Optimalisasi Peran Zakat Dalam Memberday
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
OPTIMALISASI PERAN ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN
M Nur Rianto Al Arif
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten
[email protected]
ABSTRAK:
Program pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah masih belum
memberikan dampak yang signifikan terhadap menurunkan tingkat kemiskinan.
Mereka membutuhkan dukungan dari sub sistem lain termasuk zakat. Zakat
merupakan salah satu instrument fiskal Islam yang telah memberikan peranan cukup
signifikan dalam sistem ekonomi Islam. Potensi zakat akan mampu mencakup
berbagai macam aspek termasuk untuk program pengentasan kemiskinan dalam
bentuk sistem jaminan sosial. Zakat dapat dipergunakan dalam berbagai bentuk
sistem jaminan sosial, seperti asuransi tenaga kerja, asuransi pensiun dan asuransi
jiwa. Serta untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti perumahan, akses
permodalan dan pendidikan bagi si miskin dapat dilakukan melalui memaksimalkan
pengelolaan dan pendayagunaan zakat.
The government poverty alleviation program still can’t give a significant change to
reduce poverty. They need support from the others sub-system such as zakah. Zakah
as one of the Islamic fiscal instruments has played a significant role in Islamic
economic. The potential for zakah covers several aspects included for poverty
alleviation program through social welfare system. Zakah is the right society to
obtain a social welfare system such as workplace accident insurance, old age
pension, pension insurance, and death insurace. In addition, other problems such as
housing for the poor, capital investment and education can be taken care of through
zakah if zakah is managed and developed in a maximal way.
Keywords:
Poverty, Social Welfare System, Zakah, Tax
1
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
PENDAHULUAN
Di setiap negara selalu menghadapi permasalahan sosial yaitu kemiskinan baik
kemiskinan yang bersifat absolut maupun kemiskinan bersifat relatif. Kemiskinan
absolut merupakan tingkat kemiskinan yang diukur berdasarkan suatu garis
kemiskinan tertentu. Sementara kemiskinan relatif merupakan tingkat kemiskinan
yang diukur secara relatif antar penduduk. Kompleksitas penyelesaian permasalahan
kemiskinan disebabkan pendekatan yang dilakukan tidak hanya dari aspek ekonomi
semata namun aspek sosial harus dipertimbangkan. Selain itu tidak terjadinya
pemerataan hasil pembangunan juga merupakan faktor penyebab yang tidak dapat
diabaikan.
Sharp (1996 dalam Kuncoro, 1997: 30) mencoba melakukan identifikasi
penyebab kemiskinan dari segi ekonomi. Pertama, kemiskinan secara mikro lahir
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya. Kedua, kemiskinan
muncul sebagai akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Ketiga,
kemiskinan muncul sebagai akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab
kemiskinan ini menurut Nurske akan bermuara pada suatu teori lingkaran setan
kemiskinan (the vicious circle of poverty). Dimana menurutnya “a poor country is
poor because it is poor”.
Dalam upaya untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai kebijakan agar permasalahan kemiskinan ini dapat terselesaikan, antara lain
dengan kebijakan (1) Inpres Desa Tertinggal (IDT); (2) Jaring Pengaman Sosial (JPS)
yang dikeluarkan pada saat krisis; (3) PNPM Mandiri; dan banyak program
pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya. Namun seluruh
2
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
program tersebut masih belum dapat menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh
program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk memberdayakan masyarakat terutama masyarakat miskin masih belum
mampu memperlihatkan hasil yang signifikan di masyarakat.
Hal ini menandakan bahwa program pemberdayaan masyarakat masih
membutuhkan dukungan dari sub-sistem lain. Dukungan dari sub-sistem selain
pemerintah sangat dibutuhkan agar manfaat pemberdayaan masyarakat dapat semakin
berdayaguna dalam meningkatkan kemaslahatan masyarakat. Salah satu sub-sistem
yang dapat mendukung program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
pemerintah adalah dengan mengoptimalkan sumber-sumber keuangan Islam termasuk
zakat.
Tabel 1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah,
1996-2008
Tahun
(1)
1996
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah Penduduk Miskin (Juta)
Kota Desa Kota+Desa
(2)
(3)
(4)
9,42
24,59
34,01
17,60
31,90
49,50
15,64
32,33
47,97
12,30
26,40
38,70
8,60
29,30
37,90
13,30
25,10
38,40
25,10
12,20
37,30
24,80
11,40
36,10
22,70
12,40
35,10
14,49
24,81
39,30
13,56
23,61
37,17
12,77
22,19
34,96
Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa
(5)
(6)
(7)
13,39
19,78
17,47
21,92
25,72
24,23
19,41
26,03
23,43
14,60
22,38
19,14
9,76
24,84
18,41
14,46
21,10
18,20
13,57
20,23
17,42
12,13
20,11
16,66
11,68
19,98
15,97
13,47
21,81
17,75
12,52
20,37
16,58
11,65
18,93
15,42
Wacana yang telah berkembang pada saat ini adalah zakat produktif, dimana
zakat diarahkan untuk bantuan yang bersifat produktif agar masyarakat yang tidak
mampu pada akhirnya akan dapat menjadi mandiri tanpa bantuan orang lain. Namun
penerapan zakat produktif bukan berarti sama sekali tidak memberikan bantuan yang
3
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
sifatnya konsumtif. Bantuan konsumtif pun masih diperlukan, selama proses transisi
pemberdayaan masyarakat tersebut. Sebab program pemberdayaan masyarakat
menjadi mandiri akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
DEFINISI ZAKAT
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyari’atkan Allah kepada umat
Islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah setara dengan shalat, puasa dan ibadah
haji. Akan tetapi, zakat tergolong ibadah ma’liah, yakni ibadah melalui harta
kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya dengan fisik. Hal inilah
yang membedakan zakat dengan ibadah ritual lainnya, seperti ibadah shalat, puasa
maupun haji, dimana manfaatnya hanya terkena kepada individu tersebut semata,
sedangkan zakat manfaatnya bukan untuk individu tersebut semata namun bermanfaat
pula bagi orang lain. Allah mewajibkan zakat kepada individu yang mampu dengan
tujuan untuk mengetahui seberapa besar cinta hamba kepada Penciptanya daripada
dengan
hartanya, sebab secara naluri alamiah manusia memiliki kecenderungan
merasa sangat berat apabila harus berkorban dengan hartanya. Sehingga dengan
kewajiban zakat ini, akan mampu memperlihatkan sosok manusia beriman sejati
apakah lebih sayang terhadap hartanya ataukah terhadap Penciptanya
Ibadah zakat mempunyai dua aspek, yaitu aspek hubungan manusia dengan
Allah SWT (hablum minallah) dan aspek hubungan manusia dengan sesama (hablum
minannas). Aspek hubungan dengan Allah SWT adalah dengan membayar zakat
berarti kita mematuhi dan mentaati apa yang telah diperintahkan-Nya, ini
menandakan wujud kecintaan seorang hamba kepada penciptanya. Seseorang dapat
dikatakan beriman jika ia bersedia mematuhi segala hal yang diperintahkan oleh
4
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Penciptanya, termasuk dalam hal kewajiban menunaikan zakat. Selain itu dengan
membayar zakat menandakan bahwa seorang hamba telah bersyukur kepada sang
pencipta atas semua rezeki, nikmat dan karunia yang telah diberikan kepadanya.
Wujud syukur tidaklah cukup hanya dengan ucapan
“alhamdulillah” semata,
melainkan harus dibuktikan pula dengan perbuatan, dan dengan membayar zakat
maka itu menjadi bukti bahwa kita telah bersyukur dengan melakukan suatu
perbuatan dan tidak hanya dengan ucapan saja.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu albarakatu (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu
(kesucian) dan ash-shalahu (keberesan). Makna keberkahan yang terdapat pada zakat
berarti dengan membayar zakat, maka zakat tersebut akan memberikan berkah kepada
harta yang dimiliki dan insya Allah akan membantu meringankan kita di akhirat
kelak, sebab salah satu harta yang tidak akan hilang meskipun sampai kita di alam
barzah adalah amal jariyah selain doa anak yang saleh dan ilmu yang bermanfaat
(Doa, 2001: 10).
Sedangkan makna terminologi (Qadir, 2001: 5) -istilah yang digunakan dalam
pembahasan fiqh Islam- adalah “mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah
mencapai nishab (takaran tertentu yang menjadi batas minimal harta tersebut
diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya)”, diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (berdasarkan pengelompokan yang terdapat dalam Al-Qur’an), dan
harta tersebut merupakan milik sempurna –dalam artian merupakan milik sendiri dan
tidak terdapat kepemilikan orang lain di dalamnya- serta telah genap usia
pemilikannya selama setahun, hal ini dikenal dengan istilah haul.
5
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 pasal 1 ayat 2 yang dimaksud
dengan “zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya”.
Yusuf Qardhawi (1988: 30) membagi tiga tujuan zakat yaitu: dari pihak
muzakki, pihak mustahik, dan masyarakat. Tujuan zakat dari pihak muzakki antara
lain untuk menyucikan dari sifat bakhil, rakus, egois, dan sejenisnya. Serta
menumbuhkan sifat pemurah, empati dan memiliki solidaritas kepada sesama.
Sedangkan bagi mustahik adalah terpenuhinya kebutuhan hidup dan tersucikannya
hati mereka dari rasa dengki dan kebencian yang sering menyelimuti hati mereka
melihat orang kaya yang bakhil. Adapun tujuan zakat dari pihak masyarakat adalah
zakat bernilai ekonomis, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan
menegakkan agama Allah dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya.
Dalam menghitung potensi zakat telah ada beberapa ekonom muslim yang
telah melakukannya. Menurut perhitungan Public Interest Research and Advocacy
Center (PIRAC) tahun 2007 potensi zakat di Indonesia dengan melakukan survey
kepada 2000 responden di 11 kota besar adalah sebesar Rp 9,09 triliun. Sedangkan
menurut pakar ekonomi syariah Muhammad Syafii Antonio menyebut potensi zakat
Indonesia dapat mencapai Rp 17 triliun. Kemudian hasil riset terbaru dari Ivan
Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia tahun 2008 potensi zakat profesi sebesar
Rp 4,825 triliun per tahun. Serta adapula yang menghitung potensi zakat berdasarkan
pendapatan domestik bruto suatu negara, penghitungan potensi zakat dilakukan dari
6
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
2,5% dari pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Akan tetapi perhitungan dengan
menggunakan PDB masih dirasakan kurang tepat apabila dipergunakan bukan di
negara Islam seperti Indonesia, karena PDB yang dihasilkan adalah campuran.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah dana zakat yang dikumpulkan oleh
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) serta digabung dengan seluruh lembaga amil
zakat nasional pada tahun 2007, ternyata dana zakat yang dikumpulkan hanya
mencapai sebesar Rp 600 miliar. Jika dibandingkan dengan potensi zakat minimal
sebesar Rp 4,8 triliun, maka nilai Rp 600 miliar ini hanya 2,5% dari potensi minimal
yang ada. Hal ini memperlihatkan bahwa pengumpulan zakat masih sangat jauh dari
potensi minimal yang dapat dikumpulkan.
Adapun yang menjadi sasaran dari dana zakat ini telah ditentukan oleh Allah
swt dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya harta zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, para amil zakat, orang-orang yang sedang dilembutkan hatinya (untuk
Islam), budak (yang akan memerdekan dirinya), orang-orang yang berhutang,
sabilillah, dan Ibnu Sabil. Semua itu merupakan kewajiban dari Allah, dan Allah
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 60)
7
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Berdasarkan ayat di atas terdapat delapan kelompok (asnaf) kaum yang
berhak untuk menerima zakat, yaitu: kaum fakir, kaum miskin, amilin (pengelola
zakat), mualaf (orang yang mendapatkan hidayah Islam), budak (hamba sahaya),
gharimin (orang yang berhutang), untuk keperluan di jalan Allah (fi sabilillah), dan
Ibnu Sabil (orang yang sedang bepergian untuk keperluan maslahat –seperti menuntut
ilmu- dan bukan perjalanan maksiat).
Delapan golongan diatas dapat dibagi secara garis besar kepada dua tipe
manusia. Tipe pertama, mereka yang mendapatkan jatah dari zakat karena
membutuhkannya. Mereka mendapatkannya
sesuai dengan keperluannya baik
banyak maupun sedikit. Seperti fakir, miskin, untuk memerdekakan budak, dan Ibnu
sabil. Tipe kedua, mereka yang mendapatkan bagian karena pertimbangan jasa dan
manfaat, serta mereka yang berjuang di jalan Allah swt. Bila seseorang tidak
membutuhkan dan tidak ada pula manfaat pemberian zakat kepadanya, maka ia tidak
berhak mendapatkan bagian zakat tersebut.
Dari delapan asnaf tersebut bisa kita perluas maknanya, sehingga dalam
penyalurannya kita tidak hanya terpaku pada tekstual ayat semata.
1.
Fakir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak mempunyai sumber
penghasilan sehingga hidupnya sehari-hari sangat kekurangan. Dalam
pembahasan biasanya akan selalu dikaitkan dengan miskin, karena kemiripan
situasi hidup yang dihadapinya.
2.
Miskin merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai sumber penghasilan
akan tetapi penghasilan yang diperoleh masih sangat kecil sehingga tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Permasalahan yang muncul
8
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
terkait dengan penentuan kemiskinan adalah bagaimana cara menetukan standar
hidup minimal yang layak. Namun selain itu kemiskinan di sini dapat pula
diartikan dengan kemiskinan intelektual atau kebodohan yang selama ini
melekat pada kaum muslimin serta kemiskinan iman.
3.
Amil, yaitu individu, lembaga atau institusi pengelola zakat. Mereka berhak
menerima zakat karena untuk operasional dan biaya hidup mereka. Akan tetapi
besaran jatah untuk amil dibatasi maksimal hanya 12,5%. Diharapkan dengan
memasukkan amil sebagai salah satu asnaf penerima zakat, akan memacu
mereka untuk bekerja lebih baik lagi bagi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
4.
Muallaf yaitu individu yang baru saja masuk ke dalam Islam. Mereka berhak
menerima zakat, karena seringkali karena masuknya mereka ke dalam Islam
membuat mereka dikucilkan dari kehidupan yang seringkali membuat mereka
terkucil dalam hal ekonomi.
5.
Riqab atau budak adalah kondisi dimana manusia diperlakukan tidak layak yang
dianggap sebagai benda. Pada masa sekarang budak sudah tidak ada lagi akan
tetapi kondisi yang mendekati hal tersebut masih ada, sebagai contoh adalah
tenaga kerja Indonesia (TKI) terutama yang wanita seringkali menerima
perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya. Karena di beberapa negara,
pembantu masih dianggap sebagai budak.
6.
Gharimin adalah individu yang terlilit hutang, dimana hutang tersebut dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk keperluan maksiat
seperti judi. Pada konteks kekinian timbul pemikiran apakah asnaf ini dapat
9
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
diperluas dengan hutang yang dilakukan oleh negara, agar dana zakat mampu
pula membebaskan pemerintah dari belitan hutang yang membelit.
7.
Sabilillah merupakan kondisi individu yang berjuang untuk menegakkan agama
Allah. Hal ini terjadi pada para mujahid Islam di Palestina atau Afganisthan
yang berjuang untuk menegakkan agama Allah dalam melawan imperialisme
Amerika Serikat dan sekutunya. Para mujahid ini berhak untuk menerima zakat
yang ada. Dana bagi pembangunan masjid, rumah sakit, pesantren, madrasah
maupun
sekolah dapat dikategorikan sebagai perjuangan di jalan Allah (fi
sabilillah), serta mampu memberikan kesegaran spiritual kepada kaum
muslimin yang membutuhkan.
8.
Ibnu Sabil yaitu individu yang sedang dalam perjalanan dimana perjalanan yang
dilakukan adalah untuk kebajikan dan bukan untuk maksiat. Seseorang yang
sedang dalam perjalanan dakwah berhak untuk mendapatkan zakat. Asnaf ini
dapat pula diperluas menjadi beasiswa bagi para pelajar dan mahasiswa.
ZAKAT DAN JAMINAN SOSIAL
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional di negaranegara berkembang yang didasari oleh kesadaran untuk mewujudkan keadilan sosial
dan terpenuhinya agenda pembangunan sosial ekonomi. Kompetisi global
memperkuat keyakinan negara berkembang untuk membentuk suatu sistem jaminan
sosial yang kuat, terpadu dan terintegrasi.
Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial.
Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan
10
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping
itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional.
Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya
terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan
hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian.
Dalam Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat didefinisikan bahwa “jaminan sosial adalah perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya”.
Jaminan sosial mulai dikenal ketika Indonesia masih di bawah penjajahan
Belanda. Saat itu Jaminan sosial berupa pensiun bagi para pegawai pemerintahan
kolonial Belanda. Kemudian setelah negeri ini menyatakan proklamasinya, konsep
jaminan sosial yang bertujuan menjamin kesejahteraan rakyat pada dasarnya tertuang
dalam Dasar-Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia atau landasan
pemikiran bagi PPSE tertulis sebagai berikut:
“Dasar politik perekonomian Indonesia ialah memenuhi keperluan hidup
rakyat Indonesia menjadi rakyat yang makmur, jasmani dan rohani…”.
Ditinjau dari definisinya, Jaminan Sosial dimaksudkan untuk menuju
masyarakat yang sejahtera. Lantas cukupkah SJSN memenuhi tujuan tersebut,
mengingat dalam sistem ini tetap saja masyarakat sebagai penyokong dana utama.
Lantas di mana peran negara yang dalam konstitusi pasal 34 ayat (1) disebutkan
“fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Serta ayat (2) yang
11
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
meyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”. Mencermati mekanisme UU no. 40/2004 tentang SJSN, tampak
bahwa pemerintah hanya sebagai regulator yang menerapkan subsidi silang dari
masyarakat kaya ke masyarakat miskin.
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk menggapai
keridhaan serta pahala dari Allah, Zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial.
Dalam sejarah Islam, Zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud
kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial,
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan
bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan permasalahan
ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat jauh sebelum
konsep pemerataan pembangunan dari negara-negara Barat muncul. Bahkan konsep
zakat ini merupakan konsep jaminan sosial pertama yang terlebih dahulu muncul
dibandingkan dengan konsep jaminan sosial yang saat ini diterapkan oleh negaranegara Barat. Meskipun sebenarnya strategi pembangunan negara-negara Barat
banyak pula mengadopsi konsep Islam pada masa kejayaan. Telah banyak strategi
pemerataan pembangunan yang telah dibuat oleh negara-negara barat, dan sampai ini
belum ada satu pun yang membuktikan keberhasilan konsep-konsep tersebut secara
merata terutama di negara-negara berkembang. Sebab konsep tersebut dikembangkan
berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi di negara-negara Barat yang notabenenya
lebih maju dari negara-negara di belahan dunia lainnya.
12
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Konsep pemerataan yang dianjurkan dalam Islam telah berhasil dibuktikan
pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, dimana pada masa itu beliau pun
mengalami kesulitan dalam pengelolaan zakat, namun kesulitan yang dihadapi beliau
bukanlah kesulitan untuk mencari muzakki (orang yang mampu membayar zakat)
melainkan kesulitan yang dihadapi adalah untuk mencari mustahik (orang yang
membutuhkan), karena semua penduduk pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul
Aziz tidak ada yang mengalami kekurangan. Bahkan semua penduduknya tergolong
pada penduduk yang wajib zakat. Ini membuktikan bahwa konsep yang dibawa oleh
ajaran Islam telah mampu dibuktikan, meskipun pada situasi dan kondisi yang
berbeda.
Beberapa bentuk pemberian zakat berdasarkan tipologi orang miskin dalam
tiga golongan, yaitu (Qadir, 2001: 45):
1. Golongan yang tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Faktor yang menyebabkan
mereka tidak mampu adalah seperti faktor usia yang telah lanjut (lansia) atau
karena cacat jasmani permanen, yang menyebabkan mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhannya secara mandiri, maka cara pengentasannya adalah
dengan memberikan jaminan hidup secara rutin dari dana zakat, bantuan zakat
yang diberikan kepada golongan ini adalah zakat dalam bentuk bantuan
konsumtif.
2. Mereka yang tergolong masih sehat fisik jasmani, tetapi tidak memiliki
keterampilan apa pun, dimana inilah yang sebahagian terdapat di masyarakat
yaitu masyarakat miskin yang kurang berpendidikan dan kurang keahlian.
13
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Pengentasan kemiskinan untuk golongan ini adalah diberikan pelatihan dan
pendidikan khusus, dan selanjutnya dipekerjakan pada unit-unit usaha
ekonomi yang dikelola oleh amil zakat setempat sehingga mereka bisa
mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Mereka miskin karena suatu hal yang disebabkan terjadi musibah –seperti
bencana alam yang telah menghancurkan semua harta benda yang dimiliki-,
sedangkan fisik dan mentalnya masih potensial untuk bekerja dan berusaha,
tetapi tidak memiliki modal, maka langkah pengentasannya adalah
memberikan pinjaman modal usaha dari dana zakat..
Berdasarkan tipologi orang miskin yang dikategorikan oleh Abdurrachman
Qadir tersebut, maka dapat disusun suatu sistem jaminan sosial dengan berbasis pada
pendayagunaan zakat. Zakat dapat dipergunakan dalam berbagai bentuk sistem
jaminan sosial, seperti asuransi tenaga kerja, asuransi pensiun dan asuransi jiwa. Serta
untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti perumahan, akses permodalan dan
pendidikan bagi si miskin dapat dilakukan melalui memaksimalkan pengelolaan dan
pendayagunaan zakat. Dengan pendayagunaan zakat sebagai suatu sistem jaminan
sosial diharapkan program pengentasan kemiskinan dapat saling terintegratif dengan
program pemerintah.
Namun agar zakat ini dapat optimal sebagai salah satu instrument dalam
penerapan sistem jaminan sosial ialah diarahkan pada zakat yang bersifat produktif.
Dana zakat yang terhimpun dikelola sepenuhnya untuk sesuatu yang produktif,
sehingga dana zakat yang terhimpun dapat tumbuh dan berkembang. Selanjutnya dari
hasil dana zakat tersebut dialokasikan sepenuhnya sebagai salah satu pendanaan
14
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
dalam sistem jaminan sosial. Diharapkan dengan optimalisasi pengelolaan dana zakat
ini, maka akan dapat terjadi sinkronisasi antara zakat dengan sistem jaminan sosial
yang dikelola oleh pemerintah.
Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka zakat akan dapat sinkron dengan
UUD 1945 dalam pasal 34 ayat (2) dimana dinyatakan “bahwa negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Karena sistem jaminan sosial akan mampu berdiri dengan dukungan berbagai subsistem dalam perekonomian, dan tidak hanya diserahkan pada pemerintah semata.
Dalam pelaksanaannya, nanti bisa dipilah-pilah dalam bidang pemberdayaan
apakah jaminan sosial yang dibiayai oleh hasil pengelolaan dari dana zakat. Hal ini
bertujuan agar tidak saling tumpang tindih dengan jaminan sosial yang dikelola oleh
pemerintah. Apabila seluruh sub-sistem dalam perekonomian dapat saling
terintegratif, maka Indonesia akan mampu memiliki suatu sistem jaminan sosial yang
lebih mapan dibandingkan dengan di negara-negara yang menganut welfare state
yang sepenuhnya mengandalkan jaminan sosial hanya kepada pemerintah.
ZAKAT DAN PAJAK
Terdapat beberapa perbedaan pendapat di antara para ekonom muslim mengenai
posisi zakat dan pajak (Al Arif, 2010: 290)
a. Pandangan pertama yaitu bahwa zakatlah yang merupakan kewajiban bagi umat
Islam dan sementara pajak hukumnya wajib hanya bagi non-muslim (atau dalam
bahasa instrumen fiskal dalam literatur Islam selama ini adalah jizyah). Sehingga
dalam sistem pemerintahan Islam hanya zakat yang diperkenankan untuk
15
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
dipungut untuk kaum muslim, sementara pajak hanya dikenakan kepada kaum
non-muslim yang merupakan kompensasi atas perlindungan yang diberikan oleh
pemerintahan Islam kepada mereka atau dengan kata lain jizyah merupakan pajak
pribadi atas kaum non-muslim.
b. Pandangan kedua yaitu bahwa zakat dan pajak sama-sama kewajiban negara
sehingga keduanya wajib untuk dipenuhi oleh setiap warga negara dalam suatu
pemerintahan. Pendapat ini dikemukakan pertama kali oleh Masdar F Mas’udi
pada awal tahun 1990-an. Menurut beliau zakat dan pajak adalah suatu kewajiban,
jika zakat merupakan aspek spiritual dari perintah Allah untuk menafkahkan harta
secara baik dan benar, maka pajak merupakan upaya institusional perintah Allah
tersebut.
c. Pandangan ketiga mengatakan bahwa zakat itu identik dengan pajak, atau zakat
adalah bagian dari pajak pemerintah. Dengan asumsi berdasarkan dua hal yaitu
kesatuan pemahaman dan kesatuan beban. Bila dihubungkan dengan kesatuan
pemahaman bahwa zakat itu identik dengan pajak karena kesamaan unsurunsurnya, istilahnya dan pengertiannya. Sementara bila dihubungkan dengan
kesatuan beban, terdapat pendapat bahwa zakat itu menyerupai pajak dari segi
beban harta yang harus dibayar oleh individu dan masyarakat yang mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan hukum, demikian juga pajak itu bagian
terpenting beban harta untuk merealisasikan tujuan zakat itu sendiri. Dan
keduanya baik pajak dan zakat merupakan salah satu instrumen fiskal utama.
d. Sementara pandangan keempat adalah memposisikan zakat sebagai suatu sumber
penerimaan utama dalam sistem perekonomian suatu negara, sementara pajak
16
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
hanya berfungsi sebagai penerimaan penunjang atau penerimaan tambahan.
Sehingga zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap warga
negara, dan sementara penerimaan dari zakat belum memenuhi maka pemerintah
boleh untuk memungut pajak. Akan tetapi apabila penerimaan dari zakat sudah
memenuhi maka penerimaan dari pajak ditiadakan.
Berdasarkan UU no. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan pajak 17 ayat
(1) huruf a dan b, bahwasanya zakat bisa saja menurunkan pajak penghasilan secara
ganda. Pertama, mengurangi penghasilan kena pajak. Kedua, untuk nilai tertentu juga
menurunkan tarif progresif. Zakat sebagai pengurang pajak penghasilan dapat
berpengaruh terhadap makroekonomi, antara lain (Al Arif, 2010: 291-292):
1. Pengaruh terhadap konsumsi agregat
Asumsi yang digunakan dalam pembahasan ini adalah: pertama, zakat
dikenakan atas semua harta perniagaan dan investasi yang mempunyai potensi untuk
tumbuh yang dimiliki oleh kaum muslim. Kedua, pembayar zakat perniagaan cukup
besar dan menguasai satu bagian tertentu dari pendapatan nasional. Ketiga, gerakan
dakwah dan penyadaran zakat berhasil baik. Keempat, proporsi zakat yang
dibayarkan tersebut tetap, sebesar tertentu dari pendapatan nasional. Kelima, zakat
yang terkumpul dibagikan kembali kepada para mustahik. Keenam, mustahik yang
menerima zakat mempunyai kecenderungan mengkonsumsi marjinal yang lebih
tinggi secara signifikan dibanding muzakki. Ketujuh, di satu sisi zakat pendapatan
dihitung sebagai komponen pengurang pajak penghasilan dan di sisi lain zakat yang
diterima mustahik tidak wajib dikenai pajak.
17
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Dengan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan akan berpengaruh positif
terhadap tingkat konsumsi agregat. Penerapan UU no 17 tahun ini akan meningkatkan
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dan kecenderungan mengkonsumsi marjinal
akan
cenderung lebih
besar
apabila dibandingkan
dengan
kecenderungan
mengkonsumsi rata-rata dan kecenderungan mengkonsumsi marjinal tanpa adanya
zakat.
2. Pengaruh terhadap tabungan
Tabungan adalah selisih langsung antara pendapatan nasional dengan
konsumsi agregat. Zakat harta perniagaan akan berpengaruh negatif terhadap
tabungan. Kecenderungan menabung rata-rata dan kecenderungan menabung marjinal
dengan variabel zakat harta perniagaan lebih kecil dibandingkan kecenderungan
menabung rata-rata dan kecenderungan menabung marjinal tanpa variabel zakat.
3. Pengaruh terhadap investasi
Investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan para investor atau perusahaan
untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi, dengan maksud menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Secara umum investasi biasa dibedakan menjadi investasi terpengaruh
(induced investment) dan investasi otonom (autonomous investment).
Meskipun secara umum zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak telah
memiliki pengaruh terhadap konsumsi agregat, tabungan dan investasi, dampaknya
sebenarnya lebih kecil apabila zakat diposisikan sebagai komponen pengurang pajak
penghasilan. Hal ini bisa digambarkan dengan ilustrasi sederhana dengan
18
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
menggunakan perhitungan berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang
pajak penghasilan.
Misalkan seseorang memiliki pendapatan bulanan Rp 5 juta/bulan atau setara
dengan Rp 60 juta/tahun. Dan ia telah berkeluarga dengan 2 orang anak, maka
penghasilan tidak kena pajaknya akan sebesar Rp 15.840.000 + 1.320.000 +
1.320.000 + 1.320.000 = Rp 19.800.000,-. Maka penghasilan kena pajaknya akan
menjadi Rp 40.200.000,-, Apabila individu tersebut telah membayar zakat sebesar Rp
1 juta, maka penghasilan kena pajaknya akan menjadi Rp 39.200.000,-. Sehingga
pajak penghasilan yang harus dibayar adalah sebesar Rp 39.200.000 x 5% (karena
PKP masih sampai dengan Rp 50 juta/tahun) = Rp 1.960.000,-. Maka total zakat dan
pajak yang harus dibayarkan oleh individu tersebut adalah sebesar Rp 2.960.000,Sekarang dengan kondisi yang sama namun saat ini zakat sebagai pengurang
pajak penghasilan dan bukan pengurang penghasilan kena pajak. Besaran pajak yang
harus dibayar adalah Rp 40.200.000 x 5% = Rp 2.010.000. Apabila zakat yang telah
dibayar adalah Rp 1 juta rupiah, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp 2.010.000
dikurangi dengan Rp 1 juta rupiah menjadi Rp 1.010.000,-. Sehingga total pajak dan
zakat yang harus dibayar adalah sebesar Rp 2.010.000,-.
Dengan dua ilustrasi di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan zakat
sebagai pengurang pajak penghasilan. Tidak heran, banyak masyarakat yang
memandang aturan saat ini dimana zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
justru menyebabkan beban pajak dan zakat yang harus mereka bayar lebih besar
dibandingkan dengan hanya membayar pajak saja. Oleh karenanya pemerintah jika
19
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
memiliki keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan ekonomi syariah
serta memiliki pengaruh yang cukup luas dalam perekonomian, maka zakat sebaiknya
diletakkan sebagai pengurang pajak penghasilan. Apabila zakat diletakkan sebagai
pengurang pajak penghasilan, maka ia akan memiliki pengaruh yang lebih besar
kepada konsumsi agregat, tabungan, dan investasi dibandingkan dengan zakat hanya
diposisikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
KESIMPULAN
Zakat merupakan salah satu instrument fiskal dalam perekonomian yang telah
dipergunakan oleh pemerintahan Islam semenjak Rasulullah saw, dan berdasarkan
perjalanan sejarah zakat telah memainkan peran cukup penting dalam mekanisme
distribusi pendapatan dalam perekonomian. Pengelolaan zakat yang tepat,
professional dan akuntabel akan memberikan pengaruh cukup signifikan dalam
perekonomian. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan efek
pengganda dalam perekonomian, sehingga dapat berpengaruh dalam program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Potensi zakat akan mampu mencakup berbagai macam aspek termasuk untuk
program pengentasan kemiskinan dalam bentuk sistem jaminan sosial. Zakat dapat
dipergunakan dalam berbagai bentuk sistem jaminan sosial, seperti asuransi tenaga
kerja, asuransi pensiun dan asuransi jiwa. Serta untuk mengatasi berbagai macam
masalah seperti perumahan, akses permodalan dan pendidikan bagi si miskin dapat
dilakukan melalui memaksimalkan pengelolaan dan pendayagunaan zakat.
Zakat dan pajak merupakan dua instrumen fiskal yang dapat diterapkan oleh
pemerintah sebagai upaya pendanaan pembangunan negara, terlepas dari khilafiyah
20
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
pendapat ada yang diantara para ulama dan ekonom muslim. Zakat sebagai
pengurang pajak penghasilan dapat berpengaruh terhadap makroekonomi, antara lain
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi agregat dari masyarakat, tingkat tabungan,
dan tingkat investasi. Selain itu zakat akan lebih optimal jika mampu sebagai
pengurang pajak penghasilan dan bukan sekedar pengurang penghasilan kena pajak.
Daftar Pustaka
Al Arif, M. Nur Rianto. 2009. Efek Multiplier Zakat terhadap Pendapatan di
Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Al-Iqtishad FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
____________________. 2010. Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap
Program Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Prodi Keuangan Islam, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 5, No. 1, Desember 2010
____________________. 2010. Teori Makroekonomi Islam. Penerbit Alfabeta:
Bandung
Doa, M Djamal. 2001. Membangun Ekonomi Umat: Melalui Pengelolaan Zakat
Harta. Nuansa Madani: Jakarta
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani Press:
Jakarta.
Kahf, Monzer (ed). 1997. Economics of Zakah (a book of Readings). IRTIIDB: Jeddah.
------------------------. 1998. Zakah Management In Some Moslem
Countries.
IRTI-IDB: Jeddah.
21
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
------------------------. 1999. The Principle of
Sosioeconomic Justice in The
Contemporary Fiqh of Zakah. Iqtishad Journal of Islamic Economic, Vol I,
No. 1, Muharram 1420 H.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. UPP AMP YKPN: Yogyakarta
Qadir,
Abdurrachman.
2001. Zakat: Dalam Dimensi
Mahdah dan Sosial.
Srigunting: Jakarta.
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum
Zakat, alih
bahasa Salman
Harun, et.al.
Pustaka Litera Antar Nusa dan Mizan: Jakarta
-----------------------. 1995. Kiat
Islam Mengentaskan Kemiskinan, alih bahasa
Syafril Halim. Gema Insani Press: Jakarta
Susanto,
Anang
A.
2002.
Antikesenjangan
dan
“Zakat
Sebagai
Kebijakan
AntiKemiskinan”. Jurnal
Ekonomi
Alternatif
Syariah
Muamalah. Vol. 1, No. 1, Agustus 2002, hal 85.
22
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
M. Nur Rianto Al Arif atau biasa dipanggil dengan Arif lahir di Pekanbaru pada
tanggal 13 Oktober 1981. Beliau menyelesaikan studi S-1 pada jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro pada tahun 2004 dan
menyelesaikan studinya pada S-2 Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas
Indonesia pada tahun 2006. Saat ini sedang menempuh S-3 Ilmu Ekonomi di
Universitas Indonesia. Sehari-hari beliau mengajar pada program studi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
STIE Muhammadiyah Jakarta, Universitas Prof Dr Hamka (Uhamka), Tutor di Unit
Pembelajaran Jarak Jauh Universitas Terbuka, dan beberapa perguruan tinggi swasta
lainnya. Aktivitas beliau selain mengajar ialah aktif di Ikatan Ahli Ekonomi Islam
(IAEI) Pusat sebagai Sekretaris Biro Penelitian Ekonomi Islam, Sekretaris Umum di
IAEI Komisariat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bendahara di P3EI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan sebagai pengurus Muhammadiyah. Buku yang telah
dihasilkan adalah “Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah”; “Teori Mikroekonomi:
Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional”; “Teori
Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan Analisis”; “Dasar-dasar Ekonomi Islam”;
dan “Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis”, Buku ajar
Universitas Terbuka untuk mata kuliah “Ekonomi Islam” dan “Ekonomi Pendidikan”.
Selain itu ia juga aktif menulis di berbagai jurnal ilmiah. Untuk diskusi dan konsultasi
dapat menghubungi di [email protected] dan [email protected]
23
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
BIOGRAFI PENULIS
Nama
Nama Panggilan
Tempat, tgl lahir
Alamat rumah
Telpon
Fax
Hp
Alamat kantor
Telpon kantor
E-mail
: Mohammad Nur Rianto Al Arif
: Arif
: Pekanbaru, 13 Oktober 1981
: Jl Ori Raya B2/19, Rt 002/011
Pondok Bambu, Jakarta Timur -13430: (021) 8616696 / (021) 8614885
: (021) 8631207
: 0818-118746 / 082123908885
: Gedung III, Fak. Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan
: (021) 74711537
: [email protected]; [email protected]
Pendidikan:
1. Sedang menempuh S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta (tahun
2010- sekarang)
2. S-2 Ekonomi & Keuangan Syariah Universitas Indonesia, Jakarta (tamat tahun
2006)
3. S-1 Ekonomi jurusan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang
(tamat tahun 2004)
4. SMUN 61 Jakarta (tamat tahun 1999)
5. SMPN 51 Jakarta (tamat tahun 1996)
6. Madrasah Diniyah Asy-syaakiriin Pondok Bambu (tamat tahun 1994)
7. SDN 01 pagi Pondok Bambu (tamat tahun 1993)
Pengalaman Kerja
1. Dosen Tetap Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2008 – sekarang
2. Dosen tidak tetap di FAI Uhamka Jakarta, September 2012 – sekarang
3. Dosen tidak tetap di FE Ubhara Jaya, Maret 2012 - sekarang
4. Dosen tidak tetap di STIE Muhammadiyah Jakarta, tahun 2009 – sekarang
5. Dosen tidak tetap di STIE MH Thamrin Jakarta, tahun 2010 – 2011
6. Direktur Baitulmâl Paramadina, Jakarta, 2006 – 2007
7. Direktur Keuangan dan Pemasaran PT Promedika Anugerah Mandiri, Jakarta
tahun 2005 – 2006
24
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
8. Dosen tidak tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI
Rawamangun), Jakarta, tahun 2004 – 2005
Organisasi:
1. Sekretaris Biro Penelitian Ekonomi Islam Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Pusat, periode 2011-2014
2. Bendahara 1 Pusat Pengkajian dan Penelitian Ekonomi Islam (P3EI) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pondok Bambu Jakarta Timur,
periode 2010-2015
4. Wakil Sekretaris LAZIS Muhammadiyah Wilayah DKI Jakarta, periode 20102015
5. Ketua Majelis Ekonomi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Timur, periode
2010-2015
6. Sekretaris Rukun Tetangga (RT) 002/011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan
Duren Sawit, Jakarta Timur periode 2008 – 2011
7. Ketua Majelis Ekonomi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pondok Bambu
periode 2005 – 2010
8. Bendahara Lazis Pimpinan Daerah Jakarta Timur periode 2000 – 2005
9. Ketua Ikatan Remaja Islam Al-Ridha (2004 – 2007)
10. Pengurus di Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) FE Undip (semasa kuliah)
11. Tim Ad-Hoc KNEI Forum silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSei) (semasa
kuliah)
Karya Ilmiah (Buku Teks)
Buku berjudul “Lembaga Keuangan Syariah”. Penerbit Pustaka Setia, Bandung,
tahun 2012
Buku berjudul “Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia” sebagai penulis
ketiga dari tiga penulis. Penerbit Gramata, Jakarta. Tahun 2012
Buku berjudul “Dasar-dasar Ekonomi Islam. Penerbit Era Intermedia, Surakarta,
tahun 2011
Buku berjudul “Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah” CV Alfabeta Bandung
tahun 2010
Buku berjudul “Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional” sebagai penulis pertama dari dua penulis. Penerbit
Kencana, tahun 2010
Buku berjudul “Teori Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan Analisis”.
Penerbit Alfabeta Bandung, tahun 2010
25
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Buku Ajar
Buku Materi Pokok pada mata kuliah “Ekonomi Pendidikan”, Universitas
Terbuka, tahun 2012
Buku Materi Pokok pada mata kuliah “Ekonomi Islam”, Universitas Terbuka,
tahun 2011
Buku Ajar Individu Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berjudul “Teori Makroekonomi Islam”. Tahun 2010
Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai penulis kedua berjudul “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Tahun
2010
Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai penulis kedua yang berjudul “Teori Mikroekonomi Islam”. Tahun 2009
Jurnal
Efek Multiplier Wakaf Uang dan Pengaruhnya Terhadap Program Pengentasan
Kemiskinan, Jurnal Asy-Syir’ah Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 46, No. 1, Januari 2012
Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Pada
Program Studi Muamalat FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurnal Ekobis
STIE Muhammadiyah Jakarta, Vol. I, No. 2, September 2011
Pengaruh Pelayanan Jasa Kesehatan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Klinik
Promedika Health Center. Sebagai penulis pertama dari dua penulis. Jurnal
Ekobis STIE Muhammadiyah Jakarta, Vol. I, No. I, Maret 2011
Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap Program Pengentasan
Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Prodi Keuangan Islam, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 5, No. 1, Desember 2010
Efektivitas Biaya Promosi dan Biaya Diklat Terhadap Penghimpunan Dana Pihak
Ketiga di Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Bisnis, Universitas Gunadarma, No. 3,
Vol. 15, Desember 2010
Potensi Wakaf Uang dan Dampaknya Terhadap Perekonomian. Jurnal Dialog
Balitbang Diklat Kemenang, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember 2010
Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional dan Pengaruhnya Terhadap Penetapan
Persentase Bagi Hasil di Bank Syariah. Jurnal Dialog Balitbang Diklat Kemenag,
No. 69, Tahun XXXIII, Juli 2010
Perilaku Konsumen Muslim dalam Memaksimuman Kepuasan. Jurnal SosioReligia LinkSas Yogyakart, Vo. 9, No. 2 tahun 2010
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Wakaf Uang. Jurnal Asy-Syir’ah Fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 44, No. II tahun 2010
26
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Efek Multiplier Zakat terhadap Pendapatan di Propinsi DKI Jakarta. Jurnal AlIqtishad FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
Paper dan Penelitian
Paper pada Seminar Nasional dengan judul “Variabel Makroekonomi dan
Pengaruhnya Terhadap Penentuan Marjin Bagi Hasil di Bank Syariah”, Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia, tahun 2011
Paper pada Seminar Nasional dengan judul “Pemerkuatan Kurikulum Ekonomi
Islam dalam Hubungannya dengan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Industri
Perbankan Syariah”, FEKON Universitas Terbuka, tahun 2011
Penelitian kompetitif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Preferensi
Perguruan Tinggi di Jakarta Terhadap Perbankan Syariah”, Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011
Penelitian kolektif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Pengukuran
Kepuasan Mahasiswa Terhadap Prodi Muamalat”, FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2011
Paper pada Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) sebagai penulis kedua dari
dua penulis dengan judul “Peta Potensi SDM Ekonomi Islam di Indonesia serta
keterkaitannya dengan Industri Keuangan Syariah”. Bank Indonesia, tahun 2010
Penelitian kompetitif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Peta Potensi
SDM Ekonomi Islam di PTU dan PTAI serta Relevansinya Dengan Industri
Keuangan Syariah di Indonesia”, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2010
Paper pada Seminar Internasional dengan judul “Peranan BMT Dalam
Pembiayaan UMKM di Indonesia”. FE Universitas Trisakti, tahun 2010
27
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
OPTIMALISASI PERAN ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN
M Nur Rianto Al Arif
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten
[email protected]
ABSTRAK:
Program pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah masih belum
memberikan dampak yang signifikan terhadap menurunkan tingkat kemiskinan.
Mereka membutuhkan dukungan dari sub sistem lain termasuk zakat. Zakat
merupakan salah satu instrument fiskal Islam yang telah memberikan peranan cukup
signifikan dalam sistem ekonomi Islam. Potensi zakat akan mampu mencakup
berbagai macam aspek termasuk untuk program pengentasan kemiskinan dalam
bentuk sistem jaminan sosial. Zakat dapat dipergunakan dalam berbagai bentuk
sistem jaminan sosial, seperti asuransi tenaga kerja, asuransi pensiun dan asuransi
jiwa. Serta untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti perumahan, akses
permodalan dan pendidikan bagi si miskin dapat dilakukan melalui memaksimalkan
pengelolaan dan pendayagunaan zakat.
The government poverty alleviation program still can’t give a significant change to
reduce poverty. They need support from the others sub-system such as zakah. Zakah
as one of the Islamic fiscal instruments has played a significant role in Islamic
economic. The potential for zakah covers several aspects included for poverty
alleviation program through social welfare system. Zakah is the right society to
obtain a social welfare system such as workplace accident insurance, old age
pension, pension insurance, and death insurace. In addition, other problems such as
housing for the poor, capital investment and education can be taken care of through
zakah if zakah is managed and developed in a maximal way.
Keywords:
Poverty, Social Welfare System, Zakah, Tax
1
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
PENDAHULUAN
Di setiap negara selalu menghadapi permasalahan sosial yaitu kemiskinan baik
kemiskinan yang bersifat absolut maupun kemiskinan bersifat relatif. Kemiskinan
absolut merupakan tingkat kemiskinan yang diukur berdasarkan suatu garis
kemiskinan tertentu. Sementara kemiskinan relatif merupakan tingkat kemiskinan
yang diukur secara relatif antar penduduk. Kompleksitas penyelesaian permasalahan
kemiskinan disebabkan pendekatan yang dilakukan tidak hanya dari aspek ekonomi
semata namun aspek sosial harus dipertimbangkan. Selain itu tidak terjadinya
pemerataan hasil pembangunan juga merupakan faktor penyebab yang tidak dapat
diabaikan.
Sharp (1996 dalam Kuncoro, 1997: 30) mencoba melakukan identifikasi
penyebab kemiskinan dari segi ekonomi. Pertama, kemiskinan secara mikro lahir
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya. Kedua, kemiskinan
muncul sebagai akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Ketiga,
kemiskinan muncul sebagai akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab
kemiskinan ini menurut Nurske akan bermuara pada suatu teori lingkaran setan
kemiskinan (the vicious circle of poverty). Dimana menurutnya “a poor country is
poor because it is poor”.
Dalam upaya untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai kebijakan agar permasalahan kemiskinan ini dapat terselesaikan, antara lain
dengan kebijakan (1) Inpres Desa Tertinggal (IDT); (2) Jaring Pengaman Sosial (JPS)
yang dikeluarkan pada saat krisis; (3) PNPM Mandiri; dan banyak program
pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya. Namun seluruh
2
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
program tersebut masih belum dapat menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh
program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk memberdayakan masyarakat terutama masyarakat miskin masih belum
mampu memperlihatkan hasil yang signifikan di masyarakat.
Hal ini menandakan bahwa program pemberdayaan masyarakat masih
membutuhkan dukungan dari sub-sistem lain. Dukungan dari sub-sistem selain
pemerintah sangat dibutuhkan agar manfaat pemberdayaan masyarakat dapat semakin
berdayaguna dalam meningkatkan kemaslahatan masyarakat. Salah satu sub-sistem
yang dapat mendukung program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
pemerintah adalah dengan mengoptimalkan sumber-sumber keuangan Islam termasuk
zakat.
Tabel 1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah,
1996-2008
Tahun
(1)
1996
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah Penduduk Miskin (Juta)
Kota Desa Kota+Desa
(2)
(3)
(4)
9,42
24,59
34,01
17,60
31,90
49,50
15,64
32,33
47,97
12,30
26,40
38,70
8,60
29,30
37,90
13,30
25,10
38,40
25,10
12,20
37,30
24,80
11,40
36,10
22,70
12,40
35,10
14,49
24,81
39,30
13,56
23,61
37,17
12,77
22,19
34,96
Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa
(5)
(6)
(7)
13,39
19,78
17,47
21,92
25,72
24,23
19,41
26,03
23,43
14,60
22,38
19,14
9,76
24,84
18,41
14,46
21,10
18,20
13,57
20,23
17,42
12,13
20,11
16,66
11,68
19,98
15,97
13,47
21,81
17,75
12,52
20,37
16,58
11,65
18,93
15,42
Wacana yang telah berkembang pada saat ini adalah zakat produktif, dimana
zakat diarahkan untuk bantuan yang bersifat produktif agar masyarakat yang tidak
mampu pada akhirnya akan dapat menjadi mandiri tanpa bantuan orang lain. Namun
penerapan zakat produktif bukan berarti sama sekali tidak memberikan bantuan yang
3
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
sifatnya konsumtif. Bantuan konsumtif pun masih diperlukan, selama proses transisi
pemberdayaan masyarakat tersebut. Sebab program pemberdayaan masyarakat
menjadi mandiri akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
DEFINISI ZAKAT
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyari’atkan Allah kepada umat
Islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah setara dengan shalat, puasa dan ibadah
haji. Akan tetapi, zakat tergolong ibadah ma’liah, yakni ibadah melalui harta
kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya dengan fisik. Hal inilah
yang membedakan zakat dengan ibadah ritual lainnya, seperti ibadah shalat, puasa
maupun haji, dimana manfaatnya hanya terkena kepada individu tersebut semata,
sedangkan zakat manfaatnya bukan untuk individu tersebut semata namun bermanfaat
pula bagi orang lain. Allah mewajibkan zakat kepada individu yang mampu dengan
tujuan untuk mengetahui seberapa besar cinta hamba kepada Penciptanya daripada
dengan
hartanya, sebab secara naluri alamiah manusia memiliki kecenderungan
merasa sangat berat apabila harus berkorban dengan hartanya. Sehingga dengan
kewajiban zakat ini, akan mampu memperlihatkan sosok manusia beriman sejati
apakah lebih sayang terhadap hartanya ataukah terhadap Penciptanya
Ibadah zakat mempunyai dua aspek, yaitu aspek hubungan manusia dengan
Allah SWT (hablum minallah) dan aspek hubungan manusia dengan sesama (hablum
minannas). Aspek hubungan dengan Allah SWT adalah dengan membayar zakat
berarti kita mematuhi dan mentaati apa yang telah diperintahkan-Nya, ini
menandakan wujud kecintaan seorang hamba kepada penciptanya. Seseorang dapat
dikatakan beriman jika ia bersedia mematuhi segala hal yang diperintahkan oleh
4
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Penciptanya, termasuk dalam hal kewajiban menunaikan zakat. Selain itu dengan
membayar zakat menandakan bahwa seorang hamba telah bersyukur kepada sang
pencipta atas semua rezeki, nikmat dan karunia yang telah diberikan kepadanya.
Wujud syukur tidaklah cukup hanya dengan ucapan
“alhamdulillah” semata,
melainkan harus dibuktikan pula dengan perbuatan, dan dengan membayar zakat
maka itu menjadi bukti bahwa kita telah bersyukur dengan melakukan suatu
perbuatan dan tidak hanya dengan ucapan saja.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu albarakatu (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu
(kesucian) dan ash-shalahu (keberesan). Makna keberkahan yang terdapat pada zakat
berarti dengan membayar zakat, maka zakat tersebut akan memberikan berkah kepada
harta yang dimiliki dan insya Allah akan membantu meringankan kita di akhirat
kelak, sebab salah satu harta yang tidak akan hilang meskipun sampai kita di alam
barzah adalah amal jariyah selain doa anak yang saleh dan ilmu yang bermanfaat
(Doa, 2001: 10).
Sedangkan makna terminologi (Qadir, 2001: 5) -istilah yang digunakan dalam
pembahasan fiqh Islam- adalah “mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah
mencapai nishab (takaran tertentu yang menjadi batas minimal harta tersebut
diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya)”, diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (berdasarkan pengelompokan yang terdapat dalam Al-Qur’an), dan
harta tersebut merupakan milik sempurna –dalam artian merupakan milik sendiri dan
tidak terdapat kepemilikan orang lain di dalamnya- serta telah genap usia
pemilikannya selama setahun, hal ini dikenal dengan istilah haul.
5
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 pasal 1 ayat 2 yang dimaksud
dengan “zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya”.
Yusuf Qardhawi (1988: 30) membagi tiga tujuan zakat yaitu: dari pihak
muzakki, pihak mustahik, dan masyarakat. Tujuan zakat dari pihak muzakki antara
lain untuk menyucikan dari sifat bakhil, rakus, egois, dan sejenisnya. Serta
menumbuhkan sifat pemurah, empati dan memiliki solidaritas kepada sesama.
Sedangkan bagi mustahik adalah terpenuhinya kebutuhan hidup dan tersucikannya
hati mereka dari rasa dengki dan kebencian yang sering menyelimuti hati mereka
melihat orang kaya yang bakhil. Adapun tujuan zakat dari pihak masyarakat adalah
zakat bernilai ekonomis, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan
menegakkan agama Allah dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya.
Dalam menghitung potensi zakat telah ada beberapa ekonom muslim yang
telah melakukannya. Menurut perhitungan Public Interest Research and Advocacy
Center (PIRAC) tahun 2007 potensi zakat di Indonesia dengan melakukan survey
kepada 2000 responden di 11 kota besar adalah sebesar Rp 9,09 triliun. Sedangkan
menurut pakar ekonomi syariah Muhammad Syafii Antonio menyebut potensi zakat
Indonesia dapat mencapai Rp 17 triliun. Kemudian hasil riset terbaru dari Ivan
Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia tahun 2008 potensi zakat profesi sebesar
Rp 4,825 triliun per tahun. Serta adapula yang menghitung potensi zakat berdasarkan
pendapatan domestik bruto suatu negara, penghitungan potensi zakat dilakukan dari
6
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
2,5% dari pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Akan tetapi perhitungan dengan
menggunakan PDB masih dirasakan kurang tepat apabila dipergunakan bukan di
negara Islam seperti Indonesia, karena PDB yang dihasilkan adalah campuran.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah dana zakat yang dikumpulkan oleh
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) serta digabung dengan seluruh lembaga amil
zakat nasional pada tahun 2007, ternyata dana zakat yang dikumpulkan hanya
mencapai sebesar Rp 600 miliar. Jika dibandingkan dengan potensi zakat minimal
sebesar Rp 4,8 triliun, maka nilai Rp 600 miliar ini hanya 2,5% dari potensi minimal
yang ada. Hal ini memperlihatkan bahwa pengumpulan zakat masih sangat jauh dari
potensi minimal yang dapat dikumpulkan.
Adapun yang menjadi sasaran dari dana zakat ini telah ditentukan oleh Allah
swt dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya harta zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, para amil zakat, orang-orang yang sedang dilembutkan hatinya (untuk
Islam), budak (yang akan memerdekan dirinya), orang-orang yang berhutang,
sabilillah, dan Ibnu Sabil. Semua itu merupakan kewajiban dari Allah, dan Allah
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 60)
7
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Berdasarkan ayat di atas terdapat delapan kelompok (asnaf) kaum yang
berhak untuk menerima zakat, yaitu: kaum fakir, kaum miskin, amilin (pengelola
zakat), mualaf (orang yang mendapatkan hidayah Islam), budak (hamba sahaya),
gharimin (orang yang berhutang), untuk keperluan di jalan Allah (fi sabilillah), dan
Ibnu Sabil (orang yang sedang bepergian untuk keperluan maslahat –seperti menuntut
ilmu- dan bukan perjalanan maksiat).
Delapan golongan diatas dapat dibagi secara garis besar kepada dua tipe
manusia. Tipe pertama, mereka yang mendapatkan jatah dari zakat karena
membutuhkannya. Mereka mendapatkannya
sesuai dengan keperluannya baik
banyak maupun sedikit. Seperti fakir, miskin, untuk memerdekakan budak, dan Ibnu
sabil. Tipe kedua, mereka yang mendapatkan bagian karena pertimbangan jasa dan
manfaat, serta mereka yang berjuang di jalan Allah swt. Bila seseorang tidak
membutuhkan dan tidak ada pula manfaat pemberian zakat kepadanya, maka ia tidak
berhak mendapatkan bagian zakat tersebut.
Dari delapan asnaf tersebut bisa kita perluas maknanya, sehingga dalam
penyalurannya kita tidak hanya terpaku pada tekstual ayat semata.
1.
Fakir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak mempunyai sumber
penghasilan sehingga hidupnya sehari-hari sangat kekurangan. Dalam
pembahasan biasanya akan selalu dikaitkan dengan miskin, karena kemiripan
situasi hidup yang dihadapinya.
2.
Miskin merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai sumber penghasilan
akan tetapi penghasilan yang diperoleh masih sangat kecil sehingga tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Permasalahan yang muncul
8
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
terkait dengan penentuan kemiskinan adalah bagaimana cara menetukan standar
hidup minimal yang layak. Namun selain itu kemiskinan di sini dapat pula
diartikan dengan kemiskinan intelektual atau kebodohan yang selama ini
melekat pada kaum muslimin serta kemiskinan iman.
3.
Amil, yaitu individu, lembaga atau institusi pengelola zakat. Mereka berhak
menerima zakat karena untuk operasional dan biaya hidup mereka. Akan tetapi
besaran jatah untuk amil dibatasi maksimal hanya 12,5%. Diharapkan dengan
memasukkan amil sebagai salah satu asnaf penerima zakat, akan memacu
mereka untuk bekerja lebih baik lagi bagi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
4.
Muallaf yaitu individu yang baru saja masuk ke dalam Islam. Mereka berhak
menerima zakat, karena seringkali karena masuknya mereka ke dalam Islam
membuat mereka dikucilkan dari kehidupan yang seringkali membuat mereka
terkucil dalam hal ekonomi.
5.
Riqab atau budak adalah kondisi dimana manusia diperlakukan tidak layak yang
dianggap sebagai benda. Pada masa sekarang budak sudah tidak ada lagi akan
tetapi kondisi yang mendekati hal tersebut masih ada, sebagai contoh adalah
tenaga kerja Indonesia (TKI) terutama yang wanita seringkali menerima
perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya. Karena di beberapa negara,
pembantu masih dianggap sebagai budak.
6.
Gharimin adalah individu yang terlilit hutang, dimana hutang tersebut dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk keperluan maksiat
seperti judi. Pada konteks kekinian timbul pemikiran apakah asnaf ini dapat
9
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
diperluas dengan hutang yang dilakukan oleh negara, agar dana zakat mampu
pula membebaskan pemerintah dari belitan hutang yang membelit.
7.
Sabilillah merupakan kondisi individu yang berjuang untuk menegakkan agama
Allah. Hal ini terjadi pada para mujahid Islam di Palestina atau Afganisthan
yang berjuang untuk menegakkan agama Allah dalam melawan imperialisme
Amerika Serikat dan sekutunya. Para mujahid ini berhak untuk menerima zakat
yang ada. Dana bagi pembangunan masjid, rumah sakit, pesantren, madrasah
maupun
sekolah dapat dikategorikan sebagai perjuangan di jalan Allah (fi
sabilillah), serta mampu memberikan kesegaran spiritual kepada kaum
muslimin yang membutuhkan.
8.
Ibnu Sabil yaitu individu yang sedang dalam perjalanan dimana perjalanan yang
dilakukan adalah untuk kebajikan dan bukan untuk maksiat. Seseorang yang
sedang dalam perjalanan dakwah berhak untuk mendapatkan zakat. Asnaf ini
dapat pula diperluas menjadi beasiswa bagi para pelajar dan mahasiswa.
ZAKAT DAN JAMINAN SOSIAL
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional di negaranegara berkembang yang didasari oleh kesadaran untuk mewujudkan keadilan sosial
dan terpenuhinya agenda pembangunan sosial ekonomi. Kompetisi global
memperkuat keyakinan negara berkembang untuk membentuk suatu sistem jaminan
sosial yang kuat, terpadu dan terintegrasi.
Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial.
Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan
10
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping
itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional.
Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya
terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan
hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian.
Dalam Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat didefinisikan bahwa “jaminan sosial adalah perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya”.
Jaminan sosial mulai dikenal ketika Indonesia masih di bawah penjajahan
Belanda. Saat itu Jaminan sosial berupa pensiun bagi para pegawai pemerintahan
kolonial Belanda. Kemudian setelah negeri ini menyatakan proklamasinya, konsep
jaminan sosial yang bertujuan menjamin kesejahteraan rakyat pada dasarnya tertuang
dalam Dasar-Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia atau landasan
pemikiran bagi PPSE tertulis sebagai berikut:
“Dasar politik perekonomian Indonesia ialah memenuhi keperluan hidup
rakyat Indonesia menjadi rakyat yang makmur, jasmani dan rohani…”.
Ditinjau dari definisinya, Jaminan Sosial dimaksudkan untuk menuju
masyarakat yang sejahtera. Lantas cukupkah SJSN memenuhi tujuan tersebut,
mengingat dalam sistem ini tetap saja masyarakat sebagai penyokong dana utama.
Lantas di mana peran negara yang dalam konstitusi pasal 34 ayat (1) disebutkan
“fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Serta ayat (2) yang
11
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
meyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”. Mencermati mekanisme UU no. 40/2004 tentang SJSN, tampak
bahwa pemerintah hanya sebagai regulator yang menerapkan subsidi silang dari
masyarakat kaya ke masyarakat miskin.
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk menggapai
keridhaan serta pahala dari Allah, Zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial.
Dalam sejarah Islam, Zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud
kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial,
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan
bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan permasalahan
ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat jauh sebelum
konsep pemerataan pembangunan dari negara-negara Barat muncul. Bahkan konsep
zakat ini merupakan konsep jaminan sosial pertama yang terlebih dahulu muncul
dibandingkan dengan konsep jaminan sosial yang saat ini diterapkan oleh negaranegara Barat. Meskipun sebenarnya strategi pembangunan negara-negara Barat
banyak pula mengadopsi konsep Islam pada masa kejayaan. Telah banyak strategi
pemerataan pembangunan yang telah dibuat oleh negara-negara barat, dan sampai ini
belum ada satu pun yang membuktikan keberhasilan konsep-konsep tersebut secara
merata terutama di negara-negara berkembang. Sebab konsep tersebut dikembangkan
berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi di negara-negara Barat yang notabenenya
lebih maju dari negara-negara di belahan dunia lainnya.
12
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Konsep pemerataan yang dianjurkan dalam Islam telah berhasil dibuktikan
pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, dimana pada masa itu beliau pun
mengalami kesulitan dalam pengelolaan zakat, namun kesulitan yang dihadapi beliau
bukanlah kesulitan untuk mencari muzakki (orang yang mampu membayar zakat)
melainkan kesulitan yang dihadapi adalah untuk mencari mustahik (orang yang
membutuhkan), karena semua penduduk pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul
Aziz tidak ada yang mengalami kekurangan. Bahkan semua penduduknya tergolong
pada penduduk yang wajib zakat. Ini membuktikan bahwa konsep yang dibawa oleh
ajaran Islam telah mampu dibuktikan, meskipun pada situasi dan kondisi yang
berbeda.
Beberapa bentuk pemberian zakat berdasarkan tipologi orang miskin dalam
tiga golongan, yaitu (Qadir, 2001: 45):
1. Golongan yang tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Faktor yang menyebabkan
mereka tidak mampu adalah seperti faktor usia yang telah lanjut (lansia) atau
karena cacat jasmani permanen, yang menyebabkan mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhannya secara mandiri, maka cara pengentasannya adalah
dengan memberikan jaminan hidup secara rutin dari dana zakat, bantuan zakat
yang diberikan kepada golongan ini adalah zakat dalam bentuk bantuan
konsumtif.
2. Mereka yang tergolong masih sehat fisik jasmani, tetapi tidak memiliki
keterampilan apa pun, dimana inilah yang sebahagian terdapat di masyarakat
yaitu masyarakat miskin yang kurang berpendidikan dan kurang keahlian.
13
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Pengentasan kemiskinan untuk golongan ini adalah diberikan pelatihan dan
pendidikan khusus, dan selanjutnya dipekerjakan pada unit-unit usaha
ekonomi yang dikelola oleh amil zakat setempat sehingga mereka bisa
mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Mereka miskin karena suatu hal yang disebabkan terjadi musibah –seperti
bencana alam yang telah menghancurkan semua harta benda yang dimiliki-,
sedangkan fisik dan mentalnya masih potensial untuk bekerja dan berusaha,
tetapi tidak memiliki modal, maka langkah pengentasannya adalah
memberikan pinjaman modal usaha dari dana zakat..
Berdasarkan tipologi orang miskin yang dikategorikan oleh Abdurrachman
Qadir tersebut, maka dapat disusun suatu sistem jaminan sosial dengan berbasis pada
pendayagunaan zakat. Zakat dapat dipergunakan dalam berbagai bentuk sistem
jaminan sosial, seperti asuransi tenaga kerja, asuransi pensiun dan asuransi jiwa. Serta
untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti perumahan, akses permodalan dan
pendidikan bagi si miskin dapat dilakukan melalui memaksimalkan pengelolaan dan
pendayagunaan zakat. Dengan pendayagunaan zakat sebagai suatu sistem jaminan
sosial diharapkan program pengentasan kemiskinan dapat saling terintegratif dengan
program pemerintah.
Namun agar zakat ini dapat optimal sebagai salah satu instrument dalam
penerapan sistem jaminan sosial ialah diarahkan pada zakat yang bersifat produktif.
Dana zakat yang terhimpun dikelola sepenuhnya untuk sesuatu yang produktif,
sehingga dana zakat yang terhimpun dapat tumbuh dan berkembang. Selanjutnya dari
hasil dana zakat tersebut dialokasikan sepenuhnya sebagai salah satu pendanaan
14
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
dalam sistem jaminan sosial. Diharapkan dengan optimalisasi pengelolaan dana zakat
ini, maka akan dapat terjadi sinkronisasi antara zakat dengan sistem jaminan sosial
yang dikelola oleh pemerintah.
Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka zakat akan dapat sinkron dengan
UUD 1945 dalam pasal 34 ayat (2) dimana dinyatakan “bahwa negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Karena sistem jaminan sosial akan mampu berdiri dengan dukungan berbagai subsistem dalam perekonomian, dan tidak hanya diserahkan pada pemerintah semata.
Dalam pelaksanaannya, nanti bisa dipilah-pilah dalam bidang pemberdayaan
apakah jaminan sosial yang dibiayai oleh hasil pengelolaan dari dana zakat. Hal ini
bertujuan agar tidak saling tumpang tindih dengan jaminan sosial yang dikelola oleh
pemerintah. Apabila seluruh sub-sistem dalam perekonomian dapat saling
terintegratif, maka Indonesia akan mampu memiliki suatu sistem jaminan sosial yang
lebih mapan dibandingkan dengan di negara-negara yang menganut welfare state
yang sepenuhnya mengandalkan jaminan sosial hanya kepada pemerintah.
ZAKAT DAN PAJAK
Terdapat beberapa perbedaan pendapat di antara para ekonom muslim mengenai
posisi zakat dan pajak (Al Arif, 2010: 290)
a. Pandangan pertama yaitu bahwa zakatlah yang merupakan kewajiban bagi umat
Islam dan sementara pajak hukumnya wajib hanya bagi non-muslim (atau dalam
bahasa instrumen fiskal dalam literatur Islam selama ini adalah jizyah). Sehingga
dalam sistem pemerintahan Islam hanya zakat yang diperkenankan untuk
15
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
dipungut untuk kaum muslim, sementara pajak hanya dikenakan kepada kaum
non-muslim yang merupakan kompensasi atas perlindungan yang diberikan oleh
pemerintahan Islam kepada mereka atau dengan kata lain jizyah merupakan pajak
pribadi atas kaum non-muslim.
b. Pandangan kedua yaitu bahwa zakat dan pajak sama-sama kewajiban negara
sehingga keduanya wajib untuk dipenuhi oleh setiap warga negara dalam suatu
pemerintahan. Pendapat ini dikemukakan pertama kali oleh Masdar F Mas’udi
pada awal tahun 1990-an. Menurut beliau zakat dan pajak adalah suatu kewajiban,
jika zakat merupakan aspek spiritual dari perintah Allah untuk menafkahkan harta
secara baik dan benar, maka pajak merupakan upaya institusional perintah Allah
tersebut.
c. Pandangan ketiga mengatakan bahwa zakat itu identik dengan pajak, atau zakat
adalah bagian dari pajak pemerintah. Dengan asumsi berdasarkan dua hal yaitu
kesatuan pemahaman dan kesatuan beban. Bila dihubungkan dengan kesatuan
pemahaman bahwa zakat itu identik dengan pajak karena kesamaan unsurunsurnya, istilahnya dan pengertiannya. Sementara bila dihubungkan dengan
kesatuan beban, terdapat pendapat bahwa zakat itu menyerupai pajak dari segi
beban harta yang harus dibayar oleh individu dan masyarakat yang mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan hukum, demikian juga pajak itu bagian
terpenting beban harta untuk merealisasikan tujuan zakat itu sendiri. Dan
keduanya baik pajak dan zakat merupakan salah satu instrumen fiskal utama.
d. Sementara pandangan keempat adalah memposisikan zakat sebagai suatu sumber
penerimaan utama dalam sistem perekonomian suatu negara, sementara pajak
16
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
hanya berfungsi sebagai penerimaan penunjang atau penerimaan tambahan.
Sehingga zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap warga
negara, dan sementara penerimaan dari zakat belum memenuhi maka pemerintah
boleh untuk memungut pajak. Akan tetapi apabila penerimaan dari zakat sudah
memenuhi maka penerimaan dari pajak ditiadakan.
Berdasarkan UU no. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan pajak 17 ayat
(1) huruf a dan b, bahwasanya zakat bisa saja menurunkan pajak penghasilan secara
ganda. Pertama, mengurangi penghasilan kena pajak. Kedua, untuk nilai tertentu juga
menurunkan tarif progresif. Zakat sebagai pengurang pajak penghasilan dapat
berpengaruh terhadap makroekonomi, antara lain (Al Arif, 2010: 291-292):
1. Pengaruh terhadap konsumsi agregat
Asumsi yang digunakan dalam pembahasan ini adalah: pertama, zakat
dikenakan atas semua harta perniagaan dan investasi yang mempunyai potensi untuk
tumbuh yang dimiliki oleh kaum muslim. Kedua, pembayar zakat perniagaan cukup
besar dan menguasai satu bagian tertentu dari pendapatan nasional. Ketiga, gerakan
dakwah dan penyadaran zakat berhasil baik. Keempat, proporsi zakat yang
dibayarkan tersebut tetap, sebesar tertentu dari pendapatan nasional. Kelima, zakat
yang terkumpul dibagikan kembali kepada para mustahik. Keenam, mustahik yang
menerima zakat mempunyai kecenderungan mengkonsumsi marjinal yang lebih
tinggi secara signifikan dibanding muzakki. Ketujuh, di satu sisi zakat pendapatan
dihitung sebagai komponen pengurang pajak penghasilan dan di sisi lain zakat yang
diterima mustahik tidak wajib dikenai pajak.
17
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Dengan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan akan berpengaruh positif
terhadap tingkat konsumsi agregat. Penerapan UU no 17 tahun ini akan meningkatkan
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dan kecenderungan mengkonsumsi marjinal
akan
cenderung lebih
besar
apabila dibandingkan
dengan
kecenderungan
mengkonsumsi rata-rata dan kecenderungan mengkonsumsi marjinal tanpa adanya
zakat.
2. Pengaruh terhadap tabungan
Tabungan adalah selisih langsung antara pendapatan nasional dengan
konsumsi agregat. Zakat harta perniagaan akan berpengaruh negatif terhadap
tabungan. Kecenderungan menabung rata-rata dan kecenderungan menabung marjinal
dengan variabel zakat harta perniagaan lebih kecil dibandingkan kecenderungan
menabung rata-rata dan kecenderungan menabung marjinal tanpa variabel zakat.
3. Pengaruh terhadap investasi
Investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan para investor atau perusahaan
untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi, dengan maksud menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Secara umum investasi biasa dibedakan menjadi investasi terpengaruh
(induced investment) dan investasi otonom (autonomous investment).
Meskipun secara umum zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak telah
memiliki pengaruh terhadap konsumsi agregat, tabungan dan investasi, dampaknya
sebenarnya lebih kecil apabila zakat diposisikan sebagai komponen pengurang pajak
penghasilan. Hal ini bisa digambarkan dengan ilustrasi sederhana dengan
18
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
menggunakan perhitungan berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang
pajak penghasilan.
Misalkan seseorang memiliki pendapatan bulanan Rp 5 juta/bulan atau setara
dengan Rp 60 juta/tahun. Dan ia telah berkeluarga dengan 2 orang anak, maka
penghasilan tidak kena pajaknya akan sebesar Rp 15.840.000 + 1.320.000 +
1.320.000 + 1.320.000 = Rp 19.800.000,-. Maka penghasilan kena pajaknya akan
menjadi Rp 40.200.000,-, Apabila individu tersebut telah membayar zakat sebesar Rp
1 juta, maka penghasilan kena pajaknya akan menjadi Rp 39.200.000,-. Sehingga
pajak penghasilan yang harus dibayar adalah sebesar Rp 39.200.000 x 5% (karena
PKP masih sampai dengan Rp 50 juta/tahun) = Rp 1.960.000,-. Maka total zakat dan
pajak yang harus dibayarkan oleh individu tersebut adalah sebesar Rp 2.960.000,Sekarang dengan kondisi yang sama namun saat ini zakat sebagai pengurang
pajak penghasilan dan bukan pengurang penghasilan kena pajak. Besaran pajak yang
harus dibayar adalah Rp 40.200.000 x 5% = Rp 2.010.000. Apabila zakat yang telah
dibayar adalah Rp 1 juta rupiah, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp 2.010.000
dikurangi dengan Rp 1 juta rupiah menjadi Rp 1.010.000,-. Sehingga total pajak dan
zakat yang harus dibayar adalah sebesar Rp 2.010.000,-.
Dengan dua ilustrasi di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan zakat
sebagai pengurang pajak penghasilan. Tidak heran, banyak masyarakat yang
memandang aturan saat ini dimana zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
justru menyebabkan beban pajak dan zakat yang harus mereka bayar lebih besar
dibandingkan dengan hanya membayar pajak saja. Oleh karenanya pemerintah jika
19
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
memiliki keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan ekonomi syariah
serta memiliki pengaruh yang cukup luas dalam perekonomian, maka zakat sebaiknya
diletakkan sebagai pengurang pajak penghasilan. Apabila zakat diletakkan sebagai
pengurang pajak penghasilan, maka ia akan memiliki pengaruh yang lebih besar
kepada konsumsi agregat, tabungan, dan investasi dibandingkan dengan zakat hanya
diposisikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
KESIMPULAN
Zakat merupakan salah satu instrument fiskal dalam perekonomian yang telah
dipergunakan oleh pemerintahan Islam semenjak Rasulullah saw, dan berdasarkan
perjalanan sejarah zakat telah memainkan peran cukup penting dalam mekanisme
distribusi pendapatan dalam perekonomian. Pengelolaan zakat yang tepat,
professional dan akuntabel akan memberikan pengaruh cukup signifikan dalam
perekonomian. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan efek
pengganda dalam perekonomian, sehingga dapat berpengaruh dalam program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Potensi zakat akan mampu mencakup berbagai macam aspek termasuk untuk
program pengentasan kemiskinan dalam bentuk sistem jaminan sosial. Zakat dapat
dipergunakan dalam berbagai bentuk sistem jaminan sosial, seperti asuransi tenaga
kerja, asuransi pensiun dan asuransi jiwa. Serta untuk mengatasi berbagai macam
masalah seperti perumahan, akses permodalan dan pendidikan bagi si miskin dapat
dilakukan melalui memaksimalkan pengelolaan dan pendayagunaan zakat.
Zakat dan pajak merupakan dua instrumen fiskal yang dapat diterapkan oleh
pemerintah sebagai upaya pendanaan pembangunan negara, terlepas dari khilafiyah
20
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
pendapat ada yang diantara para ulama dan ekonom muslim. Zakat sebagai
pengurang pajak penghasilan dapat berpengaruh terhadap makroekonomi, antara lain
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi agregat dari masyarakat, tingkat tabungan,
dan tingkat investasi. Selain itu zakat akan lebih optimal jika mampu sebagai
pengurang pajak penghasilan dan bukan sekedar pengurang penghasilan kena pajak.
Daftar Pustaka
Al Arif, M. Nur Rianto. 2009. Efek Multiplier Zakat terhadap Pendapatan di
Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Al-Iqtishad FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
____________________. 2010. Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap
Program Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Prodi Keuangan Islam, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 5, No. 1, Desember 2010
____________________. 2010. Teori Makroekonomi Islam. Penerbit Alfabeta:
Bandung
Doa, M Djamal. 2001. Membangun Ekonomi Umat: Melalui Pengelolaan Zakat
Harta. Nuansa Madani: Jakarta
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani Press:
Jakarta.
Kahf, Monzer (ed). 1997. Economics of Zakah (a book of Readings). IRTIIDB: Jeddah.
------------------------. 1998. Zakah Management In Some Moslem
Countries.
IRTI-IDB: Jeddah.
21
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
------------------------. 1999. The Principle of
Sosioeconomic Justice in The
Contemporary Fiqh of Zakah. Iqtishad Journal of Islamic Economic, Vol I,
No. 1, Muharram 1420 H.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. UPP AMP YKPN: Yogyakarta
Qadir,
Abdurrachman.
2001. Zakat: Dalam Dimensi
Mahdah dan Sosial.
Srigunting: Jakarta.
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum
Zakat, alih
bahasa Salman
Harun, et.al.
Pustaka Litera Antar Nusa dan Mizan: Jakarta
-----------------------. 1995. Kiat
Islam Mengentaskan Kemiskinan, alih bahasa
Syafril Halim. Gema Insani Press: Jakarta
Susanto,
Anang
A.
2002.
Antikesenjangan
dan
“Zakat
Sebagai
Kebijakan
AntiKemiskinan”. Jurnal
Ekonomi
Alternatif
Syariah
Muamalah. Vol. 1, No. 1, Agustus 2002, hal 85.
22
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
M. Nur Rianto Al Arif atau biasa dipanggil dengan Arif lahir di Pekanbaru pada
tanggal 13 Oktober 1981. Beliau menyelesaikan studi S-1 pada jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro pada tahun 2004 dan
menyelesaikan studinya pada S-2 Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas
Indonesia pada tahun 2006. Saat ini sedang menempuh S-3 Ilmu Ekonomi di
Universitas Indonesia. Sehari-hari beliau mengajar pada program studi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
STIE Muhammadiyah Jakarta, Universitas Prof Dr Hamka (Uhamka), Tutor di Unit
Pembelajaran Jarak Jauh Universitas Terbuka, dan beberapa perguruan tinggi swasta
lainnya. Aktivitas beliau selain mengajar ialah aktif di Ikatan Ahli Ekonomi Islam
(IAEI) Pusat sebagai Sekretaris Biro Penelitian Ekonomi Islam, Sekretaris Umum di
IAEI Komisariat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bendahara di P3EI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan sebagai pengurus Muhammadiyah. Buku yang telah
dihasilkan adalah “Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah”; “Teori Mikroekonomi:
Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional”; “Teori
Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan Analisis”; “Dasar-dasar Ekonomi Islam”;
dan “Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis”, Buku ajar
Universitas Terbuka untuk mata kuliah “Ekonomi Islam” dan “Ekonomi Pendidikan”.
Selain itu ia juga aktif menulis di berbagai jurnal ilmiah. Untuk diskusi dan konsultasi
dapat menghubungi di [email protected] dan [email protected]
23
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
BIOGRAFI PENULIS
Nama
Nama Panggilan
Tempat, tgl lahir
Alamat rumah
Telpon
Fax
Hp
Alamat kantor
Telpon kantor
: Mohammad Nur Rianto Al Arif
: Arif
: Pekanbaru, 13 Oktober 1981
: Jl Ori Raya B2/19, Rt 002/011
Pondok Bambu, Jakarta Timur -13430: (021) 8616696 / (021) 8614885
: (021) 8631207
: 0818-118746 / 082123908885
: Gedung III, Fak. Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan
: (021) 74711537
: [email protected]; [email protected]
Pendidikan:
1. Sedang menempuh S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta (tahun
2010- sekarang)
2. S-2 Ekonomi & Keuangan Syariah Universitas Indonesia, Jakarta (tamat tahun
2006)
3. S-1 Ekonomi jurusan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang
(tamat tahun 2004)
4. SMUN 61 Jakarta (tamat tahun 1999)
5. SMPN 51 Jakarta (tamat tahun 1996)
6. Madrasah Diniyah Asy-syaakiriin Pondok Bambu (tamat tahun 1994)
7. SDN 01 pagi Pondok Bambu (tamat tahun 1993)
Pengalaman Kerja
1. Dosen Tetap Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2008 – sekarang
2. Dosen tidak tetap di FAI Uhamka Jakarta, September 2012 – sekarang
3. Dosen tidak tetap di FE Ubhara Jaya, Maret 2012 - sekarang
4. Dosen tidak tetap di STIE Muhammadiyah Jakarta, tahun 2009 – sekarang
5. Dosen tidak tetap di STIE MH Thamrin Jakarta, tahun 2010 – 2011
6. Direktur Baitulmâl Paramadina, Jakarta, 2006 – 2007
7. Direktur Keuangan dan Pemasaran PT Promedika Anugerah Mandiri, Jakarta
tahun 2005 – 2006
24
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
8. Dosen tidak tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI
Rawamangun), Jakarta, tahun 2004 – 2005
Organisasi:
1. Sekretaris Biro Penelitian Ekonomi Islam Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Pusat, periode 2011-2014
2. Bendahara 1 Pusat Pengkajian dan Penelitian Ekonomi Islam (P3EI) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pondok Bambu Jakarta Timur,
periode 2010-2015
4. Wakil Sekretaris LAZIS Muhammadiyah Wilayah DKI Jakarta, periode 20102015
5. Ketua Majelis Ekonomi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Timur, periode
2010-2015
6. Sekretaris Rukun Tetangga (RT) 002/011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan
Duren Sawit, Jakarta Timur periode 2008 – 2011
7. Ketua Majelis Ekonomi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pondok Bambu
periode 2005 – 2010
8. Bendahara Lazis Pimpinan Daerah Jakarta Timur periode 2000 – 2005
9. Ketua Ikatan Remaja Islam Al-Ridha (2004 – 2007)
10. Pengurus di Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) FE Undip (semasa kuliah)
11. Tim Ad-Hoc KNEI Forum silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSei) (semasa
kuliah)
Karya Ilmiah (Buku Teks)
Buku berjudul “Lembaga Keuangan Syariah”. Penerbit Pustaka Setia, Bandung,
tahun 2012
Buku berjudul “Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia” sebagai penulis
ketiga dari tiga penulis. Penerbit Gramata, Jakarta. Tahun 2012
Buku berjudul “Dasar-dasar Ekonomi Islam. Penerbit Era Intermedia, Surakarta,
tahun 2011
Buku berjudul “Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah” CV Alfabeta Bandung
tahun 2010
Buku berjudul “Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional” sebagai penulis pertama dari dua penulis. Penerbit
Kencana, tahun 2010
Buku berjudul “Teori Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan Analisis”.
Penerbit Alfabeta Bandung, tahun 2010
25
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Buku Ajar
Buku Materi Pokok pada mata kuliah “Ekonomi Pendidikan”, Universitas
Terbuka, tahun 2012
Buku Materi Pokok pada mata kuliah “Ekonomi Islam”, Universitas Terbuka,
tahun 2011
Buku Ajar Individu Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berjudul “Teori Makroekonomi Islam”. Tahun 2010
Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai penulis kedua berjudul “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Tahun
2010
Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai penulis kedua yang berjudul “Teori Mikroekonomi Islam”. Tahun 2009
Jurnal
Efek Multiplier Wakaf Uang dan Pengaruhnya Terhadap Program Pengentasan
Kemiskinan, Jurnal Asy-Syir’ah Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 46, No. 1, Januari 2012
Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Pada
Program Studi Muamalat FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurnal Ekobis
STIE Muhammadiyah Jakarta, Vol. I, No. 2, September 2011
Pengaruh Pelayanan Jasa Kesehatan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Klinik
Promedika Health Center. Sebagai penulis pertama dari dua penulis. Jurnal
Ekobis STIE Muhammadiyah Jakarta, Vol. I, No. I, Maret 2011
Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap Program Pengentasan
Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Prodi Keuangan Islam, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 5, No. 1, Desember 2010
Efektivitas Biaya Promosi dan Biaya Diklat Terhadap Penghimpunan Dana Pihak
Ketiga di Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Bisnis, Universitas Gunadarma, No. 3,
Vol. 15, Desember 2010
Potensi Wakaf Uang dan Dampaknya Terhadap Perekonomian. Jurnal Dialog
Balitbang Diklat Kemenang, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember 2010
Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional dan Pengaruhnya Terhadap Penetapan
Persentase Bagi Hasil di Bank Syariah. Jurnal Dialog Balitbang Diklat Kemenag,
No. 69, Tahun XXXIII, Juli 2010
Perilaku Konsumen Muslim dalam Memaksimuman Kepuasan. Jurnal SosioReligia LinkSas Yogyakart, Vo. 9, No. 2 tahun 2010
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Wakaf Uang. Jurnal Asy-Syir’ah Fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 44, No. II tahun 2010
26
Jurnal Ulul Albab, UIN Maliki Malang
Vol. 14, No. 1, Januari – Juni 2013, hlm. 1 - 15
Efek Multiplier Zakat terhadap Pendapatan di Propinsi DKI Jakarta. Jurnal AlIqtishad FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
Paper dan Penelitian
Paper pada Seminar Nasional dengan judul “Variabel Makroekonomi dan
Pengaruhnya Terhadap Penentuan Marjin Bagi Hasil di Bank Syariah”, Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia, tahun 2011
Paper pada Seminar Nasional dengan judul “Pemerkuatan Kurikulum Ekonomi
Islam dalam Hubungannya dengan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Industri
Perbankan Syariah”, FEKON Universitas Terbuka, tahun 2011
Penelitian kompetitif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Preferensi
Perguruan Tinggi di Jakarta Terhadap Perbankan Syariah”, Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011
Penelitian kolektif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Pengukuran
Kepuasan Mahasiswa Terhadap Prodi Muamalat”, FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2011
Paper pada Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) sebagai penulis kedua dari
dua penulis dengan judul “Peta Potensi SDM Ekonomi Islam di Indonesia serta
keterkaitannya dengan Industri Keuangan Syariah”. Bank Indonesia, tahun 2010
Penelitian kompetitif sebagai anggota tim peneliti dengan judul “Peta Potensi
SDM Ekonomi Islam di PTU dan PTAI serta Relevansinya Dengan Industri
Keuangan Syariah di Indonesia”, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2010
Paper pada Seminar Internasional dengan judul “Peranan BMT Dalam
Pembiayaan UMKM di Indonesia”. FE Universitas Trisakti, tahun 2010
27