BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perubahan Dimensi Hasil Cetakan Alginat Setelah Perendaman Dalam Air Rebusan Daun Jambu Biji 25% dengan Waktu Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak adalah hasil replika negatif dari struktur rongga mulut yang

  terdiri dari jaringan keras (gigi) dan jaringan lunak (gingival dan mukosa membran) yang digunakan untuk membuat model diagnostik, pembuatan mahkota, gigi tiruan

  4 penuh, gigi tiruan sebagian dan pesawat orthodontik.

  Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan cetak yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria, seperti bahan harus memiliki kekentalan yang sesuai untuk dapat beradaptasi dengan jaringan mulut dan tetap berada dalam sendok cetak, dapat mengeras dalam waktu tertentu, tidak berubah atau sobek ketika dikeluarkan

  4 dari mulut, serta dimensi bahan harus tetap stabil saat diisi gips.

2.1 Bahan Cetak Alginat (Irreversible Hidrokoloid)

  Alginat adalah bahan cetak yang paling sering digunakan. Keuntungan alginat adalah mudah diaduk dan dimanipulasi, peralatan yang diperlukan minimum, fleksibel, akurat dan murah. Alginat berasal dari asam alginat yang diperoleh dari rumput laut yang merupakan bahan dasar bahan cetak irreversible hydrocolloid. Alginat yang sering digunakan adalah dalam bentuk bubuk yang dicampur dengan air. Alginat biasanya disediakan dengan indikator reaksi dimana akan terjadi perubahan warna bahan cetak pada waktu yang telah ditentukan. Bahan cetak alginat ini dimanipulasikan dengan mencampurkan bubuk dan air sesuai dengan aturan pabrik. Bahan cetak alginat berubah dari fase sol ke fase gel disebabkan oleh reaksi kimia dan bahan ini tidak dapat kembali ke fase sol. Bahan cetak alginat mengandung sodium alginat, kalsium sulfat, sodium fosfat, diatomaceous earth, oksida seng dan

  4 4 potassium titanium flour. Komposisi dari bubuk alginat dapat dilihat pada tebel 1.

  Tabel 1. Komposisi dari bubuk cetak alginat

  4 Komponen Presentase Berat Fungsi

  Sodium alginate

  15 Sebagai pelarut di dalam air dan bereaksi dengan ion kalsium Kalsium sulfat

  16 Bereaksi dengan sodium alginat membentuk gel kalsium tidak larut air

  Sodium fosfat

  2 Bereaksi dengan ion kalsium untuk menyediakan waktu kerja sebelum gelasi

  Pengisi, seperti diatomaceous earth

  60 Sebagai partikel pengisi Oksida seng

  4 Sebagai partikel pengisi Potassium titanium florida

  3 Sebagai pemercepat pengerasan stone Bahan cetak alginat memiliki kualitas detail permukaan yang baik dan reaksi yang cepat pada suhu yang lebih tinggi. Bahan ini bersifat nontoksik dan noniritan. Bahan cetak alginat mempunyai kelebihan seperti mudah digunakan, murah, dan setting time yang cepat. Setting time dapat dikontrol dengan suhu air yang digunakan. Namun, jika dibandingkan dengan bahan cetak irreversible hidrokoloid, alginat memiliki kelemahan yaitu kurang akurat untuk mendapatkan detail dan kurang dapat mempertahankan stabilitas dimensi. Umumnya alginat digunakan sebagai cetakan awal untuk membuat sendok cetak individual, membuat model studi yang membantu dalam pembuatan rencana perawatan dan diskusi dengan pasien, bahan cetak mahkota dan jembatan sementara, untuk model ortodontik, mouth guard, dan sebagainya.

  4,14

  Alginat merupakan bahan yang memiliki sifat viskoelastik yang tinggi dan perlu mempergunakan teknik pelepasan cetakan dadakan (snap removal technique) agar tercapai tujuan untuk mendapatkan respon elastiknya. Jumlah compression

  

strain bahan menurut pengalaman pelepasan cetakan dari daerah undercuts

adalahsebesar 10%.

8 Sementara deformasi permanen dalam hal ini dapat mencapai

  15%. Spesifikasi ANSI-ADA mensyaratkan paling sedikit 95% elastic recovery atau tidak lebih dari 5% deformasi permanen. Teknik snap removal memastikan bahwa waktu bahan dibawah tekanan (compression) adalah sependek mungkin sehingga merupakan suatu keuntungan, karena makin lama bahan dibawah tekanan (compression) maka semakin besar deformasi permanennya karena oleh sifat alami

  7 viskoelastiknya.

  Alginat merupakan gel hidrokoloid yang mengandung sejumlah besar air. Air ini akan menguap bila cetakan ditempatkan diudara terbuka sehingga cetakan akan menyusut (shrinkage) oleh sineresis. Bila cetakan ditempatkan didalam air, air

  4 akan diabsorbsi dan cetakan akan mengembang (expand) disebut dengan imbibisi.

2.2 Gips Stone Gipsum digunakan sebagai bahan cor atau die untuk cetakan hidrokoloid.

  Penuangan campuran stone untuk mengisi cetakan harus dimulai dari salah satu ujung

  3 cetakan lengkung rahang.

  Terdapat 5 jenis gipsum yang terdaftar oleh Spesifikasi ADA No. 25 berdasarkan sifat-sifat yang dihasilkan oleh masing-masing gipsum, yaitu: a. Plaster Cetak (Tipe I). Plaster jenis ini terbatas digunakan untuk cetakan akhir, atau wash, dalam pembuatan gigi tiruan penuh.

  b. Plaster Model (Tipe II). Dissebut juga plaster laboratorium, digunakan untuk mengisi kuvet dalam pembuatan protesa c. Dental Stone (Tipe III). Stone tipe ini digunakan untuk pembuatan model pada konstruksi protesa, karena stone tersebut memiliki kekuatan yang cukup serta protesa lebih mudah dikeluarkan setelah proses selesai.

  d. Dental Stone , Kekuatan Tinggi (Tipe IV). Memiliki rata-rata kekerasan lebih tinggi dari stone tipe III. e. Dental Stone , Kekuatan Tinggi, Ekspansi Tinggi (Tipe V). Memiliki kekuatan kompresi yang lebih tinggi dibandingkan stone tipe IV. Kekuatan ini

  3

  diperoleh dengan menurunkan lebih jauh rasio air dan bubuk Penambahan air pada gypsum setelah pencampuran awal dapat meningkatkan

  setting expansion . Jenis ekspansi ini disebut hygroscopic expansion. Hygroscopic

expansion dapat menyebabkan kenaikan kekuatan stone yang signifikan dari 0,05%

  tanpa penambahan air dan dengan penambahan air akan terjadi kenaikan kekutan stone yang hampir 0,1%. Hygroscopic expansion pada gypsum sangat penting dalam bahan cor ketika gypsum dituang kedalam bahan cetak alginat atau agar sehingga air dalam bahan cetak akan naik ke permukaan gypsum yang dapat menyebabkan

  4 kenaikan ekspansi pada model atau die.

2.3 Perubahan Dimensi Pada Bahan Cetak Alginat

  Keakuratan bahan cetak alginat sangat penting. Masalah yang sering terjadi pada bahan cetak alginat yaitu hilangnya keakuratan dengan lamanya waktu penyimpanan. Alginat merupakan hidrokoloid gel yang mengandung sejumlah besar air. Air ini akan menguap bila cetakan ditempatkan diudara terbuka sehingga cetakan menyusut (shrinkage) oleh sineresis. Bila cetakan ditempatkan didalam air, air akan diabsorbsi dan cetakan mengembang (expand) disebut dengan imbibisi. Penyimpanan di udara dengan kelembaban 100% akan menghasilkan perubahan dimensi yang tidak signifikan, gel alginat akan menyusut sebagai hasil proses sineresis dimana air

  7 akan menguap ke permukaan cetakan alginat.

  Perubahan dimensi bisa disebabkan karena perubahan suhu. Cetakan alginat akan mengerut karena adanya perbedaan suhu antara suhu rongga mulut (35 C) dan suhu ruangan (23

  C). Cetakan alginat akan mengalami ekpansi atau distorsi jika terjadi perubahan temperatur yang berlawanan yaitu dari sendok cetak yang

  3

  didinginkan dengan air (15 C) ke suhu ruangan yang lebih hangat.

  Pada bahan cetak alginat irreversible hydrocolloid terjadi perubahan dimensi yang sangat signifikan bila direndam dalam glutaraldehyde,formaldehyde atau

  sodium hypochlorite lebih dari 15 menit. Penyemprotan dengan derifat phenol dan

  dibiarkan kontak selama 30 menit akan menyebabkan perubahan dimensi cetakan

  7

  alginat. Pada perendaman sodium hypoclorite 0,5% terjadi perubahan dimensi yang

  8

  kecil pada cetakan alginat selama 15 menit. Siswomiharjo W (1994) menyatakan adanya perubahan dimensi hasil cetakan bahan alginat yang direndam dalam larutan

  10 desinfeksi air sirih pada perendaman 10 menit.

  Menurut penelitian Fariba dkk, (2010) metode dan bahan untuk mengukur perubahan dimensi yaitu menggunakan master cast stainless steel yang disediakan pada dua replika gigi untuk mahkota lengkap dan adanya ruang edentulus. Pengukuran perubahan dimensi meliputi jarak, tinggi dan diameter menggunakan

  1

  mikroskop. Berdasarkan penelitian O.H Derino dkk, (2007) dan Wala M Amin dkk, (2009) pengukuran perubahan dimensi dilakukan pada die stone dengan

  8,15 menggunakan kaliper digital dimana pengukuran dilakukan dari puncak die.

2.4 Bahan Desinfektan

  Kebutuhan akan desinfeksi cetakan telah berkembang luas. Operator secara terus menerus terkena mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti pilek, pneumonia, tubercolosis, herpes dan hepatitis. Infeksi silang ini dapat muncul dari

  7 pasien ke dokter gigi, perawat dan teknisi laboratorium melalui cetakan atau model.

  Pemakaian desinfektan pada bahan cetak sangat dianjurkan oleh American Dental

  

Association (ADA) dan Center for Disease control untuk mencegah transmisi

  1 penyakit infeksi.

  Desinfektan adalah bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri virus dan untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Desinfektan dapat diaplikasikan dengan perendaman dan penyemprotan

  7 menggunakan spray.

  Ada beberapa jenis cairan yang dapat dipakai sebagai bahan desinfektan dalam bentuk spray maupun cairan rendam seperti: a. Chlorine solution , cenderung berbahaya untuk kulit, mata dan lain sebagainya, dapat memutihkan pakaian, mempunyai bau yang kurang menyenangkan dan sangat korosif terhadap logam.

  b. Aldehyde solution , mempunyai bau yang mencekik dan iritasi terhadap kulit dan mata. Produk-produk komersial biasanya dibuat dari cairan berbasis

  glutaraldehyde daripada cairan berbasis formaldehyde. Glutaraldehyde 2% merupakan disinfektan pilihan.

  c. Iodine solution atau iodofor 1%

  7 d. Phenols.

  Sodium hypochlorite , iodophor, glutaraldehyde dan phenyphenol adalah

  4 larutan desinfektan yang digunakan untuk alginat.

2.5 Daun Jambu Biji Sebagai Antibakteri

  Jambu biji merupakan pohon tropis yang berasal dari Mexico dan Amerika pusat. Tanaman ini sekarang sudah dibudidayakan dari pantai barat Afrika sampai wilayah Pasifik, termasuk India dan China dan sudah tersebar luar ke seluruh wilayah tropis. Buah jambu biji mengandung vitamin C yang tinggi dari pada citrus (80 mg dari vitamin C di dalam 100 g buah) dan mengandung cukup vitamin A. Daun jambu biji mengandung tannin, phenol, triterpen, flavonoid, minyak esesnsial, saponin,

  11 karoten, lectin, vitamin, serat dan asam lemak.

  Kandungan tannin pada daun jambu biji berpotensi sebagai astringent dan antimikroba terhadap beberapa organisme antara lain Escherichia coli. Tanin dibagi dalam dua kelompok yaitu hydralizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable

  tannin dapat menonaktifkan microbial adhesion, enzim dan cell-envelope transport protein juga dapat mengendapkan gelatin, protein dan alkaloid. Condensed tannin dapat berikatan dengan dinding sel bakteri, menghambat pertumbuhan mikroba dan

  12 menghambat enzim protease.

  Saponin adalah suatu senyawa yang bersifat larut air. Senyawa ini terdiri dari kombinasi hidrofobik triterpene dengan glukosa hidrofilik, sifat ini dapat merusak

  12 membrane sel bakteri secara utuh.

  Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Senyawa flavon, flavonoid dan flavonol, ketiganya diketahui telah disentesis oleh tanaman dalam responsnya sebagai antimikroba. Senyawa dari ketiga struktur ini mempunyai daya antifungi, antivirus dan aktifitas antimikroba. Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu zat flavonoid dari daun jambu biji yang dapat

  16 memperlambat penggandaan (replika) human immunodeficiency virus (HIV).

  Berdasarkan penelitian Deasy Alda Kusaldy (2008) menyatakan bahwa dekok daun jambu biji memiliki efek antimikroba terhadap bakteri MRSA dengan nilai

  12 Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada konsentrasi daun jambu biji 25%. Menurut

  penelitian Charles, dkk (2007) larutan ektrak daun jambu biji digunakan sebagai formulasi obat kumur herbal. Kandungan dari daun jambu biji dapat mematikan

  13 bakteri E.coli dan Staphylococcus aureus pada waktu 15 dan 20 menit.

  Salah satu manfaat daun jambu biji yaitu sebagai antimikroba, pada beberapa penelitian ekstrak daun jambu biji mempunyai aktivitas penghambat pada bakteri

  staphylococcus Shigella , Salmonella, Bacillus, E.Coli,Clostridium dan Pseudomonas.

  Gnan dan Demello (1999) menyatakan ektrak daun jambu bijii dapat menghambat bakteri S.epidermitis dan Salmonella typhimurium. Chulasiri, dkk (1996) menyatakan larutan ekstrak daun jambu biji efektif terhadap sejumlah mikroba strain yaitu

  

Aeromonas hydrophilia , Shigella spp dan Vibrio spp. Menurut penelitian Jajaraj, dkk

  (1999) daun jambu biji dapat mematikan bakteri Staphylococcus aureus dan

  β

Streptococcus group A . Abdelrahim, dkk (2002) meneliti adanya daya antimikroba pada daun jambu biji terhadap bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

11 Bacillus subtilis . Dan berdasarkan hasil eksperimen kandungan flavonoid, saponin

  dan volatile oil dari daun jambu biji dapat menghambat aktivitas virus HIV gp41 six-

  17 helix bundle formation .

  Menurut Prabu, dkk (2006) senyawa aktif flavonoid, quercetim-3-O-alpha-I- arabinopyronoside (guajaverin) yang diisolasi dari daun jambu biji memiliki potensi antiplak pada pertumbuhan Streptococcus Mutans. Berdasarkan penelitian Chen, dkk (2010) larutan ekstrak tunas daun jambu biji menunjukkan memiliki aktivitas anti kanker pada prostat. Menurut Ojewole (2006) larutan ekstrak daun jambu biji

  

11

memiliki bahan analgesik dan antiinflamasi.

2.6 Kerangka Teori

  Alginat ( Hidrokoloid Ireversible)

  Komposisi

  sifat

  desinfektan 1. Sodium alginat 2. Kalsium sulfat 3. Sodium fosfat 4. Diatomaceous earth 5. Oksida seng 6. Potasium titanium florida imbibisi sineresis cara jenis semprot rendam kimia herbal Larutan daun jambu biji

  25% Perubahan Dimensi

2.7 Kerangka Konsep

  Alginat sifat Perendaman imbibisi sineresis pada hasil cetakan dengan rebusan daun jambu biji 25%

  Ekspansi PERUBAHAN DIMENSI

  (mengembang) PADA HASIL CETAKAN ALGINAT