PENGARUH BEBERAPA MEDIA KULTUR JARINGAN

PENGARUH BEBERAPA MEDIA KULTUR JARINGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN PLANLET ANGGREK PHALAENOPSIS BELLINA
Astri Oktafiani*, Melia Puspitasari, Titiek Purbiati, Destiwarni
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat
Jl. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu Kalimantan Barat Telp. (0561) 882069, 883883

ABSTRAK
Phalaeonopsis bellina merupakan salah satu anggrek spesies Kalimantan Barat
yang cukup digemari penggemar anggrek. Hingga kini anggrek ini diperoleh dengan cara
mengambilnya langsung dari alam sehingga jumlahnya masih sangat terbatas. Selain itu
jika hal ini dilakukan terus menerus dikhawatirkan dapat mengancam kelestariannya. Oleh
karena itu untuk mendukung ketersediaan anggrek ini dilakukan percobaan mengenai
pengaruh beberapa media kultur terhadap pertumbuhan planlet anggrek Phalaeonopsis
bellina. Percobaan dilakukan di laboratorium kultur jaringan Orchid Center (OC)
Pontianak, Kalimantan Barat pada bulan Oktober 2009 sampai Juni 2010, Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan yang diuji adalah : (1)
Knudson C PA 100 % tanpa tambahan charcoal, (2) Knudson C teknis 100% tanpa
tambahan charcoal, (3) Knudson C PA 70 % tanpa tambahan charcoal, (4) Knudson C
teknis 70 % tanpa tambahan charcoal, (5) Knudson C teknis 100 % + charcoal 1 g/l, (6)
Knudson C PA 70 % + 1 g/l charcoal, (7) pupuk hyponex 2 gr/l, (8) pupuk topsil 2gr/l.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa media berpengaruh sangat nyata terhadap umur

keluar tunas, umur keluar daun dan umur keluar akar. Umur keluar tunas, umur keluar daun
dan umur keluar akar tercepat dihasilkan pada perlakuan 6 (media Knudson C PA 70 %
dengan tambahan charcoal) yaitu masing-masing 54.3, 78.1, 100.2 hari. Hingga minggu ke32 didapati bahwa rata-rata jumlah akar dan daun tertinggi dihasilkan pada perlakuan ini
yaitu 3.33 akar dan 3.56667 helai daun dan sebaliknya terendah pada perlakuan 1 (media
Knudson C PA 100 % tanpa tambahan charcoal) yaitu 1.9 helai daun.
Kata kunci : P. bellina, media kultur, plb, planlet
*Alamat korespondensi : Jl. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu Kalimantan Barat.
Email : astri_moslem@yahoo.com

PENDAHULUAN
Phalaeonopsis bellina merupakan salah satu anggrek spesies Kalimantan yang
digemari oleh pencinta anggrek. Wilayah penyebarannya meliputi Kalimantan Barat dan
Serawak. Permintaan terhadap anggrek ini masih dipenuhi dengan cara mengambilnya
langsung dari alam atau melalui perbanyakan konvensional. Pengambilan langsung dari

alam secara terus menerus dikhawatirkan dapat menyebabkan punahnya spesies ini di
habitat aslinya. Sedangkan metode pebanyakan konvensional memiliki kelemahan berupa
terbatasnya bibit atau tanaman yang dihasilkan serta membutuhkan waktu yang lama untuk
memperoleh anakan baru. Hal ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan anggrek ini di
pasar.

Perbanyakan tanaman secara in vitro atau yang lebih dikenal dengan kultur jaringan
terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit tanaman dalam jumlah besar dan seragam
dalam waktu relatif singkat. Aplikasi teknologi ini telah banyak dilakukan terhadap
berbagai spesies tanaman, diantaranya seperti yang dilakukan oleh Hutami (1998) untuk
perbanyakan tanaman nilam khimera, Mariska (1998) dalam upaya penyediaan benih
tanaman jahe dan Kosmiatin (2005) dalam upaya perbanyakan gaharu.
Telah dilakukan penelitian terkait media kultur jaringan untuk family orchidaceae terutama
genus Dendrobium. Widiastoety (1994) melaporkan bahwa penambahan 150 ml air kelapa sangat
berpengaruh terhadap pembentukan protocorm like bodies (plb). Widiastoety (1995) meneliti

tentang pengaruh berbagai sumber dan kadar karbohidrat terhadap pertumbuhan planlet
anggrek Dendrobium, dilaporkan bahwa penggunaan karbohidrat dengan kadar 10 gr/ l
terbukti efektif mempercepat pertumbuhan batang, daun dan akar planlet Dendrobium.
Widiastoety (1997) melaporkan bahwa pemberian air kelapa sebanyak 150 ml/l pada
tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang dapat mendorong pertumbuhan planlet anggrek
Dendrobium.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai modifikasi media
kulltur jaringan terhadap pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis bellina dalam upaya
penyediaan bibit secara massal dan cepat.


METODOLOGI
Penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan Orchid Centre (OC) Pontianak,
Kalimantan Barat dari bulan Oktober 2009 sampai Juni 2010. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan yang diulang 3 kali. Masingmasing perlakuan terdiri dari 10 unit per ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi dari KC
(Knudson C) PA dan teknis dengan konsentrasi yang diujikan 70 % dan 100 % dengan atau
tanpa penambahan 1 g/l charcoal. Selain itu diujikan pula media kultur dengan bahan dasar
pupuk Hyponex dan Topsil. Dengan demikian perlakuan media yang diuji terdiri atas 8
perlakuan yaitu: (1) Knudson C PA 100 %, (2) Knudson C teknis 100% , (3) Knudson C PA
70 %, (4) Knudson C teknis 70 %, (5) Knudson C teknis 100 % + charcoal, (6) Knudson C
PA 70 % + charcoal, (7) pupuk hyponex 2 gr/l, (8) pupuk topsil/ gandasil 2gr/l. Setiap
formulasi media ini kemudian diberi tambahan kentang 65 g/l, air kelapa 100 ml/l, sukrosa
20 g/l, pepton 1 g/l dan agar 7g/l.
Eksplan yang digunakan adalah protocorm like bodies (plb) anggrek Phalaenopsis
bellina. Plb diperoleh dari biji yang sebelumnya telah dikulturkan pada media Knudson C
PA 100 %. Plb yang terbentuk ini kemudian dikulturkan pada setiap perlakuan media.
Pengamatan dilakukan terhadap peubah umur keluar tunas, umur keluar daun, umur keluar
akar. Selain itu dilakukan pengamatan persentase kontaminasi, persentase planlet hidup,

jumlah daun, jumlah akar pada minggu ke-8, 16, 24, dan 32. Seluruh data yang terkumpul
kemudian dianalisis ragamnya, jika berbeda nyata kemudian diuji lanjut menggunakan uji

Duncan taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data tentang umur keluar tunas, umur keluar daun dan umur keluar akar disajikan
pada Tabel 1. Hasil analisis statistik memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata di
antara perlakuan yang diuji. Umur keluar tunas, daun dan akar paling cepat dihasilkan oleh
media Knudson PA 70 % yang diberi tambahan charcoal (perlakuan 6) yaitu masingmasing 54.3 hari, 78.07 hari dan 100.23 hari terkecuali untuk peubah umur keluar akar
yang tidak berbeda nyata dengan media perlakuan media Knudson teknis 70 % tanpa
tambahan charcoal (perlakuan 4). Sebaliknya, perlakuan yang menghasilkan tunas, daun,
dan akar paling lambat adalah media Hyponex dan Topsil (Tabel 1).
Media Knudson C merupakan media yang umum digunakan untuk kultur jaringan
anggrek. Media ini pertama kali diformulasikan oleh Lewis Knudson pada tahun 1949
(Arditti, 1996). Walaupun begitu, beberapa spesies anggrek terkadang membutuhkan
charcoal (karbon aktif) agar dapat tumbuh baik pada media ini. Hal ini dikarenakan adanya
zat fenol yang diproduksi oleh eksplan. Zat fenol menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
planlet. Charcoal yang ditambahkan ke media berfungsi menyerap senyawa-senyawa
toksik yang ada dalam media (Widiastoety, 2001).

Tabel 1. Umur keluar tunas, umur keluar daun, dan umur keluar akar planlet Phalaenopsis
bellina pada 8, 16, 24 dan 32 minggu setelah perlakuan

Umur keluar tunas
Umur keluar daun
Umur keluar akar
(hari)
(hari)
(hari)
KPA 100 (1)
70.43 b
88.47 c
105.23 c
KT 100 (2)
65.03 c
85.60 d
110.33 b
KPA 70 (3)
61.20 d
81.30 e
103.97 d
KT 70 (4)
58.40 e

79.77 f
100.40 f
KT 100 C (5)
60.43 d
80.27 ef
102.37 e
KPA 70 C (6)
54.30 f
78.07 g
100.23 f
HYP (7)
81.50 a
92.77 a
110.73 b
TPS (8)
80.50 a
90.23 b
120.97 a
Keterangan : KPA = Knudson C PA
KT = Knudson C teknis

C = Charcoal
HYP = Hyponex
TPS = Topsil
100 = 100%
70 = 70 %
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan α = 5%.
Media

Persentase planlet hidup tertinggi dihasilkan oleh perlakuan media Knudson C PA
70 % yang ditambah charcoal (perlakuan 6), hingga minggu terakhir pengamatan terdapat
88.03 % planlet yang hidup. Persentase planlet hidup pada media ini tidak berbeda nyata
dengan perlakuan media Knudson C teknis 100 % ditambah charcoal (perlakuan 5) yang
sampai minggu terakhir pengamatan menghasilkan 85.17 % planlet hidup (Tabel 2). Pada
perlakuan yang lain terjadi penurunan persentase planlet hidup yang signifikan dari minggu
ke minggu (Gambar 1). Persentase planlet hidup terendah dihasilkan pada media Knudson
PA 70% tanpa tambahan charcoal yaitu 19.27 % (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan charcoal pada media menyebabkan planlet Phalaenopsis bellina dapat
berkembang baik. Planlet pada media yang tidak diberi tambahan charcoal menunjukkan
gejala fenolik, kematian jaringan sedikit demi sedikit dan akhirnya mati (Gambar 2).

Phalaenopsis bellina tampaknya dapat tumbuh lebih baik saat dikulturkan pada media yang
diberi tambahan charcoal. Penggunaan charcoal pertama kali dilakukan oleh John T. Curtis
dalam usahanya untuk memberikan simulasi kondisi perkecambahan anggrek seperti pada
kondisi alaminya (Arditti, 1996).

Gambar 1. Grafik persentase planlet P. bellina yang masih hidup pada 8, 16, 24 dan 32
minggu setelah perlakuan

a

b

Gambar 2. (a) Planlet yang tumbuh normal (b) Planlet yang mengalami gejala fenolik
Tabel 2. Persentase planlet P. bellina hidup pada 8, 16, 24 dan 32 minggu setelah perlakuan
Media
KPA 100 (1)
KT 100 (2)
KPA 70 (3)
KT 70 (4)
KT 100 C (5)

KPA 70 C (6)
HYP (7)

8
82.53 bcd
85.40 abc
82.03 cd
80.87 d
86.60 ab
88.83 a
70.87 e

Waktu pengamatan (minggu ke-)
16
24
61.63 b
35.43 ad
56.33 c
23.03 e
47.63 e

33.40 d
61.37 b
38.47 c
91.73 a
85.63 a
89.43 a
88.67 a
51.53 d
42.73 b

32
25.80 c
21.50 e
19.27 e
22.00 de
85.17 a
88.03 a
30.67 b

TPS (8)

Keterangan : sda

72.83 e

59.37 b

32.80 d

25.40 cd

Data tentang jumlah daun dan akar planlet disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan media yang
diujikan. Sampai dengan minggu ke-32, terlihat bahwa jumlah daun dan akar tertinggi
dihasilkan pada perlakuan media Knudson C PA 70 % yang diberi tambahan charcoal
(perlakuan 6) yaitu masing-masing 3.57 dan 3.33. Jumlah daun terendah dihasilkan pada
perlakuan media Knudson C PA 100% tanpa tambahan charcoal (perlakuan 1) yaitu 1.90
dan jumlah akar terendah pada media Knudson C teknis 100% yang diberi tambahan
charcoal (perlakuan 5) yaitu 2.03 (Tabel 2).
Perlakuan media Knudson teknis 100% yang diberi tambahan charcoal
(perlakuan 5) tidak menunjukkan jumlah daun dan akar sebaik Knudson C PA 70 % yang
diberi tambahan charcoal (perlakuan 6), hingga minggu ke-32 media ini hanya
menghasilkan 2.60 daun dan 2.03 akar (Tabel 3). Jumlah akar pada media ini (perlakuan 5)
lebih sedikit daripada yang dihasilkan media Knudson C PA 100% tanpa tambahan
charcoal (perlakuan 1), namun tetap lebih baik mengingat persentase planlet hidupnya
lebih tinggi yaitu 85.17 % yang berarti peluang jumlah planlet atau bibit yang berhasil
diproduksi lebih besar daripada perlakuan media Knudson C 100% tanpa tambahan
charcoal (perlakuan 1) yang persentase planlet hidupnya 25.80% (Tabel 2).

Tabel 3. Jumlah daun dan akar planlet P. bellina pada 8, 16, 24 dan 32 minggu setelah
perlakuan
Media

KPA 100 (1)
KT 100 (2)
KPA 70 (3)
KT 70 (4)
KT 100 C (5)

8
Daun
Akar
1.17 c
1.37 b
1.40 bc 1.10 cd
1.27 c
1.30 bc
1.37 bc 1.30 bc
1.50 b
1.17 bcd

Waktu pengamatan (Minggu ke-)
16
24
Daun
Akar
Daun
Akar
1.43 a 1.83 b
1.60 d
2.33 b
1.73 b
1.40 e
2.10 bc 1.70 d
1.60 bc 1.53 cde
2.10 bc 2.17 b
1.67b
1.73 bc
2.03 c
2.13 bc
1.80 b
1.50 cde
2.30 b
1.70 d

32
Daun
Akar
1.90 e
2.83 b
2.40 c
2.20 d
2.40 c
2.43 c
2.37 c
2.53 c
2.60 b
2.03 d

KPA 70 C (6)
HYP (7)
TPS (8)

2.47 a
1.17 c
1.20 c

2.10 a
1.07 d
1.20 bcd

2.77 a
1.40 c
1.43 c

2.50 a
1.43 de
1.67 bcd

3.13 a
1.77 d
1.70 d

3.00 a
1.63 d
1.93 c

3.57 a
2.23 cd
2.13 d

3.33 a
2.17 d
2.43 c

Keterangan : sda

KESIMPULAN DAN SARAN
1.
2.

3.
4.

Penambahan charcoal 1 g/l meningkatkan persentase planlet Phalaenopsis bellina hidup.
Media Knudson C teknis 100% yang diberi tambahan charcoal mampu menghasilkan
persentase planlet hidup sama baiknya dengan Knudson C PA 70% yang diberi tambahan
charcoal.
Umur keluar tunas, umur keluar daun dan umur keluar akar tercepat dihasilkan pada media
Knudson C PA 70% yang diberi tambahan charcoal.
Jumlah daun dan akar tertinggi dihasilkan pada perlakuan media Knudson C PA 70% yang
diberi tambahan charcoal.

DAFTAR PUSTAKA

Arditti, J. dan Abraham DK. 1996. Orchid micropropagation: the path from laboratory to
commercialization and an account of several unappreciated investigators. Botanical
Journal of the Linnean Society. 122 : 183 – 241.
Hutami, S., Novianti S., Yati S. dan Ika Mariska. 1998. Perbanyakan in vitro tanaman nilam
khimera melalui proliferasi tunas aksiler. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol 3 No. 2 :
47- 52.
Kosmiatin, M., Ali Husni, dan Ika Mariska. 2005. Perkecambahan dan perbanyakan gaharu
secara in vitro. Jurnal Agrobiogen. 1 (2) : 62 – 67.
Mariska, I., Hobir, SF. Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tanaman jahe melalui kultur
jaringan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol XVII (1) : 9 – 13.
Widiastoety. D, dan Santi 1994. Pengaruh air kelapa terhadap pembentukan protokorm like
bodies (plbs) dari anggrek Vanda dalam medium cair. Jurnal Hortikultura.
4(2):71-73.
____________, dan Farid A. Bahar. 1995. Pengaruh berbagai sumber dan kadar karbohidrat
terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura. 5(3):76–
80.
____________, Surachmat Kusumo dan Syafni. 1997. Pengaruh tingkat ketuaan air kelapa
dan jenis kelapa terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Jurnal
Hortikultura. 7 (3) : 768 – 772.
____________. 2001. Perbaikan genetik dan perbanyakan bibit secara in vitro dalam
mendukung pengembangan anggrek di Indonesia. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol 20 No 4 : 138 – 143.