BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional Dan Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sumber daya ikan di laut lepas merupakan salah satu sumber pangan dan

  komoditi industri kelautan yang sangat penting di dunia. Laut lepas merupakan zona maritim yang berada di luar wilayah yuridiksi nasional suatu negara.

  Kebebasan di laut bebas didasari oleh prinsip “freedom of the high seas” termasuk didalamnya terdapat prinsip kebebasan menangkap ikan (freedom

  

fishing) . Akibat dari prinsip tersebut terjadi penangkapan ikan yang berlebih

  . Penyebab overfishing ada dua, yaitu pemahaman yang keliru

  (overfishing)

  terhadap prinsip “freedom of the high seas” dan perkembangan teknologi armada perikanan dan alat penangkap ikan. Ketergantungan manusia atas sumber daya hayati laut terutama pada sumber daya ikan sangatlah besar, dapat dilihat dari sejarah-sejarah penangkapan dan perdagangan ikan jauh sebelum masehi dan tetap dilakukan hingga saat ini.

  Salah satu sejarah perdagangan dunia yang tertua yaitu perdagangan ikan

  

dan

  atau sebelumnya, yang telah berlangsung lebih dari 1000 tahun, namun masih merupakan jenis perdagangan yang penting hingga sekarang. DiPandyas, kerajaan Tamil

  Dravidian tertua, dikenal dengan tempat perikanan mutiara diambil sejak satu abad sebelum masehi. Pelabuhan Tuticorin dikenal dengan perikanalaut dalam. Paravas, bangsa Tamil yang berpusat di Tuticorin, berkembang menjadi masyarakat yang makmur oleh karena perdagangan mutiara mereka, pengetahuan

   ilmu pelayaran dan perikanan.

  Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju dan modern juga mempengaruhi sektor perikanan dunia terutama dalam cara penangkapan ikan dan jarak tempuh kapal yang semakin jauh untuk mengikuti pergerakkan migrasi ikan- ikan yang menjadi sumber pangan dan komoditi industri kelautan serta semakin tingginya konsumsi ikan oleh negara-negara berkembang maupun maju. Pengaruh berakhirnya Perang Dunia I dan II serta berdirinya negara-negara baru juga menjadi faktor pendorong munculnya masalah-masalah baru tentang kepentingan masing-masing negara dalam membatasi setiap wilayah teritorialnya mulai dari darat, udara dan laut.

  Masalah-masalah tersebut menjadi semakin sulit apabila ada sengketa mengenai sumber daya alam termasuk sumber daya ikan yang terdapat di wilayah perairan laut masing-masing negara. Perbedaan paham dan cara untuk membatasi wilayahnya masing-masing menjadi masalah yang terus berkembang ke arah yang tidak terkendali sehingga menimbulkan ketidakpastian, antara lain, adanya klaim- klaim sepihak atas laut yang berupa tindakan pelebaran laut territorial. PBB sebagai organisasi internasional yang mengganti peran Liga Bangsa-Bangsa sebagai penjaga perdamaian dan keamanan dunia melalui Majelis Umumnya menyerukan negara-negara anggotanya melalui sebuah resolusi, supaya menyelenggarakan Konferensi internasional untuk membahas dan merumuskan konvensi internasional yang hasilnya akan mengatur masalah-masalah sengketa termasuk masalah kelautan secara utuh dan terpadu sebagai satu kesatuan.

  Setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 24 Oktober 1945, di dalam Pasal 13 ayat (1) huruf (a) Piagamnya mengamanatkan kepada Majelis Umum, supaya melakukan pengembangan secara progresif hukum internasional dan pengodifikasiannya. Berdasarkan amanat ini, Majelis Umum pada tahun 1947 membentuk Komisi Hukum Internasional (International Law

  Berdasarkan amanat dari pasal 13 ayat (1) huruf (a) Piagam PBB Commission). dan juga berdasarkan Statutanya sendiri, Komisi Hukum Internasional yang telah berhasil menyiapkan rancangan naskah dari beberapa instrumen hukum internasional pada masa-masa awal berdirinya, antara lain sebagai berikut.

  a.

  Draft Declaration on the Rights and Duties of States: b. Ways and Means for Making the Evidence of Customary International

  Law More Readily Available; c.

  Formulation of Nurenberg Principles; d. Question of International Criminal Jurisdiction; e. Reservation to Multilateral Conventions; g.

  Draft Code of Offences against the Peace and Security of Mankind; h. Nationality, including Statelessness; i. Law of the Sea.

3 Dalam bidang hukum laut, Komisi Hukum Internasional telah berhasil

  menyiapkan rancangan naskah konvensi hukum laut yang meliputi : a.

  Rancangan naskah Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan; b.

  Rancangan naskah Konvensi tentang Laut Lepas; c. Rancangan naskah Konvensi tentang Perikanan dan Pengonservasian

  Sumber-Sumber Daya Hayati Laut Lepas; dan d. Rancangan naskah Konvensi tentang Landas Kontinen.

  Pada 24 Februari sampai 27 April 1958 diselenggarakanlah Konferensi Hukum laut Internasional di Jenewa yang berhasil menyepakati empat konvensi tentang hukum laut termasuk di dalamnya ialah Convention on Fishing and Conservation

  

of the Living Resources of the High Seas (Konvensi tentang Perikanan dan

Perlindungan Sumber-Sumber Daya Hayati Laut Lepas).

   Namun dalam perkembangannya Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958

  gagal mencapai kata sepakat mengenai lebar laut territorial yang seragam, sehingga keempat Konvensi menjadi kehilangan maknanya. Kemudian 3 I Wayan Pathiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Penerbit diselenggarakannya Konferensi Hukum Laut Jenewa 1960 yang juga berujung pada ketidaksepahaman. Akhirnya, Konferensi Hukum Laut PBB yang mulai diselenggarakan di Caracas, Venezuela, pada tahun 1973 kemudian dilanjutkan di New York dan Jenewa secara silih berganti, dan akhirnya berhasil menyepakati naskah final Konvensi yang ditandatangani dalam Konferensi di Montego Bay,

  

Jamaika, pada tanggal 10 Desember 1982.

  Konferensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Conventions on the

  

Law of the Sea 1982/UNCLOS) terdiri atas 17 Bagian (Part) yang terbagi lagi

  dalam seksi-seksi (sections) dan selanjutnya dalam pasal-pasal (articles) yang terdiri dari 320 pasal, mulai pasal 1 sampai dengan 320 yang disertai lampiran sebanyak 9 lampiran. Di dalam Pasal 87 ayat (1) huruf (e) UNCLOS

  (annexes)

  1982 yang mengatur tentang kebebasan menangkap ikan di sertai dengan kewajiban yang diatur dalam bab VII bagian 2 Konvensi. Bagian 2 Konvensi mengatur tentang pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati di laut lepas terdiri dari Pasal 116 sampai Pasal 120. Pada bagian 2 tersebut ditetapkan kerangka hak dan kewajiban yang berkaitan dengan pemanfaatan perikanan di laut lepas, yaitu hak kebebasan untuk menangkap ikan harus diimbangi dengan kewajiban negara dalam pengawasan kegiatan warga negaranya agar tidak

   melanggar ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi di laut lepas.

  Tujuan dari pengaturan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas adalah untuk menghindari terjadinya konflik antara masyarakat internasional dimana sifat dari sumber daya ikan jenis bermigrasi jauh yang 5 Ibid. melintasi batas negara. Di dalam UNCLOS sendiri terdapat dua pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan konservasi sumber daya jenis ikan bermigrasi terbatas dan jenis ikan bermigrasi jauh yaitu Pasal 63 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) UNCLOS 1982. Inti dari Pasal 64 adalah tentang jenis ikan bergerak melalui daerah luas ruang laut, baik di dalam dan di luar zona ekonomi eksklusif. Jenis ikan ini disebut “jesnis ikan bermigrasi jauh,” termasuk ikan tuna, ikan todal dan marlin.

  Respon positif ditunjukkan sejumlah negara di dunia dengan membentuk organisai-organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries

  

Management Organization/ RMFAOs) menurut amanat Pasal 64 UNCLOS 1982

  untuk bekerjasama berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas .

  Saat ini ada sekitar 11 organisasi pengelolaan perikanan regional RMFAOs) yang terbentuk,

  (Regional Fisheries Management Organization/

  terutama yang berada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yaitu: Indian (IOTC), Commission for the Conservation of Southern

  Ocean Tuna Commission

  (CCSBT) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission

  Bluefin Tuna (WCPFC).

  Selain diatur dalam UNCLOS, beberapa persetujuan internasional dengan tujuan membentuk kerangka hukum pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas sudah dilakukan, beberapa diantaranya yaitu: Agreement to Promote

  

Compliance with International Conservation and Management Measures by

Fishing Vessels on the High Seas 1993/Compliance Agreement 1993 dan

  

Agreement for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS of 10

December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish

Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 1995 (United Nations Fish Stocks

Agreement/UNFSA 1995).

  Compliance Agreement 1993 adalah persetujuan internasional dalam

  kerangka Food and Agriculture Organizations (FAO) dengan pengaturan mengenai tanggungjawab Negara bendera untuk membuat suatu pengaturan guna memastikan bahwa kapal-kapal perikanan yang mengibarkan bendera suatu negara di laut lepas tidak melakukan aktivitas yang dapat melemahkan efektivitas

   langkah-langkah pengelolaan dan konservasi internasional.

  Dalam prinsip-prinsip umumnya UNFSA 1995 menyatakan bahwa Negara pantai dan negara yang melakukan penangkapan iakn di laut lepas, harus bekerjasama dalam melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang sebagaimana prinsip- prinsip umum tersebut tercantum dalam Pasal 5 UNFSA 1995. UNFSA 1995 sendiri memiliki hubungan langsung dengan UNCLOS 1982 yang dijelaskan dalam Pasal 4 UNFSA 1995, bahwa persetujuan ini “harus diartikan dan

   diterapkan dalam konteks dan cara yang konsisten dengan UNCLOS 1982”.

  Beberapa RMFAOs memiliki tujuan yang sama, yaitu melakukan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan bermigrasi terbatas dan bermigrasi jauh serta mereka harus melaksanakannya sesuai dengan UNFSA 1995, antara lain pelaksanaan pendekatan kehati-hatian dalam pengelolaan perikanan dan

   pelaksanaan prinsip-prinsip umum lainnya dalam Pasal 5 UNFSA 1995.

  Hingga saat ini Indonesia telah tercatat secara resmi menjadi anggota dari 3 organisasi pengelolaan perikanan regional yang melingkupi perairan Indonesia, yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation

  (CCSBT) dan Western and Central Pacific Fisheries

  of Southern Bluefin Tuna

   (WCPFC).

  Commission

  Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

  

  dari 13.487 pulau dengan luas wilayahnya 1.913.578 km² serta luas perairannya 3.257.483 km² memiliki sumber daya ikan yang besar mulai dari ikan yang beruaya jauh dan yang beruaya terbatas. Letak geografis Indonesia yang juga diapit oleh dua benua dan dua samudera menjadikan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah migrasinya. Ikan-ikan ini ialah tuna dan sebangsa tuna.

  Komoditas ikan tuna maupun sebangsa ikan tuna merupakan komoditas ekspor yang penting dari hasil perikanan laut Indonesia yang mampu menyumbangkan devisa negara mencapai 40 triliun rupiah dengan data produksi tuna lima tahun terakhir rata-rata mencapai lebih dari 1,1 juta ton pertahun dari jenis tuna cakalang

   dan tongkol.

  Berdasarkan laporan resmi Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2010 ekspor tuna sebesar 9 10 Chomariyah, Op.Cit.

  akses tanggal 10 Januari 2015 diakses tanggal 25 Januari 2015

  122.450 ton dengan nilai US$ 499 juta (Rp 4,5 triliun pertahun), tahun 2011 sebesar 141.774 ton dengan nilai US$ 383 juta, terdapat kenaikan sebesar 30,1%.

  Produksi tuna dan sebangsa tuna pada tahun 2011 sebesar 955.520 ton dan tuna sebesar 230.580 ton, serta untuk kawasan ASEAN, produksinya mencapai 26,2%

   dari produk tuna dunia yang mencapai 1,7 juta ton.

  Data ini menunjukkan bahwa sektor perikanan di Indonesia bertumbuh dan berkembang pesat menjadi devisa negara yang besar. Namun dalam perkembangannya terjadi over exploitation, hal ini dipertegas dalam laporan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan bekerjasama dengan Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang menyatakan: “…sebagian wilayah

  

pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia mengalami over exploitation, terutama

  Sumber daya ikan yang mengalami WPP yang berdekatan dengan laut lepas”.

  

over exploited antara lain, jenis ikan demersal (kakap merah, kerapu, dan lainnya),

  tuna besar (cakalang, albakora, madidihang/yellowfin tuna, tuna mata besar/bigeye

   tuna , dan tuna sirip biru selatan).

  Kondisi over exploitation ini juga disebabkan over fishing yang prakteknya dilakukan secara illegal yang dimana praktek tersebut sangat merugikan dan membahayakan keberlanjutan sumber daya ikan terkhusus sumber daya ikan bermigrasi jauh. Hukum internasional dengan jelas melarang adanya praktek illegal fishing begitu juga peran serta organisasi-organisasi pengelolaan perikanan regional dalam mengatur regulasi pembatasan jumlah penangkapan ikan demi tetap menjaga kelestarian ikan dan penangkapan ikan yang berdasarkan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach).

  Indonesia dengan sumber daya ikan yang besar terutama di laut memiliki kepentingan yang sangat besar untuk dapat mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelola serta mengkonservasi sumber daya ikannya secara baik dan benar maka Indonesia meratifikasi ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan, antara lain: UNCLOS 1982 diratifikasi melalui Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982, UNFSA 1995 diratifikasi melalui Undang-Undang No. 21tahun 2009 tentang Pengesahan UNFSA 1995 dan menjadi anggota resmi dalam organisasi pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan regional CCSBT diratifikasi melalui Peraturan Presiden RI No. 109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCSBT 1993 serta WCPFC 2000 diratifikasi melalui Peraturan Presiden RI No.61 tahun 2013 tentang Pengesahan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh di Samudera Pasifik Barat dan Tengah.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah keanggotaan Indonesia di organisasi perikanan internasional? 2.

  Bagaimanakah tinjauan hukum internasional tentang pengelolaan perikanan regional dan internasional?

  3. Bagaimanakah tinjauan hukum nasional Indonesia sehubungan dengan aturan pengelolaan perikanan regional dan internasional?

C. Tujuan Penelitian

  Sesuai degan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, makan penelitian ini bertujuan :

  1. Untuk mengetahui dan membahas keanggotaan Indonesia dalam organisasi perikanan internasional.

  2. Untuk mengetahui dan membahas hukum internasional yang mengatur tentang pengelolaan perikanan regional dan internasional.

  3. Untuk mengetahui dan membahas hukum nasional Indonesia yang sehubungan dengan aturan pengelolaan perikanan regional dan internasional.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat member kegunaan sebagai berikut : 1.

  Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat meberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum internasional pada khususnya.

2. Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran sebagai berikut : a.

  Dapat memberikan masukan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan.

  b.

  Dapat memberikan masukan kepada masyarakat terkait keanggotaan Indonesia dalam organisasi perikanan internasional.

  E. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang “Keanggotaan Indonesia di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional dan Internasional” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi penulisan ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

  F. Tinjauan Kepustakaan 1. Organisasi Internasional.

  Mahkamah Internasional mengatakan bahwa “… organisasi internasional kewajiban-kewajiban internasional, dan bahwa organisasi internasional mempunyai kapasitas untuk mempertahankan hak-haknya dengan melakukan

   tuntutan internasional”.

2. Kerjasama Regional dan Kerjasama Internasional

  Diera globalisasi yang semakin gencar dilaksanakan oleh warga dunia, kerjasama antar negara adalah hal yang dianggap sangat penting. Banyak hal yang menjadi objek dari sebuah kerjasama, misalkan, kerjasama dibidang ekonomi, pertahanan, politik, dan lain sebagainya. Kerjasama yang dijalin ini, tidak lain adalah karena masyarakat dunia memahami bahwa, sebuah negara tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa adanya bantuan atau campur tangan negara lain, atau yang menurut Aries Toteles Zoon Politicon.

  Kerjasama dapat didefinisikan sebagai serangkaian hubungan-hubungan yang tidak didasarkan pada kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum, seperti dalam sebuah organisasi internasional seperti PBB atau Uni Eropa. Aktor-aktor negara membangun hubungan kerjasama melalui suatu organisasi internasinal dan rezim internasional, yang didefinisikan sebagai seperangkat aturan-aturan yang disetujui, regulasi-regulasi, norma-norma, dan prosedur-prosedur pengambilan keputusan, dimana harapan-harapan para aktor dan kepentingan-kepentingan negara bertemu dalam suatu lingkup hubungan internasional (Dougherty&Pfaltzgraff,1997:418-419).

   Diskusi kerjasama internasional secara teori meliputi hubungan antara dua

  negara atau hubungan antara unit-unit yang lebih besar disebut juga dengan multilateralisme. Walaupun bentuk kerjasama seringkali dimulai diantara dua negara, namun fokus utama dari kerjasama internasional adalah kerjasama multilateral. Multilateralisme didefinisikan oleh John Ruggie sebagai bentuk intstitusioanl yang mengatur hubungan antara tiga atau lebih negara berdasarkan pada prinsip-prinsip perilaku yang berlaku umum yang dinyatakan dalam berbagai bentuk institusi termasuk didalamnya organisasi internasional, rezim

  Ada beberapa alasan mengapa negara melakukan kerjasama dengan negara melakukan kerjasama dengan negara lainnya:

  1. Meningkatkan pendapatan perekonomian negara. Hal ini dikarenakan, setiap negara memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, dan untuk memenuhu kebutuhan ini dibutuhkan sebuah rangkaian kerjasama yang tentunya akan berdampak kepada benefit suatu negara.

  2. Untuk meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan biaya.

  3. Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama.

  4. Dalam rangka mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan individual negara yang memberi dampak terhadap negara lain (Holsti,1995:362-363). internasional, dan fenomena yang belum nyata terjadi, yakni keteraturan internasional Suatu kerjasama internasional didorong oleh beberapa faktor:

  1. Kemajuan dibidang teknologi yang menyebabkan semakin mudahnya hubungan yang dapat dilakukan negara sehingga meningkatkan ketergantungan satu dengan yang lainnya.

  2. Kemajuan dan perkembangan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan bangsa dan negara. Kesejahteraan suatu negara dapat mempengaruhi kesejahteraan bangsa-bangsa.

  3. Perubahan sifat peperangan dimana terdapat suatu keinginan bersama untuk saling melindungi dan membela diri dalam bentuk kerjasama internasional.

  4. Adanya kesadaran dan keinginan untuk bernegosiasi, salah satu metode kerjasama internasional yang dilandasi atas dasar bahwa dengan bernegosiasi akan memudahkan dalam pemecahan masalah yang dihadapi (Kartasasmita,1997:19). (Dougherty&Pflatzgraff,1997:420).

  Upaya mendefinisikan suatu organisasi internasional harus melihat tujuan yang ingin dicapai, intitusi-institusi yang ada, suatu proses perkiraan peraturan- peraturan yang dibuat pemerintah terhadap hubungan suatu negara dengan aktor- aktor non negara (Coulombis&Wolfe,1990:276).

  Sehingga dengan demikian organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai ssebuah struktur formal yang berkesinambungn yang pembentukannya berdasarkan pada perjanjian antar anggota-amggotanya (pemerintah dan atau bukan pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan mencapai tujuan bersama dari para anggotanya (Archer,1998:35).

  Definsi dari organisasi internasional adalah pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah.

  Secara konseptual, tujuan utama dari semua hubungan bilateral antarnegara adalah membangun kemitraan yang kuat dengan lingkungan eksternalnya, menciptakan hubungan persahabatan. Muara utama dari semua hubungan bilateral di atas tentunya adalah pencapaian kepentingan nasional baik dari sisi ekonomi, sosial, dan politik keamanan. Secara lebih spesifik, beberapa konsep utama dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral

   antara dua negara juga menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.

  K. J. Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis menjelaskan konsep hubungan internasional sebagai berikut: “Istilah Hubungan Internasional yang dapat mengacu pada semua bentuk interaksi antara masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori oleh pemerintah atau tidak. Hubungan Internasional tersebut meliputi analisa terhadap politik internasionalatau proses politik antar bangsa, menyangkut

  

  segala hubungan itu.” Dengan adanya saling ketergantungan diantara Negara-negara maupun organisasi maka mendorong untuk melakukan kerjasama internasional yang dikemukakan oleh K. J. Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, yang menyatakan bahwa:

  “Kerjasama Internasional merupakan sebagian transaksi dan interaksi antar Negara dalam sistem internasional sekarang bersifat rutin dan hamper bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional dan global bermunculan dan memerlukan perhatian dari berbagai Negara. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi, pemerintah saling berhubungan dengan mengajukan alternative pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan membentuk beberapa perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan bagi semua pihak.”

  K. J. Holsti juga mengartikan konsep kerjasama lainnya sebagai berikut: “Kerjasama dalam masyarakat internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat terdapatnya hubungan interdependensi dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional, kerjasama internasional terjadi karena adanya Nation Understanding dimana mempunyai tujuan dan arah yang sama, keinginan yang didukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan. Kerjasama itu didasarioleh kepentingan bersama

   diantara Negara-negara namun kepentingan itu tidak identik”.

G. Metode Penelitian

  Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau bahan-bahan dalam penelitian meliputi :

1. Jenis Penelitian

  Seperti penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar dan layak dipercaya, demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai sebuah karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah (metodologi), guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunannya sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan dan ditujukan pada norma- norma hukum yang berlaku. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

  

  ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan 19 Dwi Anggraini, “Strategi dan kesiapan perekonomian Kamboja dalam menghadapi

  , Skripsi FISIP HI Unpas, tidak diterbitkan, 2006, hlm. 18-19 AFTA” mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

  

  subjektif. Dalam penelitian ini, metode yuridis normatif yang digunakan adalah norma-norma hukum internasional yang tertuang antara lain dalam bentuk prinsip hukum internasional.

2. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

  Adapun data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, yakni berupa Undang-undang, Perjanjian Internasional dan sebagainya.

  b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan- tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, tesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

  c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Metode Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

  

(Library Research) , yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

  pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, makalah, jurnal serta artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik.

  Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : i. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. ii. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dan peraturan perundang-undangan. iii. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. iv. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

  Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah.

   Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

H. Sistematika Penulisan

  Secara sistematis penelitian ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang dapat diperinci sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan

  dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pusataka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

  BAB II : KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang prosedur, persyaratan dalam organisasi

  perikanan internasional serta keanggotaan Indonesia dalam CCSBT dan WCPFC.

  BAB III : HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang pengaturan High Seas Fishing Convention 1958, United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 dan United

  dalam pengelolaan perikanan regional

  Nation Fish Stock Agreement 1995

  

BAB IV : TINJAUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA

TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Peraturan Presiden No.61 Tentang Pengesahan WCPFC

  dimana hukum nasionak tersebut mengatur pengelolaan perikanan yang merupakan implementasi hukum internasional ke hukum nasional.

Dokumen yang terkait

Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional Dan Internasional

0 76 134

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Perempuan Dan Politik (Analisis Wacana Kekuatan Perempuan Dalam Politik Dalam Film The Iron Lady)

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Ketidakpatuhan Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Dalam Talk Show Sudut Pandang Di Metro Tv (Sebuah Pendekatan Pragmatik)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenagan Menangkap dan Mengadil Bajak Laut di Wilayah Jurisdiksi Indonesia Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN - Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kehati-hatian Direksi Dalam Perjanjian Kerja Sama Untuk Proses Pengadaan Barang Dan Jasa (Studi Penelitian PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan)

0 1 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberlakuan Perjanjian Internasional Di Indonesia Dikaitkan Dengan Judicial Review Terhadap Piagam Asean Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pendapatan Pengusaha Perikanan Tangkap pada Pelabuhan Perikanan Idi Kabupaten Aceh Timur

0 1 9

BAB II KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL A. Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional - Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional

0 0 31