E-Book Majalah Geografi Warta Geologi Volume 3 Nomor 4

Dua Sisi Mata Uang Penebangan Hutan antara Kering-kerontang dan Banjir

Kesalahan besar yang sering menerpa suatu kaum Hutan tidak saja berfungsi sebagai paru-paru dunia, adalah tidak pernah belajar dari suatu kejadian, tidak

tetapi sekaligus sebagai pengikat tanah dan pada pernah belajar dari pengalaman. Kesalahan tersebut

gilirannya akan menangkap aliran air di permukaan menghasilkan tragedi yang berkali-kali terjadi.

untuk disimpan di dalam akuifer yang akan mengalir keluar ketika kemarau datang.

Contoh kecil yang sebenarnya sangat disadari oleh semua pihak, bahwa menebang hutan secara

Hidup dengan mengacu pada hasil kerja keras para semena-mena akan menghasilkan dua sisi mata

geolog dan pecinta lingkungan adalah langkah awal uang. Sisi pertama adalah musim kemarau yang

yang patut. Adalah hal yang tidak bijaksana apabila akan menghasilkan kekeringan yang kerontang

berdiri menuding bahwa posisi geografis adalah karena tidak ada cadangan air tanah, sedangkan sisi

penyebab sumua bencana yang terjadi. Kondisi lainnya akan menghasilkan longsor dan banjir yang

tersebut adalah given yang sudah tentu tidak membawa lumpur beserta pepohonan.

bisa direkayasa, apalagi merubahnya. Yang dapat dilakukan adalah berlaku bijak dalam menata dan

Apabila menyimak Peta Kerentanan Gerakan Tanah,

mempergunakannya.

kita akan terkesima setelah menyadarinya bahwa hampir 75 % bumi Indonesia rentan akan gerakan

Peta Kerentanan Gerakan Tanah telah tersedia, tanah (longsor). Posisi geografis Indonesia yang

Daerah Rawan Banjir sudah pasti, tetapi tidak sedikit diapit oleh tiga mega lempeng dunia yang sering

orang yang menjadikannya sebagai lokasi favorit dituding sebagai salah satu pemicunya. Posisi

sebagai tempat tinggal.

tersebut menghasilkan banyak gunungapi, morfologi yang berbukit dan tentu saja, kondisi batuan yang

Alangkah sulitnya berfikir dan bertindak menghindar tidak kompak.

dari tragedi yang sudah berkali-kali menerpa. Alhasil, setiap kemarau datang tanah menjadi retak karena

Lelah mata kita menyimak berbagai informasi dari ketiadaan air tanah dan memasuki musim hujan beragam media massa yang menayangkan berita

retakan tanah terisi air dan memicu tanah bergerak kekeringan, banjir, longsor. Ada kalanya lokasi

yang menghasilkan longsor. Mengapa kita tidak mau kejadiannya di tempat yang sama terjadi setiap

belajar dari kesalahan dan pengalaman? nSR Wittiri tahun.

Belum lama ini kita menyaksikan longsor yang disusul dengan banjir yang merendam suatu perkampungan di Provinsi Sulawesi Barat. Ada pemandangan yang tidak lazim di sana, pada salah satu sekolah yang terlanda bukan saja terendam oleh lumpur yang tebal, tetapi juga pepohonan mulai ranting hingga batang. Hanya ada satu penjelasan yang logis, longsor yang disusul banjir tersebut karena ulah penebangan hutan yang semena-mena.

Editorial

Geologi Populer

Fenomena Semburan Lumpur di Indonesia:

Edukasi bagi Masyarakat di sekitar Sumur Migas di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir (OI)

Oleh: Edy Sutriyono 1 , Budhi Setiawan 2 , Budhi K. Susilo 1 , Ika Juliantina 2 , Endang Wiwik D.H. 1

B tinggal di sekitar lapangan migas di Sumatera

encana semburan lumpur belakangan ini telah menjadi perhatian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang

Selatan. Dalam upaya mengantisipasi kejadian alam seperti itu diperlukan edukasi melalui penyuluhan mengenai semburan lumpur agar masyarakat mendapat wawasan yang lebih luas, sehingga kepanikan yang berlebihan dapat dihindari. Penyuluhan dilakukan di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, di daerah tersebut sedang dilakukan pengaktifan kembali sumur-sumur

yang berupa meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai fenomena semburan lumpur, dilakukan melalui kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah penyuluhan. Berdasarkan hasil evaluasi diketahui adanya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai fenomena semburan lumpur yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

kegiatan

ini,

1. Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Sriwijaya E-mail: edy_ sutriyono@yahoo.com 2. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan E-mail: budhi@wgtt.org

Pendahuluan Keberadaan lapangan migas di suatu daerah diharapkan dapat berkontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD). Daerah Tanjung Tiga Timur di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir memiliki sumur-sumur migas yang ditinggalkan sementara kegiatan operasinya (temporary abandonment). PT Pertamina EP Region Sumatera berkerjasama dengan PT Formasi Sumatera Energi berupaya untuk mengaktifkan kembali sumur- sumur migas yang ditinggalkan tersebut. Upaya pengaktifan kembali sumur migas perlu dibarengi dengan pengelolaan lingkungan yang baik, termasuk sosialisasi kepada masyarakat setempat sehubungan dengan

pengaktifan kembali

program tersebut. Fenomena LUSI Perlu disadari bahwa eksploitasi migas seringkali menimbulkan dampak lingkungan yang secara

langsung ataupun tidak langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar. Pencemaran lingkungan akibat zat-zat kimia dari tumpahan minyak, semburan liar (blowout) berupa lumpur atau gas

methana (CH 4 ), dan kebocoran pipa minyak/gas adalah contoh-contoh permasalahan lingkungan secara fisik. Dampaknya secara non-fisik yang terkait dengan aspek sosial-ekonomi dan psikologi masyarakat sering kali lebih serius dan bersifat lebih kompleks atau rumit, terutama dalam upaya pemulihan atau “recovery”. Kasus semburan lumpur Sidoarjo di Jawa Timur atau yang dikenal sebagai LUSI yang terjadi sejak tahun

Model “mud volcano” (dari Prasetyo, 2007). 2006 diduga terkait dengan kegiatan pemboran ekplorasi migas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas (Perusahaan Swasta Nasional).

Semburan lumpur di Desa Lubai Persada, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan) yang terjadi pada bulan April 2008 di stasiun kompresor gas Merbau (Mbu) 01 milik PT Pertamina EP Region Sumatera merupakan contoh lain bencana yang terkait dengan aktifitas eksploitasi migas. Kedua fenomena itu telah menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Fenomena serupa bukannya tidak mungkin akan didapatkan juga di Kabupaten Ogan Ilir, terutama jika dilihat dari tatanan tektoniknya, yaitu lapangan migas di Muara Enim dan Ogan Ilir secara regional keduanya berada pada South Sumatera back-arc basin.

Publikasi secara luas bencana semburan lumpur di beberapa daerah di Indonesia, khususnya yang terjadi di Kabupaten Muara Enim, tentunya telah menarik perhatian dan memberikan dampak psikologis sebagian masyarakat yang wilayahnya terdapat sumur migas. Dalam rangka mengantisipasi kejadian alam seperti di

Peta tektonik Sumatera. Kabupaten OI dan Kabupaten Muara Enim terletak di Kabupaten Muara Enim, masyarakat di Kecamatan

South Sumatera Basin (modifikasi dari Sutriyono, 1998). Geologi Populer

Rambang Kuang, maka Kabupaten Ogan Ilir perlu mendapatkan edukasi melalui penyuluhan mengenai fenomena semburan lumpur di beberapa daerah di Indonesia agar mereka mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang hal itu, sehingga kepanikan yang berlebihan dapat dihindari jika di daerahnya terjadi hal yang serupa. Lebih jauh lagi, pemahaman yang cukup tentang kejadian alam tersebut diharapkan masyarakat dapat turut berperan aktif dalam menangani permasalahan yang ada, termasuk penanganan pengungsi, penyelamatan harta miliknya, dan dampak kemasyarakatan lainnya.

Tinjauan Pustaka Indonesia dikenal sebagai daerah “ring of fire” di kawasan Asia-Pasifik merupakan wilayah yang rentan terhadap bencana alam. Fenomena alam yang hingga kini menjadi kontroversi adalah LUSI. Kemunculan LUSI menjadi kontroversi diduga karena adanya muatan “politis” yang menyertainya, sehingga sulit bagi pemerintah untuk menyatakan apakah LUSI itu sebagai bencana alam (natural disaster) ataukah bencana yang diakibatkan oleh aktifitas pemboran sumur eksplorasi migas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas. Terlepas dari kontroversi yang terkait dengan kepentingan politik, LUSI, oleh para ahli geologi dipandang sebagai fenomena ”mud volcano” atau gunung api lumpur, yang mengalami erupsi akibat aktivitas tektonik yang terkait dengan penyusupan lempeng Indo- Australia di bawah pulau Jawa.

Seperti telah disebutkan bahwa semburan lumpur ternyata terjadi juga di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan). Kemunculan lumpur di Indramayu dikaitkan dengan kegiatan seismik yang dilakukan oleh PT Pertamina, sedang di Muara Enim semburan lumpur merupakan gejala ”blowout” di sumur migas milik PT Pertamina EP Region Sumatera yang telah dimatikan sejak tahun 2002 (dalam sejarahnya, sumur itu pernah mengalami blowout di tahun 2002).

Dalam kasus Muara Enim, PT Pertamina EP Region Sumatera memberikan argumentasi bahwa blowout dipicu oleh gerakan lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah pulau Sumatera ketika terjadi gempa tektonik di Bengkulu, sehingga semen penyumbat sumur retak dan mengakibatkan terjadinya semburan lumpur. Berdasarkan Ali Syahbana (Asisten Manager) PT Pertamina EP Region Sumatera, kedalaman sumber semburan lumpur di daerah ini adalah 27 meter (Sumatera Ekspres, 7 Mei 2008), oleh karena itu kasus ini dianggap berbeda dengan LUSI yang memiliki kedalaman

cukup besar. Apapun faktor penyebab dari erupsi lumpur di wilayah itu, namun satu faktor yang dapat dipastikan yaitu adanya formasi lumpur dengan kandungan gas cukup tinggi.

Secara tektonik, wilayah Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Muara Enim keduanya berada pada sistem South Sumatera back-arc basin, dan daerah cekungan sedimen itu dikenal sebagai penghasil minyak dan gas bumi. Berdasarkan kesamaan lingkungan tektoniknya, kedua wilayah kabupaten tersebut kemungkinan memiliki kemiripan kondisi geologi.

Dalam konteks semburan lumpur, formasi lumpur yang dijumpai di Kabupaten Muara Enim kemungkinan didapatkan juga di Kabupaten Ogan Ilir, hal ini dimungkinkan karena kedua wilayah itu di masa lampau berada pada satu sistem cekungan pengendapan, sehingga memiliki kemiripan sejarah geologi. Tentu saja, skenario ini memerlukan penelitian lebih lanjut lagi untuk membuktikan bahwa formasi lumpur bertekanan tinggi dijumpai juga di wilayah Kabupaten Ogan Ilir.

Materi dan Metode Pelaksanaan Kegiatan pengabdian masyarakat berupa edukasi tentang fenomena semburan lumpur di Indonesia, telah dilaksanakan di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan banyaknya sumur migas disekitar pemukiman penduduk didalam wilayah ini. Untuk itu, dalam melaksanakan kegiatan ini telah disusun: a.Kerangka pemecahan masalah yaitu pemfokusan kegiatan pada dampak sosial akibat fenomena semburan lumpur di suatu daerah, sehingga masyarakat

disekitar sumur-sumur migas memiliki kewaspadaan bencana terkait dengan kemungkinan terjadi semburan lumpur.

b.Realisasi kegiatan pengabdian masyarakat mengenai dampak sosial akibat fenomena semburan lumpur diwujudkan dalam bentuk edukasi dimaksudkan memberikan pengetahuan tentang

kondisi geologi daerahnya dan pemahaman tentang fenomena semburan lumpur bagi masyarakat yang tinggal disekitar sumur-sumur migas di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir.

c.Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan hanya ditujukan bagi perwakilan dari

5 (lima) desa, mengingat keterbatasan tempat di kantor kecamatan Rambang Kuang. Kelima desa tersebut adalah Desa Tambang Rambang, Sukananti, Tanjung Bulan, Kayu Ara dan Tanjung Miring.

Geologi Populer

Geologi Populer

d.Metode pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui ceramah dan tanya jawab. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat mengenai materi edukasi maka dilakukan kuesioner sebelum dan sesudah pelaksanaan.

Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilaksanakan melalui kuesioner kepada peserta sebelum dan sesudah ceramah mengenai semburan lumpur.

Persiapan Kegiatan Pada tahap persiapan pelaksanaan kegiatan, tim pelaksana melakukan kunjungan lapangan sebanyak 2 kali. Pada kunjungan pertama, tim pelaksana melakukan orientasi lapangan dengan melihat secara langsung situasi kehidupan masyarakat, sekaligus memperkenalkan diri, melakukan sosialisasi rencana kegiatan dan memohon perizinan dan bantuan fasilitas bagi pelaksanaan kegiatan. Pada kunjungan kedua, tercapai kesepakatan antara Tim Pelaksana dan Bapak Camat terkait dengan waktu dan tempat kegiatan.

Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan

dari LPM Universitas Sriwijaya dengan judul “Fenomena Semburan Lumpur di Indonesia:

Edukasi bagi Masyarakat di sekitar Sumur Migas di Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir dilaksanakan pada hari Kamis, 30 Oktober 2008 di Ruang Pertemuan, Kantor Kecamatan Rambang Kuang. Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang berasal dari 5 (lima) desa dimana di wilayahnya terdapat sumur-sumur minyak yang masih produksi, maupun sumur-sumur yang sudah ditinggalkan (lebih dikenal sebagai sumur tua). Peserta yang hadir dalam kegiatan ini tercatat di daftar hadir sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) orang.

Adapun inti dari kegiatan ini adalah edukasi bagi peserta melalui ceramah. Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dipandu langsung oleh Camat Rambang Kuang. Ceramah ini menjelaskan tentang kondisi tatanan tektonik di Indonesia dan keterkaitannya dengan fenomena terbentuknya gunung lumpur. Hal yang menarik adalah penjelasan tentang fenomena LUSI dan kemungkinan terjadinya peristiwa yang sama di Sumatera Selatan, khususnya di Kecamatan Rambang Kuang.

Evaluasi Kegiatan Pada pelaksanaan kegiatan ini, peserta telah diminta untuk mengisi kuisioner sebanyak dua kali, yakni sebelum dan sesudah ceramah. Kuisioner tersebut memuat sejumlah pertanyaan yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian. Pertama, pertanyaan yang mengukur tingkat pengetahuan dan persepsi peserta tentang semburan lumpur

Pengamatan lapangan : nyala gas bumi melalui pipa dekat pemukiman penduduk .

di Indonesia; kedua, pertanyaan yang mengukur tingkat pengetahuan peserta tentang dampak sosial dan upaya penanggulangan semburan lumpur di Indonesia; dan ketiga, pertanyaan untuk lebih memahami persepsi peserta terhadap upaya mengaktifkan sumur minyak di daerah ini. Pada umumnya peserta telah mengetahui adanya kejadian semburan lumpur di Sidoarjo.

Informasi penyebab kejadian lumpur oleh sebagin besar peserta juga telah diketahui. Sebelum penyuluhan, umumnya peserta berpendapat bahwa kejadian semburan lumpur ini diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas. Setelah penyuluhan, hampir setengah dari peserta berpandangan bahwa kejadian tersebut bukan sepenuhnya kesalahan PT Lapindo Brantas.

Setelah penyuluhan

peserta

mempunyai

pandangan mengenai adanya pengaruh gempa pada kejadian semburan lumpur tersebut. Peserta juga memperoleh pengetahuan yang cukup mengenai gunung lumpur di Sidoarjo. Peserta telah mengetahui adanya semburan lumpur di Muara Enim dan memahami penyebab terjadinya. Selain itu, pendapat peserta juga berubah tentang adanya pengaruh gempa Bengkulu terhadap semburan lumpur di Muara Enim.

Setelah penyuluhan, peserta berpendapat bahwa kejadian semburan lumpur di Muara Enim berbeda dengan di Sidoarjo. Meski demikian, peserta belum dapat menjelaskan perbedaan dan persamaannya.

Umumnya peserta berpendapat bahwa semburan lumpur bukan merupakan kejadian alam biasa. Untuk itu diperlukan adanya peran serta masyarakat dalam penanggulangan semburan lumpur. Peserta juga berkeyakinan bahwa kejadian

tersebut merupakan peringatan dari Allah SWT agar pemerintah lebih bijak dalam mengelola kekayaan alam.

Peserta umumnya berpendapat bahwa kejadian ini merupakan bukti bahwa masyarakat belum dilibatkan dalam upaya pengelolaan lingkungan. Sebagain besar peserta juga sependapat perlunya peningkatan wawasan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan seperti yang telah dilakukan.

Pada umumnya peserta telah mengetahui dampak sosial akibat semburan lumpur dan memiliki dampak yang sangat besar. Penyelesaian dampak sosial ini merupakan hal yang sangat rumit dan tidak mudah.

Setelah penyuluhan, peserta mengetahui upaya- upaya yang dilakukan oleh perusahaan dan pemerintah. Peserta juga berpandangan bahwa sudah cukup serius dan tanggap menanggulangi semburan lumpur Sidoarjo. Pembuatan tanggul- tanggul aliran penahan lumpur dipandang efektif untuk mencegah luapan lumpur oleh para peserta setelah penyuluhan dilakukan.

Pasca penyuluhan sebagain besar peserta berpendapat bahwa masyarakat telah mendapat perlakuan yang memadai dari perusahaan dan pemerintah. Pandangan peserta mengenai peran serta masyarakat Sidoarjo dalam upaya penanggulangan semburan lumpur terbagi dua kelompok. Setengah dari peserta berubah pandangan mengenai tuntutan masyarakat kepada perusahaan dan pemerintah.

Peserta memandang berbeda dampak sosial akibat semburan lumpur di Sidoarjo dan Muara Enim. Peserta juga berpendapat bahwa dampak sosial di Muara Enim tidak separah jika dibandingkan dengan di Sidoarjo serta penanggulanganya jauh lebih mudah. Peserta berpendapat Pertamina dan pemerintah sudah serius menangani semburan lumpur di Muara Enim dan masyarakat telah berperan dalam upaya penanggulangannya. Pandangan ini agak berbeda dengan kurang dilibatkannya masyarakat dalam menangani semburan lumpur di Muara Enim.

Sebagian besar peserta sependapat bahwa pengaktifan sumur minyak akan meningkatkan PAD dan diperlukan sosialisasi ke masyarakat sekitar lokasi. Sebagian besar peserta juga sependapat bahwa masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan tentang kemungkinan terjadinya semburan lumpur tetapi masyarakat perlu disiapkan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya semburan lumpur. Peserta sependapat bahwa masyarakat perlu dibekali pengetahuan

Geologi Populer

Kesepakatan bersama dengan Bapak Camat terkait dengan waktu dan tempat kegiatan.

yang

tentang penanggulangan semburan lumpur dan pengaktifan sumur harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab.

memadai

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Kecamatan Rambang Kuang berupa edukasi tentang fenomena semburan lumpur di Indonesia

Camat dan Sekcam mengapit Dr. Ir. Edy Sutriyono, M.Sc. dan Ir. Ika Juliantina, M.S. berdasarkan pelaksanaan dan hasil analisis statistik dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Masyarakat di wilayah Kecamatan Rambang Kuang, yang diwakili oleh perangkat desa dan beberapa tokoh masyarakat dari Desa Tambang Rambang, Sukananti, Tanjung Bulan, Kayu Ara dan Tanjung Miring sangat antusias terhadap pelaksanaan kegiatan edukasi ini.

2. Hasil kuesioner menunjukkan ada peningkatan kemampuan peserta dalam memahami fenomena semburan lumpur di Indonesia, dampak sosial dan upaya penanggulangan semburan lumpur serta persepsi tentang upaya mengaktifkan kembali sumur minya di Kecamatan Rambang

Camat, Aprizal Hasyim, S.Sos., M.M. membuka dan sekaligus memandu Kuang Kabupaten Ogan Ilir. pelaksanaan kegiatan.

Saran Berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Kecamatan Rambang Kuang, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Edukasi yang langsung menyentuh langsung dengan kehidupan masyarakat sehari-hari perlu dilakukan sampai ke semua lapisan masyarakat yang lebih luas,

2. Tema tentang semburan lumpur, sangat menarik perhatian masyarakat, untuk itu perlu bagi LPM Universitas Sriwijaya untuk menjalin

Dr.Ir. Edy Sutriyono, M.Sc. sedang memberikan ceramah yang mengedukasi kerjasama dengan PT Pertamina Region Sumatera masyarakat tentang tatanan tektonik dan fenomena gunung lumpur di Indonesia.

untuk melaksanakan kegiatan edukasi sebagai bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility). n

Tampak peserta sedang memperhatikan slide yang menggambarkan sebaran genangan semburan lumpur di Sidoarjo.

Geologi Populer

Geologi Populer

CBM – Gas Methan dalam Batubara Calon Bahan Bakar Masa Depan

Oleh: SS Rita Susilawati

entu para pembaca sependapat dengan saya bahwa kita ingin suatu waktu Indonesia tidak mengalami

krisis energi, khususnya bahan bakar minyak seperti yang selama ini kita alami. Krisis energi mengakibatkan pemadaman listrik, antrian gas dan minyak tanah dan banyak lagi efek negatif sebagai akibatnya. Penyebabnya karena harga bahan bakar minyak (BBM) melonjak tajam. Pertanyaannya, bisakah

keinginan

tersebut terwujud?

Jawabannya

bisa, dengan mengurangi

ketergantungan kepada BBM.

Perbedaan Sumur Gas Konvensional dan Sumur CBM.

Ada beberapa pilihan pengganti sebagai alternatif, salah satunya adalah beralih kepada batubara dan bahan ini tersedia di bumi pertiwi Indonesia. Batubara mengandung gas methan yang dikenal dengan Coal Bed Methane (CBM). “Pendatang baru” ini sering diartikan sebagai Calon Bahan bakar Masa depan dan keberadaannya sangat menjanjikan.

Mengenal Coal Bed Methane (CBM) Coal bed methan adalah gas methan yang terperangkap di dalam lapisan batubara. Gas ini terbentuk secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification). CBM pertamakali dikenal karena keberadaannya yang sering menimbulkan masalah dalam penambangan batubara bawah tanah. Dalam sejarah pertambangan batubara, kecelakaan akibat ledakan gas tercatat telah banyak memakan korban jiwa. Apabila gas methan yang terakumulasi di bawah tanah terganggu keberadaannya, misalnya terkena oksigen karena proses penambangan, maka akan meledak. Selain itu, gas ini juga beracun jika terhirup dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi bila dikelola dan dikemas dengan baik, maka gas methan ini akan bermanfaat dan dapat diandalkan sebagai alternatif pengganti BBM. CBM mulai dilirik dan diproduksi secara komersial untuk kepentingan sumber energi sekitar 15 hingga 20 tahun lalu, terutama di negara-negara Amerika, Canada, China dan Australia.

Secara prinsip antara CBM dan gas konvensional, misalnya LPG tidak ada perbedaan karena sama-sama berasal dari dalam bumi. Yang membedakannya

“melahirkannya” atau source rock-nya. Yang bertindak sebagai reservoir maupun source rock dari CBM adalah lapisan batubara, sedangkan pada gas bumi konvensional adalah batuan yang berbeda atau bukan batubara. Walaupun source rock gas bumi itu serpih bitumen ataupun batubara misalnya, tetapi gas tersebut bermigrasi keatas melalui lapisan batuan yang porous dan terkumpul/terperangkap di dalam berbagai tipe reservoir pada batuan lain, bisa batupasir, batugamping ataupun batuan beku.

Hal lain yang membedakan antara keduanya adalah dalam hal cara penambangannya. Jika gas bumi bisa langsung dieksploitasi, tetapi pada CBM tidak demikian. Sebelum gas ini mengalir keluar, reservoir batubaranya harus direkayasa terlebih dahulu.

Bagaimana CBM terbentuk? Seperti telah dikemukan diatas, gas methan dalam batubara terbentuk sebagai akibat proses pembatubaraan. Proses pembentukan batubara diawali oleh pertumbuhan tanaman pembentuk batubara di lingkungan rawa-rawa. Tumbuhan tersebut kemudian mati dan terbenam. Pada akhirnya sisa-sisa tumbuhan yang mati tersebut membentuk suatu lapisan dan terawetkan melalui proses biokimia.

Dalam proses biokimia, aktivitas bakteri mengubah sisa tumbuhan menjadi gambut (peat), lambat- laun tertimbun oleh endapan-endapan lainnya seperti batulempung, batulanau dan batupasir. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama, puluhan juta tahun misalnya, gambut ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia

Geologi Populer

Penambangan Gas Konvensional

Penambangan CBM

Oil& Gas Sales

No Gas Sales

Produces Lets of Water

Geologi Populer

Proses pembatubaraan dimulai dari penumpukan sisa-sisa tumbuhan yang telah mati di rawa-rawa. Sisa-sisa tumbuhan tersebut kemudian mengalami proses biokimia sehingga membentuk gambut (peat). Seiring dengan berjalannya waktu dan dengan pengaruh panas dan tekanan dari lapisan-lapisan diatasnya, gambut kemudian berubah menjadi lignit dan batubara (sumber http://waterquality.montana.edu/)

akibat pengaruh tekanan (P) dan temperatur matter seperti methan, CO 2 dan air. (T), sehingga berubah menjadi batubara. Pada tahap ini proses pembentukan batubara lebih

Gas methan di dalam batubara terdapat dalam didominasi oleh proses fisika dan geokimia.

dua bentuk, terserap (adsorbed) dan bebas. Sebagai gambaran untuk batubara dengan tebal

Methane yang terserap terdapat pada rangkaian +2 m, dibutuhkan lapisan sisa-sisa tumbuhan

monomolecular di dalam batubara, sedangkan dengan ketebalan + 60m.

methane dalam bentuk bebas terdapat di dalam pori-pori dan rekahan-rekahan di dalam

Selama proses pembentukan batubara, sejumlah batubara. Walaupun methan bukan satu-satunya besar air dihasilkan bersama-sama dengan gas.

gas yang terdapat di dalam batubara, namun Pada proses pembatubaraan, gambut berubah

keterdapatannya mencapai 80 – 95% dari total menjadi batubara lignit, bituminous sampai

gas yang ada. Gas lain yang umum terdapat di batubara antrasit. Proses perubahan dari gambut

dalam batubara adalah Ethane, Propane, Carbon menjadi batubara dikenal dengan nama proses

Dioxide (Co 2 ), Alkanes, Nitrogen (N 2 ), Argon pembatubaraan (coalification). Peringkat atau

(Ar), Hydrogen (H 2 ), Helium (He) dan Hydrogen tingkat kematangan batubara ini berhubungan

Sulphide (H 2 S).

langsung dengan temperature,

tekanan,

kedalaman burial, geothermal gradien dan juga Dalam lapisan batubara, methan terperangkap lamanya waktu pembebanan.

dalam salah satu dari 3 bentuk ini ; 1) sebagai “free gas” dalam rekahan-rekahan, 2). sebagai molekul

Gas dalam batubara dapat terbentuk secara gas yang terserap (adsorbed) dalam “mikropore” biogenik maupun thermogenik. Secara biogenic

dan rekahan, dan 3) sebagai molekul yang larut gas yang terbentuk ketika material organik

(dissolved) dalam air yang terdapat dalam lapisan mengalami dekomposisi oleh mikroorganisma,

batubara.

menghasilkan gas methan dan CO 2 . Gas biogenik

ini dapat terbentuk pada tahap awal dari proses

tipe batubara memiliki tingkat pembatubaraan (Lignit-sub bituminus) dan

Berbagai

penyerapan gas yang berbeda sehingga peringkat pada tahap akhir dari proses pembatubaraan.

batubara berperan penting dalam menentukan Sedangkan, secara thermogenic gas yang

kandungan gas dalam suatu lapisan. Kapasitas terbentuk pada tahapan yang lebih tinggi

penyerapan batubara meningkat seiring dengan dari proses pembatubaraan. Biasanya pada

meningkatnya peringkat mulai dari lignit hingga saat batubara mencapai kualitas high volatile

batubara bituminus, kemudian mengalami bituminous atau lebih. Proses bituminisasi akan

penurunan pada batubara bituminus peringkat memproduksi batubara yang kaya akan karbon

tinggi hingga antrasit. Hal ini disebabkan pada dengan melepaskan kandungan utama volatile

batubara peringkat tinggi, tekanan, suhu dan batubara peringkat tinggi, tekanan, suhu dan

hidrostatik. Tingkat kematangan batubara akan mengontrol volume gas methan yang dihasilkan

dan disimpan. Oleh karena itu peringkat atau kematangan batubara sangat menentukan potensi batubara tersebut dalam menghasilkan gas.

Kontrol kandungan gas dalam batubara Produksibilitas CBM sangat dipengaruhi oleh faktor geologi seperti, sistem lingkungan pengendapan, geometri/distribusi

batubara,

peringkat batubara, besarnya kandungan gas, permeabilitas serta tektonik/struktur geologi dan juga oleh kondisi hidrogeologi.

Diagram kiri: cara keluarnya gas dari dalam batubara; kanan: gambaran ideal face dan butt cleats dalam batubara (Sumber USGS)

Karena lapisan batubara bertindak sebagai batuan sumber (source bed) dari gas methane dan juga sebagai reservoir untuk gas tersebut, penyebaran/ distribusi batubara yang luas di suatu cekungan

(fracture/cleat) tersebut. Sedangkan keberadaan akan sangat berpengaruh terhadap besarnya

rekahan/cleats tersebut secara langsung dikontrol sumberdaya gas methane. Penyebaran vertikal

oleh aktivitas tektonik/sruktur geologi. dan lateral batubara sangat dipengaruhi oleh

kondisi tektonik, struktur geologi, dan kerangka Rekahan/cleat dalam batubara terdapat dalam sedimentasinya. Hal ini disebabkan karena

dua tipe, dikenal dengan nama ”butt cleats” dan perkembangan/pertumbuhan batubara dikontrol

”face cleats”. Keduanya terbentuk hampir tegak oleh keseimbangan antara penurunan cekungan

lurus satu sama lainnya. Face cleat biasanya sedimen dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan

menerus sehingga menyediakan jalan untuk pada saat batubara terbentuk. Dalam hal ini,

permeabilitas yang tinggi sedangkan butt cleats pemahaman terhadap lingkungan pengendapan

tidak menerus dan biasanya berakhir pada face batubara akan sangat membantu dalam proses

cleats. Permeabilitas rekahan dalam batubara eksplorasi CBM.

merupakan jalan utama mengalirnya gas, semakin besar permeabilitas semakin besar produksi gas.

Kandungan gas dalam batubara dapat berubah Kapasiatas penyerapan batubara (adsorption apabila kondisi batuan reservoir terganggu.

capacity) terhadap gas didefinisikan sebagai Kandungan gas di dalam batubara dapat

volume gas yang bisa terserap per unit masa bertambah, baik secara lokal maupun regional,

batubara yang biasanya disebutkan dalam oleh pembentukan gas biogenik sekunder atau

satuan SCF (standar cubic feet), yaitu volume oleh aliran gas dari tempat lain yang terserap

pada kondisi tekanan dan temperatur standar. oleh lapisan batubara ditempat itu. Air meteorik

Kapasitas penyerapan batubara tergantung pada di dalam recharge yang aktif atau aliran yang

peringkat dan kualitasnya.

konvergen dapat mengurangi kandungan gas, seperti pada batubara yang terangkat dan tererosi

Secara normal semakin tebal lapisan batubara menyebabkan tekanan reservoir lebih rendah

biasanya semakin tinggi pula kandungan sehingga gas methane akan lepas dari lapisan

gasnya, tetapi apabila kondisi geologinya batubara tersebut.

tidak mendukung, misalnya bentuk struktur (fracture/cleat), keberadaan air (hidrogeologi),

Permeabilitas batubara dan aliran air bawah maka volume gas akan kecil. Sebagai contoh, di tanah juga merupakan faktor yang mengontrol

Cekungan Cherokee Kansas, sumur CBM pada produksibilitas methane. Kedua variabel ini

lapisan batubara berketebalan 1-2 ft dapat berhubungan erat dengan distribusi batubara

memproduksi gas dengan jumlah yang cukup dan kerangka tektonik pengendapannya. Hal ini

besar sementara di daerah lain, lapisan batubara disebabkan aliran air tanah yang melalui lapisan

yang memiliki ketebalan dua kali lipat dari lapisan batubara membutuhkan lapisan batubara yang

tersebut sama sekali tidak menghasilkan gas secara lateral bersifat permeabel. Batubara

karena kondisi geologinya tidak mendukung. merupakan reservoir yang memiliki permeabilitas

Faktor-faktor tersebut diatas merupakan hal yang yang rendah. Permeabilitas batubara dipengaruhi

saling berhubungan satu sama lain dan secara oleh sistim dari rekahannya (cleat system). Gas

sinergi akan berpengaruh pada produksibilitas dan airtanah akan bermigrasi melalui rekahan

CBM.

Geologi Populer

Geologi Populer

Eksploitasi CBM Pada tahap awal produksi sumur CBM belum Berbeda dengan gas konvensional, reservoir

menghasilkan gas dalam jumlah yang ekonomis batubara harus mengalami rekayasa terlebih

karena memproduksi sejumlah besar air. Tidak dahulu sebelum akhirnya bisa mengeluarkan

seperti pada gas konvensional, yang puncak gas. Rekahan-rekahan atau cleat dalam batubara

produksinya bisa dicapai dalam kurun waktu biasanya dipenuhi oleh air. Semakin dalam lapisan

hanya satu tahun dari masa operasional. Puncak batubara semakin berkurang kandungan air di

produksi CBM berkaitan dengan dewatering dalamnya. Untuk mengeluarkan gas dari dalam

yang diperoleh dalam jangka waktu yang lebih batubara, tekanan dalam reservoir tersebut harus

lama, biasanya 5 hingga 7 tahun dari masa awal dikurangi dengan cara memompa air keluar dari

produksi.

lapisan batubara. Pada awal produksi, industri CBM memang Proses ekstraksi methan dari dalam lapisan

membutuhkan biaya yang relatif lebih besar batubara

dibandingkan dengan konvensional gas. Tetapi pengeboran pada kedalaman 300 hingga 1500

pada tahap operasional selanjutnya, menurut m kemudian air dipompa keluar. Aliran air pada

pengalaman, biaya produksi CBM bisa lebih lubang bor bisa menurunkan tekanan dalam

murah dibandingkan dengan biaya produksi gas lapisan batubara. Karena CBM memiliki tingkat

alam konvensional.

pelarutan yang sangat rendah dalam air, maka CBM bisa dengan mudah terpisah dari air ketika

Manfaat CBM

tekanan reservoir menurun. Pengeboran dan CBM dapat dimanfaatkan untuk berbagai pemompaan air mendorong keluarnya gas dari

keperluan, misalnya sebagai sumber energi lapisan batubara ke dalam lubang bor. Gas methan

pembangkit tenaga listrik, untuk keperluan rumah ini selanjutnya dikirim ke stasiun kompresor

tangga, maupun digunakan dalam berbagai untuk selanjutnya dialirkan pada pipa-pipa gas.

macam indusri. Melalui proses pemurnian sampai Sementara itu air hasil dewatering dapat dibuang

95%, CBM dapat digunakan sebagai pengganti ke dalam sistem air setempat, untuk pengairan

BBM.

irigasi misalnya. Ada dua manfaat menggunakan CBM untuk sumber energi listrik. Pertama ramah lingkungan, yang kedua menghasilkan panas yang lebih tinggi dibanding dengan batubara. Jika pemakaian batubara sebagai energi pengganti minyak dan gas bumi banyak mendapat kecaman karena dianggap mencemari lingkungan dan dianggap memicu terjadinya pemanasan global, CBM dianggap sebagai sumber energi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pembakaran CBM

menghasilkan emisi CO 2 yang jauh lebih sedikit daripada pembakaran batubara.

Sebagai contoh, emisi CO 2 per unit listrik yang dihasilkan dari pembakaran batubara sub bituminus adalah 1180 ton per GWH (Gega Watt Hour), batubara bituminus menghasilkan 600

ton CO 2 per GWH, sedangkan hasil pembakaran CBM hanya menghasilkan 25 ton per GWH. Bagan perbedaan antara kurva produksi CBM dan konvensional gas (Sumber USGS)

Pembakaran CBM juga bebas sulfur sehingga tidak menghailkan sulfur oxides yang dikenal bisa mengakibatkan polusi dan hujan asam.

Saat ini para pemerhati lingkungan di dunia sangat peduli terhadap emisi gas CO 2 yang dianggap memicu terjadinya pemanasan global. Untuk mengurangi emisi gas ini, para ahli berhasil

mengembangkan apa yang dinamakan “CO 2 sequestration” atau penyimpanan CO 2 secara permanen dengan jalan menginjeksikan gas ini

Konsep penambangan CBM (Sumber : British Geological Survey, 2005) ke dalam lapisan batuan jauh didalam bumi.

meningkat, memicu pencarian energi alternatif sebagai pengganti BBM merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lagi. Pemanasan global yang menjadi issue hangat lingkungan dewasa ini, dianggap dipicu oleh emisi green house gas yang diakibatkan pembakaran energi fosil seperti misalnya batubara. Sehingga pemakaian sumber energi yang jauh lebih ramah lingkungan semakin banyak dituntut.

Data terbaru mencatat jumlah sumber daya batubara Indonesia sebesar total 90.451,87 juta ton, yang sebagian besar berupa batubara peringkat rendah dan menengah. Dengan kandungan batubara sebesar itu, diyakini bahwa Indonesia juga memiliki kandungan CBM yang besar. Survei terbaru mengenai CBM di Indonesia yang menghasilkan prediksi potensi CBM di Diagram pemanfaatan CBM beberapa cekungan batubara Indonesia dilakukan oleh Advances Resources International (ARI) pada tahun 2002. Survei ini dilakukan atas pemintaan

Batubara, dikenal sebagai salah satu batuan yang Dirjen Migas dan atas biaya Asian Development bisa digunakan untuk menyimpan CO

2 . Secara

Bank (ADB). Hasil survei tersebut diketahui bahwa

alamiah molekul CO 2 lebih mudah terserap oleh potensi CBM Indonesia sebesar 453 Triliun Cubic lapisan batubara daripada molekul methan.

Feef (Tcf) potensial gas in place yang terdapat Sehingga secara sederhana jika 1 molekul

pada lapisan batubara pada kedalaman 500- CO

2 mengisi komponen batubara akan ada 1 molekul gas methan yang dibebaskan dalam

4500 m.

rangka menjaga kestabilan kimiawinya. Sehingga Selain yang dilakukan oleh ARI, hingga saat ini penyimpanan CO 2 pada lapisan batubara yang

belum ada survei terpadu komprehensif lainnya akan meningkatkan produksi CBMnya, inilah yang

yang dilakukan untuk menghitung potensi dikenal dalam istilah asing, sebagai “enchance

CBM di seluruh cekungan batubara Indonesia CBM recovery”.

secara lebih akurat. Survei yang dilakukan ARI barulah merupakan survei pendahuluan dengan

CBM di Indonesia menggunakan data-data sekunder, sehingga Penyelidikan CBM sebagai sumber energi alternatif

pembuktian potensi CBM Indonesia dengan di Indonesia mulai intensif dilakukan sekitar

menggunakan data-data primer masih harus tahun 1990an, mengikuti sukses pengembangan

terus dilakukan.

CBM di beberapa negara yang sudah berhasil sebelumnya. Pada tahun 1998, perusahaan

Lemigas bekerjasama dengan CSIRO Australia minyak Caltex

telah mulai membuat pilot project sumur potensi gas methan dalam batubara di Cekungan

memprakarsai

penyelidikan

CBM di cekungan Sumatra Selatan. Hasil yang Sumatera bagian tengah. Departemen Energi

didapat sejauh ini cukup menggembirakan, dan Sumber Daya Mineral sendiri yang saat itu

masih bernama Departemen Pertambangan dan Energi memprakarsai pembentukan kelompok kerja CBM yang bertugas mengkaji kemungkinan pemanfaatan CBM di Indonesia.

Ada beberapa hal

yang

mendukung

pengembangan CBM di Indonesia, diantaranya adalah; kekayaan sumber daya batubara yang berlimpah, krisis energi, serta kesadaran global penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Kekayaan sumberdaya batubara di

Indonesia memungkinkan

kehadiran

sumberdaya CBM yang potensial. Krisis energi yang diakibatkan menurunnya pasokan bahan bakar minyak (BBM), sementara kebutuhan terus

Road map pengembangan industri CBM di Indonesia (Sumber Dirjen Migas). Geologi Populer

Road map pengembangan industri CBM di Indonesia (Sumber Dirjen Migas).

mengindikasikan kehadiran gas methan dalam lapisan batubara di cekungan Sumatra Selatan yang cukup potensial.

Pemerintah Indonesia mempunyai perhatian yang besar dalam pengembangan energi alternatif termasuk pengembangan CBM. Saat ini, pemerintah telah menyediakan Peraturan Pengusahaan Gas Methan dalam batubara. Bahkan melalui Dirjen Migas, pemerintah telah mulai melakukan penawaran wilayah kerja gas methan batubara. Banyaknya aplikasi penawaran menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang tertarik melakukan investasi dalam pengusahaan CBM di Indonesia, karena percaya pada keberadaan CBM potensial di Indonesia, termasuk diantaranya

Mengacu pada data Dirjen Migas, hingga tahun ini tercatat 3 perusahaan telah mengantongi ijin pengusahaan CBM di Indonesia.

Potensi CBM Indonesia Secara umum, di Indonesia terdapat dua endapan batubara yang dianggap prospek mengandung CBM. Endapan batubara berumur Miosen dianggap sebagai endapan yang paling prospektif. Walaupun memiliki kualitas yang rendah, tetapi endapannya sangat tebal berada pada kedalaman target CBM serta memiliki kandungan abu yang sangat rendah. Kekurangannya, karena batubara Miosen masih muda, maka memiliki kandungan moisture yang tinggi, sehingga kemungkinan membutuhkan penanganan khusus dalam proses dewatering ketika ekploitasi CBM nantinya.

Sebaliknya batubara yang berumur Eosen yang memiliki kualitas yang lebih tinggi dianggap kurang prospektif untuk pengembangan CBM karena ketebalan endapannya tipis dan terdapat pada kedalaman yang sangat dalam. Walaupun demikian pada beberapa area, batubara jenis ini kemungkinan juga cukup prospektif mengandung CBM.

Secara umum, terdapat anggapan bahwa batubara Indonesia terlalu rendah dan terlalu dangkal untuk bisa mengandung prospektif CBM. Tetapi, dengan keberhasilan eksploitasi CBM batubara peringkat rendah di Powder River Basin, Amerika Serikat, maka anggapan ini berhasil dipatahkan. Fakta bahwa batubara pada kedalaman dangkal yang ditambang secara open pit di Indonesia memiliki arah jurus yang searah dengan kedalaman cekungan sehingga menjadi gas charged pada kedalaman target CBM pada areal yang luas. Selain itu, juga adanya gas kick pada beberapa sumur minyak yang menembus lapisan batubara, membuat para ahli geologi optimis bahwa CBM yang potensial juga mungkin terdapat pada batubara peringkat rendah yang dimiliki Indonesia.

Peranan Badan Geologi Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Geologi melalui Pusat Sumber Daya Geologi hingga saat ini banyak melakukan kegiatan eksplorasi CBM dengan fokus pada pengumpulan data dasar secara primer serta membangun database batubara Indonesia yang cukup komprehensif. Data dasar yang diambil secara langsung ini sangat diperlukan dalam pengkajian potensi CBM di suatu daerah secara lebih akurat.

Penghitungan kandungan gas secara langsung (gas desorption) pada lapisan batubara di beberapa cekungan pembawa batubara telah mulai dilakukan semenjak tahun 2002, demikian juga dengan pengukuran permeabilitas batubara. Kandungan gas dan permeabilitas adalah data yang sangat penting untuk diketahui guna melakukan kajian potensi CBM di suatu area. Berbagai bentuk workshop dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan tenaga ahli yang kompeten menangani CBM. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki tenaga ahli yang berpengalaman dalam mengeksplorasi maupun mengeksploitasi CBM.

Badan Geologi juga mempersiapkan diri dengan kelengkapan peralatan eksplorasi CBM yang cukup lengkap. Saat ini Badan Geologi memiliki satu unit Mobile CBM yang bisa digunakan untuk melakukan pengukuran kandungan gas secara langsung di lapangan, disamping alat gas kromatograf untuk menentukan kandungan gas dalam batubara.

Penutup Suatu keinginan jika dipendam bak mimpi di siang bolong. Untuk mewujudkannya diperlukan kerja keras. Bumi Pertiwi telah menyediakan sesuatu yang sangat berharga untuk dipergunakan. Tugas kita adalah mengeluarkan gas dari ”kungkungan

Geologi Populer

Rank (4 tertinggi)

Cekungan

Daerah Prospeksi

Sumber daya CBM

(km2)

(Tcf-Triliun Cubic feet)

3.7 Sumatra Selatan

3.0 Sumatra Tengah

453 Sumber daya CBM di Indonesia berdasarkan hasil survey ARI, 2002, berurutan mulai dari cekungan dengan sumberdaya terbesar

Semua Cekungan

pertama hingga terbesar keempat.

No. PULAU

KUALITAS

SUMBER DAYA CADANGAN

KALORI

KRITERIA

(Juta Ton) (Juta Ton)

1. JAWA

Rendah – sedang

< 5100 - 6100

Tinggi – sangat tinggi

Rendah – sedang

< 5100 - 6100

Tinggi – sangat tinggi

Rendah – sedang

< 5100 - 6100

Tinggi – sangat tinggi

Rendah – sedang

< 5100 - 6100

Tinggi – sangat tinggi

Rendah – sedang

< 5100 - 6100

Tinggi – sangat tinggi

6100 - 7100

93.402,51 18.711,55 Sumber daya Batubara Indonesia 2007 (Pusat Sumber Daya Geologi, 2007)

TOTAL

negeri hitam” itu agar kita bangun dari mimpi. Begitu dia burst out, Insya Allah akan memberikan pasokan listrik yang berlimpah sehingga kita tidak akan lagi mendapat giliran pemadaman, memberikan langit yang lebih biru, jauh dari polusi, sehingga kita menyediakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi kemudian.n Penulis adalah Pemerhati dan Pencinta CBM

Peta Lokasi Daerah Pengukuran kandungan gas dalam batubara di Kalimantan (Sumber: KPP Energi Fosil, Pusat Sumber Daya Geologi, 2007)

Geologi Populer Geologi Populer

Geologi Populer

Kaldera

“Supervolcano“ Toba

Oleh: Igan S. Sutawidjaja

aldera Toba atau dikenal sebagai Da- nau Toba di Sumatera Utara, meru- pakan kaldera terbesar di muka bumi,

berukuran 100 x 30 km 2 . Pembentukan kaldera tersebut merupakan kejadian terbesar dalam catatan sejarah geologi. Luas kaldera menempati

area 2.270 km 2 , memanjang arah barat laut-teng- gara searah jalur gunung api Sumatera. Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Suma- tera, menempati bagian dalam kaldera dengan elevasi permukaan air 906 m dan bagian ter- dalam 530 m. Dinding kaldera umumnya curam dengan ketinggian antara 400 sampai 1200 m, puncak topografi tertinggi mencapai 1700 m dari dasar danau.

Dinding barat Danau Toba dengan P. Pardepur

Di dalam kaldera terdapat sebuah pulau yang diikuti runtuhnya dua blok besar, yakni Blok Pulau dikenal sebagai Pulau Samosir.

Samosir dan Blok Uluan. Beberapa ahli seperti Westerveld (1947), Verstapen (1961), Aldiss

Pulau ini mempunyai dimensi 45 km panjang dan dan Ghazali (1984), Nishimura (1984), Tjia dan lebar 20 km, memanjang searah dengan bentuk

Kusnaeny (1976) berpendapat bahwa Kaldera kaldera. Menurut van Bemmelen (1939), Pulau

Toba terbentuk oleh satu kali letusan besar, yang Samosir terbentuk bersamaan dengan blok Uluan

menurut Chesner (1988) terjadi pada 75.000 yang berada di bagian tenggaranya. Kedua blok

tahun yang lalu, seiring dengan pembentukan tersebut merupakan dua blok tubuh gunung

Gunung Pusuk Bukit (gunung api tipe B) pada api Toba purba yang runtuh setelah terjadi

tepi barat kaldera, dan Gunung Tanduk Benua di letusan yang sangat dahsyat. Blok Uluan bukan

ujung utara kaldera.

merupakan sebuah pulau, karena blok ini menyatu dengan dinding kaldera di bagian tenggara. Pulau

Volume material yang dilontarkan antara 2500 Samosir pun saat ini hampir menyatu dengan

- 3000 km 3 , 1000 km 3 diantaranya mengisi daratan Sumatera karena surutnya air danau,

bagian dalam kaldera (Rose dan Chesner, 1987). hanya dipisahkan oleh sebuah selat selebar 10 m

Material tersebut terdiri atas endapan batuapung, yang dihubungkan dengan sebuah jembatan di

bongkahannya mencapai diameter 80 cm, bagian barat pulau.

sedangkan bongkahan litik mencapai diameter

50 cm, menempati areal seluas 20.000 km 2 , Kaldera Toba

sebagian terlaskan menjadi ignimbrit, dengan Sampai saat ini pembentukan Kaldera Toba masih

ketebalan mencapai 400 m pada dinding kaldera. dalam perdebatan para ahli geologi, apakah

Endapan batuapung ini dikenal sebagai Tuf Toba, terbentuk oleh satu kali letusan besar Gunung

tersingkap pada dinding graben Prapat sekitar Toba atau terjadi beberapa kali letusan yang

Siguragura.

diikuti kegiatan tektonik. Van Bemmelen (1939) menyatakan bahwa kaldera Toba terbentuk

Apabila dibandingkan dengan Tuf Fish Canyon, akibat proses vulkanik yang menghasilkan sebuah

San Juan, 3000 km 3 (Steven dan Lipman, 1976) kaldera besar yang

dan Tuf Huckkleberry Ridge, Yellowstone, 2450 km 3 (Christiansen, 1979), maka volume material

Geologi Populer

Geologi Populer

Balok diagram Kaldera Toba, Pulau Samosir dan kerucut gunung api pasca pembentukan kaldera.

letusan Gunung Toba tergolong dalam jumlah Kegiatan hidrotermal terdapat pada lereng utara terbesar dari suatu erupsi gunung api dalam

berupa alterasi batuan dan kegiatan fumarola, catatan sejarah geologi.

solfatara serta mata air panas. Bagian barat laut gunung api ini bersentuhan dengan dinding

Gunung Pusuk Bukit kaldera yang tersusun dari batuan metasedimen Kegiatan pasca-kaldera Toba adalah pembentukan

berkekar radial dan teralterasi hidrotermal yang gunung api Pusuk Bukit, gunung api tipe B,

mengandung realgar dan sinabar. yang terbentuk pada dinding barat kaldera, dan menghubungkan antara daratan Sumatera