondisi tua’ (usia rumah 25 tahun s/d 35 tahun), terbanyak
kedua sebesar 30% dalam kondisi cukup tua (usia rumah antara 15 tahun s/d 25
tahun). Kondisi terbanyak ketiga sebesar 14% dalam kondisi ‘sedang’ (usia rumah 5
hingga 15 tahun), sedang sisanya sebesar 8% dalam kondisi sangat tua (usia
rumah lebih dari 35 tahun). Jika dihitung usia atau umur rumah (tempat tinggal)
rata-rata secara kuantitatif didapat angka sekitar 24,60 tahun.
Jika melihat kondisi tingkat pemeliharaan / perawatan dari rumah (tempat
tinggal) di kawasan kampong kota di RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya
Kecamatan Kiaracondong ini, didapat gambaran sbb.: terbanyak pertama dalam
kondisi ‘cukup terawat’ yaitu sebanyak 40% (20 rumah), terbanyak kedua dalam
kondisi ‘tidak terawat’ sebesar 34%, terbanyak ketiga dalam kondisi ‘terawat’
sebanyak 10%. Sisanya adalah dalam kondisi ‘terawat baik’ sebanyak 1 rumah atau
2%, dan dalam kondisi tidak terawat / tidak terpelihara sebanyak 7 rumah atau 14%.
Dalam kondisi seperti diatas rata-rata kondisi tingkat perawatan / pemeliharaan
rumah adalah antara ‘tidak terawat’ hingga kondisi ‘cukup terawat’.
Kondisi tingkat pemeliharaan rumah atau tempat tinggal dilihat dari aspek
pembiayaan, didapat gambaran sebagai berikut : terbanyak responden dalam
kondisi ‘sulit‘ untuk pemeliharaan rumah (pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali) yaitu
sebesar 48%, terbanyak kedua dalam kondisi ‘cukup/sedang’ (pemeliharaan sekitar
3 tahun sekali) yaitu sebesar 28%. Terbanyak ketiga dalam kondisi ‘sangat sulit’
(pemeliharaan lebih dari 5 tahun sekali) yaitu 16% dan yang terakhir dalam kondisi
‘baik / terpelihara’ (pemeliharaan sekitar 2 tahun sekali) yaitu sebesar 8%. Secara
kuantitatif didapat rata-rata kondisi tingkat pemeliharaan adalah kondisi ‘sulit’
dengan pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali.
Upaya perbaikan lingkungan permukiman kampong kota pada dasarnya dapat
dilakukan dengan mengadakan / melaksanakan ‘program perbaikan kampong’ atau KIP.
Keberhasilan pelaksanaan KIP pada dasarnya didukung oleh tiga hal penting, yaitu: (a)

persiapan dan menyiapan program – dengan melibatkan partisipasi warga masyarakat
kampong kota yang terkena program, untuk hal itu ada baiknya jika program KIP ini
menggunakan ‘Parcipatory Reseach Approach’ sebagai pendekatan kepada warga sasaran,
(b) penting untuk melibatkan warga masyarakat yang terkena program dengan jalan
meningkatkan partisipasi mereka, dan (c) kegiatan perbaikan lingkungan kampong kota,
merupakan program jangka panjang yang juga berkaitan dengan perbaikan kondisi socialekonomi dari masyarakatnya. Karena itu program ini lebih tepat jika merupakan program
jangka pangang atau ‘multi-years program’ (sekitar 3 sampai dengan 5 tahun-an).
Perbaikan lingkungan permukiman kampong kota bukan pada dasarnya bukan
hanya terbatas pada lingkungan fisik permukiman semata, didalamnya (included) terdapat
juga upaya-upaya yang berkaitan dengan peningkatan kondisi social-ekonomi berupa upaya
peningkatan pendapatan warga masyarakat kampong kota. Sehingga dengan meningkatnya
kondisi social-ekonomi terutama dalam hal peningkatan pendapatan warga – diharapkan
terdapat peningkatan kemampuan dalam merawat dan memelihara rumah (tempat tinggal)
beserta lingkungan permukimannya. Tanpa dukungan peningkatan pendapatan, sulit bagi
masyarakat kampong kota untuk dapat merawat dan memelihara rumat tempat tinggalnya,
karena kondisi ekonomi mereka - sebagian besar dalam keadaan sub-sisten (tingkat
mempertahankan hidup).

PENUTUP DAN KESIMPULAN.
Pembentukan masyarakat kampung kota atau urban kampoong di kota-kota
besar di Indonesia, sudah sepatutnya untuk dilihat dan diamati serta diperhatikan
terutama oleh pihak Pemerintah Kota. Sebagai suatu fenomena yang tidak dapat
lepas dari kegiatan sosial budaya dan sosial ekonomi sehari-hari dari penduduk /
warga masyakarat yang mendiaminya – juga berkaitan dengan kondisi
permukimannya. Kampung kota atau urban kampoong pada dasarnya tumbuh di
kawasan tertentu kota sebagai akibat adanya latar belakang sosial-budaya dan
sosial-ekonomi dari masyarakatnya yang khas. Fenomena tersebut terlihat unik
karena didalamnya memuat pola-perilaku serta kebiasaan hidup yang dicoba serta
diusahakan untuk dipertahankan oleh para penduduknya.
Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kampong kota di RW-12 Kelurahan
Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong - Kota Bandung ini adalah sbb. : jika
melihat kepada jenis pekerjaan / mata pencaharian dari responden, jenis pekerjaan
terbanyak pada masyarakat kampong kota di wilayah yang diamati adalah Sektor
Informal / Buruh / Pekerjaan Tidak Tetap, yaitu sebesar 42% dari seluruh
responden. Berdasarkan pada jumlah atau besar penghasilan atau pendapatan dari
responden, didapat kondisi sbb.: terbanyak yaitu 50% responden mempunyai
penghasilan antara Rp 1.001.000,- s/d Rp 1.500.000,- perbulan, dan secara
kuantitatif didapat nilai rata-rata jumlah penghasilan atau pendapatan responden di
kisaran Rp 1.205.000,- perbulan.
Melihat kondisi permukiman khususnya kondisi rumah (tempat tinggal) di
wilayah yang diamati, didapat kondisi sbb.: (a) terbanyak sebesar 48% dalam
kondisi tua (usia rumah 25 tahun s/d 35 tahun dan jika dihitung usia atau umur
rumah (secara kuantitatif) didapat angka umur / usia rumah di areal kampong kota
ini sekitar 24,60 tahun, (b) kondisi tingkat pemeliharaan / perawatan dari rumah
(tempat tinggal) di kawasan kampong kota ini, terbanyak dalam kondisi ‘cukup

terawat’ sebesar 40% dan terbanyak kedua dalam kondisi ‘tidak terawat’ yaitu
sebanyak 34%, dan dalam kondisi seperti diatas rata-rata kondisi tingkat perawatan
/ pemeliharaan rumah adalah antara kondisi ‘tidak terawat’ s/d ‘cukup terawat’ atau
‘rendah perawatan’.
Kondisi tingkat pemeliharaan rumah atau tempat tinggal - dilihat dari aspek
pembiayaan, didapat gambaran sbb. : terbanyak responden dalam kondisi ‘sulit‘
untuk pemeliharaan rumah (pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali) yaitu sebesar 48%
dan secara kuantitatif didapat rata-rata kondisi tingkat pemeliharaan adalah ‘sulit’ (=
kondisi pemeliharaan rumah sekitar 4 tahun sekali). Sedangkan jika berdasarkan
pada prioritas pengeluaran atau pembiayaan dalam keluarga, maka pembiayaan
pemeliharaan rumah (tempat tinggal) merupakan prioritas tingkat ke-IV (kuarter)
bagi responden (setelah prioritas I – untuk sandang-pangan, prioritas II – untuk
kesehatan dan pendidikan, serta prioritas III – untuk biaya transportasi).
Upaya perbaikan lingkungan permukiman masyarakat kampong kota yang
terkait erat dengan perbaikan lingkungan kumuh di perkotaan, sudah sepatutnya
mendapat perhatian terutama dari pihak Pemerintah Kota. Penanganan lingkungan
permukiman kampong kota bukan saja sebatas penanganan aspek fisikal semata,
tetapi juga terkait dengan penanganan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi dari
warga masyarakat kampong kota yang bersangkutan. Salah satu keberhasilan dari
pelaksanaan program perbaikan kampong (KIP) adalah dengan mengikut-sertakan
atau peningkatan peran-serta (partisipasi) dari warga masyarakat kampong kota
yang terkena program yang direncanakan salah satu caranya dengan
menggunakan ‘participatory research approach’.
DAFTAR PUSTAKA.
[1] Adisasmita, H. Rahardjo, (2005) : Pembangunan Ekonomi Perkotaan, Penerbit
Graha Ilmu, Jogjakarta.
[2] Dieter Evers, Hans & Korff, Rudinger, (2002) : Urbanisme Di Asia Tenggara:
Makna dan Kekuasaan Dalam Ruang-ruang Sosial, Penerbit Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
[3] Isin, F. Engin (Editor), (2000) : Democracy, Citizenship and The Global City, The
Routedge Publishing Co., New York.
[4] Match, C. Richard (editor), (1984) : The Scope of Social Architecture, Van
Norstrand – Reinhold, Co., New York.
[5] Sukanto, Reksohadiprodjo & AR. Karseno, (2001) : Ekonomi Perkotaan (Edisi
4), Badan Penerbit Fakultas Ekonomi – UGM, Jogjakarta.
[6] Udjianto Pawitro, (2007) : Riset Partisipatori Pada Pendekatan ‘ Community
Based Development’ Dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman,
(Makalah), Seminar Nasional Pembangunan Perumahan dan Permukiman Yang
Berwawasan Lingkungan, Jurusan Arsitektur FT – Universitas Budi Luhur,
Jakarta.