Peranan Pasar Tradisional Dalam Pengembangan Wilayah (Studi Di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang)

(1)

TESIS

Oleh

SANDI SIHOMBING

087003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

PERANAN PASAR TRADISIONAL DALAM PENGEMBANGAN

WILAYAH (STUDI DI KECAMATAN DELI TUA

KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SANDI SIHOMBING

087003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : PERANAN PASAR TRADISIONAL DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI DI KECAMATAN DELI TUA KABUPATEN DELI

SERDANG) Nama Mahasiswa : Sandi Sihombing Nomor Pokok : 087003061

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA) Ketua

(Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec) (Drs. Rujiman, MA) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec

2. Drs. Rujiman, MA 3. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si 4. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh

karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, Desember 2010 Yang membuat pernyataan,

SANDI SIHOMBING


(6)

ABSTRAK

Sandi Sihombing NIM 087003061 Peranan Pasar Tradisional dalam Pengembangan Wilayah (Studi di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang). Ketua Komisi Pembimbing Bapak Prof.Dr.Marlon Sihombing, MA, Anggota Pembimbing Bapak Wahyu Ario Pratomo ,SE. M.Ec dan Bapak Drs. Rujiman, MA

Melihat begitu pentingnya peran pasar tradisional, perlu dikaji hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pedagang. Untuk mempertahankan pasar tradisional perlu koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam meningkatkan peran pasar dalam mendukung kesejahteraan pedagang tradisional.

Penelitian ini dilakukan di Deli Tua, dengan mengambil lokasi pasar tradisional yang dikelola Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. Pasar tradisional yang diteliti adalah adalah pasar tradisional Deli Tua. Dalam penelitian ini ditetapkan 119 orang pedagang. Alat analisa data yang digunakan adalah regresi linier berganda (uji F) dan (uji t). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang menjelaskan keadaan lapangan penelitian.

Dari hasil penelitian bahwa pasar tradisional Deli Tua berperan dalam

meningkatkan pendapatan pedagang tradisional. Pedagang tradisional di berdasarkan usia umumnya adalah berusia 20 hingga 30 tahun, berdasarkan agama

umumnya adalah penganut agama Islam, berdasarkan etnis umumnya adalah suku Karo/Dairi, berdasarkan daerah asal umumnya berasal dari wilayah kota Medan dan sekitarnya.

Hubungan antara dimensi berdasarkan hasil analisis regresi, faktor modal, jam kerja, lama kerja, lokasi usaha dan pendidikan secara serentak signifikan mempengaruhi pendapatan pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. Secara parsial variabel modal, jam kerja, lama kerja dan lokasi usaha diuji pada taraf signifikansi 1 % menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. Namun variabel tingkat pendidikan tidak signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden.

Terciptanya pasar tradisional yang dalam meningkatkan pendapat pedagang dan terbukanya lapangan kerja tidak terlepas pengembangan wilayah dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait. Diharapkan adanya peran pemerintah memberikan perlindungan hukum dan peraturan untuk dapat memperbaiki kualitas hidup pedagang tradisional serta memberi kemudahan berupa kredit modal usaha, sehingga pedagang tradisional dapat beranjak dari kesan usaha marginal menuju usaha yang lebih baik dan bermartabat.


(7)

ABSTRACT

Sandi Sihombing Reg. No. (NIM) 087003061 The Role of Traditional Market in the Regional Development (Study at Sub-district of Deli Tua, Regency of Deli Serdang). The chairperson of Counseling Commission Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, Members Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec and Drs. Rujiman, MA

For the importance of the traditional market, it is important to study factors influence the success of the increasing of the traders. For the survive software traditional market, it needs a coordination with any institution in the increasing of market role to support the welfare of traditional trader.

This research was conducted at Deli Tua in the location of traditional market managed by Market Office of Deli Serdang regency. The studied traditional market is the traditional market of Deli Tua. In this research, there are 119 traders. The data analysis applied in this research is multi linear (F-test) and t test). The applied method is a descriptive method that describes the researched field.

Based on the results of research indicates that traditional market of Deli Tua has a role in the increasing of the income of traditional trader. The traditional trader based on the age has age between 20 up to 30 years old, and based on religion is more of them are Muslim, based on ethnic is more of them are Karo/Dairi ethnic, and based on the original area is more of them comes from Medan and its environs.

A correlation between dimension based on the results of regression analysis, capital factor, work hours, work duration, business location and education influence the income of traditional trader significantly at sub district of Deli Tua. Partially, capital, work hours, work duration and business location variables are tested in significant level 1% that indicates the significant influence to the income of traditional trader at sub district of Deli Tua. But the educational level has not a significant influence to the income of the respondent.

The existence of traditional market in order to increase the income of trader and the opening of job field is an integrated part of the regional or area development and the mutual cooperation with the related institutions. It hope a role of government in provide the traditional traders with law protection and rule in order to increase the living quality of the traditional trader in addition to provide them with capital loan to enable them develop their business successfully.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan Karunia yang telah diberikan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:”. Peranan Pasar Tradisional Dalam Pengembangan Wilayah (Studi di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang)”. Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Segenap perhatian yang telah diberikan kepada Penulis merupakan sumbangsih yang sangat berharga, untuk itu penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, Selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Rujiman,MA yang masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam mengkoreksi dan membantu penulis dalam proses penelitian tesis ini.

5. Kepada Orangtuaku, yang telah memberikan dukungan dan doa selama menjalani proses pembelajaran di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

6. Kepada abang, kakak, adik-adik yang selalu memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

7. Eta Siburian yang selalu mendampingi dan memberi semangat dalam proses pengerjaan tesis.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu, yang tidak dicantumkan dalam tulisan ini, semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 31 Desember 2010 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Sandi Sihombing, Lahir di Medan pada tanggal 4 Januari 1985. Anak ke-4 dari 7 bersaudara, Ayah Drs.W.Sihombing dan Ibu R.Br Siahaan.

Menamatkan Pendidikan Sekolah dasar Negeri pada Tahun 1997 di Medan, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Medan pada Tahun 2000, Sekolah Menegah Atas Negeri I Medan pada Tahun 2003 kemudian melanjutkan pendidikan di STPDN Jatinangor dan Tamat pada Tahun 2008.

Pada Bulan Juli Tahun 2007 mulai bertugas di Kabupaten Deli Serdang dengan penugasan pertama pada Badan Kepegawaian Kabupaten Deli Serdang,

kemudian Inspektorat Kabupaten Deli Serdang dan pada saat ini bertugas di Kelurahan Deli Tua Timur Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.

Atas izin belajar dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, tahun 2009 melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Teoritis ... 4

1.4.2. Praktis... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pengertian dan Ciri-ciri Sektor Informal... 6

2.2 Paradigma Baru Sektor Informal ... 8

2.3 Dampak Eliminasi Sektor Informal ... 12

2.4 Pengembangan Wilayah... 16

2.5 Revitalisasi Peran Sektor Informal dalam Pengembangan Wilayah ... 18

2.6 Konsep Pendapatan dan Pembelian ... 22


(12)

2.6.2 Lokasi... 26

2.6.3 Waktu ... 28

2.7 Penelitian Terdahulu ... 28

2.8 Kerangka Berpikir... 30

2.9 Hipotesis... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Tempat dan Waktu ... 31

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 32

3.5 Teknik Analisis Data... 33

3.6 Definisi Operasional ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Hasil Penelitian ... 36

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Deli Tua... 36

4.1.1.1 Sejarah singkat ... 36

4.1.1.2 Kondisi geografis dan pemerintahan... 36

4.1.2. Profil Pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua.. 40

4.1.2.1 Usia responden ... 40

4.1.2.2 Agama responden ... 41

4.1.2.3 Suku/etnis responden ... 42

4.1.2.4 Daerah asal responden ... 43

4.1.2.5 Jumlah tanggungan dalam keluarga ... 44

4.1.3 Peran Pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua dalam Menyerap Tenaga Kerja ... 45

4.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Tradisional ... 48

4.1.4.1 Modal ... 49


(13)

4.1.4.3 Lama berjualan ... 52

4.1.4.4 Lokasi berjualan ... 53

4.1.4.5 Pendidikan responden ... 55

4.2 Pembahasan... 61

4.2.1. Peran Pasar Tradisional dalam Pengembangan Wilayah ... 61

4.2.2 Pengaruh Faktor Modal, Jam Kerja, Lama Berjualan, Lokasi Usaha, dan Tingkat Pendidikan Berpengaruh terhadap Pendapatan Pedagang Tradisional... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran-saran... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Luas Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Deli Tua Tahun

2008... 37

4.2 Jumlah Rumah Tangga, Jumlah penduduk dan rata-rata penduduk/Rumah Tangga di Kecamatan Deli Tua Tahun 2008... 38

4.3. Komposisi Mata Pencaharian penduduk menurut Kecamatan Deli Tua Tahun 2008 ... 39

4.4. Komposisi Penduduk Kecamatan Deli Tua Berdasarkan Agama Dirinci Menurut Kelurahan/Desa... 39

4.5. Umur Responden... 41

4.6. Agama Responden ... 41

4.7. Suku/Etnis Responden ... 43

4.8. Daerah Asal Responden ... 44

4.9. Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Responden ... 44

4.10. Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan Responden ... 45

4.11. Status Tenaga Kerja yang Digunakan Responden ... 46

4.12. Gaji yang Diberikan Responden perhari Kepada Karyawan (dalam rupiah) per Hari ... 47

4.13. Descriptive Stastistics... 48

4.14. Pendapatan Responden Perhari (dalam satuan rupiah) ... 48

4.15. Modal Lancar yang Digunakan Responden Setiap Hari (dalam satuan rupiah) ... 50

4.16. Descriptive Stastistics... 50

4.17. Modal Lancar Responden terhadap Pendapatan ... 51

4.18. Jam Kerja yang Digunakan Responden (dalam satuan jam/hari) ... 51

4.19. Jam Kerja Responden terhadap Pendapatan ... 52

4.20. Lama Berjualan Responden (dalam satuan tahun)... 52


(15)

4.22. Lokasi Berjualan Responden (dalam satuan skala)... 54

4.23. Lokasi Berjualan Responden terhadap Pendapatan ... 55

4.24. Tingkat Pendidikan Responden... 55

4.25. Tingkat Pendidikan Responden terhadap Pendapatan ... 56


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 72 2. Rekapitulasi Jawaban Responden ... 76 3. Hasil Penelitian ... 80


(18)

ABSTRAK

Sandi Sihombing NIM 087003061 Peranan Pasar Tradisional dalam Pengembangan Wilayah (Studi di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang). Ketua Komisi Pembimbing Bapak Prof.Dr.Marlon Sihombing, MA, Anggota Pembimbing Bapak Wahyu Ario Pratomo ,SE. M.Ec dan Bapak Drs. Rujiman, MA

Melihat begitu pentingnya peran pasar tradisional, perlu dikaji hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pedagang. Untuk mempertahankan pasar tradisional perlu koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam meningkatkan peran pasar dalam mendukung kesejahteraan pedagang tradisional.

Penelitian ini dilakukan di Deli Tua, dengan mengambil lokasi pasar tradisional yang dikelola Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. Pasar tradisional yang diteliti adalah adalah pasar tradisional Deli Tua. Dalam penelitian ini ditetapkan 119 orang pedagang. Alat analisa data yang digunakan adalah regresi linier berganda (uji F) dan (uji t). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang menjelaskan keadaan lapangan penelitian.

Dari hasil penelitian bahwa pasar tradisional Deli Tua berperan dalam

meningkatkan pendapatan pedagang tradisional. Pedagang tradisional di berdasarkan usia umumnya adalah berusia 20 hingga 30 tahun, berdasarkan agama

umumnya adalah penganut agama Islam, berdasarkan etnis umumnya adalah suku Karo/Dairi, berdasarkan daerah asal umumnya berasal dari wilayah kota Medan dan sekitarnya.

Hubungan antara dimensi berdasarkan hasil analisis regresi, faktor modal, jam kerja, lama kerja, lokasi usaha dan pendidikan secara serentak signifikan mempengaruhi pendapatan pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. Secara parsial variabel modal, jam kerja, lama kerja dan lokasi usaha diuji pada taraf signifikansi 1 % menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. Namun variabel tingkat pendidikan tidak signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden.

Terciptanya pasar tradisional yang dalam meningkatkan pendapat pedagang dan terbukanya lapangan kerja tidak terlepas pengembangan wilayah dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait. Diharapkan adanya peran pemerintah memberikan perlindungan hukum dan peraturan untuk dapat memperbaiki kualitas hidup pedagang tradisional serta memberi kemudahan berupa kredit modal usaha, sehingga pedagang tradisional dapat beranjak dari kesan usaha marginal menuju usaha yang lebih baik dan bermartabat.


(19)

ABSTRACT

Sandi Sihombing Reg. No. (NIM) 087003061 The Role of Traditional Market in the Regional Development (Study at Sub-district of Deli Tua, Regency of Deli Serdang). The chairperson of Counseling Commission Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, Members Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec and Drs. Rujiman, MA

For the importance of the traditional market, it is important to study factors influence the success of the increasing of the traders. For the survive software traditional market, it needs a coordination with any institution in the increasing of market role to support the welfare of traditional trader.

This research was conducted at Deli Tua in the location of traditional market managed by Market Office of Deli Serdang regency. The studied traditional market is the traditional market of Deli Tua. In this research, there are 119 traders. The data analysis applied in this research is multi linear (F-test) and t test). The applied method is a descriptive method that describes the researched field.

Based on the results of research indicates that traditional market of Deli Tua has a role in the increasing of the income of traditional trader. The traditional trader based on the age has age between 20 up to 30 years old, and based on religion is more of them are Muslim, based on ethnic is more of them are Karo/Dairi ethnic, and based on the original area is more of them comes from Medan and its environs.

A correlation between dimension based on the results of regression analysis, capital factor, work hours, work duration, business location and education influence the income of traditional trader significantly at sub district of Deli Tua. Partially, capital, work hours, work duration and business location variables are tested in significant level 1% that indicates the significant influence to the income of traditional trader at sub district of Deli Tua. But the educational level has not a significant influence to the income of the respondent.

The existence of traditional market in order to increase the income of trader and the opening of job field is an integrated part of the regional or area development and the mutual cooperation with the related institutions. It hope a role of government in provide the traditional traders with law protection and rule in order to increase the living quality of the traditional trader in addition to provide them with capital loan to enable them develop their business successfully.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Pasal 33 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-4 menyebutkan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Isi dan makna pasal tersebut secara jelas diatur adanya hak melakukan kegiatan ekonomi dengan prinsip kebersamaan, yang artinya tidak membedakan setiap warga Negara, sehingga seluruh kegiatan ekonomi terbuka luas untuk digeluti.

Demikian halnya pasal 27 ayat 2 juga secara nyata menyebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Berdasarkan pasal ini dapat dipastikan bahwa setiap warga Negara berhak akan suatu pekerjaan, namun karena keterbatasan Negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal, sehingga masih banyak dijumpai masyarakat yang bekerja pada lapangan pekerjaan informal bahkan sebahagian lainnya tidak memiliki pekerjaan sama sekali (pengangguran).

Lapangan pekerjaan informal yang bergulir di pasar tradisional merupakan salah satu pilihan masyarakat dalam memperoleh rejeki, pasar tradisional yang menjadi tempat pertemuan berbagai jenis usaha informal, dengan pedagang pembeli


(21)

dan pembeli pemakai selalu memberikan berbagai alternative kegiatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Supriatna, 1997).

Pasar tradisional adalah bentuk terawal dari pasar yang terdiri dari deretan kios/stan yang umumnya berada di ruang terbuka, di tempat semacam inilah petani dan pedagang sejak waktu dulu melakukan pertukaran hasil pertanian mereka. Pada pemukiman yang kecil, pasar tradisional mengambil tempat di sepanjang jalan utama di daerah itu pada kedua sisinya. (Gallion, 1986).

Pasar tradisional secara umum diidentikkan dengan keadaan jual beli dengan proses tawar menawar tanpa batas, serta bebas memilih barang yang akan dibeli, disamping itu juga pasar tradisional selalu disamakan dengan keadaaan yang kumuh bahkan cenderung becek, kotor serta beraroma tidak sedap.

Menurut Nielsen dalam Hasan (2006), seluruh pasar tradisional sebanyak 13.450 unit, terancam mati selama delapan tahun kedepan yang artinya akan menyengsarakan sebanyak 12,6 juta jiwa pedagang pasar tradisional beserta keluarganya, hal ini sesuai dengan perkembangan pasar tradisional -8% pertahun, serta pertimbangan perkembangan hipermarket sebesar 31,4 % pertahun, dengan total

nilai dari asetnya adalah sebesar 65 triliun

Menurut Basalah dalam Fadillah (2001), pasar tradisional yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia itu, ternyata menghadapi masalah untuk bias berkembang. Masalah tersebut timbul karena adanya persaingan dengan pasar modern, seperti


(22)

supermarket, atau pasar modern lainnya. Hal lain yang menghambat perkembangan pasar tradisional adalah sarana dan prasarana pendukung.

Keberadaaan pasar tradisional di Propinsi Sumatera Utara diawali dari pasar yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 1932 dan menghabiskan biaya sebesar 1.567.208 Gulden (Pemda Tingkat I Sumatera Utara, 1996) itu kemudian menjadi suatu generator aktivitas komersial yang signifikan di medan pada masa itu, dan dinyatakan sebagai kawasan pusat pasar terbesar, termegah dan terbersih di Asia Tenggara. Sejak saat itu, kawasan sekitar jalan Sutomo, yang kala itu bernama Wilhelminestraat, dan jalan Sambu, yang dahulu disebut Hospitaalweg, kemudian dikenal dengan sebutan pusat pasar dan berkembang menjadi kawasan komersial hingga saat ini. (Kompas, Minggu, 9 September 2001) dalam http://www.arsitek turindis.com/index.php/archieves/2001/09.

Demikian halnya keberadaan pasar tradisional di Kabupaten Deli Serdang tidak jauh berbeda dengan pasar-pasar tradisional lainnya. Salah satu pasar tradisional yang berkembang dengan baik adalah pasar tradisional Deli Tua. Pasar Tradisional Deli Tua berada pada Jalan Besar Deli Tua. Pasar tradisional Deli Tua adalah pasar yang dikelola oleh Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang, keberadaan pasar Deli Tua pada saat ini telah berkembang hingga menempati tepi Jalan Besar Deli Tua.

Sedemikian besarnya perkembangan pasar tradisional ini sehingga dipandang perlu dilakukan penelitian tentang daya serap dan jenis-jenis usaha yang tersedia di dalam aktivitas Pasar Tradisional Deli Tua ini.


(23)

1.6. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagaimanakah peran pasar dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Deli Tua? Apakah faktor modal, jam kerja, lama berjualan, lokasi usaha, dan tingkat pendidikan

berpengaruh terhadap pendapatan pedagang tradisional di Kecamatan Deli Tua?

1.7. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan profil pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua.

2. Menguraikan peran pedagang Tradisional Deli Tua Kota dalam menyerap tenaga kerja.

3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang Tradisional Deli Tua

1.8. Manfaat Penelitian 1.4.1.Teoritis

Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama menyangkut ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah pedesaan dan perkotaan.


(24)

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya Dinas Pasar tentang peran serta pasar tradisional Deli Tua dalam penciptaan lapangan kerja (tersedianya tempat bekerja masyarakat di sektor informal), serta peningkatan pengelolaan pasar tradisional Deli Tua.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pasar tradisional dan penciptaan lapangan kerja (terutama pada sektor informal).

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang pasar tradisional Deli Tua dan penciptaan lapangan kerja.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Ciri-ciri Sektor Informal

Sektor pekerjaan formal dan informal menurut Jayadinata (1999), dapat dibedakan dari bentuk usaha, cara kerja serta sumber biaya/modal. Sektor formal adalah kegiatan usaha yang bentuknya terorganisasi, cara kerjanya teratur dan pembiayaannya dari sumber resmi, menggunakan buruh dengan tingkat upah tertentu. Sedangkan sektor informal bentuknya tidak terorganisasi (kebanyakan usaha sendiri), cara kerjanya tidak teratur, modal kerja dibiayai sendiri atau sumber tak resmi, serta dikerjakan oleh anggota keluarga.

Istilah “sektor informal” pertama kali dikembangkan oleh Hart (1971), bermula dari penggambaran kehidupan angkatan kerja perkotaan yang berada di luar pasar tenaga kerja yang terorganisir. Pengertian dari sektor pekerjaan yang

kurang terorganisir itu mencakup pengertian yang seringkali diistilahkan secara umum dengan “usaha sendiri”. Suatu jenis pekerjaan yang sulit dicacah, karena itu sering dilupakan dalam sensus resmi, serta akhirnya merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.

Berbagai jenis pekerjaan sektor informal terutama yang berkembang di kota-kota negara Dunia Ketiga menurut Bremen (1980), adalah; pedagang kaki

lima, penjual koran, anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios, pelacur, pengemis, penjaja barang, pengemudi becak dan seterusnya. Pekerja sektor informal ini merupakan kumpulan pedagang kecil; pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil


(26)

serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah serta tidak tetap; hidup mereka serba kesusahan dan semi-kriminal pada batas-batas perekonomian kota.

Hart (1971), merangkum beberapa ciri sektor informal yakni; bersifat padat karya, kekeluargaan, pendidikan formal rendah, skala kegiatan kecil, tidak ada proteksi pemerintah, keahlian dan keterampilan rendah, mudah dimasuki, tidak stabil, dan tingkat penghasilan rendah. Sedangkan Todaro (1998), mencirikan pekerjaan sektor informal melalui; kegiatan produksinya berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, padat karya, menggunakan teknologi yang sederhana, dan biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Di samping itu, mereka tidak memiliki keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja. Produktivitas dan pendapatan mereka relatif rendah, tidak memiliki jaminan keselamatan kerja maupun fasilitas-fasilitas kesejahteraan.

Menurut Wirosardjono (1985), sektor informal dicirikan sebagai berikut; pola kegiatannya tidak teratur dalam artian baik waktu, permodalan maupun penerimaannya tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah; modal peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian; umumnya tidak mempunyai tempat usaha lain yang besar; dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah; tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama; serta tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.


(27)

Sektor informal dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Sjahrir (1985), membuat garis besar kegiatan sektor informal ke dalam enam kategori yakni; (a) sektor perdagangan, (b) sektor jasa, (c) sektor industri pengolahan, (d) sektor angkutan, (e) sektor bangunan, dan (f) sektor perbankan. Setiap bagian tersebut dibedakan lagi atas sub-sub kegiatan, misalnya di sektor perdagangan terdiri dari penjual makanan, penjual barang bekas, tukang goni botot, penjual obat-obat tradisional, penjual air, dan broker. Sektor jasa terdiri dari pembantu rumah tangga, pelayan toko dan rumah makan. Sektor industri pengolahan terdiri dari pengrajin dan buruh kasar. Sektor angkutan terdiri dari pengemudi becak, pengemudi taksi, dan tukang ojek. Sektor bangunan terdiri dari kuli bangunan, sedangkan sektor perbankan misalnya rentenir.

Umumnya pekerja sektor informal ini adalah pendatang baru dari daerah pedesaan yang gagal memperoleh tempat di sektor formal. Motivasi kerja mereka semata-mata terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan bukan untuk menumpuk keuntungan atau meraih kekayaan. Satu-satunya yang harus dan dapat mereka andalkan hanyalah tenaga atau diri mereka sendiri.

2.2. Paradigma Baru Sektor Informal

Mengukuti alur teori dualisme dalam ekonomi, munculnya sektor informal disebabkan karena kehadiran industri dalam sektor modern ternyata tidak mampu menyerap angkatan kerja yang kian lama tumbuh berkembang. Dengan kata lain, kehadiran industri modern yang diharapkan mampu menyerap pertumbuhan angkatan


(28)

kerja yang sebagian besar dialihkan dari sektor subsisten desa agar terlibat dalam sistem perkonomian non-pertanian, ternyata tidak mampu mengimbangi kelebihan angkatan kerja dimaksud.

Tingkat industrialisasi yang rendah dan terjadinya kelebihan tenaga kerja menjadi sebab utama timbulnya sistem dualistis ekonomi di perkotaan. Dengan demikian menurut Gordon (1972), sektor informal dalam konteks dualisme ekonomi muncul dari massa pekerja kaum miskin yang produktifitasnya rendah bila dibandingkan dengan pekerja di sektor formal, sehingga menutup kesempatan bagi mereka untuk dapat bekerja pada sektor tersebut.

Sektor informal menurut International Labour Organization (1976), menjadi penampung “sisa” penduduk kota. Definisi ini sangat menyudutkan pekerja sektor informal yang menempatkannya pada posisi subordinat, karena pekerja sektor informal dianggap sebagai parasit yang dapat memperburuk suasana kota. Munculnya pandangan seperti ini, akibat dari kurangnya pengetahuan tentang aspek sosial budaya orang miskin, sehingga sektor informal sering dianalogikan sebagai sektor tradisional, antitesis dari sektor modern. Sering terjadi kontribusi sektor informal terhadap pembangunan kota menjadi terlupakan.

Untuk merumuskan kerangka yang tepat, analisis sektor informal dapat dilihat dari aspek latar belakang usaha, besar usaha, dan komposisi usaha. Sehingga dengan memahami ruang lingkup determinan-determinan sosialnya, seperti pendapatan yang rendah; pekerjaan yang tidak tetap; pendidikan yang tidak memadai; tingkat


(29)

organisasi yang rendah; serta unsur-unsur lain yang dapat menjadi sumber ketidakpastian, dapat menghindari salah tafsir terhadap sektor informal.

Pandangan sebelah mata terhadap eksistensi sektor ini segera berubah, manakala ditemukan fakta bahwa sektor informal memberi nilai manfaat ekonomis yang sangat efisien dan menguntungkan terutama terhadap kesempatan kerja (Miraza, 1989). Dalam perspektif ekonomi, sektor informal dipandang sebagai suatu sistem produksi (mode of production) yang lebih menekankan pada aspek lingkungan tempat bekerja dan bukan pada jenis pekerjaannya. Namun di sisi lain, sektor informal tidak dapat dibatasi hanya pada suasana ekonomi semata, banyak variabel yang mesti dipertimbangkan. Penelitian-penelitian dalam bidang ini menunjukkan bahwa menggunakan berbagai pendekatan, seperti sosiologi, geografi, antropologi dalam merumuskan kebijakan masalah sektor informal sangat memberi arti bagi upaya penetapan konsep yang tepat (Wirosardjono, 1985). Menggunakan pendekatan antardisiplin ilmu dalam pengkajian sektor informal dapat membantu penelusuran ilmiah, sehingga kerangka konsep tentang sektor informal dapat tersusun secara sistematis.

Berdasarkan studi-studi yang pernah dilakukan, misalnya Miraza (1989); Zahrah (2003); Tohar (2003); menyimpulkan bahwa pekerjaan sektor informal telah berhasil menurunkan tingkat urbanisasi dan para pekerjanya dilahirkan di daerah kota atau setidaknya telah lama tinggal di kota. Dengan demikian pekerja sektor informal tidak melulu kaum migran yang berasal dari desa. Sehingga masalah sektor informal


(30)

di perkotaan. Sektor informal tidak lain merupakan bagian dari kota, jalinan paling istimewa antara sektor informal dengan lingkungan adalah menyangkut pertukaran timbal balik antara kota dan desa serta cara produksinya masing-masing.

Untuk merubah pandangan subordinat terhadap pekerjaan sektor informal, maka antara sektor formal dan informal perlu dilihat secara objektif dan seharusnya tidak perlu dipertentangkan. Dalam kenyataannya, selama ini terjadi ketimpangan struktural dalam menafsirkan segala sesuatu yang berhubungan dengan sektor informal. Padahal sektor ini dalam berbagai bentuk kegiatan perekonomian kota, dapat menampung angkatan kerja yang masih menganggur. Peran yang dimainkannya begitu signifikan sebagai penyangga (buffer zone) dalam proses pembangunan. Banyak kegiatan perekonomian sektor informal yang memberikan pekerjaan kepada penduduk, meningkatkan pendapatan (walaupun sedikit dan tidak tetap), namun mereka bisa mempertahankan kehidupan yang subsisten.

Munculnya paradigma baru yang menepis pertentangan antara sektor formal dan informal serta ketimpangan struktural, ditandai dengan pencabutan peraturan-peraturan diskriminatif dan tindakan-tindakan yang merintangi upaya berkembangnya sektor informal. Melalui paradigma baru ini, telah mendorong lahirnya pemikiran yang apresiatif terhadap sektor informal, dan kedudukannya dengan sektor formal berada pada posisi yang sejajar. Bahkan dalam kedudukannya masing-masing keduanya berperan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah.

Bremen (1980), sebagai penggagas paradigma baru ini menggunakan berbagai sudut pandang dalam melihat peran sektor informal yang memberikan andil yang


(31)

cukup besar dalam peningkatan produk nasional. Mengingat perannya yang signifikan dalam pembangunan, strategi pembinaan sektor informal masih terus berlanjut, terutama dalam hal pemberian program bantuan terencana oleh pemerintah. Pemerintah perlu membantu dalam pemberian fasilitas kredit. Begitu juga kepedulian kaum profesional (pengusaha, pemilik modal) sangat dituntut dalam pemberian penyuluhan manajemen; penataran keterampilan; promosi pemasaran; penyediaan bahan baku; kepada pekerja sektor informal yang muaranya adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi pelaku-pelaku usaha kecil (mikro).

Bahwa masalah utama yang dihadapi pekerja sektor informal menurut Todaro (1998), adalah menyangkut keterbatasan modal kerja. Oleh karenanya, pemberian kredit lunak akan sangat membantu unit-unit yang lebih banyak, sehingga pada akhirnya akan menciptakan pendapatan dan lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Untuk dapat meningkatkan modal, pekerja sektor informal memperoleh kemudahan memperoleh skim kredit lunak dari lembaga-lembaga keuangan/ perbankan.

2.3. Dampak Eliminasi Sektor Informal

Upaya memaksimalisasi peran sektor informal dalam pembangunan, sering dihadapkan pada dilema, pada satu sisi pemerintah ingin memberi kemudahan fasilitas bagi rakyat kecil perkotaan untuk mencari nafkah melalui berbagai sumberdaya yang tersedia, namun di sisi lain pemerintah juga ingin menciptakan suasana kehidupan kota yang bersih, rapi dan asri. Sikap ambivalen pemerintah itu terlihat melalui slogan-slogan dukungannya terhadap pembinaan usaha rakyat kecil


(32)

(notabene pekerja sektor informal), sehingga perlu didorong dan dikembangkan. Pada saat yang sama, pemerintah tidak henti-hentinya melakukan upaya penggusuran demi memperindah kota sehingga mempersempit ruang gerak pekerja sektor informal.

Komplek pemukiman kumuh (slum) yang umumnya dihuni pekerja sektor informal selalu menjadi incaran penggusuran karena disinyalir dapat menimbulkan masalah bagi pengembangan wilayah kota, seperti kemacetan lalu lintas dan sebagai tempat penampungan penghuni liar. Pemukiman kumuh biasanya terjadi karena empat hal yang saling berkaitan dan saling meneguhkan, yaitu kepadatan penduduk, pekerjaan dan penghasilan penghuni yang tidak tetap, tidak mendapat layanan publik, dan gaya hidup pedesaan yang tak lagi cocok dengan kehidupan kota (Surbakti dalam

Suyanto, ed., 1995). Dalam perspektif perencana kota, selain dicap liar dan menjadi sumber penyebab munculnya segala gangguan, sektor ini seakan-akan dipandang sama sekali tidak memberi sumbangan apapun bagi masyarakat sekitar maupun perkembangan kota pada umumnya.

Secara fisik upaya-upaya penggusuran dan meminggirkan segala sesuatu yang berbau informal memang dapat membuat suasana kota tampak indah dan bersih. Tetapi konsep pengembangan wilayah, bukan hanya berorientasi fisik, lebih dari itu peningkatan kualitas hidup yang menciptakan harga diri pada masyarakat, merupakan aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan proses pembangunan dan pengembangan wilayah. Sebagaimana Todaro (1998), mengatakan kecukupan (sustenance); jati diri (self-esteem); serta kebebasan (freedom); adalah tiga serangkai yang menjadi hakekat pembangunan. Ketiga hal ini merupakan tujuan


(33)

pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam bentuk di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.

Usaha penggusuran bagi masyarakat pekerja sektor informal, selain memperkecil peluang untuk memiliki rumah sendiri, sesungguhnya dapat berpontesi mematikan atau mengeleminir ruang gerak rakyat miskin perkotaan untuk tetap survive. Penggusuran bukan hanya sekedar menggusur tempat tinggal, tetapi juga menggusur sebagian penyangga ekonomi rakyat miskin. Bagi golongan masyarakat miskin perkotaan, rumah memang bukan hanya sekedar tempat tidur atau berteduh saja, tetapi rumah merupakan tempat bekerja dan sekaligus tempat untuk mengayam jaringan sosial ekonomi yang menunjang mekanisme survival penghuninya.

Sektor informal yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat miskin (golongan marginal kota), mulai tidak berdaya karena dijejali dengan berbagai kebijakan pembangunan kota yang sangat berkiblat ke Barat. Plaza, supermarket maupun hipermarket dibiarkan banyak bermunculan; di sisi lain daerah operasi becak dibatasi atau bahkan dilarang sama sekali; pedagang asongan digusur; dan berbagai usaha memoles kota menjadi gemerlap umumnya cenderung semakin mempersempit ruang gerak pekerja sektor informal untuk berkembang.

Ada kesan, segala hal yang berbau tradisional dan terklasifikasi informal adalah sesuatu yang dianggap jelek dan memalukan, sehingga perlu dimarginalisasi dan dieliminasi eksistensinya. Soemardjan (dalam Suyanto, 1995), mengatakan;


(34)

di mata perencana kota, acapkali muncul keyakinan bahwa jaringan dan pranata sosial sektor informal tidak saja kurang mendukung tumbuhnya etik wiraswasta yang kompetibel, tetapi juga diyakini jaringan dan pranata sosial itu harus ditransformasikan atau sama sekali dihilangkan demi pembangunan ekonomi.

Kebijakan pembangunan kota dengan cara membatasi ruang gerak pekerja sektor informal, justru tidak membuat kota menjadi gemerlap dan maju, tetapi wajah kota semakin tercoreng oleh berbagai masalah sosial yang terjadi seiring dengan menyempitnya peluang kerja di berbagai sektor. Tak dapat dielakkan bila kondisi ini terus berlangsung, maka orang-orang yang terlibat dalam sektor informal menjadi berpola rasional, kontraktual, dan individualis seperti layaknya ciri masyarakat kapitalis. Mekanisme involutif sektor informal menjadi mandul dan daya serap sektor tersebut menjadi tidak fleksibel lagi. Bagi kota sendiri, menyempitnya daya serap sektor informal dan tidak tertampungnya para migran dalam kegiatan perekonomian kota sudah tentu akan berarti masalah.

Jumlah masyarakat miskin tidak saja akan semakin bertambah di kota, tetapi akibat semakin terpolarisasinya sektor fomal dan informal dapat menimbulkan berbagai kecemburuan sosial yang menjurus pada munculnya disorganisasi sosial. Bukan tidak mungkin akibat banyaknya kaum migran yang tidak beroleh pekerjaan, maka angka kejahatan semakin meningkat, pemukiman kumuh (slum) semakin menjamur, dampak negatif lain juga bermunculan, sehingga membuat suasana kota menjadi kacau. Barangkali akibat-akibat negatif seperti ini, sejak dini perlu segera diantisipasi. Jangan sampai demi sekedar mengejar keindahan kota, sektor informal


(35)

yang sesungguhnya besar jasanya, lalu dijadikan kambing hitam dan terpaksa menjadi korban obsesi kemajuan yang belum jelas kemana arahnya.

2.4. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut dengan menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Sandy (1982), kata wilayah sehubungan dengan pembangunan wilayah mempunyai makna objektif dan subjektif. Wilayah secara objektif dimaksudkan apabila suatu kawasan dijadikan sebagai tujuan akhir pembangunan. Artinya, suatu wilayah oleh perencana dibagi habis ke dalam beberapa wilayah pembangunan dan kemudian tiap wilayah tersebut dibangun sesuai dengan yang dikehendaki.

Wilayah secara subjektif dimaksudkan apabila perwilayahan dimaksudkan sebagai cara untuk mengenal masalah. Hal ini tidak lain adalah usaha penggolongan atau pengklasifikasian dengan menetapkan masalah-masalah yang ada pada suatu wilayah. Wilayah subjektif ini dibagi lagi dalam dua jenis, yaitu: Pertama, daerah formal atau homogen yaitu bagian muka bumi yang mempunyai sifat-sifat yang sama atas dasar kriteria tertentu (fisik, sosial atau lainnya). Kedua, wilayah fungsional atau modal adalah wilayah yang dibuat atas dasar adanya hubungan fungsional antar unsur-unsur.

Pembangunan wilayah merupakan penggunaan dana yang dialokasikan pada suatu wilayah oleh pemerintah maupun swasta untuk kegiatan-kegiatan yang


(36)

langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat ataupun memperluas lapangan kerja (Tambun, 1992). Pengembangan wilayah dengan demikian bertujuan melakukan perubahan yang bersifat positif pada suatu wilayah, yaitu meningkatkan pertumbuhan, berkelanjutan dan pemerataan. Oleh karenanya perencanaan wilayah menjadi suatu keniscayaan untuk menyusun skenario masa depan yang diharapkan, sehingga perencanaan tersebut dapat menstimuli tahapan-tahapan proses pembangunan dan pengembangan wilayah.

Menurut Wibowo, dkk., (1999), pengembangan wilayah merupakan usaha mengembangkan dan meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan interaksi antarsistem ekonomi (economic system), manusia atau masyarakat (social system) lingkungan hidup dan sumberdaya alam (ecosystem). Kondisi ini dapat diterjemahkan ke dalam bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, keselarasan dan kesesuaian.

Menurut Purboyo (dalam Akil, 2001), teori-teori pengembangan wilayah, menganut berbagai azas atau dasar berdasarkan tujuan penerapan masing-masing teori. Berbagai paradigma teori pengembangan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local prosperity). 2. Teori yang menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam yang

dinilai dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok penganut teori ini sering


(37)

disebut sangat peduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

3. Teori yang memberi penekanan kepada kelembagaan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal, sehingga kajian teori ini terfokus kepada good

governance yang bisa bertanggungjawab (responsible) dan berkinerja bagus.

4. Teori yang perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity). Beragam paradigma teori pengembangan

wilayah di atas, bukan saling bertentangan, namun dalam penggunaannya dapat bersinergi. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional (UUPR), yang mengandung muatan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Konsep dasar penataan ruang wilayah dan kota dengan pendekatan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan memperhatikan comparative advantage di suatu wilayah, serta mengeleminir kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang miskin, kumuh dan tertinggal.

2.5. Revitalisasi Peran Sektor Informal dalam Pengembangan Wilayah

Purnomosidi (dalam Hermansyur, 1996), mengatakan bahwa pengembangan wilayah secara realistis cenderung memperhatikan tuntutan angkatan kerja yang seimbang antara sektor-sektor formal maupun informal, sehingga mendorong aktivitas perekonomian dapat berjalan dengan baik, akibatnya kesejahteraan


(38)

masyarakat akan semakin meningkat. Strategi pengembangan wilayah mempunyai prinsip dasar; bahwa pembangunan berasal dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Untuk merealisir target dan tujuan pengembangan wilayah, prosesnya harus berakar pada kemampuan sumberdaya dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Maka seluruh usaha yang menjurus pada perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah.

Siagian (1982), mengatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana, dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan masyarakat. Oleh karenanya konsepsi peningkatan jaringan struktur ekonomi, sosial dan budaya pekerja sektor informal dapat dipahami sebagai upaya pengembangan wilayah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Salah satu kegiatan pengembangan wilayah dapat tercipta, bilamana seluruh elemen masyarakat termasuk pekerja sektor informal didorong memiliki aksesibilitas yang sama dalam penggunaan faktor-faktor produksi, pengolahan dan pemasaran. Selanjutnya dengan sumberdaya yang ada, pengetahuan dan keterampilan masyarakat perlu ditingkatkan. Pekerja sektor informal, pemerintah serta seluruh elemen masyarakat, melalui kinerjanya masing-masing bersimbiosis mengoptimalisasi perannya dalam rangka mendorong percepatan pengembangan wilayah.


(39)

Umumnya ahli sepakat menyimpulkan bahwa keberadaan sektor informal sangat besar jasanya dalam menyerap arus migran yang setiap saat terus bertambah di wilayah kota (Manning dan Effendi, 1985). Sektor ini memberikan andil cukup besar di sektor ketenagakerjaan karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak yang tidak tertampung di sektor formal, sekaligus meningkatkan pendapatan rata-rata penduduk. Hasil penelitian Geertz (1976), menunjukkan adanya perekonomian bazaar (sektor informal), yang sebetulnya dapat membuat kota memiliki kapasitas luar biasa untuk menyerap tiap migran baru. Benar, mungkin dari segi pendapatan yang diperoleh tidak terlampau besar akibat harus dibagi banyak orang (shared poverty). Tetapi, dengan adanya jaringan kerja bertingkat-tingkat dan mekanisme involutif yang renik membuat sektor informal menjadi begitu lentur dan fleksibel dalam menyerap tenaga kerja dari kualifikasi dan kalangan manapun.

Tidak peduli apakah tenaga kerja baru yang masuk kurang berpendidikan atau tidak memiliki keahlian khusus, asal mau berbagi kemiskinan (shared poverty), umumnya mereka dengan mudah segera akan tertampung dan terlibat dalam perekonomian sektor informal. Bahwa kelebihan sektor informal memang bukan pada perolehan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tetapi yang terpenting adalah sekedar diperolehnya pendapatan untuk hidup dan kesempatan bekerja yang sangat fleksibel.

Untuk mewujudkan pengembangan kota bukan bararti meminggirkan pekerja sektor informal. Kebijakan dan penyelesaian masalah harus dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, terutama dari sisi affordability atau pendekatan yang


(40)

mengandalkan kemampuan rakyat sendiri. Berbeda dengan pendekatan yang selama ini digunakan yang terlalu berorientasi pada produk dan target, pendekatan

affordabiltiy lebih memusatkan bagaimana merangsang munculnya kemandirian masyarakat pekerja sektor informal untuk keluar dari garis kemiskinan menuju kepada kehidupan yang lebih layak dan mumpuni. Peran pemerintah dalam hal ini tidak lebih sebagai motivator dan fasilitator saja.

Sumodiningrat (1985), mengemukakan bahwa kerangka pembangunan perlu memberdayakan masyarakat melalui; Pertama, penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana fisik dan sosial serta pengemangan kelembagaan di daerah. Ketiga, perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan tidak sehat dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.

Pihak pemerintah harus segera menyadari bahwa rakyat miskin yang selama ini dilihat dengan nada minor, penganggu ketertiban, bisul pembangunan, dan ungkapan sejenis lainnya, sesungguhnya memiliki potensi swadaya yang sangat berharga jika diarahkan dengan baik. Jika usaha membuat kota menjadi metropolis dengan jalan mengeliminasi ruang gerak masyarakat miskin, bukan saja dapat mematikan potensi kemandirian itu, tetapi pada saat yang sama sesungguhnya hal itu dapat menjadi bumerang yang menghancurkan pengembangan kota itu sendiri.

Peran dan eksistensi sektor informal tidak dapat diabaikan dengan alasan bahwa sektor ini dapat menampung pertambahan tenaga kerja yang tidak dapat


(41)

terserap di industri modern atau sektor formal. Bahkan dalam masa-masa ekonomi sulit, sektor ini berperan sebagai katup pengaman sosial. Sektor ini merupakan jembatan bagi sektor modern yang menjadi penampung pertama aliran pekerja dari sektor pertanian.

Berdasarkan kenyataan di atas, salah satu pilihan dan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan di bidang ini adalah melakukan pembinaan dan perbaikan kondisi usaha atau tindakan yang mengarah kepada terciptanya iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kelonggaran serta meminimumkan pembatasan terhadap sektor informal. Pekerja sektor informal ini perlu dibina dengan baik supaya memberikan manfaat yang wajar bagi mereka sendiri dan tidak menimbulkan kerugian sosial bagi masyarakat.

2.6. Konsep Pendapatan dan Pembelian

Untuk mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep yang paling sering digunakan adalah melalui tingkat pendapatan. Menurut Winardi (1977), pendapatan menunjuk pada seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

Pengertian pendapatan dan penerimaan menurut Badan Pusat Statistik dibedakan atas: Pertama, pendapatan faktor yang didistribusikan, yang dibagi menurut sumbernya menjadi penghasilan sebagai gaji dan upah, yang dihasilkan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, dan penghasilan dari pemilihan ini. Kedua,


(42)

transfer yang bersifat redistribusi, terutama dari transfer pendapatan yang tidak mengikat dan biasanya bukan merupakan imbalan atas penyerahan atau harta milik pribadi.

Pendapatan dan penerimaan anggota-anggota keluarga dibagi lagi dalam pendapatan berupa uang, pendapatan berupa barang, dan lain-lain. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya reguler dan diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi. Sumber-sumber utama adalah gaji dan upah serta lain-lain balas jasa serupa dari majikan; pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas; pendapatan dari penjual barang yang dipelihara di halaman rumah, hasil investasi seperti bunga modal, tanah, uang pensiunan, jaminan sosial, serta keuntungan sosial (Sumardi dan Evers, 1982:92).

Pendapatan berupa barang adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan biasa, tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang atau jasa. Barang dan jasa yang diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi atau disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut; demikian pula penerimaan barang secara cuma-cuma, pembelian barang dan jasa dengan harga subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang. Penerimaan uang dan barang adalah segala penerimaan yang bersifat transfer redistributif dan biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga misalnya penjualan barang-barang yang dipakai, pinjaman uang, hasil undian, warisan, penagihan piutang, kiriman uang (Sumardi dan Evers, 1982:93).


(43)

Menurut Friedman (dalam Diulio, 1993:63), pendapatan rumah tangga terdiri dari pendapatan permanen dan pendapatan transitori. Pendapatan permanen adalah pendapatan yang diharapkan akan diterima oleh rumah tangga selama beberapa tahun mendatang, sedangkan pendapatan transitori terdiri dari setiap tambahan atau pengurangan yang tidak terduga terhadap pendapatan permanen.

Konsep pendapatan berdasarkan gagasan yang diperkenalkan oleh Fisher dan Hicks (dalam Sumardi dan Evers, 1982), mengatakan bahwa pendapatan adalah sebagai serangkaian kejadian yang berkaitan dengan beberapa tahap yang berbeda, yaitu: (1) kenikmatan pendapatan psikis, (2) pendapatan ril, (3) pendapatan uang.

Pendapatan psikis merupakan konsep psikologis yang tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat ditaksir oleh pendapatan ril. Sedangkan pendapatan ril adalah ekspansi kejadian yang menimbulkan kenikmatan psikis. Pendapatan ini diukur dengan pengeluaran uang yang dilakukan untuk memperoleh barang dan jasa sebelum dan sesudah konsumsi. Jadi pendapatan psikis, pendapatan ril dan biaya hiudp merupakan tiga tahap yang berbeda bagi pendapatan. Pendapatan uang menunjukkan seluruh uang yang diterima dan dimaksudkan akan dipergunakan untuk konsumsi dalam memenuhi biaya hidup.

Dalam teori ekonomi keberadaan budaya dan hubungan sosial dan hubungan sosial dari pembeli–juga penjual–dapat diabaikan. Para ekonom mengasumsikan bahwa aktor ekonomi (pembeli dan penjual) bertindak untuk mencapai kepentingan pribadinya sendiri, dalam isolasi dari setiap faktor-faktor budaya dan hubungan sosial


(44)

yang ada. Asumsi ini biasanya diekspresikan dalam frase ceteris paribus–segala sesuatu tetap (Damsar, 1997).

2.6.1. Penjualan

Pembeli didefinisikan sebagai orang yang datang ke lokasi tertentu dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa. Seorang pembeli yang ingin membeli barang perlu mengetahui terlebih dahulu harga setiap barang yang ditawarkan. Pembeli dapat memilih barang yang dibutuhkan sesuai dengan kualitas yang diinginkannya dan dana yang tersedia. Harga dalam hal ini adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya (Stanton, 1989).

Dalam aktivitas perdagangan, pedagang adalah orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Damsar (1997), dalam aktivitas ekonomi pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yang dilakukan, yaitu:

1. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.

2. Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lain.

3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung kepada konsumen.


(45)

2.6.2. Lokasi

Selain itu hal lain yang mempengaruhi aktivitas penjualan dan pembelian dalam ekonomi pasar adalah pemanfaatan, penggunaan, atau permainan terhadap aspek ruang dan waktu, yang berarti berkaitan dengan dimensi fungsional dari pasar. Sedangkan pemain aspek waktu dan ruang menunjuk pada dimensi persaingan dari pasar. Kedua dimensi tersebut bagaikan mata uang yang punya dua sisi, sisi yang berdimensi fungsional dan sisi yang berdimensi persaingan.

Dalam suatu permainan, seseorang bisa sebagai pemain tunggal atau dapat sebagai pemain dalam tim, semua orang mempunyai tujuan untuk memperoleh kemenangan. Untuk memperoleh kemenangan maka setiap pemain (baik tunggal maupun dalam tim) mempunyai strategi bersaing. Suatu strategi bersaing apabila diterapkan dalam permainan maka dalam proses yang sedang berlangsung orang lain dapat memberikan komentar yang positif atau negatif terhadap permainan tersebut.

Pemanfaatan ruang dan penggunaan ruang bagi aktor ekonomi terutama ditujukan kepada fungsi ekonominya, di samping juga dapat diselimuti oleh kombinasi dengan aspek lain seperti politik, sosial, budaya dan seterusnya. Pemindahan atau pendistribusian barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain merupakan inti dari kegiatan perdagangan. Gerakan “memperoleh barang dari tempat lain” ini, istilah yang diajukan Polanyi (1957).

Bagaimana menjadikan suatu ruang, sebagai tempat yang strategis atau bagaimana memperoleh ruang yang strategis sehingga posisi yang ditempati menghasilkan sesuatu yang menguntungkan (segi finansial, akses kepada pembeli,


(46)

waktu, dan seterusnya). Pertanyaan pertama berkaitan dengan sesuatu (ruang) yang telah ada sedangkan yang kedua berhubungan dengan sesuatu yang belum ada.

Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh para aktor ekonomi untuk menjadikan suatu ruang sebagai tempat yang strategis, hal yang berkaitan dengan aspek ruang itu sendiri dan yang berhubungan dengan aspek manusia. Strategi yang disebut pertama dimaksudkan untuk memperindah dan mempercantik ruang sehingga menarik orang untuk memperhatikan atau sekedar melirik tempat tersebut.

Pasar sebagai arena perdagangan berkembang pada tempat-tempat di mana dilalui oleh lalu lintas. Pentingnya jalur transportasi terhadap tumbuh, berkembang, dan matinya suatu lokasi pasar menciptakan suatu kolusi antara pengusaha dan penguasa untuk mengatur suatu “kebijakan” tentang pengaturan jalur kenderaan umum. Pada beberapa kota besar di Indonesia banyak ditemukan jalan yang macet karena kenderaan harus melewati suatu lokasi tertentu, sementara jalan-jalan yang berdekatan dengannya sepi karena kenderaan dilarang melalui jalur tersebut.

Di sisi lain para pembeli tidak harus datang ke tempat di mana barang tersebut ditawarkan dan pedagang tidak harus menyediakan ruang untuk memamerkan barang yang ingindijual, tetapi juga ia memainkan aspek waktu yaitu penggunaan waktu secara efektif dan efisien oleh pedagang dan pembeli. Menurut Damsar (1997), kalau ditelusuri akar dari strategi ini di Indonesia, maka dapat dirujuk kepada kegiatan dagang yang dilakukan oleh pedagang bakul atau pedagang keliling. Mereka berdagang dengan mendatangi beranda rumah calon pembeli. Para calon pembeli dapat memilih barang menurut jenis kualitas dan jumlah barang yang ditawarkan


(47)

misalnya hanya membeli dua buah produk dan melakukan tawar-menawar dengan penjual.

2.6.3. Waktu

Prinsip dagang yang dipakai oleh perusahaan dagang negara maju maupun pedagang keliling mempunyai kesamaan yaitu prinsip “menjemput bola”. Prinsip ini bercirikan pedagang mendatangi, menawarkan, dan menjual langsung ke beranda rumah (calon) pembeli. Pemindahan atau pendistribusian barang dari satu tempat ke tempat lain dilihat dari penggunaan dan pemanfaatan aspek waktu juga mempunyai fungsi ekonomi.

Bagaimana mempermainkan waktu sehingga ia menjadi saat yang strategis untuk melakukan transaksi merupakan pertanyaan dimensi permainan dari aspek waktu. Penyimpanan atau penimbunan suatu komoditas merupakan suatu kegiatan untuk mengantisipasi suatu permintaan. Naik turunnya permintaan terhadap suatu barang menyebabkan munculnya kebutuhan aktor pasar untuk menyimpan dan menimbun komoditas tersebut.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pasar tradisional yang telah dilakukan, memberikan gambaran yang hampir bersamaan tentang keberadaan pasar tradisional tersebut, penelitian terdahuku antara lain dilakukan oleh:

Siagian dan Sitorus (1996) melakukan studi tentang Pola Penyebaran Pasar Tradisional di Kota Medan. Penelitian ini mencoba untuk melihat bagaimana pola


(48)

penyebaran pasar-pasar tradisional menurut lokasi dan kelasnya (faktor fisik) di Kota Medan dan hubungannya dengan faktor non fisik (seperti, kebersihan) yang nantinya dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Khususnya pihak perencana kota, sehingga keberadaan pasar tradisional yang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat dapat lebih diperhatikan.

Sudarjat dan Dalimunthe (1992) melakukan penelitian yang berjudul Analis Pemanfaatan Kredit Bank Bagi Usaha kecil (Studi Kasus Pedagang Pengecer di Pusat Pasar Petisah Medan). Penentuan sistem dan cara pedagang pengecer Sembilan bahan pokok memperoleh modal usahanya, melalui kredit yang diperoleh dari para tengkulak, serta sebahagian dengan meminjam dari keluarga dan hanya sebagian kecil yang melalui jasa keuangan perbankan.

Haris (2001) melakukan studi tentang peranan pasar tradisional dalam meningkatkan pendapatan pedagang dan kaitannya dengan pengembangan wilayah kota medan (studi kasus pasar tradisional di PD pasar medan). Penelitian ini menghasilkan bahwa pemberian bantuan modal berdagang sangat mebantu pedagang, dan secara umum modal yang diberikan semakin berkembang sehingga semakin banyak pedagang yang mendapatkan bantun modal, pengenaan tarif kontribusi kepada pedagang berdasarkan luas tempat usaha, jenis barang yang didagangkan dan kelas pasar tempat berdagang.

Pasar tradisional berperan dalam perekonomian masyarakat khususnya penyediaan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.


(49)

2.8 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir 2.9. Hipotesis

Modal, jam kerja, lama berjualan, lokasi usaha, dan tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang tradisional pekerja sektor informal di Kecamatan Deli Tua.

PROFIL PEDAGANG TRADISIONAL DI KECAMATAN DELI TUA

Menciptakan Lapangan Kerja

Meningkatkan Pendapatan Pedagang

Pengembangan Ekonomi Wilayah Peran Pedagang

Tradisional

Modal

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Pedagang Tradisional


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional Deli Tua yang berada di Kecamatan Deli Tua. Pasar tradisional ini berada sekitar 25 km dari pusat Kabupaten Deli Serdang. Pemilihan lokasi penelitian ini disebabkan besarnya perkembangan aktivitas pasar tradisional yang telah berkembang hingga menjadi Pusat perdagangan dari 6 Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang didapatkan terdiri dari data primer yang diperoleh dari lapangan yang dikumpulkan melalui wawancara, dan data sekunder yang diperoleh dari publikasi instansi terkait seperti: Pemerintah Kabupaten Deli Serdang; Badan Pusat Statistik kabupaten Deli Serdang; dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini meliputi seluruh pedagang yang ada di pasar tradisional Deli Tua Timur seluruhnya sebanyak 795 pedagang (hasil survey dengan mengadakan wawancara dengan aparatur pengelola pasar Deli Tua).

Penentuan besar sampel dilakukan adalah sebesar 15 % x 795 (Suharto, 2005) penelitian sosial umumnya mengambil sampel sekitar ≥ 10%, maka diperoleh sampel


(51)

sebesar: n = 119 responden. Kriteria penentuan anggota sampel ini mempertimbangkan syarat-syarat berikut:

1. Pedagang yang diambil sebagai sampel adalah mereka yang berjualan dan bertempat tinggal (berdomisili) di Kecamatan Deli Tua, sehingga kesimpulan akhir yang diambil dalam penelitian ini mencerminkan tentang keberadaan pedagang Tradisional yang berada di wilayah Kecamatan Deli Tua.

2. Pedagang yang diambil sebagai sampel adalah mereka yang telah berjualan lima tahun terakhir ini. Batasan ini antara lain untuk mendapatkan data dan informasi yang holistik tentang seluk beluk jenis usaha sektor informal di wilayah Kecamatan Deli Tua.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer, dilakukan dengan teknik angket (Kuisioner). Angket disusun, dibuat dan digandakan sebanyak jumlah responden, untuk kemudian disebarkan dengan cara mendatangi langsung pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua yang dipilih sebagai sampel sesuai dengan syarat dan ketentuan di atas. Tujuan penyebaran angket ini adalah untuk menggali data tentang profil responden, pendapatan yang diperoleh, jam kerja yang digunakan, lama bekerja, lokasi usaha, pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan wawancara bila


(52)

diperlukan, dilakukan terhadap informan penelitian yang dianggap mengetahui dan memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mendukung data penelitian ini. 2. Pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan dan

dokumentasi dari berbagai instansi terkait, seperti BPS, kantor Camat, serta perpustakaan mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu serta literatur yang mendukung studi ini.

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian yang mengatakan, secara bersama-sama faktor modal, jam kerja, lama berjualan, lokasi usaha dan tingkat pendidikan

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua, maka digunakan analisis statistik regresi berganda dengan

rumus:

Y = β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5μ

Di mana:

Y = Pendapatan pedagang Tradisional (rupiah perhari)

X1 = Modal (rupiah perhari)

X2 = Jam kerja (jam perhari)

X3 = Lama berjualan (tahun)

X4 = Lokasi usaha (jalan besar, jalan sedang, dan jalan kecil)

X5 = Tingkat pendidikan (SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi) β0 = Konstanta


(53)

μ = Error term

β1…β5 = Koefisien regresi

3.6. Definisi Operasional

1. Pengembangan wilayah adalah terciptanya kesempatan kerja bagi anggota masyarakat serta terjadinya peningkatan pendapatan para pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua.

2. Pedagang Tradisional adalah anggota masyarakat yang berjualan pada pagi hingga malam hari di Pasar Tradisional Deli Tua.

3. Penyerapan tenaga kerja adalah kemampuan bidang usaha pedagang Tradisional yang terdapat di Kecamatan Deli Tua dalam menciptakan lapangan kerja bagi anggota masyarakat.

4. Pendapatan adalah penghasilan kotor yang diterima responden setiap hari (diukur dalam satuan rupiah).

5. Modal yang dimaksud adalah modal lancar, yakni total pembelian bahan-bahan baku yang akan dipergunakan untuk kebutuhan produksi atau berjualan setiap hari (diukur dalam satuan rupiah).

6. Jam kerja adalah waktu yang dipergunakan responden untuk bekerja setiap hari (diukur dalam satuan jam).

7. Lama berjualan adalah waktu lamanya bekerja responden dalam menjalankan usaha/pekerjaan sebagai pedagang kaki lima (diukur dalam satuan tahun).


(54)

8. Lokasi usaha adalah tempat strategis yang dapat mempengaruhi tingkat penjualan responden, dibagi atas klasifikasi di pinggir jalan besar/protokol, jalan sedang dan jalan kecil.

9. Tingkat pendidikan adalah taraf pendidikan akhir responden (SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi).


(55)

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Deli Tua

4.1.1.1. Sejarah singkat

Daerah Kecamatan Deli Tua dikenal sejak abad ke 16 M dan merupakan sebuah kerajaan dari protektorat Kerajaan Aceh yang dikepalai oleh seorang Sultan yang bernama Ma’mun Al Rasyid I. Sejak abad ke 19 daerah ini termasuk ke dalam kesultanan Deli dan dijadikan daerah perkebunan tembakau yang dikenal dengan perkebunan Tembakau Deli atau Deli Mascal.

Pada masa penjajahan Belanda, daerah Deli Tua termasuk dalam wilayah Kewedanan Deli Hulu. Sejak Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka daerah ini dibentuk menjadi satu Kecamatan yaitu Kecamatan Deli Tua dengan jumlah Desa sebanyak 8 (delapan) desa dengan pusat pemerintahan berada di desa Suka Maju (sekarang kampong baru) di Jalan STM Medan.

4.1.1.2. Kondisi geografis dan pemerintahan

Kecamatan Deli Tua memiliki Luas Wilayah seluas 9,36 M2 yang terdiri dari 3 Desa dan 3 Kelurahan serta 45 Dusun, 134 RT, 68 RW. Kecamatan Deli Tua terletak pada 2o 57’ dan 3 16’LU, berbatasan di sebelah Utara dengan Kecamatan Medan Johor Kota Medan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Biru-biru,


(56)

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Namorambe serta sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Patumbak. Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Deli Tua pada Tahun 2008 seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Luas Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Deli Tua Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah Penduduk

Kepadatan (Km2)

1 Deli Tua Barat 1,350 8.088 5.991

2 Deli Tua Timur 1,775 7.727 4.353

3 Deli Tua 1,445 12.789 8.851

4 Mekar Sari 1,570 9.840 6.268

5 Kedai Durian 1,570 9.914 6.315

6 Suka Makmur 1,650 10.083 6.111

Jumlah 9,360 58.441 6.244

Sumber: Deli Tua Dalam Angka, 2008

Desa/Kelurahan terluas pada Kecamatan Deli Tua adalah Kelurahan Deli Tua Timur dengan Luas 1,775 Km2 dengan jumlah penduduk 7.727 Jiwa serta tingkat kepadatan 4.353 jiwa/Km2. Luas Desa/Kelurahan terkecil adalah Kelurahan Deli Tua Barat dengan luas 1,350 Km2 dengan jumlah penduduk 8.088 jiwa.

Kecamatan Deli Tua seluruhnya memiliki Luas areal sebesar 9,360 KM2, dengan jumlah penduduk sebanyak 106.475 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 6.244 jiwa/KM2.

Rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga setiap Kelurahan/Desa di Kecamatan Deli Tua secara umum adalah 5 anggota keluarga seperti tertera pada


(57)

Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Jumlah penduduk dan rata-rata penduduk/Rumah Tangga di Kecamatan Deli Tua Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Jumlah Rumah

Tangga

Penduduk (jiwa)

Rata-rata penduduk/ Rumah Tangga

1 Deli Tua Barat 1.669 8.088 5

2 Deli Tua Timur 1.634 7.727 5

3 Deli Tua 2.601 12.789 5

4 Mekar Sari 2.082 9.840 5

5 Kedai Durian 2.068 9.914 5

6 Suka Makmur 2.147 10.083 5

Jumlah 12.201 58.441 5

Sumber: Deli Tua Dalam Angka, 2008

Secara Umum jumlah anggota keluarga dari penduduk Kecamatan Deli Tua adalah sebanyak 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah belum berjalan dengan baik di Kecamatan Deli Tua.

Banyaknya jumlah rumah tangga di Kecamatan Deli Tua berdasarkan

Kelurahan/Desa menunjukkan bahwa rumah tangga terbanyak adalah berada di Kelurahan Deli Tua yaitu sebanyak 2.147 rumah tangga dan jumlah rumah tangga

terkecil berada di Desa Kedai Durian sebanyak 2.068 rumah tangga.

Komposisi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, penduduk Kecamatan Deli Tua didominasi penduduk dengan jenis pekerjaan pegawai swasta sebanyak 15.572 jiwa, komposisi jenis pekerjaan tertera pada tabel berikut:


(58)

Tabel 4.3. Komposisi Mata Pencaharian penduduk menurut Kecamatan Deli Tua Tahun 2008

No Desa/

Kelurahan PNS

Pegawai

Swasta ABRI Petani Pedagang lainnya

1 Deli Tua Barat 328 2649 157 103 701 730

2 Deli tua Timur 321 2610 174 123 853 540

3 Deli Tua 558 4970 213 105 632 465

4 Mekar Sari 205 1680 220 107 595 2450

5 Kedai Durian 249 1522 157 85 359 751

6 Suka Makmur 250 2141 182 75 2312 1250

Jumlah 1911 15572 1103 598 5452 6186

Sumber: Deli Tua Dalam Angka, 2008

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pekerjaan masyarakat yang bermukim di Kecamatan Deli Tua adalah bervariasi.

Dilihat berdasarkan agama yang dianut masyarakat di Kecamatan Deli Tua terdapat lima agama besar, yakni Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Berdasarkan tabel berikut, dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut masyarakat di Kecamatan ini adalah agama Islam, disusul kemudian agama Kristen, Budha dan Hindu.

Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Kecamatan Deli Tua Berdasarkan Agama Dirinci Menurut Kelurahan/Desa

Agama No Kelurahan

Islam (Jiwa) Kristen (Jiwa)

Budha (Jiwa)

Hindu (Jiwa)

1 Deli Tua Timur 4.045 1.707 421 4

2 Deli Tua Barat 5.952 711 521 71

3 Deli Tua 11.040 753 329 148

4 Suka Makmur 9.749 204 86 21

5 Mekar Sari 9.329 241 169 32

6 Kedai Durian 8.461 756 39 25


(59)

Sesuai dengan uraian tabel di atas, agama Islam dianut oleh 48.576 penduduk, agama Kristen dianut oleh 4.372 jiwa, agama Budha dianut oleh 1.565 jiwa penduduk, sedangkan agama Hindu dianut oleh 301 jiwa penduduk.

4.1.2. Profil Pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua

Untuk mengetahui secara rinci karakteristik atau ciri khas pedagang Tradisional yang terdapat di Kecamatan Deli Tua dapat disimak dari melalui penjelasan profil berikut. Uraian ini akan menyajikan informasi yang berhubungan dengan umur, agama, suku/etnis, daerah asal, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga. Dengan ragam fenomena yang tampak dalam pemaparan profil pedagang Tradisional ini, akan dapat memberi petunjuk atau acuan dalam menganalisis peran pedagang Tradisional dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Deli Tua.

4.1.2.1. Usia responden

Responden penelitian ini seluruhnya berjumlah 119 orang. Dari hasil penjaringan data, diperoleh keterangan bahwa umur terendah responden adalah 20 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 52 tahun. Umumnya pedagang Tradisional yang terdapat di wilayah Kecamatan Deli Tua berusia antara 20 s.d. 30 tahun, yakni berjumlah 40,3 persen dari total responden. Usia berikutnya antara 31 tahun s.d. 40 tahun terdapat 33,6 persen, sedangkan usia antara 40 tahun hingga 50 tahun 16,8persen. Sementara itu, terdapat 9,2 responden yang berusia > 50 tahun.


(60)

Tabel 4.5. Umur Responden No Jawaban Responden Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 20 tahun s.d. 30 tahun 48 40,3

2 31 tahun s.d. 40 tahun 40 33,6

3 41 tahun s.d. 50 tahun 20 16,8

4 Di atas 50 tahun 11 9,2

Jumlah 119 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2010)

Berdasarkan penjelasan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa para pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua umumnya berusia produktif, yakni antara 20 sampai 40 tahun. Rentang usia seperti ini membuat tingkat efektifitas, kreatifitas maupun energisitas pedagang Tradisional masih dikatakan sangat potensial dan masih dapat berkembang. Kendatipun data tentang usia pedagang Tradisional di atas masih bersifat debat tabel, namun paling tidak gambaran ini akan dapat menerangkan bahwa pedagang Tradisional masih produktif, potensial dan energik.

4.1.2.2. Agama responden

Para pedagang Tradisional yang terdapat di Kecamatan Deli Tua umumnya beragama Islam yakni sebanyak 47,1 persen, disusul kemudian penganut agama Kristen sebanyak 31,9 persen dan penganut agama Budha sebanyak 21 persen.

Tabel 4.6. Agama Responden No Jawaban Responden Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Islam 56 47,1

2 Kristen 38 31,9

3 Budha 25 21,0

Jumlah 119 100,0


(61)

Tabel di atas menjelaskan bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. Hal ini dapat dipahami karena agama ini merupakan agama yang mayoritas dianut oleh penduduk setempat. Sesuai dengan ketentuan syariat ajaran Islam mengharuskan penganutnya untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, sehingga wajar apabila komunitas Muslim mengkonsumsi makanan/minuman yang dijual oleh pedagang Tradisional yang beragama Islam. Namun bagi penganut agama lain, mengkonsumsi makanan/minuman yang dijual oleh pedagang Tradisional yang beragama Islam ini bukan merupakan masalah.

4.1.2.3. Suku/etnis responden

Sebagaimana ragam masyarakat Deli Serdang yang mencerminkan suasana keheterogenan/kepluralistikan, fenomena pedagang Tradisional di wilayah Kecamatan Deli Tua juga menunjukkan ciri khas keheterogenan masyarakat kota Deli Serdang tersebut.

Profil pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua berdasarkan suku/ etnis pada uraian tabel berikut menceritakan bahwa suku Karo menempati jumlah yang paling banyak, yakni 36,9 persen. Disusul kemudian etnis Batak, etnis Minang, etnis Jawa, Etnis, Cina, Mandailing, Aceh dan Sunda.


(62)

Tabel 4.7. Suku/Etnis Responden No Jawaban Responden Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Aceh 6 5,0

2 Batak 21 17,6

3 Jawa 9 7,6

4 Karo 44 37,0

5 Melayu 4 3,4

6 Minang 14 11,8

7 Sunda 6 5,0

8 Cina 8 6,7

9 Mandailing 7 5,9

Jumlah 119 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2010) 4.1.2.4. Daerah asal responden

Umumnya pedagang Tradisional adalah perantau yang berasal dari berbagai daerah atau propinsi di Indonesia. Namun komunitas pedagang Tradisional yang berasal dari wilayah kota Medan dan sekitarnya menempati jumlah yang paling banyak, yakni terdapat 39,5 persen. Diikuti oleh perantau yang berasal dari Karo dan Dairi sebanyak 21 persen.

Selebihnya adalah komunitas perantau dari Kabupaten atau Kota di wilayah Propinsi Sumatera Utara, seperti: Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,

Tapanuli Tengah, Tebing Tinggi, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Binjai, Langkat, Karo, dan Dairi. Selain itu terdapat juga pedagang Tradisional yang bersal dari propinsi tetangga Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Barat.


(63)

Tabel 4.8. Daerah Asal Responden No Jawaban Responden Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Medan & sekitarnya 47 39,5

2 Tebing Tinggi/Deli Serdang 5 4,2

3 Asahan/Labuhan Batu 4 3,36

4 Tapsel/Madina/Tapteng 6 5,04

5 Binjai/Langkat 6 5,04

6 Karo/Dairi 25 21

7 Aceh 4 3,36

8 Sumatera Barat 12 10,08

9 Pulau Jawa 10 8,4

Jumlah 119 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2010)

4.1.2.5. Jumlah tanggungan dalam keluarga

Jumlah tanggungan dalam keluarga responden penelitian ini sangat beragam, yakni antara satu hingga enam orang. Namun terdapat 33,6 persen responden yang memiliki jumlah tanggungan 5-6 orang. Artinya, pendapatan yang diperoleh responden dipergunakan untuk menutupi biaya keluarga untuk kebutuhan sehari-hari.

Tabel 4.9. Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Responden

No Jawaban Responden Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

1 Tidak ada 14 11,8

2 1 – 2 orang 36 30,3

4 3 – 4 orang 29 24,2

6 5 – 6 orang 40 33,6

Jumlah 119 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2010)

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak 5-6 orang merupakan jawaban terbanyak responden yakni


(1)

Lama_Berjualan * Pendapatan

Lama_Berjualan * Pendapatan Crosstabulation

Pendapatan

Rp. 150.000 s/d

Rp. 600.000

Rp. 601.000 s/d 1.200.000

> Rp.

1.200.000 Total Lama

Berjualan

5-6 Tahun Count

44 0 0 44

% of Total 37.0% .0% .0% 37.0%

7-8 Tahun Count 23 21 0 44

% of Total 19.3% 17.6% .0% 37.0%

9-11 Tahun Count 3 21 7 31

% of Total 2.5% 17.6% 5.9% 26.1%

Total Count 70 42 7 119

% of Total 58.8% 35.3% 5.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 72.307(a) 4 .000 Likelihood Ratio 89.326 4 .000 Linear-by-Linear

Association 62.119 1 .000 N of Valid Cases

119


(2)

Lokasi_Berjualan * Pendapatan

Crosstab

Pendapatan

Rp. 150.000

s/d Rp. 600.000

Rp. 601.000 s/d 1.200.000

> Rp. 1.200.00

0 Total Lokasi

Berjuala n

Jalan Besar/Jalan Utama

Count

8 24 4 36

% of

Total 6.7% 20.2% 3.4% 30.3%

Jalan Sedang Count 42 18 3 63

% of

Total 35.3% 15.1% 2.5% 52.9%

Jalan Kecil Count 20 0 0 20

% of

Total 16.8% .0% .0% 16.8%

Total Count 70 42 7 119

% of

Total 58.8% 35.3% 5.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 35.511(a) 4 .000 Likelihood Ratio 42.904 4 .000 Linear-by-Linear

Association 30.064 1 .000 N of Valid Cases

119


(3)

Tingkat_Pendidikan * Pendapatan

Crosstab

Pendapatan

Rp. 150.000 s/d Rp. 600.000

Rp. 601.000 s/d 1.200.000

> Rp.

1.200.000 Total Tingkat

Pendidikan

SD Count

47 1 0 48

% of Total 39.5% .8% .0% 40.3%

SLTP Count 19 9 0 28

% of Total 16.0% 7.6% .0% 23.5%

SLTA Count 4 19 0 23

% of Total 3.4% 16.0% .0% 19.3% Perguruan

Tinggi

Count 0 13 7 20

% of Total .0% 10.9% 5.9% 16.8%

Total Count 70 42 7 119

% of Total 58.8% 35.3% 5.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 100.654(a) 6 .000 Likelihood Ratio 109.397 6 .000 Linear-by-Linear

Association 76.465 1 .000 N of Valid Cases

119


(4)

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pendapatan 119 150000 1300000 569327.73 365927.498

Valid N (listwise) 119

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Modal kerja 119 100000 1200000 424789.92 290446.321

Valid N (listwise) 119

Regression

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1

Lama_Pend idikan, Lokasi_Berj ualan, Lama_Berju alan, Jam_Kerja, Modal kerja(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .974(a) .949 .947 84378.455

a Predictors: (Constant), Lama_Pendidikan, Lokasi_Berjualan, Lama_Berjualan, Jam_Kerja, Modal kerja


(5)

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 149960174

42110.070 5

29992034884

22.016 421.253 .000(a) Residual 804528776

377.319 113

7119723684.7

55

1

Total 158005462

18487.390 118

a Predictors: (Constant), Lama_Pendidikan, Lokasi_Berjualan, Lama_Berjualan, Jam_Kerja, Modal kerja

b Dependent Variable: Pendapatan

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta (Constant)

-304836.64 3

51757.610 -5.890 .000

Modal kerja .645 .090 .512 7.190 .000 Jam_Kerja 44701.953 10376.232 .257 4.308 .000 Lama_Berjualan 62391.673 9182.430 .325 6.795 .000 Lokasi_Berjualan 98701.603 15821.379 .182 6.238 .000 1

Lama_Pendidikan 3582.441 4210.648 .036 .851 .397 a Dependent Variable: Pendapatan

Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value

148078.47 1371640.50 569327.73 356489.682 119

Residual

-284387.25 0

268707.87

5 .000 82571.427 119 Std. Predicted Value -1.182 2.251 .000 1.000 119 Std. Residual -3.370 3.185 .000 .979 119 a Dependent Variable: Pendapatan


(6)

Charts

Regression Standardized Residual

4 2 0 -2 -4

Fr

equency

30

20

10

0

Histogram

Dependent Variable: Pendapatan

Mean =5.25E-16 Std. Dev. =0.979 N =119

Regression Standardized Predicted Value

2 1

0 -1

Regr

essi

on S

tand

a

rdi

z

ed

Resi

dual

4

2

0

-2

-4

Scatterplot