BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Portofolio - Analisis Faktor Fundamental Keuangan terhadap Resiko Sistematik pada Perusahaan LQ45 yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Teori Portofolio
Portofolio optimal dapat ditentukan mengunakan model Markowitz atau
model indeks tunggal. Harry M. Markowitz mengembangkan suatu teori pada
dekade 1950-an yang disebut dengan Teori Portofolio Markowitz. Teori ini
menggunakan beberapa pengukuran statistik dasar untuk mengembangkan suatu
rencana portofolio seperti expected return, standar deviasi baik sekuritas maupun
portofolio dan korelasi antar return. Teori ini memformulasikan keberadaan unsur
return dan risiko dalam suatu investasi, di mana unsur risiko dapat diminimalisir
melalui diversifikasi dan mengkombinasikan berbagai instrumen investasi
kedalam portofolio. Selanjutnya, Model portofolio Markowitz dikembangkan oleh
William Sharpe dengan menciptakan model indeks tunggal. Model ini mengaitkan
perhitungan return asset dengan return indeks pasar. Secara mathematis, Model
Indeks Tunggal dirumuskan sebagai berikut (Gumanti, 2011) :
Ri= Ξ±i + Ξ²i I + ei
Dimana Ri adalah tingkat pengembalian pada aset i, I adalah persentase perubahan
dalam indeks yang umum pada semua saham dan ei adalah perubahan-perubahan
dalam tingkat pengambilan aset i terkait dengan kejadian khusus perusahaan.
Dalam CAPM, beta berkait dengan portofolio pasar, dan oleh karenanya I adalah
portofolio pasar. Seperti halnya beta dalam CAPM, Ξ²i di atas mengukur
sensitivitas return aset ke-i terhadap perubahan dalam indeks I. Formalnya beta
SIM di hitung rumus berikut :
π½π =
Cov(R i , I)
Ο12
Misalnya, jikaβ¬π = 2 dan I adalah produk domestik bruto (PDB), rumus di atas
menjelaskan kepaa kita bahwa jika PDB naik sebesar 1%,π π secara rata-rata juga
akan naik sebesar 2%. Dalam hal ini πΌπ adalah intersep yang mengukur return
terantisipasi jika I = 0. Intersep dihitung dengan rumus berikut :
πΌπ = π οΏ½π€ β π½π πΌ Μ
Dimana π οΏ½ adalah rata-rata tingkat pengembalian pada aset i dan πΌ Μ adalah rata-rata
persentase perubahan dalam indeks.
Komponen keunikan perusahaan berkaitan dengan kejadian- kejadian mikro
yang hanya berkaitan dengan perusahaan bersangkutan. Contohnya adalah
ekspansi operasional perusahaan atau rencana pengurangan kerja. Sedangkan
komponen yang terkait dengan pasar menyangkut kejadian β kejadian makro yang
memengaruhi seluruh perusahaan. Kenaikan suku bunga, peningkatan inflasi,
merupakan contoh kejadian makro yang dapat memengaruhi seluruh perusahaan
yang ada di pasar. Salah satu konsep penting dalam model indeks tunggal adalah
terminologi Beta (risiko sistematik).
Arbitrage pricing theory (APT) merupakan teori yang dikembangkan atau
menindak lanjuti dari pemikiran teori CAMP. Adapun pengertian dari APT
adalah (Fahmi, 2013) :
a. APT adalah teori yang dikembangkan oleh Stephen A. Ross pada tahun
1976, dimana Ross menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Dimana pada CAMP harga hanya dipengaruhi oleh
satu faktor yaitu portofolio pasar (R m ).
b. APT sebagai model alternatif untuk menjawab permasalahan suatu
hubungan antara pendapatan dengan risiko saham (π½).
c. CAMP dan APT dipakai sebagai model untuk memprediksi tingkat
pendapatan suatu saham.
d. A theory or risk return relationship derived from no-arbritage
consideration in large capital markets
e. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua
kesempatan investasi mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah
bisa dijual dengan harga berbeda
Sebelum kita masuk secara lebih dalam tentang APT ini, maka perlu kita
pahami pengertian dari Arbitrage itu sendiri. Arbitrase (Arbitrage) adalah proses
memperoleh laba tanpa resiko dengan memanfaatkan peluang perbedaan harga
aset atau sekuritas fisik yang sama. dengan kata lain investasi pada konsep
arbitrage adalah membeli suatu sekuritas atau surat berharga (commercial paper)
pada harga rendah dan menjual kembali ketika harga telah mengalami kenaikan.
Model APT dirumuskan sebagai berikut (Fahmi, 2013) :
Keterangan:
π π = πΌπ + Ξ²i R m + ei
Ri = return saham i
πΌπ = alpa saham i
Ξ²i = beta saham i
R m = return pasar
ei
= random eror
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dalam APT, resiko didefinisikan
sebagai sensitivitas saham terhadap variabel makro- makro ekonomi (bi) dan besar
return yang dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut. Ukuran sensitivitas dalam APT
(bi) akan mempunyai intrepretasi yang sama dengaan nilai sensitivitas dalam
CAPM (Beta), karena beta dan bi merupakan ukuran sensitivitas return sekuritas
dalam suatu premi resiko. Salah satu kritik terhadap model APT adalah sulitnya
menemukan faktor β faktor risiko yang relevan, karena faktor β faktor tersebut
merupakan data exdante. Untuk mengimplementasi APT kita perlu menemukan
faktor β faktor resiko yang relevan bagi tingkat return sekuritas, yang dalam
kenyataannya belum ada kesepakatan mengenai faktor β faktor risiko apa yang
relevan dan berapa jumlahnya. Beberapa penelitian yang mengidentifikasi
variabel β variabel ekonomi makro yang mempengaruhi return sekuritas yaitu :
1. Default risk
2. Tingkat bunga
3. Inflasi atau deflasi
4. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang
5. Risiko pasar residual
Dengan demikian, APT mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan
mempunyai sensitivitas terhaap faktor β faktor risiko sistematis yang berbeda
pula. Masing β masing investor mempunyai prilaku terhadap resiko yang berbeda,
sehingga investor mampu menyusun portofolio tergantung dari preferensinya
terhadap resiko. Dengan mengetahui harga pasar dari faktor β faktor resiko yang
dianggap relevan dan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan faktor
tersebut
2.1.2. Pasar Modal Indonesia
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai sarana dan wadah untuk
mempertemukan antara penjual dan pembeli (Hadi, 2013). Pasar modal pada
dasarnya bertujuan untuk menjembatani aliran dari pihak yang memiliki dana
(investor), dengan pihak perusahaan yang memerlukan dana. Stuktur pasar modal
Indonesia diatur oleh Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Di
dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kebijakan pasar modal
ditetapkan oleh menteri keuangan. Sedangkan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan sehari β hari dilaksanakan oleh BAPEPAM.
Bursa Efek Jakarta merupakan pasar saham terbesar di Indonesia yang
juga dikenal dengan nama asingnya sebagai Jakarta Stock Exchange (JSX).
Sekuritas yang diperdagangkan di BEJ berupa saham preferen, saham biasa, hak
(rights), dan obligasi konvertibel (convertibel bonds). Bursa efek terbesar setelah
BEJ adalah Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX).
Sekuritas yang diperdagangkan di BEJ juga diperdagangkan di BES.
BEJ dan BES bergabung menjadi BEI pada bulan November 2007. BEI
memperdagangkan seluruh produk investasi yang dimiliki BEJ dan BES seperti
saham, Kontrak Opsi Saham (KOS), Exchange Traded Funds (ETF), Obligasi
maupun Kontrak Futures baik Nikkei-225 Futures atau LQ45 Futures. Setelah
diadakan pengabungan diharapkan nilai kapitalisasi pasar BEI terus berkembang.
2.1.3. Faktor Fundamental
Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada
fundamental ekonomi suatu perusahaan. Salah satu keunggulan analisis
fundamental adalah analisis ini menghindari banyak hal yang terkait dengan
masalah yang melekat pada model atau penilaian berbasis tingkat diskonto aliran
kas (the discounted cash flow valuation method). Penman (1991) meringkas
diskusi sekitar topik ini, sementara diskusi terkait dengan bukti empiris diungkap
dalam Penman dan Sougiannis. (Gumanti, 2011;308)
Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga
saham di masa mendatang dengan mengestimasi nilai dari faktor β faktor
fundamental yang memengaruhi harga saham di masa yang akan datang.
Umumnya faktor-faktor fundamental yang diteliti adalah nilai pasar, Current ratio
(CR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Book Value (BV), Debt
Equity Ratio (DER), Debt Asset Ratio (DAR), Deviden Earning, Price Earning
Ratio (PER), Deviden Payout Ratio (DPR), Deviden Yield, dan likuiditas saham.
Pada penelitian ini, faktor fundamental yang digunakan dalam menganalisis yakni
CR, Leverage, ROE dan PER.
2.1.4. Risiko Saham
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan.
Investor selalu menghadapi dua masalah di dalam berinvestasi yaitu return dan
risiko. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena
pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return
dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus
ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
Risiko di artikan sebagai kemungkinan mengalami kerugian, yang
biasanya diukur dalam bentuk kemungkinan (probability) bahwa beberapa hasil
akan muncul yang bergerak dalam kisaran sangat baik (misalnya asetnya berlipat
ganda) ke sangat buruk (misalnya, asetnya menjadi tidak bernilai sama sekali).
(Gumanti, 2011;50)
Investor akan selalu mencari portofolio optimum yang menawarkan
expected return maximal pada tingkat risiko yang minimum. Risiko sering kali
disinonimkan dengan ketidakpastian karena risiko mengacu pada adanya variasi
nilai antara yang diperkirakan dengan nilai yang di observasi. Resiko suku bunga,
resiko pasar, resiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko likuiditas, risiko
nilai tukar mata uang dan risiko negara merupakan beberapa sumber resiko yang
dapat memengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Menurut Fahmi (2013) risiko
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Risiko sistematik (Systematic Risk) adalah risiko yang tidak bisa
diverifikasikan atau dengan kata lain risiko yang sifatnya
mempengaruhi secara menyeluruh. Contohnya krisis moneter yang
terjadi pada tahun 1997 di Indonesia yang telah menyebabkan banyak
sekali perusahaan yang bangkrut dan menngkatnya angka
pengangguran serta moral hazard.Sistematic risk di sebut juga dengan
market risk atau risiko umum.
2. Risiko tidak sistematik (Unsystematic Risk) adalah hanya membawa
dampak pada perusahaan yang terkait saja. Jika suatu perusaan
mengalami unsystematic risk maka kemampuan untuk mengatasinya
masih akan bisa dilakukan, karena perusahaan bisa menerapkan
berbagai strategi untuk mengatasinya seperti diversifikasi portofolio.
Strategi lain yang bisa diterapkan adalah pada saat harga sekuritas
perusahaan jatuh adalah dengan menerapkan berbagai strategi investasi.
Unsystematic risk di sebut juga dengan resiko spesifik atau risiko yang
dapat didiversifikasikan.
2.1.5. Risiko Sistematik
Beta (Ξ²) suatu sekuritas mampu menunjukan risiko sistematik yang tidak
dapat dihilangkan karena diversifikasi. Investor harus mampu menghitung resiko
sistematik dari suatu investasi untuk menentukan investasi yang terbaik. Untuk
menghitung besarnya resiko, metode yang digunakan adalah menghitung varians
dan standar deviasi yang mengukur penyimpangan nilai yang terjadi dengan nilai
return yang diharapkan. Menurut Brealey dan Myers (1999) Beta digunakan
untuk mengukur sensitifitas dari individual saham terhadap resiko pasar.
Kontribusi dari suatu saham terhadap resiko dari suatu portofolio tergantung dari
bagaimana saham tersebut dipengaruhi oleh pergerakan pasar
Beta merupakan ukuran resiko yang berasal dari hubungan antara tingkat
keuntungan saham dengan pasar. Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan
data historis berupa data pasar (return - return sekuritas dan return pasar). Beta
akutansi dapat dihitung mengunakan data akuntansi (laba β laba perusahaan dan laba
indeks pasar) dan Beta fundamental dapat dihutung mengunakan data fundamental
(menggunakan variabel β variabel fundamental).
Faktor-faktor yang diidentifikasikan memengaruhi nilai Beta adalah (Suad
Husnan, 2003) :
1. Cyclicality. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan
dipengaruhi oleh conjunctur perekonomian. Ketika kondisi perekonomian
membaik, semua perusahaan akan merasakan dampak positif. Pada saat
resesi, semua perusahaan akan terkena dampak negatif dan yang
membedakan adalah intensitasnya. Ada perusahaan yang membaik pada
saat perekonomian membaik, tetapi ada pula yang hanya sedikit
terpengaruh.
2. Operating Leverage. Faktor ini menunjukkan proporsi biaya perusahaan
yang merupakan biaya tetap, yaitu biaya yang tidak ikut berubah ketika
perusahaan merubah tingkat aktivitasnya. Semakin besar proporsi biaya
tetap, akan semakin besar operating leverage-nya. Perusahaan yang
memiliki operating leverage tinggi akan cenderung memiliki nilai Beta
yang tinggi, dan sebaliknya.
3. Financial leverage. Perusahaan yang menggunakan hutang adalah
perusahaan yang mempunyai financial leverage. Semakin besar proporsi
hutang yang dipergunakan, akan semakin besar financial leverage-nya.
Semakin besar proporsi hutang, maka pemilik modal akan menanggung
resiko yang semakin besar.
Beta dihitung menggunakan rumus (Hartono,2010:383):
Di mana :
πππππππππ =
π=
πͺππππππππ
π΄πππππ πππππππ
οΏ½ ππ³πΈππ]
βππ=ποΏ½πΉπ β πΉπΜοΏ½ βππ=π[πΉππ³πΈππ β πΉ
π
πππππππ π΄πππππ =
Keterangan :
οΏ½ ππ³πΈππ)π
β(πΉππ³πΈππ β πΉ
πβπ
Ri = Return Individual Saham
Rm = Market Return LQ45 atau return pasar LQ45
Beta mengambarkan perubahan return pasar sebesar X%, yang akan
berpengaruh terhadap return sekuritas sebesar X%. Jika Ξ² > 1 berarti saham
cenderung naik dan turun lebih tinggi dibandingkan perubahan pasar. Jika Ξ² < 1
berarti saham cenderung turun atau naik lebih rendah dibandingkan perubahan
pasar. Beta banyak digunakan sebagai ukuran resiko karena dalam berbagai
penelitian empiris, Beta relatif cukup stabil sehingga memungkinkan penggunaan
data historis sebagai prediktor Beta di masa akan datang.
1.1.6.
Current Ratio (CR)
Current Ratio merupakan rasio yang menghitung kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan mengunakan aktiva lancar yang tersedia
(Syamsuddin, 2009). Semakin tinggi rasio CR mengambarkan semakin baik
kinerja perusahaan tersebut dan dapat menarik minat investor. CR dapat dihitung
mengunakan rumus (Syamsuddin, 2009) :
πͺπΉ =
1.1.7.
π¨πππππ ππππππ
πππππ ππππππ
Leverage
Leverage merupakan rasio yang mengambarkan hubungan antara
utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Untuk keamanan bagi pihak
luar, rasio Leverage yang baik adalah apabila total aktiva lebih besar dari pada
total utang. Rasio Leverage dihitung mengunakan rumus Syafri, 2009; 307):
1.1.8.
π³πππππππ =
Return on Equity (ROE)
π»ππππ πππππ
π»ππππ ππππππ
ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penghasilan
bersih yang diperoleh perusahaan atas modal yang diinvestasikannya. Semakin
besar rasio ROE mengambarkan semakin baik keadaan perusahaan, sehingga akan
meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Rasio ROE
dirumuskan sebagai berikut (Syamsuddin, 2009;):
πΉπΆπ¬ =
ππππ ππππππ πππππ ππ πππππ
πππ ππ ππππππ
1.1.9. Price Earning Ratio (PER)
Rasio PER menunjukkan perbandingan harga saham di pasar yang
ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima. PER yang tinggi
menunjukkan ekspektasi investor tentang prestasi perusahaan cukup tinggi. Rasio
PER dapat dihitung mengunakan rumus (Syafri, 2009; 311):
π·π¬πΉ =
π―ππππ π·ππππ πΊππππ
π³πππ π©πππππ
2.2. Penelitian Terdahulu
1. Anto (2012), melakukan penelitian dengan judul βAnalisis faktor
fundamental keuangan terhadap resiko sistematis pada perusahaan LQ 45
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010β, Variabel yang
digunakan
yaitu : Curent Ratio, Leverenge, Return on Equity, Price
Erning Ratio dan Beta Saham. Hasil penelitian Ines Ham Antoni yaitu
Varians CR, Leverange, ROH dan PER, merupakan foktor yang
mempengaruhi risiko sistematis pada perusahan LQ45 yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010.
2. Rackmawati (2010) dengan judul penelitian βAnalisis faktor fundamental
terhadap resiko sistematis pada perusahaan LQ 45 yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia Periode 2006-208β, variabel yang digunakan Sales growth,
debt to equity rasio, ROA dan Beta saham. Hasil penelitian adalah Sales
growth, debt to equity rasio, dan ROA, merupakan faktor yang
mempengaruhi resiko sistematis pada perusahaan LQ 45 yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008.
3. Soeroso (2013) dengan judul penelitan βAnalisis faktor fundamental
keuangan terhadap risiko sistematis pada perusahaan LQ45 yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia 2008-2012β. Variabel yang digunakan CR, Total
Debt Equity, Total Asset Turn Over dan Return On Investment dan saham
beta. Hasil penelitian adalah CR, Total Debt Equity, Total Asset Turn
Over dan Return On Investment berpengaruh signifikan terhadap risiko
sistematis pada perusahaan LQ45 yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
2008-2012.
4. Grahani (2013) dengan judul penelitian βANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG
BERPENGARUH
TERHADAP
RISIKO
SISTEMATIS
SAHAM(Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat dalam Indeks
Kompas 100 diBursa Efek Indonesia Januari 2008 β Januari 2013)β,
variael yang digunakn CR, DTA, LDER, TATO,ITO, ADI, WCTO, GPM,
NPM, ROA, ROE dan Beta saham. Hasil penelitian adalah CR, DTA,
LDER, TATO, ITO, ADI, WCTO, GPM, NPM, ROA, dan ROE
berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematis saham (studi empiris
pada perusahaan yang tercatat dalam Indeks Kompas 100 di Bursa Efek
Indonesia Januari 2008-januari2013.
5. Hatta dan Dwiyanto (2012) dengan judul penelitian βThe company
fundamental factors and systematic risk in increasing stock priceβ,
variabel yang digunakan EPS, PER, DER, CR, MPR, DPR, ROA, Beta
dan Stock price. Under Mackinnon white, and Davidson test, it is
discovered that functional relationship model used in this research is
loglinier. Estimation results of stock-price model show that model show
that EPS, PER and HSM variables have positive and signicant effect.
Improvement in these variables will increase stock price. On the other
hand DE and NPM variables have negative and significant effects,
improvement in these variables will decrease stock prise
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul Peneliti
Ines Ham Analisis
faktor
Anto (2012) fundamental
keuangan
terhadap resiko
sistematis pada
perusahaan LQ
45 yang tercatat
di Bursa Efek
Indonesia
Periode
20072010
Variabel Variabel Y
X
Curent
Beta Saham
Ratio,
Levereng
e, Return
on
Equity,
dan Price
Erning
Ratio.
Siska
Analisis
faktor
Rackmawati fundamental
terhadap resiko
(2010)
sistematis pada
perusahaan LQ
45 yang tercatat
di Bursa Efek
Indonesia
Periode
2006208β,
Beta Saham
Sales
growth,
debt to
equity
rasio,dan
ROA
Anditya
Soeroso
(2013)
CR,
Beta
Total
Debt
Equity,
Total
Asset
Turn
Over dan
Return
On
Investme
nt
Analisis
faktor
fundamental
keuangan
terhadap risiko
sistematis pada
perusahaan LQ45
yang tercatat di
Bursa
Efek
Indonesia 20082012
Hasil Peneliti
Hasil penelitian Ines
Ham Antoni yaitu
Varians
CR,
Leverange,
ROH
dan
PER,
merupakan
foktor
yang mempengaruhi
risiko
sistematis
pada
perusahan
LQ45 yang tercatat
di
Bursa
Efek
Indonesia
periode
2007-2012
Hasil
penelitian
adalah Sales growth,
debt to equity rasio,
dan
ROA,
merupakan
faktor
yang mempengaruhi
resiko
sistematis
pada perusahaan LQ
45 yang tercatat di
Bursa
Efek
Indonesia Periode
2006-2008
Hasil
penelitian
adalah CR, Total
Debt Equity, Total
Asset Turn Over dan
Return
On
Investment
berpengaruh
signifikan terhadap
risiko
sistematis
pada
perusahaan
LQ45 yang tercatat
di
Bursa
Efek
Indonesia
20082012.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Peneliti
Judul Peneliti
V- X
V-Y
Hedwig
Ajeng
Grahani
(2013)
ANALISIS
FAKTORFAKTOR
YANG
BERPENGA
RUH
TERHADAP
RISIKO
SISTEMATIS
SAHAM(Stud
i Empiris Pada
Perusahaan
yang Tercatat
dalam Indeks
Kompas 100
diBursa Efek
Indonesia
Januari 2008 β
Januari 2013)
CR,
Beta
DTA,
Saham
LDER,
TATO,
ITO,
ADI,
WCTO,
GPM,
NPM,
ROA,
dan
ROE
Hasil penelitian adalah CR,
DTA, LDER, TATO,
ITO, ADI, WCTO, GPM,
NPM, ROA, dan ROE
berpengaruh signifikan
terhadap risiko sistematis
saham (studi empiris pada
perusahaan yang tercatat dalam
Indeks Kompas 100 di Bursa
Efek Indonesia Januari 2008januari2013.
Atika
Jauharia
Hatta
dan
Bamban
g
Sugeng
Dwiyant
o (2012)
The company
fundamental
factors and
systematic risk
in increasing
stock price
EPS,
PER,
DER,
CR,
MPR,
DPR,
ROA
dan
Beta
Under Mackinnon white, and
Davidson test, it is discovered
that functional relationship
model used in this research is
loglinier. Estimation results of
stock-price model show that
model show that EPS, PER and
HSM variables have positive
and signicant effect.
Improvement in these variables
will increase stock price. On
the other hand DE and NPM
variables have negative and
significant effects,
improvement in these variables
will decrease stock prise.
Stock
price
Hasil Peneliti
2.3 Hipotesis
1. Hubungan CR terhadap risiko sistematis
Current Ratio merupakan rasio yang menghitung kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan mengunakan aktiva lancar yang
tersedia (Syamsuddin, 2009). Semakin tinggi rasio CR mengambarkan
semakin baik kinerja perusahaan tersebut dan dapat menarik minat investor.
2. Hubungan Leverange terhadap risiko sistematis
Dalam penggunaan leverage mempunyai pengaruh yang baik dan buruk.
Apabila leverage tinggi, maka akan meningkatkan laba atau keuntungan
bersih yang diharapkan perusahaan, namun akan memperbesar tingkat risiko
perusahaan tersebut. Perusahaan yang menggunakan dana dengan biaya tetap
dikatakan menghasilkan leverage yang mengguntungkan (favorable financial
leverage) atau efek yang positif, apabila pendapatan yang diterima dari
penggunaan dana lebih besar daripada biaya tetap dari penggunaan dana
tersebut. Dan apabila perusahaan dalam menggunakan biaya tetap itu
menghasilkan efek yang menguntungkan dana bagi pemegang saham biasa
(pemilik modal sendiri), yaitu bentuknya memperbesar EPSnya, maka dapat
dikatakan perusahaan tersebut menjalankan βtrading on the equityβ. Menurut
Riyanto (1995) trading on the equity adalah penggunaan dana yang disertai
dengan biaya tetap di mana dalam penggunaannya dapat menghasilkan
pendapatan yang lebih besar daripada biaya tetap tersebut. Sebaliknya apabila
perusahaan
yang
menggunakan
dana
dengan
biaya
tetapdikatakan
menghasilkan leverage yang merugikan (unfavorable financial leverage) atau
efek yang negatif, apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan
dari penggunaan dana tersebut sebanyak biaya tetap yang harus dibayar
(Riyanto, 1995: 375).
3. Hubungan ROE terhadap risiko sitematis
ROE adalah suatu ukuran tingkat pengembalian yang diharapkan oleh
pemegang saham bank. Yang berjumlah kira-kira keuntungan bersih yang
diterima pemegang saham dari menginvestasikan modalnya di bank
(mendapatkan dananya pada risiko dengan harapan memperoleh keuntungan
yang sesuai).
Seorang investor selalu mengharapkan profit dalam investasinya, maka
dariitu rasio pertumbuhan profitabilitas perusahaan juga menjadi hal yang
diperhatikan investor. Salah satu rasio profitabilitas yang terdapat dalam
laporan keuangan adalah ReturnOn Equity. Nilai Return On Equity yang
positif menunjukkan baiknya kinerja manajemen dalam mengelola modal
yang ada untuk menghasilkan laba. Menurut Chrisna dalam Hutami (2012:2)
kenaikan ROE biasanya diikuti oleh kenaikan harga saham perusahaan yang
bersangkutan. Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien penggunaan
modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.
4. Hubungan PER terhadap resiko sistematis
Price Earning ratio (PER) adalah rasio yang membandingkan antara harga
saham dengan laba per lembar saham (earning per share). Rasio ini sering
dipakai untuk mengelompokkan saham berdasarkan tingkat pertumbuhannya.
Perusahaan yang berkembang dengan cepat bahkan maju biasanya
mempunyai PER yang tinggi. Sedangkan perusahaan dengan perkembangan
yang lambat mempunyai PER yang rendah. Investor bersedia membeli saham
dengan PER yang tinggi karena mereka mengharapkan akan memperoleh
aliran kas masuk yang lebih besar dimasa yang akan datang.
Per yang tinggi membuat harga saham dinilai tinggi, sebab rasio ini
mengambarkan besarnya keuntungan saham. Dengan tingginya PER berarti
tinggi pula earning perusahaan tersebut hal ini akan membuat harga saham
meninggkat dan hal ini akan menyebabkan banyak investor yang berminat
untuk memilikinya. Jadi dapat di ambil kesimpulan apabila PER suatu
perusahaan tinggi maka harga saham di pasar modal akan semakin tinggi,
demikian pula dengan beta sahamnya. Hal tersebut dikarenakan beta
merupakan parameter yang mengukur perubahan yang diharapkan atas
pengembalian suatu saham bila terjadi perubahan pada pengambilan pasar
(yang diukur dengan indeks pasar).
Dari uraian mengenai Penelitian Terdahulu dan Tinjauan Pustaka, berikut
dijelaskan hubungan antara variabel CR, Leverage, ROE, PER terhadap risiko
sistematik :
H1 : CR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematik pada
perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β 2013.
H2 : leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko sistematik
perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β 2013.
H3 : ROE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematik
pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β
2013.
H4 : PER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematis
pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia 2009 β 2013.
H5 : CR, Leverage, ROE dan PER berpengaruh secara simultan terhadap
risiko sistematik pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia
periode 2009 β 2013.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Price Earning Ratio
(PER)
Return On Equity
(ROE)
Risiko Sistematis
Leverage
Current Ratio
(CR)
LQ 45
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Teori Portofolio
Portofolio optimal dapat ditentukan mengunakan model Markowitz atau
model indeks tunggal. Harry M. Markowitz mengembangkan suatu teori pada
dekade 1950-an yang disebut dengan Teori Portofolio Markowitz. Teori ini
menggunakan beberapa pengukuran statistik dasar untuk mengembangkan suatu
rencana portofolio seperti expected return, standar deviasi baik sekuritas maupun
portofolio dan korelasi antar return. Teori ini memformulasikan keberadaan unsur
return dan risiko dalam suatu investasi, di mana unsur risiko dapat diminimalisir
melalui diversifikasi dan mengkombinasikan berbagai instrumen investasi
kedalam portofolio. Selanjutnya, Model portofolio Markowitz dikembangkan oleh
William Sharpe dengan menciptakan model indeks tunggal. Model ini mengaitkan
perhitungan return asset dengan return indeks pasar. Secara mathematis, Model
Indeks Tunggal dirumuskan sebagai berikut (Gumanti, 2011) :
Ri= Ξ±i + Ξ²i I + ei
Dimana Ri adalah tingkat pengembalian pada aset i, I adalah persentase perubahan
dalam indeks yang umum pada semua saham dan ei adalah perubahan-perubahan
dalam tingkat pengambilan aset i terkait dengan kejadian khusus perusahaan.
Dalam CAPM, beta berkait dengan portofolio pasar, dan oleh karenanya I adalah
portofolio pasar. Seperti halnya beta dalam CAPM, Ξ²i di atas mengukur
sensitivitas return aset ke-i terhadap perubahan dalam indeks I. Formalnya beta
SIM di hitung rumus berikut :
π½π =
Cov(R i , I)
Ο12
Misalnya, jikaβ¬π = 2 dan I adalah produk domestik bruto (PDB), rumus di atas
menjelaskan kepaa kita bahwa jika PDB naik sebesar 1%,π π secara rata-rata juga
akan naik sebesar 2%. Dalam hal ini πΌπ adalah intersep yang mengukur return
terantisipasi jika I = 0. Intersep dihitung dengan rumus berikut :
πΌπ = π οΏ½π€ β π½π πΌ Μ
Dimana π οΏ½ adalah rata-rata tingkat pengembalian pada aset i dan πΌ Μ adalah rata-rata
persentase perubahan dalam indeks.
Komponen keunikan perusahaan berkaitan dengan kejadian- kejadian mikro
yang hanya berkaitan dengan perusahaan bersangkutan. Contohnya adalah
ekspansi operasional perusahaan atau rencana pengurangan kerja. Sedangkan
komponen yang terkait dengan pasar menyangkut kejadian β kejadian makro yang
memengaruhi seluruh perusahaan. Kenaikan suku bunga, peningkatan inflasi,
merupakan contoh kejadian makro yang dapat memengaruhi seluruh perusahaan
yang ada di pasar. Salah satu konsep penting dalam model indeks tunggal adalah
terminologi Beta (risiko sistematik).
Arbitrage pricing theory (APT) merupakan teori yang dikembangkan atau
menindak lanjuti dari pemikiran teori CAMP. Adapun pengertian dari APT
adalah (Fahmi, 2013) :
a. APT adalah teori yang dikembangkan oleh Stephen A. Ross pada tahun
1976, dimana Ross menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Dimana pada CAMP harga hanya dipengaruhi oleh
satu faktor yaitu portofolio pasar (R m ).
b. APT sebagai model alternatif untuk menjawab permasalahan suatu
hubungan antara pendapatan dengan risiko saham (π½).
c. CAMP dan APT dipakai sebagai model untuk memprediksi tingkat
pendapatan suatu saham.
d. A theory or risk return relationship derived from no-arbritage
consideration in large capital markets
e. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua
kesempatan investasi mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah
bisa dijual dengan harga berbeda
Sebelum kita masuk secara lebih dalam tentang APT ini, maka perlu kita
pahami pengertian dari Arbitrage itu sendiri. Arbitrase (Arbitrage) adalah proses
memperoleh laba tanpa resiko dengan memanfaatkan peluang perbedaan harga
aset atau sekuritas fisik yang sama. dengan kata lain investasi pada konsep
arbitrage adalah membeli suatu sekuritas atau surat berharga (commercial paper)
pada harga rendah dan menjual kembali ketika harga telah mengalami kenaikan.
Model APT dirumuskan sebagai berikut (Fahmi, 2013) :
Keterangan:
π π = πΌπ + Ξ²i R m + ei
Ri = return saham i
πΌπ = alpa saham i
Ξ²i = beta saham i
R m = return pasar
ei
= random eror
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dalam APT, resiko didefinisikan
sebagai sensitivitas saham terhadap variabel makro- makro ekonomi (bi) dan besar
return yang dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut. Ukuran sensitivitas dalam APT
(bi) akan mempunyai intrepretasi yang sama dengaan nilai sensitivitas dalam
CAPM (Beta), karena beta dan bi merupakan ukuran sensitivitas return sekuritas
dalam suatu premi resiko. Salah satu kritik terhadap model APT adalah sulitnya
menemukan faktor β faktor risiko yang relevan, karena faktor β faktor tersebut
merupakan data exdante. Untuk mengimplementasi APT kita perlu menemukan
faktor β faktor resiko yang relevan bagi tingkat return sekuritas, yang dalam
kenyataannya belum ada kesepakatan mengenai faktor β faktor risiko apa yang
relevan dan berapa jumlahnya. Beberapa penelitian yang mengidentifikasi
variabel β variabel ekonomi makro yang mempengaruhi return sekuritas yaitu :
1. Default risk
2. Tingkat bunga
3. Inflasi atau deflasi
4. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang
5. Risiko pasar residual
Dengan demikian, APT mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan
mempunyai sensitivitas terhaap faktor β faktor risiko sistematis yang berbeda
pula. Masing β masing investor mempunyai prilaku terhadap resiko yang berbeda,
sehingga investor mampu menyusun portofolio tergantung dari preferensinya
terhadap resiko. Dengan mengetahui harga pasar dari faktor β faktor resiko yang
dianggap relevan dan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan faktor
tersebut
2.1.2. Pasar Modal Indonesia
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai sarana dan wadah untuk
mempertemukan antara penjual dan pembeli (Hadi, 2013). Pasar modal pada
dasarnya bertujuan untuk menjembatani aliran dari pihak yang memiliki dana
(investor), dengan pihak perusahaan yang memerlukan dana. Stuktur pasar modal
Indonesia diatur oleh Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Di
dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kebijakan pasar modal
ditetapkan oleh menteri keuangan. Sedangkan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan sehari β hari dilaksanakan oleh BAPEPAM.
Bursa Efek Jakarta merupakan pasar saham terbesar di Indonesia yang
juga dikenal dengan nama asingnya sebagai Jakarta Stock Exchange (JSX).
Sekuritas yang diperdagangkan di BEJ berupa saham preferen, saham biasa, hak
(rights), dan obligasi konvertibel (convertibel bonds). Bursa efek terbesar setelah
BEJ adalah Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX).
Sekuritas yang diperdagangkan di BEJ juga diperdagangkan di BES.
BEJ dan BES bergabung menjadi BEI pada bulan November 2007. BEI
memperdagangkan seluruh produk investasi yang dimiliki BEJ dan BES seperti
saham, Kontrak Opsi Saham (KOS), Exchange Traded Funds (ETF), Obligasi
maupun Kontrak Futures baik Nikkei-225 Futures atau LQ45 Futures. Setelah
diadakan pengabungan diharapkan nilai kapitalisasi pasar BEI terus berkembang.
2.1.3. Faktor Fundamental
Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada
fundamental ekonomi suatu perusahaan. Salah satu keunggulan analisis
fundamental adalah analisis ini menghindari banyak hal yang terkait dengan
masalah yang melekat pada model atau penilaian berbasis tingkat diskonto aliran
kas (the discounted cash flow valuation method). Penman (1991) meringkas
diskusi sekitar topik ini, sementara diskusi terkait dengan bukti empiris diungkap
dalam Penman dan Sougiannis. (Gumanti, 2011;308)
Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga
saham di masa mendatang dengan mengestimasi nilai dari faktor β faktor
fundamental yang memengaruhi harga saham di masa yang akan datang.
Umumnya faktor-faktor fundamental yang diteliti adalah nilai pasar, Current ratio
(CR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Book Value (BV), Debt
Equity Ratio (DER), Debt Asset Ratio (DAR), Deviden Earning, Price Earning
Ratio (PER), Deviden Payout Ratio (DPR), Deviden Yield, dan likuiditas saham.
Pada penelitian ini, faktor fundamental yang digunakan dalam menganalisis yakni
CR, Leverage, ROE dan PER.
2.1.4. Risiko Saham
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan.
Investor selalu menghadapi dua masalah di dalam berinvestasi yaitu return dan
risiko. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena
pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return
dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus
ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
Risiko di artikan sebagai kemungkinan mengalami kerugian, yang
biasanya diukur dalam bentuk kemungkinan (probability) bahwa beberapa hasil
akan muncul yang bergerak dalam kisaran sangat baik (misalnya asetnya berlipat
ganda) ke sangat buruk (misalnya, asetnya menjadi tidak bernilai sama sekali).
(Gumanti, 2011;50)
Investor akan selalu mencari portofolio optimum yang menawarkan
expected return maximal pada tingkat risiko yang minimum. Risiko sering kali
disinonimkan dengan ketidakpastian karena risiko mengacu pada adanya variasi
nilai antara yang diperkirakan dengan nilai yang di observasi. Resiko suku bunga,
resiko pasar, resiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko likuiditas, risiko
nilai tukar mata uang dan risiko negara merupakan beberapa sumber resiko yang
dapat memengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Menurut Fahmi (2013) risiko
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Risiko sistematik (Systematic Risk) adalah risiko yang tidak bisa
diverifikasikan atau dengan kata lain risiko yang sifatnya
mempengaruhi secara menyeluruh. Contohnya krisis moneter yang
terjadi pada tahun 1997 di Indonesia yang telah menyebabkan banyak
sekali perusahaan yang bangkrut dan menngkatnya angka
pengangguran serta moral hazard.Sistematic risk di sebut juga dengan
market risk atau risiko umum.
2. Risiko tidak sistematik (Unsystematic Risk) adalah hanya membawa
dampak pada perusahaan yang terkait saja. Jika suatu perusaan
mengalami unsystematic risk maka kemampuan untuk mengatasinya
masih akan bisa dilakukan, karena perusahaan bisa menerapkan
berbagai strategi untuk mengatasinya seperti diversifikasi portofolio.
Strategi lain yang bisa diterapkan adalah pada saat harga sekuritas
perusahaan jatuh adalah dengan menerapkan berbagai strategi investasi.
Unsystematic risk di sebut juga dengan resiko spesifik atau risiko yang
dapat didiversifikasikan.
2.1.5. Risiko Sistematik
Beta (Ξ²) suatu sekuritas mampu menunjukan risiko sistematik yang tidak
dapat dihilangkan karena diversifikasi. Investor harus mampu menghitung resiko
sistematik dari suatu investasi untuk menentukan investasi yang terbaik. Untuk
menghitung besarnya resiko, metode yang digunakan adalah menghitung varians
dan standar deviasi yang mengukur penyimpangan nilai yang terjadi dengan nilai
return yang diharapkan. Menurut Brealey dan Myers (1999) Beta digunakan
untuk mengukur sensitifitas dari individual saham terhadap resiko pasar.
Kontribusi dari suatu saham terhadap resiko dari suatu portofolio tergantung dari
bagaimana saham tersebut dipengaruhi oleh pergerakan pasar
Beta merupakan ukuran resiko yang berasal dari hubungan antara tingkat
keuntungan saham dengan pasar. Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan
data historis berupa data pasar (return - return sekuritas dan return pasar). Beta
akutansi dapat dihitung mengunakan data akuntansi (laba β laba perusahaan dan laba
indeks pasar) dan Beta fundamental dapat dihutung mengunakan data fundamental
(menggunakan variabel β variabel fundamental).
Faktor-faktor yang diidentifikasikan memengaruhi nilai Beta adalah (Suad
Husnan, 2003) :
1. Cyclicality. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan
dipengaruhi oleh conjunctur perekonomian. Ketika kondisi perekonomian
membaik, semua perusahaan akan merasakan dampak positif. Pada saat
resesi, semua perusahaan akan terkena dampak negatif dan yang
membedakan adalah intensitasnya. Ada perusahaan yang membaik pada
saat perekonomian membaik, tetapi ada pula yang hanya sedikit
terpengaruh.
2. Operating Leverage. Faktor ini menunjukkan proporsi biaya perusahaan
yang merupakan biaya tetap, yaitu biaya yang tidak ikut berubah ketika
perusahaan merubah tingkat aktivitasnya. Semakin besar proporsi biaya
tetap, akan semakin besar operating leverage-nya. Perusahaan yang
memiliki operating leverage tinggi akan cenderung memiliki nilai Beta
yang tinggi, dan sebaliknya.
3. Financial leverage. Perusahaan yang menggunakan hutang adalah
perusahaan yang mempunyai financial leverage. Semakin besar proporsi
hutang yang dipergunakan, akan semakin besar financial leverage-nya.
Semakin besar proporsi hutang, maka pemilik modal akan menanggung
resiko yang semakin besar.
Beta dihitung menggunakan rumus (Hartono,2010:383):
Di mana :
πππππππππ =
π=
πͺππππππππ
π΄πππππ πππππππ
οΏ½ ππ³πΈππ]
βππ=ποΏ½πΉπ β πΉπΜοΏ½ βππ=π[πΉππ³πΈππ β πΉ
π
πππππππ π΄πππππ =
Keterangan :
οΏ½ ππ³πΈππ)π
β(πΉππ³πΈππ β πΉ
πβπ
Ri = Return Individual Saham
Rm = Market Return LQ45 atau return pasar LQ45
Beta mengambarkan perubahan return pasar sebesar X%, yang akan
berpengaruh terhadap return sekuritas sebesar X%. Jika Ξ² > 1 berarti saham
cenderung naik dan turun lebih tinggi dibandingkan perubahan pasar. Jika Ξ² < 1
berarti saham cenderung turun atau naik lebih rendah dibandingkan perubahan
pasar. Beta banyak digunakan sebagai ukuran resiko karena dalam berbagai
penelitian empiris, Beta relatif cukup stabil sehingga memungkinkan penggunaan
data historis sebagai prediktor Beta di masa akan datang.
1.1.6.
Current Ratio (CR)
Current Ratio merupakan rasio yang menghitung kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan mengunakan aktiva lancar yang tersedia
(Syamsuddin, 2009). Semakin tinggi rasio CR mengambarkan semakin baik
kinerja perusahaan tersebut dan dapat menarik minat investor. CR dapat dihitung
mengunakan rumus (Syamsuddin, 2009) :
πͺπΉ =
1.1.7.
π¨πππππ ππππππ
πππππ ππππππ
Leverage
Leverage merupakan rasio yang mengambarkan hubungan antara
utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Untuk keamanan bagi pihak
luar, rasio Leverage yang baik adalah apabila total aktiva lebih besar dari pada
total utang. Rasio Leverage dihitung mengunakan rumus Syafri, 2009; 307):
1.1.8.
π³πππππππ =
Return on Equity (ROE)
π»ππππ πππππ
π»ππππ ππππππ
ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penghasilan
bersih yang diperoleh perusahaan atas modal yang diinvestasikannya. Semakin
besar rasio ROE mengambarkan semakin baik keadaan perusahaan, sehingga akan
meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Rasio ROE
dirumuskan sebagai berikut (Syamsuddin, 2009;):
πΉπΆπ¬ =
ππππ ππππππ πππππ ππ πππππ
πππ ππ ππππππ
1.1.9. Price Earning Ratio (PER)
Rasio PER menunjukkan perbandingan harga saham di pasar yang
ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima. PER yang tinggi
menunjukkan ekspektasi investor tentang prestasi perusahaan cukup tinggi. Rasio
PER dapat dihitung mengunakan rumus (Syafri, 2009; 311):
π·π¬πΉ =
π―ππππ π·ππππ πΊππππ
π³πππ π©πππππ
2.2. Penelitian Terdahulu
1. Anto (2012), melakukan penelitian dengan judul βAnalisis faktor
fundamental keuangan terhadap resiko sistematis pada perusahaan LQ 45
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010β, Variabel yang
digunakan
yaitu : Curent Ratio, Leverenge, Return on Equity, Price
Erning Ratio dan Beta Saham. Hasil penelitian Ines Ham Antoni yaitu
Varians CR, Leverange, ROH dan PER, merupakan foktor yang
mempengaruhi risiko sistematis pada perusahan LQ45 yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010.
2. Rackmawati (2010) dengan judul penelitian βAnalisis faktor fundamental
terhadap resiko sistematis pada perusahaan LQ 45 yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia Periode 2006-208β, variabel yang digunakan Sales growth,
debt to equity rasio, ROA dan Beta saham. Hasil penelitian adalah Sales
growth, debt to equity rasio, dan ROA, merupakan faktor yang
mempengaruhi resiko sistematis pada perusahaan LQ 45 yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008.
3. Soeroso (2013) dengan judul penelitan βAnalisis faktor fundamental
keuangan terhadap risiko sistematis pada perusahaan LQ45 yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia 2008-2012β. Variabel yang digunakan CR, Total
Debt Equity, Total Asset Turn Over dan Return On Investment dan saham
beta. Hasil penelitian adalah CR, Total Debt Equity, Total Asset Turn
Over dan Return On Investment berpengaruh signifikan terhadap risiko
sistematis pada perusahaan LQ45 yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
2008-2012.
4. Grahani (2013) dengan judul penelitian βANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG
BERPENGARUH
TERHADAP
RISIKO
SISTEMATIS
SAHAM(Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat dalam Indeks
Kompas 100 diBursa Efek Indonesia Januari 2008 β Januari 2013)β,
variael yang digunakn CR, DTA, LDER, TATO,ITO, ADI, WCTO, GPM,
NPM, ROA, ROE dan Beta saham. Hasil penelitian adalah CR, DTA,
LDER, TATO, ITO, ADI, WCTO, GPM, NPM, ROA, dan ROE
berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematis saham (studi empiris
pada perusahaan yang tercatat dalam Indeks Kompas 100 di Bursa Efek
Indonesia Januari 2008-januari2013.
5. Hatta dan Dwiyanto (2012) dengan judul penelitian βThe company
fundamental factors and systematic risk in increasing stock priceβ,
variabel yang digunakan EPS, PER, DER, CR, MPR, DPR, ROA, Beta
dan Stock price. Under Mackinnon white, and Davidson test, it is
discovered that functional relationship model used in this research is
loglinier. Estimation results of stock-price model show that model show
that EPS, PER and HSM variables have positive and signicant effect.
Improvement in these variables will increase stock price. On the other
hand DE and NPM variables have negative and significant effects,
improvement in these variables will decrease stock prise
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul Peneliti
Ines Ham Analisis
faktor
Anto (2012) fundamental
keuangan
terhadap resiko
sistematis pada
perusahaan LQ
45 yang tercatat
di Bursa Efek
Indonesia
Periode
20072010
Variabel Variabel Y
X
Curent
Beta Saham
Ratio,
Levereng
e, Return
on
Equity,
dan Price
Erning
Ratio.
Siska
Analisis
faktor
Rackmawati fundamental
terhadap resiko
(2010)
sistematis pada
perusahaan LQ
45 yang tercatat
di Bursa Efek
Indonesia
Periode
2006208β,
Beta Saham
Sales
growth,
debt to
equity
rasio,dan
ROA
Anditya
Soeroso
(2013)
CR,
Beta
Total
Debt
Equity,
Total
Asset
Turn
Over dan
Return
On
Investme
nt
Analisis
faktor
fundamental
keuangan
terhadap risiko
sistematis pada
perusahaan LQ45
yang tercatat di
Bursa
Efek
Indonesia 20082012
Hasil Peneliti
Hasil penelitian Ines
Ham Antoni yaitu
Varians
CR,
Leverange,
ROH
dan
PER,
merupakan
foktor
yang mempengaruhi
risiko
sistematis
pada
perusahan
LQ45 yang tercatat
di
Bursa
Efek
Indonesia
periode
2007-2012
Hasil
penelitian
adalah Sales growth,
debt to equity rasio,
dan
ROA,
merupakan
faktor
yang mempengaruhi
resiko
sistematis
pada perusahaan LQ
45 yang tercatat di
Bursa
Efek
Indonesia Periode
2006-2008
Hasil
penelitian
adalah CR, Total
Debt Equity, Total
Asset Turn Over dan
Return
On
Investment
berpengaruh
signifikan terhadap
risiko
sistematis
pada
perusahaan
LQ45 yang tercatat
di
Bursa
Efek
Indonesia
20082012.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Peneliti
Judul Peneliti
V- X
V-Y
Hedwig
Ajeng
Grahani
(2013)
ANALISIS
FAKTORFAKTOR
YANG
BERPENGA
RUH
TERHADAP
RISIKO
SISTEMATIS
SAHAM(Stud
i Empiris Pada
Perusahaan
yang Tercatat
dalam Indeks
Kompas 100
diBursa Efek
Indonesia
Januari 2008 β
Januari 2013)
CR,
Beta
DTA,
Saham
LDER,
TATO,
ITO,
ADI,
WCTO,
GPM,
NPM,
ROA,
dan
ROE
Hasil penelitian adalah CR,
DTA, LDER, TATO,
ITO, ADI, WCTO, GPM,
NPM, ROA, dan ROE
berpengaruh signifikan
terhadap risiko sistematis
saham (studi empiris pada
perusahaan yang tercatat dalam
Indeks Kompas 100 di Bursa
Efek Indonesia Januari 2008januari2013.
Atika
Jauharia
Hatta
dan
Bamban
g
Sugeng
Dwiyant
o (2012)
The company
fundamental
factors and
systematic risk
in increasing
stock price
EPS,
PER,
DER,
CR,
MPR,
DPR,
ROA
dan
Beta
Under Mackinnon white, and
Davidson test, it is discovered
that functional relationship
model used in this research is
loglinier. Estimation results of
stock-price model show that
model show that EPS, PER and
HSM variables have positive
and signicant effect.
Improvement in these variables
will increase stock price. On
the other hand DE and NPM
variables have negative and
significant effects,
improvement in these variables
will decrease stock prise.
Stock
price
Hasil Peneliti
2.3 Hipotesis
1. Hubungan CR terhadap risiko sistematis
Current Ratio merupakan rasio yang menghitung kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan mengunakan aktiva lancar yang
tersedia (Syamsuddin, 2009). Semakin tinggi rasio CR mengambarkan
semakin baik kinerja perusahaan tersebut dan dapat menarik minat investor.
2. Hubungan Leverange terhadap risiko sistematis
Dalam penggunaan leverage mempunyai pengaruh yang baik dan buruk.
Apabila leverage tinggi, maka akan meningkatkan laba atau keuntungan
bersih yang diharapkan perusahaan, namun akan memperbesar tingkat risiko
perusahaan tersebut. Perusahaan yang menggunakan dana dengan biaya tetap
dikatakan menghasilkan leverage yang mengguntungkan (favorable financial
leverage) atau efek yang positif, apabila pendapatan yang diterima dari
penggunaan dana lebih besar daripada biaya tetap dari penggunaan dana
tersebut. Dan apabila perusahaan dalam menggunakan biaya tetap itu
menghasilkan efek yang menguntungkan dana bagi pemegang saham biasa
(pemilik modal sendiri), yaitu bentuknya memperbesar EPSnya, maka dapat
dikatakan perusahaan tersebut menjalankan βtrading on the equityβ. Menurut
Riyanto (1995) trading on the equity adalah penggunaan dana yang disertai
dengan biaya tetap di mana dalam penggunaannya dapat menghasilkan
pendapatan yang lebih besar daripada biaya tetap tersebut. Sebaliknya apabila
perusahaan
yang
menggunakan
dana
dengan
biaya
tetapdikatakan
menghasilkan leverage yang merugikan (unfavorable financial leverage) atau
efek yang negatif, apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan
dari penggunaan dana tersebut sebanyak biaya tetap yang harus dibayar
(Riyanto, 1995: 375).
3. Hubungan ROE terhadap risiko sitematis
ROE adalah suatu ukuran tingkat pengembalian yang diharapkan oleh
pemegang saham bank. Yang berjumlah kira-kira keuntungan bersih yang
diterima pemegang saham dari menginvestasikan modalnya di bank
(mendapatkan dananya pada risiko dengan harapan memperoleh keuntungan
yang sesuai).
Seorang investor selalu mengharapkan profit dalam investasinya, maka
dariitu rasio pertumbuhan profitabilitas perusahaan juga menjadi hal yang
diperhatikan investor. Salah satu rasio profitabilitas yang terdapat dalam
laporan keuangan adalah ReturnOn Equity. Nilai Return On Equity yang
positif menunjukkan baiknya kinerja manajemen dalam mengelola modal
yang ada untuk menghasilkan laba. Menurut Chrisna dalam Hutami (2012:2)
kenaikan ROE biasanya diikuti oleh kenaikan harga saham perusahaan yang
bersangkutan. Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien penggunaan
modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.
4. Hubungan PER terhadap resiko sistematis
Price Earning ratio (PER) adalah rasio yang membandingkan antara harga
saham dengan laba per lembar saham (earning per share). Rasio ini sering
dipakai untuk mengelompokkan saham berdasarkan tingkat pertumbuhannya.
Perusahaan yang berkembang dengan cepat bahkan maju biasanya
mempunyai PER yang tinggi. Sedangkan perusahaan dengan perkembangan
yang lambat mempunyai PER yang rendah. Investor bersedia membeli saham
dengan PER yang tinggi karena mereka mengharapkan akan memperoleh
aliran kas masuk yang lebih besar dimasa yang akan datang.
Per yang tinggi membuat harga saham dinilai tinggi, sebab rasio ini
mengambarkan besarnya keuntungan saham. Dengan tingginya PER berarti
tinggi pula earning perusahaan tersebut hal ini akan membuat harga saham
meninggkat dan hal ini akan menyebabkan banyak investor yang berminat
untuk memilikinya. Jadi dapat di ambil kesimpulan apabila PER suatu
perusahaan tinggi maka harga saham di pasar modal akan semakin tinggi,
demikian pula dengan beta sahamnya. Hal tersebut dikarenakan beta
merupakan parameter yang mengukur perubahan yang diharapkan atas
pengembalian suatu saham bila terjadi perubahan pada pengambilan pasar
(yang diukur dengan indeks pasar).
Dari uraian mengenai Penelitian Terdahulu dan Tinjauan Pustaka, berikut
dijelaskan hubungan antara variabel CR, Leverage, ROE, PER terhadap risiko
sistematik :
H1 : CR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematik pada
perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β 2013.
H2 : leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko sistematik
perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β 2013.
H3 : ROE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematik
pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009 β
2013.
H4 : PER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematis
pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia 2009 β 2013.
H5 : CR, Leverage, ROE dan PER berpengaruh secara simultan terhadap
risiko sistematik pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia
periode 2009 β 2013.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Price Earning Ratio
(PER)
Return On Equity
(ROE)
Risiko Sistematis
Leverage
Current Ratio
(CR)
LQ 45