Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

  JMP Online Vol 2, No. 8, 853-866. © 2018 Kresna BIP.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481

   p-ISSN 2614-7254

  PENGGUNAAN UNGKAPAN MEMINTA MAAF DAN BERTERIMA KASIH SEBAGAI RESPON DALAM BAHASA JEPANG SERTA PENDEKATAN YANG TEPAT DALAM PEMBELAJARANNYA Putu Wahyu Dianny Wijayanti Universitas Udayana

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dikirim : 20 Agustus 2018 Salah satu bentuk respon yang sering ditemukan Revisi pertama : 21 Agustus 2018 dalam kehidupan sehari-hari adalah permintaan maaf dan Diterima : 21 Agustus 2018 berterima kasih. Dalam bahasa Jepang, sering digunakan Tersedia online : 31 Agustus 2018 ungkapan sumimasen dan arigatou gozaimasu. Selain kedua ungkapan tersebut, terdapat beberapa ungkapan lainnya yang dapat digunakan sebagai permintaan maaf Kata Kunci : Respon, Permintaan

  Maaf, Terima Kasih, Pendekatan dan berterima kasih. Ungkapan-ungkapan tersebut Pembelajaran memiliki makna yang sama, tetapi digunakan dalam konteks yang berbeda.

  Dalam mengajarkan respon ini kepada pemelajar Email : diannywijayanti@gmail.com bahasa Jepang, ada baiknya tidak hanya mengajarkan ungkapan-ungkapan tersebut dengan cara menerjemahkan, tetapi menggunakan sebuah pendekatan agar pemelajar bahasa Jepang dapat memahami makna dan penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks yang tepat. Dengan menganalisis ungkapan-ungkapan permintaan maaf dan terima kasih yang digunakan sebagai respon dengan cara deskriptif kualitatif, dapat disimpulkan bahwa ungkapan tersebut memiliki persamaan makna, tetapi digunaan dalam konteks tuturan yang berbeda. Selain itu, ungkapan sumimasen juga memiliki makna kontekstual dan digunakan untuk berterima kasih. Jadi, mengajarkan ungkapan-ungkapan tersebut dengan pendekatan semantik dan pragmatik dirasa tepat untuk dilakukan.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Meminta maaf dan berterima kasih merupakan ekspresi yang sering digunakan sebagai respon dalam tuturan sehari-hari, termasuk tuturan dalam bahasa Jepang. John R.Searle mengatakan bahwa meminta maaf dan berterimakasih termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif yaitu tindak tutur yang mengungkapkan perasaan penutur. Salah satu ungkapan yang umum digunakan untuk merespon sebagai permintaan maaf dan berterima kasih adalah sumimasen dan arigatou gozaimasu. Seperti pada contoh tuturan dibawah ini.

  Daigaku Shokuin : Sensei, hon o motte kimashitaka?

  (Pegawai Universitas) (Apa anda sudah membawa bukunya, pak?)

  John Watto : A, hon o motte kuru no o wasuremashita. Sumimasen.

  (John Watto) (Maaf. Saya lupa membawa bukunya.) (MNN2 P105) Yamada Tomoko : Koohii wa ikaga desuka.

  (Yamada Tomoko) (Kalau kopi bagaimana?) Maria Santosu : Arigatou gozaimasu. (Maria Santosu)

  (Terima kasih.)

  (MNN1 P57) Tuturan pertama berlangsung di sebuah Universitas antara dosen dan pegawai di Universitas tersebut. Dosen yang bernama John Watto merespon pertanyaan lawan tuturnya dengan sumimasen yang bermakna permintaan maaf karena merasa bersalah dan tidak bisa memenuhi janjinya kepada lawan tuturnya tersebut. Tuturan kedua berlangsung di rumah Yamada Tomoko ketika Maria Santosu yang merupakan tetangga barunya berkunjung ke rumahnya. Maria Santosu merespon tawaran tuan rumah dengan arigatou gozaimasu karena merasa beruntung telah menerima kebaikan dari lawan tuturnya.

  Selain ungkapan sumimasen dan arigatou gozaimasu, terdapat ungkapan- ungkapan lainnya yang dapat digunakan untuk meminta maaf dan berterima kasih. Walaupun memiliki makna yang sama, tetapi penggunaan ungkapan-ungkapan tersebut berbeda berdasarkan konteks situasi tuturan yang berlangsung saat itu. Konteks tersebut diantaranya peserta tutur, tempat dan situasi ketika berlangsungnya sebuah tuturan.

  Terkait dengan pembelajaran bahasa Jepang, penggunaan suatu kata atau ungkapan yang harus disesuaikan berdasarkan tingkatan menjadi salah satu masalah yang dialami oleh pemelajar bahasa Jepang. Sesuai dengan pemikiran Sutedi (2011:46) bahwa salah satu kendala dalam mempelajari bahasa Jepang yaitu kurang memahami kapan saat yang tepat untuk menggunakan tingkatan bahasa, seperti bentuk biasa (bahasa akrab), bentuk halus dan bentuk hormat. Selain itu terdapat pula ketidak jelasan tentang perbedaan makna dan fungsi dari kata yang bersinonim, sehingga menjadi penyebab munculnya kesalahan berbahasa. Maka, selain mendeskripsikan makna dan penggunaan ungkapan-ungkapan meminta maaf dan berterima kasih dalam bahasa Jepang, melalui tulisan ini akan diajukan opini mengenai pendekatan yang tepat dalam pembelajaran ungkapan-ungkapan tersebut.

  Analisis makna dan penggunaan ungkapan-ungkapan meminta maaf dan berterima kasih akan dilakukan secara deskriptif kualitatif. Sugiyono (2014:203) menjelaskan bahwa analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

  Rini (2014) menjelaskan bahwa terdapat empat cara mengungkapkan rasa terima kasih ke dalam bahasa Jepang, diantaranya menggunakan ungkapan standar yang sudah ada, mendeskripsikan fakta, mendeskripsikan perasaan penutur dan ungkapan tanpa kata-kata. Namun, untuk membatasi masalah pada tulisan ini, ungkapan yang digunakan untuk berterima kasih adalah ungkapan-ungkapan standar yang sudah ada. Begitu pula dengan ungkapan meminta maaf merupakan ungkapan- ungkapan standar yang sudah ada yang diperoleh melalui buku pelajaran bahasa Jepang Minna no Nihongo I dan II serta buku yang berjudul Watashi no Keigo

  

Tadashii to Omotteitakeredo karya Morishita Emiko. Ungkapan-ungkapan

  permohonan maaf dan berterima kasih yang dimaksudkan juga merupakan ungkapan yang digunakan untuk merespon lawan tutur.

  PEMBAHASAN Makna dan Penggunaan Ungkapan Meminta Maaf dan Berterima Kasih

  Ungkapan-ungkapan yang umum digunakan untuk meminta maaf adalah

gomennasai, sumimasen dan moushiwake arimasen atau moushiwake gozaimasen.

Kemudian, ungkapan-ungkapan yang umum digunakan untuk berterima kasih adalah arigatou, arigatou gozaimasu atau doumo arigatou gozaimasu dan doumo.

  Penggunaan ungkapan tersebut dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial seperti usia, status sosial, hubungan keakraban, hubungan kekerabatan dan situasi. Osamu Mizutani (1987) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa yang santun pada sistem masyarakat Jepang, yaitu faktor keakraban, usia, hubungan sosial, status sosial, jenis kelamin, keanggotaan kelompok dan situasi.

  a.

   Gomennasai

  Ungkapan gomennasai digunakan sebagai respon untuk menunjukkan penyesalan atau rasa bersalah kepada lawan tutur. Ungkapan gomennasai atau terkadang disingkat gomen memiliki makna permintaan maaf kepada lawan tutur. Seperti pada contoh tuturan berikut ini.

  

Morishita Erika wa Yamamoto Shizuka no senpai desu. Gakkou de, taisetsu na

koto ga arimasukara, Yamashita Erika wa senpai no pasokon o karitai desu.

Senpai ni kiite mimasu …

  (Morishita Erika adalah senior Yamamoto Shizuka. Saat itu di Sekolah, karena ada hal penting, Yamashita Erika ingin meminjam laptop milik seniornya tersebut. Ia mencoba bertanya kepada seniornya …)

  

Yamamoto Shizuka : Senpai, meeru o chekku shitain dakedo, pasokon o

karitemo ii desuka?

  (Kak Morishita, aku ingin memeriksa emailku, bolehkah aku meminjam laptop?)

  Morishita Erika : Gomennasai, ima kara tsukaun da.

  John Watto : Ohayou gozaimasu.

  wasurenaide kudasai. Sengetsu mo shite arimasen deshitayo.

  (Pegawai Universitas) : Ii desuyo. Demo, kairan ni hango o osu no o

  Daigaku Shokuin

  Maaf. Saya lupa membawa bukunya.

  Apa anda sudah membawa bukunya, pak?

John Watto : A, hon o motte kuru no o wasuremashita. Sumimasen.

  (Pegawai Universitas) : Sensei, hon o motte kimashitaka?

  Daigaku Shokuin

  Selamat pagi.

  Selamat pagi.

  (Maaf, sekarang baru akan ku gunakan.) Dari contoh tuturan tersebut dapat dilihat bahwa Morishita Erika yang merupakan senior Yamamoto Shizuka merespon permintaan juniornya dengan ungkapan gomennasai dalam situasi tuturan yang tidak formal. Ia mengungkapkan penyesalannya karena tidak bisa memenuhi keinginan lawan tuturnya tersebut.

  (Pegawai Universitas) : Ohayou gozaimasu.

  Daigaku Shokuin

  (John Watto adalah pengajar bahasa Inggris di Universitas Sakura. Karena sangat sibuk, ia lupa membawa buku yang akan ia berikan kepada pegawai di Universitas tersebut. Ketika pegawai tersebut datang ke ruangan John Watto ...)

  

John Watto wa Sakura Daigaku no eigo no kyoushi desu. Totemo isogashii

desukara, daigaku shokuin ni ageru hon o motte kuru no o wasuremashita.

Daigaku shoku hin wa John Watto no shitsu ni kite iru toki …

  Ungkapan sumimasen juga memiliki makna leksikal permintaan maaf dan digunakan sebagai respon untuk menunjukkan penyesalan terhadap lawan tutur seperti pada contoh tuturan dibawah ini.

   Sumimasen

  b.

  Sama seperti ungkapan sumimasen yang memiliki makna permintaan maaf, ungkapan gomennasai cenderung digunakan sebagai respon dalam situasi tuturan yang tidak formal, tetapi terdapat sedikit perpedaan dalam penggunaan kedua ungkapan tersebut. Apabila ungkapan sumimasen digunakan kepada lawan tutur yang tidak berkerabat dan tidak memiliki hubungan dekat, ungkapan gomennasai cenderung digunakan kepada lawan tutur yang berkerabat dan memiliki hubungan dekat.

  Ungkapan gomennasai ditunjukkan kepada lawan tutur yang status/kedudukannya sama atau lebih rendah, usia sama atau lebih rendah, memiliki hubungan kekerabatan dan kepada lawan tutur yang sudah akrab dalam situasi tuturan yang tidak formal. Ungkapan ini tidak dianjurkan digunakan pada situasi formal, kepada lawan tutur yang status/kedudukannya lebih tinggi dan orang asing yang belum dikenal karena memberi kesan yang kurang sopan.

  (Baik, pak. Tapi tolong jangan lupa menstempel surat edarannya ya! Bulan lalu juga tidak menstempelnya.) (MNN2 P105)

  Sumimasen memiliki makna leksikal permintaan maaf dan digunakan oleh

  Gomi okiba wa chuushajou no yoko desu.

  Maiku Miraa : Komattanaa. Denwa ga nain desu. Renrakushite itadakemasenka.

  (Kalau menghubungi perusahaan gas, biasanya langsung datang lho.)

  (Petugas) : Gasu kaisha ni renrakushitara, sugu kite kuremasuyo.

  Kanrinin

  (Sampah yang tidak bisa dibakar hari sabtu.) Maiku Miraa : Hai, wakarimashita. Sorekara, oyu ga denain desuga. (Baik, saya mengerti. Lalu, air hangat (di kamar) tidak bisa keluar.)

  (Petugas) : Moenai gomi wa doyoubi desu.

  Kanrinin

  (Silakan buang sampah yang bisa dibakar hari senin, rabu dan jumat pagi. Tempat pembuangannya ada di sebelah tempat parkir.) Maiku Miraa : Bin ya kan wa itsu desuka. (Kalau botol dan kaleng kapan?)

  (Petugas) : Moeru gomi wa getsu, sui, kin no asa dashite kudasai.

  John Watto untuk menunjukkan penyesalan karena tidak bisa membawa buku yang telah ia janjikan kepada lawan tuturnya. Walaupun berada di tempat bekerja (Universitas), situasi tuturan saat itu cenderung tidak formal antara rekan kerja. Sebagai ekspresi yang digunakan untuk meminta maaf dan menunjukkan penyesalan karena tidak bisa memenuhi keinginan lawan tuturnya, sumimasen biasanya digunakan dalam situasi tuturan yang tidak formal antara penutur dan lawan tutur yang memiliki status atau kedudukan sama, kepada lawan tutur yang status atau kedudukannya lebih rendah, orang asing atau seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat.

  Kanrinin

  (Ya, sebagian besar sudah dirapikan. Emm, saya ingin membuang sampah, dimana sebaiknya dibuang?)

  Maiku Miraa : Hai, daitai katadzukimashita. Anou, gomi o sutetain desuga, dokoni dashitara ii desuka.

  (Pak Miraa, apa sudah merapikan barang-barang pindahannya?)

  (Petugas) : Miraasan, hikkoshi no nimotsu wa katadzukimashitaka.

  Kanrinin

  (Maiku Miraa baru saja pindah ke apartemennya yang baru. Ketika sedang membuang sampah, ia bertemu petugas apartemen dan berbicara dengan petugas tersebut ….)

  Maiku Miraa wa atarashii apaato ni hikkoshi shita bakari desu. Gomi o suteteiru toki, kanrinin ni aimash ita. Kanrinin to hanashite imasu ….

  Dalam konteks tuturan selanjutnya, ungkapan sumimasen juga memiliki makna terima kasih yang digunakan sebagai respon.

  (Bagaimana ini, saya tidak ada telepon. Bisakah menghubungi perusahaan itu?)

  Kanrinin : Ee, ii desuyo.

  (Petugas) Ya, bisa.

  Maiku Miraa : Sumimasen.

  Maaf (terima kasih).

  (MNN2 P3) Dalam konteks tuturan ini, Maiku Miraa menggunakan ungkapan

  sumimasen bukan untuk meminta maaf karena berbuat kesalahan kepada lawan

  tuturnya, tetapi sebagai ungkapan terima kasih karena telah memberi bantuan kepadanya. Selain menggunaan arigatou gozaimasu, orang Jepang cenderung menggunaka sumimasen sebagi respon atas kebaikan yang diterima dari lawan tutur. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa telah merepotkan lawan tuturnya, sehingga selain mengungkapkan rasa terima kasih, mereka juga menunjukkan penyesalan. Ungkapan sumimasen yang memiliki makna terima kasih dapat digunakan kepada lawan tutur yang status atau kedudukannya sama, lawan tutur yang status atau kedudukannya lebih rendah dan orang asing dalam situasi tuturan yang tidak formal, tetapi jarang digunakan kepada lawan tutur yang usianya lebih tua atapun kedudukannya lebih tinggi.

  Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat dirangkum bahwa ungkapan

  sumimasen memiliki makna meminta maaf dan digunakan sebegai respon untuk

  menunjukkan penyesalan karena melakukan kesalahan atau tidak bisa memenuhi keinginan lawan tuturnya, tetapi dalam konteks yang berbeda, ungkapan sumimasen menjadi bermakna terima kasih dan digunakan sebagai respon atas kebaikan yang telah diterima dari lawan tutur.

  c.

   Moushiwake Arimasen atau Moushiwake Gozaimasen Moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen memiliki makna

  permintaan maaf yang digunakan sebagai repon untuk menunjukkan penyesalan karena melakukan kesalahan atau tidak bisa memenuhi keinginan lawan tutur. Perbedaannya dengan ungkapan gomennasai dan sumimasen adalah ungkapan

  moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen digunakan kepada lawan tutur yang status/kedudukanya lebih tinggi dalam situasi tuturan yang cenderung formal.

  Seperti pada contoh tuturan berikut ini.

  

Yamashita Nanako wa tenin de depaato de hataraite imasu. Hataraite iru toki,

okyakusama ga kite, Yamashita Nanako ni hanashite mimasu ….

  (Yamashita Nanako adalah pegawai toko di sebuah Department Store. Ketika sedang bekerja, seorang pelanggan datang dan mencoba berbicara dengannya….) Yanashita Nanako : Irasshaimase.

  (Selamat datang)

  

Okyakusama : Senshuu koko de kattan dakedo. M saizu kata hazu na

(Tamu/Pengunjung noni S saizu ga haittetan dakedo.

  Toko) (Minggu lalu saya membeli ini disini. Seharusnya ukuran M, tetapi yang dimasukkan adalah ukuran S.)

  Yanashita Nanako : Moushiwake arimasen deshita. Sugu ni o shinamono o motte mairimasu. Shoushou omachi kudasai.

  (Kami benar-benar minta maaf. Tolong tunggu

  sebentar. Saya akan segera kembali membawa barangnya.)

  Okyakusama : Hai.

  (Tamu/Pengunjung (Baik.) Toko)

  Kobayashi Rin wa Kinoshita kachou kara meijirareta honyaku no shigoto ga mada owarimasen. Jitsu wa ashita no asa ichiban de kachou ni teishutsu suru yakusoku na noni mada hanbun mo nokotte imasu. Kyou wa tetsuya de ganbarou omotte iru toki, Kinoshita kach ou ni yobaremashita ….

  (Kobayashi Rin belum menyelesaikan tugas terjemahan yang diperintahkan oleh manajer Kinoshita. Walaupun berjanji akan menyerahkannya terlebih dahulu kepada manajer besok pagi, tugas tersebut belum selesai setengahnya. Hari ini Kobayashi Rin akan bergadang untuk menyelesaikan tugas tersebut, tetapi manajer Kinoshita memanggilnya ….)

  Kinoshita kachou : Kobayashisan.

  (Manajer Kinoshita) (Bu Kobayashi.) Kobayashi Rin : Hai, oyobi deshouka.

  (Iya. Apa anda memanggil?) Kinoshita kachou : Senshuu tanonda honyaku no shigoto, dekitaka ne. (Manajer Kinoshita) (Pekerjaan menerjemahkan yang saya minta minggu lalu, sudah diselesaikan?)

  Kobayashi Rin : Anou, sore ga ….

  (Hmm, itu ….) Kinoshita kachou : Doushitanda. (Manajer Kinoshita) (Ada masalah apa?)

  Kobayashi Rin : Moushiwake gozaimasen. Jitsu wa mada owaranain desu. Totemo kyouchuu ni wa deki sou mo arimasen.

  (Saya benar-benar minta maaf. Saya sudah berusaha melakukanya, tetapi saya rasa saya butuh waktu.)

  Dari tuturan 1 dan 2 dapat dilihat bahwa ungkapan moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen digunakan untuk menunjukkan penyesalan kepada lawan tutur yang status sosial dan kedudukannya lebih tinggi. Pada tuturan 1, Yamashita Nanako sebagai pegawai toko mewakili seluruh pegawai memohon maaf kepada tamu karena kesalahan yang mereka perbuat. Walaupun bukan kesalahan Yamashita, tempat berlangsungnya tuturan adalah tempatnya bekerja dan dalam situasi sedang bekerja. Jadi Yamashita harus tetap menunjukkan permintaan maaf mewakili pegawai yang lainnya. Selain itu, status tamu yang lebih tinggi mengharuskan Yamashita untuk bersikap lebih sopan.

  Pada tuturan kedua, Kobayashi Rin menggunakan ungkapan moushiwake

  

gozaimasen untuk menunjukkan penyesalannya karena tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberi oleh atasannya. Selain karena berada dalam situasi tuturan formal, kedudukan atasan Kobayashi Rin yang lebih tinggi darinya mengharuskannya menggunakan pilihan ungkapan yang lebih sopan. Status peserta tutur, tempat dan situasi berlangsungnya tuturan mempengaruhi penggunaan ungkapan pada kedua tuturan tersebut. Selain untuk merendahkan diri, ungkapan moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen digunakan untuk menunjukkan penyesalan sedalam- dalamnya.

  Ketika kedudukan atau status sosial lawan tutur lebih tinggi dari seseorang, misalnya dalam konteks antara pembeli dan penjual, atasan dan bawahan serta dalam situasi formal, seperti dalam sebuah rapat dan pertemuan formal lainnya, ungkapan moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen lebih baik digunakan. Morishita (2014:27) menyatakan bahwa sumimasen merupakan kata yang digunakan pada situasi pembicaraan yang santai atau tidak formal. Ketika digunakan dalam situasi rapat atau ketika berbicara dengan atasan terkesan sangat tidak serius. Apabila berbicara dengan orang-orang di kantor, gunakan moshiwake

  gozaimasen atau moshiwake arimasen yang sedikit lebih santai.

  Morishita (2014:28) menyatakan bahwa terdapat tingkatan ungkapan yang digunakan sebagai permohonan maaf (shazai no kotoba) kepada seseorang. Level paling bawah adalah gomennasai dan sumimasen. Ungkapan ini digunakan kepada teman, keluarga dan orang yang memiliki hubungan dekat. Level tertinggi adalah

  moshiwake arimasen atau moshiwake gozaimasen. Ungkapan ini digunakan kepada atasan, tamu, orang-orang yang statusnya lebih tinggi dan pada pertemuan pertama.

  Selain itu, ungkapan tersebut juga digunakan pada situasi ketika terlambat, malakukan kesalahan dan merasa sangat tidak nyaman.

  Berdasarkan penjelasan sebelumnya, ungkapan-ungkapan yang dapat digunakan sebagi respon untuk menunjukkan penyesalan adalah gomennasai,

  sumimasen, moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen. Walapun memiliki

  makna sama yaitu permintaan maaf, tetapi penggunaan ungkapan-ungkapan tersebut tentu berbeda berdasarkan aspek soial yang berlaku.

  

Tabel 1. Perbedaan Ungkapan Permintaan Maaf dalam Bahasa Jepang

Aspek Sosial Hubungan Hubungan Status Usia

  Situasi Kekerabatan Keakraban Sosial Ekspresi Sumimasen sama, lebih -kerabat -dekat sama, non

  (Maaf) muda, lebih lebih formal tua rendah

  Gomennasai sama, lebih +kerabat +dekat sama, non

  (Maaf) muda, lebih lebih formal tua rendah

  

Moushiwake lebih tua -kerabat -dekat lebih formal

arimasen,

  tinggi

  Moushiwake gozaimasen

  (Maaf) Sumber : Hasil Data diolah (2018)

  d.

Arigatou

  Selain itu, hanya dengan menggunakan ungkapan doumo juga memiliki makna terima kasih dan digunakan untuk merespon kebaikan yang telah diterima dari lawan tutur, tetapi menggunakan ungkapan doumo merupakan cara untuk mengungkapkan terima kasih ringan yang disampaikan kepada lawan tutur yang telah mengerjakan suatu pekerjaan dan sudah melaksanakan tugasnya, misalnya pelayan toko yang telah melaksanakan tugasnya. Ungkapan doumo tidak baik digunakan kepada lawan tutur yang statusnya lebih tinggi.

  (Tidak.)

  (Awal bulan agustus bagaimana?) Tawapon : Ii ne. (Boleh saja.) Kobayashi Go : Ja, iro-iro shirabete, mata denwa suru yo. (Baiklah, setelah aku memeriksa persiapanya, nanti akan ku telepon.)

  Kobayashi Go : Hachi gatsu no hajime goro wa dou?

  (Baik. Kapan kira-kira?)

  Tawapon : Un. Itsu goro?

  (Kalau begitu, ayo kita pergi bersama!)

  Kobayashi Go : Ja, yokattara, isshouni ikanai?

  Tawapon : Uun.

  

Kobayashi Go to Tawapon wa yuujin desu. Onaji daigaku de benkyou shite imasu.

Benkyou wa owatte kara, futari de hanashite imasu ….

  Ungkapan arigatou atau doumo arigatou yang memiliki makna terima kasih, digunakan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada lawan tutur atas informasi atau kebaikan yang telah diterima. Selain mengungkapkan rasa syukur, merespon dengan ungkapan tersebut juga menandakan bahwa penutur bersyukur atas bantuan/kebaikan yang telah diterima. Terdapat bentuk formal dan tidak formal terhadap ungkapan ini, yaitu arigatou merupakan bentuk yang tidak formal, sedangkan arigatou gozaimasu atau (doumo) arigatou gozaimashita merupakan bentuk yang lebih formal dan sopan serta digunakan kepada lawan tutur yang status atau kedudukannya lebih tinggi atau kepada orang asing yang baru dikenal. Penambahan kata doumo digunakan untuk menyatakan rasa terima kasih yang lebih mendalam.

  Kobayashi Go : Dou shiyou kana … Tawapon kun, Fuji san ni nobotta koto aru?

  (Tidak. Tapi sebenarnya ingin pulang. Kalau Kobayashi akan melakukan apa?)

  Tawapon : Uun. Kaeritai kedo,… Kobayashi kun wa dou suru no?

  (Liburan musim panas apa kamu pulang ke Negara mu?)

  Kobayashi Go : Natsu yasumi wa kuni e kaeru no?

  (Kobayashi Go dan Tawapon adalah teman dekat. Mereka belajar di Universitas yang sama. Setelah pelajaran selesai, mereka berbicara berdua ….)

  (Apa yang sebaiknya dilakukan ya …. Tawapon pernah mendaki gunung Fuji?)

  Tawapon : Arigatou. Matteru yo.

  (Terima kasih. Aku tunggu.) (MNN1 P171)

  Pada contoh tuturan tersebut, Tawapon merespon ajakan dan informasi dari Kobayashi Go dengan arigatou. Arigatou merupakan bentuk yang paling santai ketika menyatakan rasa terimakasih kepada lawan tutur. Tawapon menggunakan

  arigatou karena mereka merupakan teman dekat dan dalam kesehariannya berbicara

  dengan menggunakan bahasa yang tidak formal. Apalagi saat itu mereka berada dalam situasi tuturan yang tidak formal. Apabila mereka menggunakan ungkapan yang formal, baik penutur maupun lawan tutur akan merasa sungkan dan hal tersebut dapat mempengaruhi hubungan pertemanan mereka.

  e.

   (Doumo) Arigatou Gozaimasu

Hose Santosu wa Yamada Ichirou no atarashii rinjin desu. Aruhi, Yamada

Ichirou no heya e aisatsu ni ikimasu. Oheya no mae de hanashite imasu ….

  (Hose Santosu adalah tetangga baru Yamada Ichirou. Suatu hari, ia pergi ke kamar (apartemen) Yamada Ichirou untuk menyapa. Di depan pintu kamar Yamada Ichirou ….) Yamada Ichirou : Hai, donata desuka.

  (Ya, siapa disana?) Hose Santosu : 408 no Santosu desu. (Santosu dari nomor 408.) Yamada Ichirou wa doa o akete agemasu …. (Yamada Ichirou membukakan pintu ….)

Hose Santosu : Konnichiwa. Santosu desu. Korekara osewani narimasu.

  Douzo yoroshiku onegaishimasu.

  (Selamat siang. Saya Santosu. Mulai sekarang saya akan merepotkan anda. Mohon bantuannya.)

  Yamada Ichirou : Kochira koso yoroshiku.

  (Saya juga mohon bantuannya.) Hose Santosu : Anou, kore hon no kimochi desu. (Oya, ini ada sesuatu untuk anda (ungkapan perasaan saya).)

  Yamada Ichirou : A, nan desuka.

  (Terma kasih. Apa ini?) Hose Santosu : Koohii desu. Douzo. (Kopi. Silakan) Yamada Ichirou : Doumo arigatou gozaimasu.

  (Terima kasih (banyak).)

  (MNN1 P15) Pada contoh tuturan ini, ungkapan doumo arigatou gozaimasu digunakan sebagai respon atas kebaikan yang telah diterima dari lawan tutur yang merupakan seseorang yang baru dikenal. Walaupun tidak berada dalam situasi tuturan formal, mereka berada dalam situasi pertemuan pertama, terlebih lawan tutur juga memberi sebuah hadiah. Sehingga digunakan ungkapan yang lebih sopan untuk mengungkapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya atas kebaikan yang telah diterima.

  Arigatou biasanya digunakan dalam situasi yang tidak formal, antara peserta

  tutur yang memiliki hubungan akrab atau usia yang sama. Sedangkan arigatou

  gozaimasu dapat digunakan dalam situasi yang formal dan tidak formal kepada

  orang yang belum dikenal atau belum lama dikenal dan usia yang lebih tua, serta terkesan lebih sopan digunakan. Seperti yang diungkapkan oleh Morishita (2014:76) bahwa arigatou merupakan bentuk biasa (fudan no orei), sedangkan

  aigatou gozaimasu merupakan bentuk sopan (keigo no orei). Dalam konteks yang

  lebih sopan terdapat ungkapan doumo arigatou gozaimasu yang menandakan bahwa seseorang benar-benar bersyukur atas kebaikan yang telah diterima. Ungkapan tersebut digunakan dalam konteks tuturan yang lebih formal serta digunakan kepada orang asing dan kepada lawan tutur yang usianya lebih tua atau statusnya lebih tinggi.

  f.

   Doumo

Maria Santosu wa Depaato de wain uriba o sagashite imasu.

  Mitsukeraremasen kara, soko ni iru tenkin o kiite mimasu ….

  (Maria Santosu sedang mencari tempat penjualan wine di Department Store. Karena tidak bisa menemukannya, ia mencoba bertanya kepada penjaga toko yang ada di Department Store tersebut.)

  Maria Santosu : Wain uriba wa doko desuka.

  (Dimana tempat penjualan wine?) Tenin A : Chika ikkai de gozaimasu. (Ada di lantai bawah tanah 1.) Maria Santosu : Doumo.

  (Terima kasih.)

  (MNN1 P23) Pada contoh tuturan ini, ungkapan doumo digunakan sebagai respon atas informasi yang sudah Maria Santosu terima dari pelayan di Department Store tersebut. Dalam konteks ini, doumo memiliki makna yang sama dengan arigatou dan arigatou gozaimasu yaitu terima kasih dan rasa syukur atas kebaikan yang sudah diterima dari orang lain. Karena status Maria Santosu lebih tinggi dari pelayan di Department Store tersebut dan berada dalam situasi tuturan yang tidak formal, ungkapan doumo digunakan untuk menunjukkan rasa terima kasih ringan. Selain antara tamu dan pelayan, ungkapan doumo juga dapat digunakan oleh seseorang yang lebih tua kepada lawan tutur yang usianya lebih muda dalam situasi tuturan yang tidak formal. Perbedaan penggunaan ungkapan arigatou, arigatou gozaimasu dan doumo dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

  

Tabel 2. Perbedaan Ungkapan Terima Kasih dalam Bahasa Jepang

Aspek Sosial Hubungan Hubungan Status Usia

  Situasi Kekerabatan Keakraban Sosial Ekspresi

  sama, +kerabat +dekat sama, non

  Arigatou

  lebih -kerabat lebih formal muda rendah

  Arigatou sama, -kerabat -dekat sama, non

Gozaimasu lebih tua +kerabat +dekat lebih formal

  tinggi

  

Doumo Arigatou sama, -kerabat -dekat sama, formal

Gozaimasu lebih tua lebih

  tinggi

  Doumo sama, -kerabat -dekat sama, non

  lebih +kerabat +dekat lebih formal muda rendah Sumber : Hasil Data diolah (2018)

  Pembelajaran dengan Pendekatan Semantik dan Pragmatik

  Apabila dilihat dari ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan rasa terima kasih dan meminta maaf, ungkapan tersebut memiliki makna yang serupa tetapi penggunaannya berbeda. Sebagai contoh, ungkapan gomennasai, sumimasen,

  

moushiwake arimasen dan moushiwake gozaimasen merupakan ungkapan yang

  memiliki makna permintaan maaf, tetapi digunakan kepada lawan tutur yang berbeda atau dalam situasi yang berbeda. Begitu juga dengan ungkapan arigatou, arigatou

  

gozaimasu dan doumo memiliki makna rasa beruntung dan bersyukur karena telah

  menerima kebaikan, tetapi digunakan kepada lawan tutur yang berbeda atau dalam situasi yang berbeda. Maka dari itu, mengajarkan ungkapan ini berdasarkan kelompoknya kepada pemelajar bahasa Jepang akan memberi pemahaman kepada pemelajar tersebut bahwa terdapat beberapa ungkapan yang memiliki makna sama dan dapat digunakan untuk menyatakan rasa terima kasih.

  Fakta kedua yaitu, ungkapan sumimasen yang memiliki makna permintaan maaf, dalam konteks tuturan yang berbeda memiliki makna terima kasih. Seperti yang dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa sumimasen yang digunakan dalam tuturan kedua tetap memiliki makna permintaan maaf karena sudah merepotkan lawan tutur, tetapi dibalik permintaan maaf tersebut terdapat maksud mengungkapkan rasa beruntung karena menerima kebaikan dari lawan tutur. Sehingga, selain memiliki makna leksikal, ungkapan sumimasen memiliki makna kontekstual yaitu maksud seseorang yang ingin ditunjukkan kepada lawan tutur.

  Pragmatik juga berkaitan dengan tindak tutur. Selain itu, berbicara tentang pragmatik, tidak hanya mengenai maksud yang diungkapkan oleh seseorang, tetapi juga mengenai penggunaan suatu ungkapan berasarkan konteks yang tepat. Konteks yang dimaksud dalam hal ini adalah peserta tutur, tempat dan situasi ketika tuturan tersebut berlangsung. Dalam kaitanya dengan bahasa Jepang, konteks yang mempengaruhi penggunaan suatu ungkapan dalam berkomunikasi adalah aspek sosial yang berlaku dalam masyarakat Jepang sendiri, yaitu umur, status sosial, hubungan keakraban, hubungan kekerabatan antar peserta tutur dan situasi formal/non formal ketika sebuah ungkapan digunakan. Seperti yang diungkapkan oleh Saeed (2016) bahwa:

  Pragmatics, on the other hand, is the study of the role of language in social

action, inparticular how communication is reliant on mutual understanding of

intentions, goals and socialrelationships.

  Saeed (2016:177) Saeed (2016) mengatakan bahwa di sisi lain, pragmatik adalah studi mengenai peran bahasa dalam aksi sosial, khususnya bagaimana komunikasi bergantung pada saling pengertian terhadap niat, tujuan dan hubungan sosial. Hal itu berarti penggunaan ungkapan bahasa Jepang, khususnya ungkapan meminta maaf dan berterima kasih harus disesuaikan berdasarkan aspek-aspek sosial tersebut agar hubungan sosial antar peserta tutur dapat terjalin dengan baik. Maka dari itu, pembelajaran berpendekatan pragmatik dapat dilakukan dengan menuangkan ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam bentuk percapakan disertai dengan konteks tuturan yang jelas yaitu peserta tutur, tempat dan situasi tuturan tersebut digunakan akan memberi peserta didik pemahaman tentang penggunaan ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk berterima kasih dan meminta maaf dalam konteks yang tepat. Mengajarkan makna leksikal ungkapan tersebut melalui persamaan makna dapat dikatakan menggunakan pendekatan sematik, sedangkan mengajarkan makna kontekstual dan penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks yang tepat dapat dikatakan menggunakan pendekatan pragmatik.

  Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa ungkapan yang dapat digunakan sebegai respon untuk menunjukkan permintaan maaf dan rasa terima kasih kepada lawan tutur. Walaupun memiliki makna sama, penggunaan ungkapan tersebut harus disesuaikan dengan konteks yaitu peserta tutur, tempat dan situasi saat berlangsungnya tuturan. Selain itu, aspek sosial masyarakat Jepang juga mempengaruhi penggunaan ungkapan tersebut. Sehingga, dalam mengajarkan ungkapan tersebut, sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan menerjemahkan, tetapi memberi contoh penggunaan ungkapan tersebut melalui contoh-contoh tuturan dan mengandung konteks.

  Pembelajaran ungkapan bahasa Jepang melalui pendekatan sematik dan pragmatik ini juga dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Jepang di sekolah atau tempat belajar bahasa Jepang lainnya. Tidak hanya ungkapan yang digunakan untuk meminta maaf atau berterima kasih, tetapi juga ungkapan yang digunakan untuk respon lainnya.

  DAFTAR PUSTAKA Minna no Nihongo I Second Edition. 2012. Japan Foundation.

  Minna no Nihongo II Second Edition. 2012. Japan Foundation. Morishita, Emiko. 2014. Watashi no Keigo Tadashii to Omotteitakeredo. Toukyou: Kadokawa.

  Osamu Mizutani and Nobuko Mizutani. 1987. How to be Polite in Japanese. Japan: The Japan Times.

Rini, Elizabeth Ika. H.A.N. 2014. “Perbandingan Konsep Persalaman “Terima Kasih” dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang”. Jurnal Izumi, Vol.3 No.2, 2014

  Saeed, John. 2016. The Routledge Handbook of Semantics. New York: Routledge. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

  Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.