BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Seleksi 2.1.1.1 Pengertian Seleksi - Pengaruh Seleksi, Penilaian Kerja, Dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Tigaraksa Satria, Tbk Cabang Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Seleksi

  2.1.1.1 Pengertian Seleksi

  Mondy (2008:168) menyatakan bahwa “seleksi (selection) adalah proses memilih dari sekelompok pelamar, orang yang paling sesuai untuk menempati posisi tertentu dan untuk organisasi”. Mencocokkan secara tepat orang dengan pekerjaan dan organisasi adalah tujuan proses seleksi. Jika orang-orang melebihi persyaratan (overqualified), kurang memenuhi persyaratan (underqualified), atau karena satu hal tidak cocok dengan pekerjaan atau budaya organisasi, mereka akn menjadi tidak efektif dan mungkin meninggalkan perusahaan baik secara sukarela maupun tidak. Menurut Malthis dan Jackson (2006:261); seleksi adalah proses pemilihan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Seleksi ini didasarkan kepada spesifikasi tertentu dari setiap perusahaan yang bersangkutan.

  2.1.1.2 Kriteria dan Teknik Seleksi

  Perusahaan tentu akan mengharapkan para pelamar yang datang memiliki prestasi yang memuaskan dalam pekerjaannya. Kriteria seleksi menurut Simamora (2004:202) pada umumnya dapat dirangkum dalam beberapa kategori yaitu pendidikan, pengalaman kerja,kondisi fisik dan kepribadian

  Sebelum perusahaan memutuskan karakteristik yang akan di seleksi, maka perusahaan sebaiknya memiliki standar kriteria yang telah ditetapkan mencapai tingkat yang diharapkan. Adapun langkah-langkah dalam seleksi yaitu : 1)

  Seleksi surat-surat lamaran 2)

  Pengisian blanko lamaran 3)

  Pemeriksaan referensi 4)

  Wawancara pendahuluan 5)

  Tes penerimaan 6)

  Tes psikologi 7)

  Tes kesehatan 8)

  Wawancara akhir atasan langsung 9)

  Memutuskan diterima atau ditolak

2.1.1.3 Tujuan Seleksi

  Seleksi merupakan fungsi yang penting karena berbagai macam keahlian yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya diperoleh dari proses seleksi. Proses seleksi akan melibatkan proses menduga yang terbaik(best-guest) dari pelamar yang ada. Proses seleksi untuk mempertemukan syarat-syarat yang diinginkan dengan orang yang akan diterima menjadi karyawan dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan perusahaan sesuai dengan yang tertera pada uraian jabatan, sehinggga semboyan daripada The Right Man On The Right Place akan menjadi kenyataan.

  Seleksi penerimaan karyawan baru bertujuan untuk mendapatkan hal-hal berikut, yakni: Untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi syarat, mempunyai kualitas/ potensisesuai dengan tugas dan keahlian yang diperlukan (jujur, disiplin, terampil, kreatif, loyal, dan berdedikasi tinggi).

  2. Untuk mengukur kemampuan calon karyawan atau pelamar, apakah dapat mengerjakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan.

  3. Untuk menyiapkan dan membentuk kader-kader karyawan yang dapat menunjang kegiatan perusahaan di masa yang akan datang.

  4. Untuk mendapatkan karyawan yang dapat menerima dan beradaptasi dengan budaya perusahaan, dapat bekerja sama di dalam peruahaan dan memastikan pengurangan jumlah turnover karyawan

2.1.1.4 Kualifikasi Dasar seleksi

  Beberapa kualifikasi yang menjadi dasar bagi pelaksanaan seleksi diberbagai perusahaan menurut Hasibuan (2001), adalah sebagai berikut:

  1. Keahlian. Keahlian digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: Technikal

  Skill (keahlian yang dimiliki oleh pegawai), Human Skill (keahlian yang

  dimiliki sub pimpinan), Conseptual Skill (keahlian yang dimiliki oleh pucuk pimpinan).

  2. Pengalaman. Pengalaman kerja seseorang pelamar hendaknya mendapat pertimbangan utama dalam proses seleksi. Orang yang berpengalaman merupakan calon karyawan yang telah siap pakai.

  3. Kesehatan Fisik. Kesehatan fisik penting untuk dapat menduduki suatu jabatan. Tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya biaya perawatan yang cukup besar.

  4. Pendidikkan. Pendidikkan merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu

  5. Umur. Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang.

  Umur pekerja juga diatur oleh undang -undang perburuhan. Karyawan muda pada umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggungjawab, cenderung absensi, dan turnover-nya tinggi. Keryawan yang umurnya tua kondisi fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet, tanggung jawabnya besar, serta absensi dan turnover-nya rendah.

  Kerja Sama. Kerja sama harus diperhatikan dalam proses seleksi, karena 6.

  kesediaan kerja sama, baik vertikal maupun horizontal merupakan kunci keberhasilan perusahaan, asalkan kerja sama itu sifatnya positif serta berasaskan kemampuan.

  7. Kejujuran. Kejujuran merupakan kualifikasi seleksi yang sangat penting karena kejujuran merupakan kunci untuk mendelegasikan tugas kepada seseorang.

  8. Inisiatif dan Kreatif. Hal ini merupakan kualifikasi seleksi yang penting karena inisiatif dan kreativitas dapat membuat seseorang mandiri dalam

  9. Kedisiplinan. Kedisiplinan perlu diperhatikan dalam proses seleksi karena untuk menyelesaikan tugas dengan baik seseorang harus disiplin, baik pada dirinya sendiri maupun pada peraturan perusahaan.

2.1.1.5 Proses Seleksi

  

Lingkungan Eksternal

Lingkungan Internal

Orang-orang yang direkrut Wawancara Pendahuluan Pemeriksaan lamaran dan resume P elam Tes Seleksi ar y Wawancara kerja an g d it Penyaringan Prakerja o la k Keputusan Seleksi Pemeriksaan Kesehatan Orang-orang yang dipekerjakan Gambar 2.1: Proses Seleksi Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Mondy,2008)

Gambar 2.1 mengilustrasikan proses seleksi pada umumnya, yang bisa bervariasi dalam setiap organisasi. Proses pengambilan keputusan pengangkatan

  1) Perilaku dimasa lalu yang merupakan predictor terbaik atas perilaku di masa yang akan datang.

  2) Perusahaan harus menghimpun data yang handal sebanyak mungkin yang dapat dimanfaatkan untuk menyeleksi pelamar yang terbaik.

2.1.1.6 Seleksi Yang Efektif

  Menurut Veithzal Rivai (2008, h191) sistem seleksi yang efektif pada dasarnya memiliki tiga sasaran, yaitu:

  1. Keakuratan, artinya kemampuan dari proses seleksi untuk secara tepat dapat memprediksi kinerja pelamar.

  2. Keadilan, artinya memberikan jaminan bahwa setiap pelamar yang memenuhi persyaratan diberikan kesempatan yang sama di dalam sistem seleksi.

  3. Keyakinan, artinya taraf orang-orang yang terlibat dalam proses seleksi yakin akan manfaat yang diperoleh.

  Perusahaan membutuhkan proses seleksi yang efektif agar dapat

mengidentifikasikan siapa yang mampu dan mau melaksanakan suatu pekerjaan

selama jangka waktu tertentu. Tanpa sistem seleksi yang efektif, perusahaan akan

menanggung resiko peningkatan biaya, akibat kesalahan penerimaan karyawan

akan menimbulkan in-efiensi dengan mengembangkan biaya, motivasi karyawan

yang rendah , kualitas pelayanan yang rendah yang dirasakan oleh pelanggan,

kurangnya upaya manajer/supervisor dalam membimbing bawahannya.

2.1.2 Penilaian Kinerja

  2.1.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja

  di masa yang akan datang baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi karyawan yang bersangkutan. Mathis dan Jackson (2009:382) mendefinisikan bahwa penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil.

  Penilaian kinerja mengacu pada sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian penilaian kinerja adalah merupakan penilaian hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Penilaian kinerja karyawan dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan. Penilaian kinerja karyawan yang dilakukan dengan benar, akan menguntungkan perusahaan karena adanya kepastian bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategi perusahaan (Rivai, 2006:309-310).

  2.1.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Noe (2007:251) ada tiga tujuan organisasi dalam melaksanakan penilaian kinerja, antara lain:

  1. Tujuan Strategis Tujuan strategis berarti penilaian kinerja membantu organisasi dalam hal apa saja yang diharapkan oleh perusahaan dari masing-masing karyawan.

  Proses ini mengukur kinerja masing-masing karyawan untuk mengidentifikasi sampai sejauh mana harapan perusahaan itu telah tercapai dan harapan mana yang belum terpenuhi. Hal ini memungkinkan perusahaan mengambil langkah-langkah perbaikan seperti pelatihan, pemberian insentif atau tindakan disiplin.

  2. Tujuan Adminsitrasi Tujuan adminsitrasi dari proses penilaian kinerja termasuk kedalam bagaimana cara perusahaan dapat menyediakan informasi yang berguna dalam mengambil keputusan sehari-hari tentang upah/gaji, manfaat (benefit) dan program penghargaan lainnya. Proses penilaian kinerja dapat juga mendukung perusahaan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pensiun karyawan, pemberhentian karyawan ataupun dalam proses seleksi karyawan.

  3. Tujuan Pengembangan Tujuan pengembangan dari penilaian kinerja berarti penilaian kinerja dijadikan dasar untuk menentukan jenis-jenis pengembangan (pengetahuan dan keterampilan) yang dibutuhkan oleh masing-masing karyawan. Hal ini dapat disampaikan manajer dalam sesi umpan balik kepada karyawan. Hal ini juga dilakukan kepada karyawan yang memenuhi target dari perusahaan karena karyawan akan merasa lebih dihargai apabila hasil yang mereka dapat diberikan umpan balik.

2.1.2.3 Manfaat Penilaian Kinerja

  Menurut Simanjuntak (2005:109) adapun manfaat penilaian kinerja: Peningkatan Kinerja

  Terutama bila hasil penilaian kinerja seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasan akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun lagi.

  2) Pengembangan SDM

  Penilaian kinerja sekaligus mengidentifikasi kelemahan setiap individu serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian Manajemen dan individu dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan-kelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan individu dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, baik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka mengembangkan karir mereka masing-masing.

3) Pemberian Kompensasi.

  Melalui penilaian kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan kontribusi besar dan siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pemcapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Karyawan yang menampilkan penilaian kinerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain pemberian penghargaan, pemberian bonus dan atau percepatan kenaikan pangkat dan atau gaji.

4) Program peningkatan produktivitas.

  Dengan mengetahui kinerja masing-masing individu, kekuatan dan kelemahan program peningkatan produktivitas perusahaan.

  5) Program kepegawaian

  Hasil penilaian kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karir karyawan. 6)

  Menghindari perlakukan diskriminasi Penilaian kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan karyawan akan didasarkan kepada obyektif, yaitu hasil penilaian kinerja.

2.1.2.4 Proses Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja adalah merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan bukan merupakan produk akhir atau produk sesaat (Handoko, 2001).

  Penilaian kinerja tidak dapat berdiri sendiri sehingga dalam pelaksanaannya penilaian kinerja juga terkait dengan kegiatan lainnya, yaitu : 1) Job Analysis atau analisis pekerjaan.

  Proses penilaian kinerja berdasarkan pada analisis pekerjaan atau analisis jabatan. Tahap ini merupakan tahap mendasar dalam penilaian kinerja karena analisis jabatan sangat dibutuhkan didalam proses pelaksanaan penilaian kinerja untuk mengetahui hal-hal seperti: jenis-jenis pekerjaan, tanggung jawab yang dimiliki, kondisi kerja, kegiatan yang harus dilakukan. 2) Performance standards atau standar kerja.

  Standar kerja berguna untuk mengetahui apakah pekerjaan seorang karyawan sudah lebih baik atau dibawah standar yang ditetapkan. Standar kerja analisis pekerjaan. Standar yang ditetapkan harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: a.

  Standar harus tertulis dengan jelas dan spesifik sehingga setiap orang bisa membaca standar kerja yang ditetapkan untuk pekerjaan tertentu sehingga tidak mudah menimbulkan bisa dan salah persepsi.

  b.

  Standar yang ditetapkan harus realistis dan dapat dicapai.

  c.

  Standar yang digunakan bisa menjawab pertanyaan : what (tentang apa yang dikerjakan), how (bagaimana metode menyelesaikan pekerjaan), how much (berapa banyak yang harus dihasilkan), dan when (kapan pekerjaan harus dihasilkan).

3) Performance appraisal system atau metode penilaian kinerja.

  Ada empat jenis metode penilaian kinerja : a.

  Behaviour appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan perilaku yang dinilai).

  b.

  Personnel/performer appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan ciri/sifat individu).

  c.

  Result-oriented appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan hasil kerja) d. Contingency appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan atas kombinasi berapa komponen: ciri, sifat, perilaku dan hasil kerja).

2.1.2.5 Metode Penilaian Kinerja

  Menurut Noe (2007:255) juga Mathis dan Jackson (2009:392,) metode

  1. Rating Scales Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-

faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif

dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1

adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan

tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan

begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.

  2. Critical Incidents Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan

terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai

harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja

yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high

unfavorable ) selama periode penilaian.

  3. Essay Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan,

kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk

pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan

perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan

atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini

sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.

  4. Work standard

  Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang

telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Agar

bagaimana standar yang ditetapkan.

  1. Ranking Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan

peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya,

pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang

paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi

bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.

  6. Forced distribution Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah

kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para

pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori

tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen

berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori

berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah.

  7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS) Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang

mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian

pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima

tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu

membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang

  

berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan

perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.

2.1.2.6 Pejabat Penilai Kinerja

  Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut: 1.

   Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka

  Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

  2. Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka

  Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer. Tanggung jawab dasar dari dewan untuk menetapkan tujuan dan mengarahkan pencapaian mereka menjadi alasan untuk mengevaluasi kinerja dari para anggota dewan.

  3. Anggota Tim yang Menilai Sesamanya

  Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Kemungkinan lainnya, kritik yang ada dapat mempengaruhi secara negatif hubungan kerja dimasa depan. Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya.

  4. Sumber-Sumber Dari Luar

  Penilaian juga dapat dilalukan oleh orang-orang dari luar yang dapat diundang mengevaluasi potensi perkembangan seseorang dalam organisasi. Tetapi orang- orang dari luar mungkin tidak mengetahui permintaan penting dalam organisasi. Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar..

  5. Karyawan Menilai Diri Sendiri

  Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. Tetapi para karyawan tidak dapat menilai diri sendiri sebagaimana para supervisor menilai mereka; mereka dapat menggunakan standar yang sangat berbeda.

  6. Karyawan dan Multisumber (umpan balik 360 derajat)

  Dalam umpan balik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Alih-alih, berbagai rekan kerja dan pelanggan memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, jadi memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber.

  Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik.

2.1.2.7 Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif

  

Menurut Mondy & Noe (2005), karakteristik sistem penilaian kinerja

yang efektif, adalah:

  1. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan: Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.

  

Ekspektasi Kinerja: Sebelum periode penilaian, para manajer harus

menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.

  3. Standardisasi: Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.

  4. Penilaian yang Cakap: Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.

  5. Komunikasi Terbuka: Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.

  6. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian: Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan.

  Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.

  7. Proses Pengajuan Keberatan (due process): Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due process merupakan langkah penting.

2.1.3 Insentif

2.1.3.1 Pengertian Insentif

  insentif adalah “tambahan penghasilan (uang, barang, dan lain sebagainya) yang diberikan sebagai perangsang gairah kerja”. Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.

  Rivai (2004:384) berpendapat bahwa insentif adalah bentuk pembayaran yang terkaikan dengan kinerja atau gainsharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.

  Menurut Hasibuan (2005:118), mengemukakan bahwa “Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.

  Menurut Mangkunegara (2005:89), mengemukakan bahwa “Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan)”.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa insentif ialah balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat.

2.1.3.2 Tujuan Insentif

  Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana- rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi. Pada prinsipnya pemberian insentif harus memenuhi kejelasan tujuan dan sasaran, prinsip keadilan dan prinsip kompensasi itu sendiri yang bersifat penghargaan dan keterbukaan. Tujuan pemberian insentif kepada karyawan adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu : 1.

  Bagi Perusahaan: a.

  Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyallitasnya tinggi terhadap perusahaan.

  b.

  Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja karyawan yang ditunjukan dengan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.

  c.

  Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan meningkat.

2. Bagi Karyawan: a.

  Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran diluar gaji pokok b.

  Meningkatkan semangat kerja karyawan sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik

2.1.3.3 Jenis-jenis Insentif

  Menurut Sarwoto (2001: 155) insentif dibedakan menjadi dua golongan:

1. Insentif finansial

  Merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjanga- tunjangan lainnya. Insentif yang berbentuk uang dan barang dapat diberikan dalam berbagai macam, antara lain:

  a. Bonus

  Uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dalam perusahaan yang menggunakan sistem insentif lazimnya beberapa persen dari laba yang melebihi jumlah tertentu dimasukkan ke dalam sebuah dana dan kemudian jumlah tersebut dibagi-bagi antara pihak yang akan diberikan bonus.

  b. Komisi

  Merupakan sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak bagian penjualan yang mengahasilkan penjualan yang baik

  c. Profit sharing

  Salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya dapat diikuti bersama-sama pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran berupa sebagian

d. Jaminan sosial

  Insentif yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial lazimnya diberikan secara kolektif, tidak ada unsure kompetitif dan setiap pegawai dapat memperolehnya secara rata-rata dan otomatis. Bentuk jaminan sosial adalah seperti; pemberian rumah dinas, pengobatan secara cuma-cuma, kemungkinan untuk pembayaran secara angsuran oleh pekerja atas barang-barang yang dibelinya dari koperasi organisasi, cuti sakit, biaya pindah

2. Insentif Non Finansial

  Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain: a.

  Pemberian piagam penghargaan b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi maupun pribadi c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal d. Pemberian kenaikan pangkat atau jabatan e. Pemberian hak untuk menggunakan atribut jabatan f. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja.

  Kedua bentuk insentif tersebut sama pentingnya dan lazimnya kedua insentif tersebut digunakan untuk saling melengkapi, tergantung kondisi dan kebutuhan. Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja karyawan, sehingga karyawan akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan serta dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan karyawan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan.

2.1.3.4 Hal-hal yang Mempengaruhi Pemberian Insentif

  Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:

  1. Kinerja Sistem insentif dengan cara ini langsung mengaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerja.

  2. Lama Kerja Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut: Kelemahan:

  a) Mengendurnya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.

b) Tidak mebedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.

  c) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.

  Kurang mengakui adanya kinerja pegawai. Kelebihan

  a) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diiinginkan seperti pilih kasih, diskriminasi, maupun kompetisi yang kurang sehat.

  b) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik

  c) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia 3.

  Senioritas Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan dengan cara ini adalah belum tentu mereka yang senior memiliki kemampuan yang lebih tinggi, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang kemampuannya tinggi akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat membuat pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.

  g.

  Kebutuhan Ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini h.

  Keadilan dan Kelayakan Keadilan: Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh karyawan yang memangku jabatan tersebut. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut. Kelayakan: Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif yang diberikan perusahaandengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan akan mendapat kendala yakni menurunnya kinerja karyawan yang diketahui akibat ketidakpuasan karyawan terhadap insentif yang diberikan. i.

  Evaluasi Jabatan Evaluasi jabatan adalah usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.

2.1.3.5 Penggolongan Insentif

  Menurut Veitzal Rivai (2004:387) terdapat dua macam penggolongan

  a) Insentif Individu Program insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu.

  Insentif individu bisa berupa upah per -output dan upah per waktu.

  b) Insentif Kelompok Pembayaran insentif individu seringkali sukar untuk dilaksanakan karena untuk menghasilkan sebuah produk dibutuhkan kerjasama, atau ketergantungan dari seseirang dengan orang lain. Oleh sebab itu, insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang ditetapkan. Para anggotanya dapat dibayarkan dengan tiga cara, yaitu:

  1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran

yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya,

  2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling rendah prestasi kerjanya.

  Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata –rata 3. pembayaran yang diterima oleh kelompok.

2.1.4 Kinerja

  2.1.4.1 Pengertian Kinerja

  keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.

  Sedangkan menurut (Mathis dan Jackson 2002:78) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. (Mathis dan Jackson, 2002:8)

  2.1.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.

  1. Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan,kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki olehsetiap individu.

  2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

  3. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,kekompakan dan keeratan anggota tim.

  4. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yangdiberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahanlingkungan eksternal dan internal.

2.1.4.3 Kriteria Pengukuran Kinerja

  Soedjono (2006) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :

  1. Kualitas, Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.

  2. Kuantitas, Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan.

  3. Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.

  4. Efektivitas, Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.

  5. Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan

  6. Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini beberapa penelitian terdahulu yang dipakai sebagai panduan dalam penelitian ini.

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu

  

No Nama Judul Variabel Teknik Hasil Penelitian

Peneliti Analisis Data

  1 Yudha Pengaruh Insentif Variabel Analisis Terdapat Nugraha Terhadap Prestasi independen, Regresi Linier hubungan erat (2014) Kerja Karyawan yaitu Insentif, Sederhana antara insentif

  PT. Asuransi Variabel dengan prestasi Astra Buana dependen, kerja, sehingga Medan yaitu Prestasi apabila peran

  Kerja insentif dinaikan Karyawan maka akan diikuti meningkatnya prestasi kerja

  2 Erlinda Pengaruh Variabel Analisis Terdapat Listyanti Penilaian Kinerja independen, Regresi Linier hubungan yang Purwaning Terhadap yaitu Sederhana positif antara rum Semangat Kerja Penilaian penilaian kinerja (2014) ( Studi Pada Kinerja, terhadap

  Karyawan Tetap Variabel semangat kerja PT. dependen, karyawan pada Aggiomultimex) yaitu Karyawan Tetap Produktivitas PT.

  Karyawan Aggiomultimex

  

3 Lia Pengaruh Variabel Analisis Bahwa insentif

Mayang Pemberian independen, Regresi Linier berpengaruh sari Insentif Terhadap yaitu Sederhana signifikan dan

  (2013) Kinerja Karyawan Pemberian positif secara di Departemen Insentif, parsial terhadap Penjualan PT. Variabel kinerja karyawan PUSRI dependen, di departemen yaitu Kinerja penjualan PT.

  Karyawan Pupuk Sriwidjaja Palembang

  4 Moh. Pengaruh Proses Variabel Analisis Terdapat Abdul Seleksi Terhadap independen, Regresi Linier pengaruh yang Aziz Kinerja Karyawan yaitu Proses Sederhana signifikan antara (2012) Teknik PT. Seleksi, proses seleksi

  Pembangunan Variabel dengan kinerja Perumahan (PP) dependen karyawan teknik Persero TBK yaitu Kinerja PT. Pembangunan Karyawan Perumahan (PP)

  Persero TBK

  5 Rd. M. Pengaruh Variabel Analisis Terdapat Irfan W Pelaksanaan independen, Regresi Linier pengaruh yang (2012) Seleksi Terhadap yaitu Sederhana positif antara

  Prestasi Kerja Pelaksanaan pelaksanaan Pada Karyawan Seleksi, seleksi dengan dependen karyawan Pikiran yaitu Prestasi Rakyat

  

Kerja

Karyawan

  6 Iman Pengaruh Variabel Analisis Terdapat Nurholis Pelaksanaan independen, Regresi Linier hubungan yang (2010) Penilaian Kinerja yaitu Sederhana positif antara

  Terhadap Pelaksanaan pelaksanaan Produktivitas Penilaian penilaian kinerja Kerja Karyawan Kinerja, terhadap ( Studi Pada Call Variabel produktivitas

  Center PT. dependen, kerja karyawan Telkomsel yaitu pada Call Center Medan) Produktivitas PT. Telkomsel

  Kerja Medan.

Karyawan

2.3 Kerangka Konseptual

  Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Menurut Rivai dan Basri (2005:50) Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama. Secara umum, konsep kinerja berarti bahwa tercapainya tujuan lembaga-lembaga melalui kinerja karyawan mereka. Ini menghubungkan kegiatan dan tujuan melalui tugas karyawan dalam lembaga. Kesimpulannya, konsep kinerja menunjukkan persentase pencapaian karyawan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan mereka yang dipengaruhi faktor-raktor anatar lain seleksi, penilaian kinerja dan insentif.

  Seleksi dapat dikonseptualisasikan baik memilih cocok atau menolak

calon karyawan atau kombinasi keduanya. Seleksi melibatkan memilih pelamar

tertentu sehinggga semboyan daripada The Right Man On The Right Place akan

menjadi kenyataan. Pelaksanaan seleksi yang tepat akan berdampak terhadap

kinerja karyawan, karena dengan proses seleksi yang tepat akan menghasilkan

karyawan yang diterima sesuai sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan memiliki

kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan sehingga kinerja karyawan meningkat.

Menurut Mathis dan Jackson (2006, 261) Seleksi adalah proses pemilihan orang-

orang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan

pekerjaan di sebuah organisasi.

  Penilaian kinerja merupakan salah satu komponen yang paling penting dari sumber daya manusia. Semua pihak ikut terlibat dalam penilaian kinerja, baik pemimpin maupun karyawan. . Ini adalah penilaian yang sistematis dan seobjektif mungkin dari program, desain, implementasi dan hasil. Tujuannya adalah untuk menilai relevansi dari pemenuhan tujuan, efisiensi, efektivitas, serta dampaknya terhadap kinerja karyawan. Ketika terjadi ketidakpuasan dengan sistem penilaian kinerja maka karyawan akan menganggap proses penilaian kinerja sebagai hal yang sia-sia yang berdampak terhadap rusaknya hubungan karyawan dengan atasan yang akan berpengaruh terhadap kinerja mereka pula. Menurut Smith (2000), penilaian kinerja melibatkan identifikasi hubungan sebab dan akibat pada kebijakan ketenagakerjaan dan merupakan proses rutin yang organisasi gunakan untuk mengevaluasi karyawan mereka

  Insentif merupakan faktor pendorong eksternal yang mendorong motif yang positif, mengarahkan individu untuk bekerja lebih keras Pentingnya insentif Keterampilan individu sendiri tidak cukup untuk membiarkan mereka bekerja dengan produktivitas yang tinggi kecuali ada sistem insentif yang mendorong motif internal mereka, dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja”. Insentif dianggap salah satu faktor paling penting yang mendorong pekerja untuk melakukan upaya besar dan bekerja lebih efisien. Palmer (2012) mendefinisikan insentif sebagai godaan eksternal dan faktor pendorong yang menyebabkan karyawan untuk bekerja lebih keras; mereka diberikan insentif karena kinerja mereka sangat baik sehingga karyawan akan bekerja lebih keras dan menghasilkan kinerja yang lebih efektif ketika ia merasa puas pada perusahaan.

  Kerangka konseptual menjelaskan bagaimana proses seleksi, penilaian kinerja serta insentif yang dilakukan PT. Tigaraksa Satria, Tbk Cabang Medan berdampak terhadap peningkatan kinerja karyawan, diperlihatkan pada gambar dibawah ini:

SELEKSI PENILAIAN KINERJA

  INSENTIF

Sumber: Mathis dan Jackson (2006, 261), (Smith,2000), (Palmer,2012)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

  Sugiyono (2010:93), mendefinisikan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Seleksi, penilaian kinerja, dan insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Tiga Raksa Satria, Tbk Cabang Medan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Seleksi, Penilaian Kerja, Dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Tigaraksa Satria, Tbk Cabang Medan

30 219 146

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Investasi - Analisis Investasi Ekonomi Sektor Unggulan Kota Medan

0 20 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep dan Pengertian Pemasaran - Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Hubungan Emosional Terhadap Loyalitas Nasabah Pada Pt. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Pematang Siantar

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengaruh Konflik Dan Kejenuhan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Motivasi Terhadap Karyawan Pt. Tolan Tiga Indonesia Medan

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank - Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan - Pengaruh Keahlian Manajerial Terhadap Kinerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan 2.1.1 Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan - Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sucofindo Kantor Cabang Medan

0 1 23

Pengaruh Seleksi, Penilaian Kerja, Dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Tigaraksa Satria, Tbk Cabang Medan

0 2 23