Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human
Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

kualitatif. HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
dan menimbulkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome ). Perjalanan
penyakit ini lambat dan gejala-gejalanya rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah
terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi (Noviana, 2013).
Jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilakukan. Tidak ada negara
yang tidak terkena dampak penyakit ini. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir jumlah
penderita HIV dan AIDS mencapai lebih dari 60 juta orang dan sekitar 20 juta di
antaranya meninggal. Tidak mengherankan apabila permasalahan HIV dan AIDS
menjadi epidemi hampir di 190 negara di dunia (Yayasan Spiritia, 2014).
Laporan Epidemi AIDS Global UNAIDS tahun 2012 menunjukkan bahwa
terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50% di antaranya
adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Wilayah Asia
Tenggara memiliki kurang lebih 4 juta orang dengan HIV. Menurut Laporan

Perkembangan HIV-AIDS WHO-SEARO 2011, sekitar 1,3 juta orang (37%)
perempuan terinfeksi HIV (Kemenkes RI, 2013).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Indonesia, secara kumulatif dari tahun 2005 sampai dengan Juni 2013 terdata
kasus HIV mencapai 118.787 kasus dan AIDS mencapai 45.650 kasus (Kemenkes RI,
2013). Dengan angka kematian 8.340 jiwa dan angka kejadian tertinggi pada jenis
kelamin laki-laki 24.177 kasus, perempuan 12.593 kasus, tidak diketahui jenis
kelaminnya sejumlah 6.897 kasus. Data terbaru tahun 2014, persentase pada laki-laki
sebanyak 53,4%, perempuan 28,8% dan 17,8% tidak melaporkan jenis kelamin.
Faktor risiko penularan HIV-terbanyak melalui heteroseksual (60,8%), penasun
(15,5%), diikuti penularan melalui perinatal (2,7%) dan homoseksual (2,4%)
(Anonim, 2015).
Seiring dengan meningkatnya proporsi HIV pada perempuan, di Indonesia
terjadi peningkatan jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah tangga dari 172 orang
pada tahun 2004 menjadi 3.368 orang sampai bulan Juni 2012. Begitu juga jumlah

kumulatif anak dengan AIDS yang tertular HIV dari ibunya meningkat dari 48 orang
pada tahun 2004 menjadi 912 sampai bulan Juni 2012 (data Ditjen P2PL tahun
2012). Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses ibu ke
anak atau Mother to Child HIV Transmission (MTCT). Menurut data Kemenkes RI
(2012), persentase penularan HIV dari ibu ke anak tahun 1987-2013 sebesar 2,8%.
HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama
kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Kondisi yang mempercepat penularan
adalah wanita yang menikah dengan pria risiko tinggi yaitu pria dewasa pembeli sex
dari wanita penjaja seks. Data estimasi populasi rawan tertular HIV menurut
Kemenkes RI (2012), dari jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta,
terdapat 6,7 juta pria dewasa yang membeli sex dari 230.000 wanita penjaja sex dan

Universitas Sumatera Utara

3

terdapat 4,9 juta wanita menikah dengan pria risiko tinggi yang bisa tertular dan
menularkan HIV ke anak (janin yang dikandungnya).
Wanita hamil yang hidup dengan HIV berisiko meneruskan virus yang
diidapnya kepada bayi ketika masih di dalam kandungan, selama proses persalinan,

dan saat menyusui. Namun risiko ini dapat dikurangi dengan menjalani pengobatan.
Pengobatan dimaksud yaitu terapi kombinasi atau terapi antiretroviral ( highly active
antiretroviral therapy/HAART) selama masa kehamilan. Sekitar 1 dari 4 bayi yang

lahir dari ibu yang positif mengidap HIV dan tidak menjalani terapi ini akan
mengidap HIV (Asmauryanah, 2014). Hingga 30% bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV
akan tertular HIV jika ibu tidak menggunakan terapi antiretroviral (ARV). Jika ibu
menderita HIV menyusui bayi, risiko keseluruhan naik menjadi 30-50%.
Dengan penggunaan ARV akan didapat dampak potensial yaitu dapat
menghasilkan pengurangan jumlah infeksi baru HIV, biaya pengobatan tambahan
untuk mencegah satu infeksi HIV baru dapat ditekan. Hal ini berarti dengan
memperluas program pengobatan dengan ARV tidak hanya akan mengendalikan
epidemi HIV tetapi juga akan menghemat biaya dalam jangka panjang (Kemenkes,
2012).
Ada 4 tindakan yang dianjurkan oleh WHO untuk mencegah terjadinya
penularan HIV dari ibu ke anak yaitu: (1) penguatan tindakan pencegahan primer
HIV untuk memastikan bahwa perempuan usia reproduksi dan pasangannya terhindar
dari Infeksi HIV; (2) menyediakan kontrasepsi dan konseling agar dapat mencapai
sasaran/cakupan keluarga berencana di kalangan ODHA perempuan; (3)menyediakan
tes HIV, konseling dan obat antiretroviral pada waktu yang tepat untuk ibu hamil


Universitas Sumatera Utara

4

HIV untuk mencegah penularan kepada anak-anak mereka dan (4) memastikan
bahwa perawatan, pengobatan dan dukungan bagi perempuan dengan HIV, anak-anak
dan keluarganya telah diberikan dengan benar dan tepat waktu (Kemenkes RI, 2014).
Berkaitan anjuran ketiga dari WHO yaitu menyediakan tes HIV, konseling
dan obat antiretroviral pada waktu yang tepat untuk ibu hamil HIV untuk mencegah
penularan kepada anak-anak mereka, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang telah terbukti
sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke
anak. Data WHO tahun 2012, di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat
ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan
optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses
intervensi, risiko penularan masih berkisar antara 20% dan 50% (Kemenkes RI,
2012).
Tes HIV merupakan pemeriksaan rutin yang ditawarkan kepada ibu hamil.
Pada ibu hamil dengan hasil pemeriksaan HIV reaktif, ditawari pemeriksaan infeksi

menular seksual lainnya terutama sifilis. Layanan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Bayi diintegrasikan dengan paket pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta
layanan Keluarga Berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Semua perempuan
yang datang ke pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga Berencana
di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan
HIV selama masa kehamilan dan menyusui. Untuk mencegah terjadinya penularan
HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat
prong, yaitu: Prong 1: Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia Reproduksi;

Universitas Sumatera Utara

5

Prong 2: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan HIV
Positif; Prong 3: Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil HIV Positif ke Bayi; dan
Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu HIV
Positif Beserta Bayi dan Keluarganya (Kemenkes, 2013).
Layanan ANC yang sangat luas di Indonesia dan cakupannya tinggi selama
beberapa tahun terakhir ini merupakan modal dasar utama untuk melakukan program
PPIA. Untuk itu, peran petugas kesehatan selaku pelaksana program PPIA yang

berhadapan langsung dengan para ibu hamil sangat dibutuhkan. Data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013, cakupan pelayanan antenatal K1 95,4% dan frekuensi pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilannya 83,5%. Cakupan pemeriksaan
kehamilan pertama pada trimester pertama 81,6%dan frekuensi ANC 1-1-2 atau K4
(minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan
minimal 2 kali pada trimester 3) sebesar 70,4 persen. Tenaga yang paling banyak
memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%) dan tempat pelayanan ANC paling
banyak diberikan di praktek bidan (52,5%) (Kemenkes RI, 2014).
Sejauh ini, fasilitas pelayanan PPIA di Indonesia masih jauh dari memadai.
Data Kementerian Kesehatan (2012) menunjukkan dari 43.624 ibu hamil yang
menjalani test HIV, sebanyak 1.329 (3,01%) ibu hamil dinyatakan positif HIV. Hasil
pemodelan matematika epidemi HIV tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada
ibu hamil diperkirakan akan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi 0,49% (2016)
sehingga kebutuhan terhadap layanan PPIA meningkat dari 12.189 (tahun 2012)
menjadi 16.191 (tahun 2016).

Universitas Sumatera Utara

6


Saat tahun 2014, layanan PPIA tersedia di 31 provinsi di Indonesia dengan
jumlah fasilitas pelayanan kesehatan PPIA sebanyak 92 RS dan 13 Puskemas.
Cakupan pelayanannya juga masih rendah, hanya 28.314 ibu hamil yang dilakukan
konseling dan tes HIV dimana 812 diantaranya positif HIV. Ibu hamil yang
mendapatkan ARV 685 orang dan bayi yang mendapatkan ARV profilaksis 752
orang. Data terbaru akumulasi ibu hamil yang mendapat pelayanan PPIA secara
nasional dalam rentang waktu lima tahun (2010-2014) sebanyak 12.796 orang.
Provinsi Sumatera Utara menyumbang sebanyak 3.542 jiwa. Khusus pada tahun
2014, ibu hamil yang mendapat pelayanan PPIA di Provinsi Sumatera Utara sebanyak
125 orang. Pelayanan PPIA di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2015 dari 47.910
sasaran ibu hamil, yang ditawari tes HIV sebanyak 16.500 ibu hamil. Dari jumlah ini
dan sudah baru ibu hamil yang sudah menjalani tes HIV sebanyak 668 orang dengan
temuan 4 orang positif terinfeksi HIV. Status HIV pada ibu hamil tersebut diketahui
dari konseling test sukarela (KTS) sebesar 432 (31,4%) dan sisanya dengan Test atas
Inisiatif Petugas Kesehatan (TIPK) sebanyak 943 orang (68,58%) (Dinkes Deli
Serdang, 2015).
Sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan Health Belief Model di
Northwestern Ethiopia tahun 2011 menyebutkan alasan yang diungkapkan oleh
responden untuk menolak tes HIV adalah ketidaksetujuan pasangan, takut diambil
darah dan mengetahui status HIV mereka, serta stigma dan diskriminasi yang

diterima ODHA yang disebutkan sebagai hambatan (Moges dan Amberbir, 2011).
Berbagai alasan yang menyebabkan ibu hamil tidak mau atau menolak tes
HIV menjadi satu tantangan berat bagi petugas kesehatan khususnya bidan dalam

Universitas Sumatera Utara

7

mewujudkan Test atas Inisiatif Petugas Kesehatan (TIPK). Sehingga dalam hal ini
dibutuhkan peran petugas kesehatan baik selaku motivator, edukator maupun
fasilitator. Selaku motivator petugas kesehatan dituntut harus bisa menimbulkan
kemauan ibu hamil melakukan tes HIV. Selaku edukator petugas kesehatan dituntut
harus bisa menyampaikan informasi tentang manfaat tes HIV. Selaku fasilitator
petugas kesehatan dituntut harus bisa memfasilitasi, memberi semua kebutuhan untuk
tes HIV. Memberi layanan konsultasi di fasilitas kesehatan khususnya pada saat
ANC.
Secara nasional, dapat dilihat bahwa hasil program PPIA lebih banyak atas
inisiatif petugas kesehatan sehingga dapat dikatakan bahwa peran petugas kesehatan
sangat besar terhadap keberhasilan program PPIA. Peran merupakan wujud tingkah
laku seseorang terhadap orang lain sesuai kedudukannya dalam suatu sistem atau

bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan, dan penawaran tes HIV
bagi ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC dimulai dari puskesmas. Dengan
penawaran tes HIV secara aktif dilakukan oleh petugas kesehatan bagi ibu hamil di
Puskesmas maka harapan untuk penemuan dan pengobatan kasus HIV/AIDS menjadi
lebih besar dan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan.
Menurut Kemenkes RI (2014) bahwa dalam melaksanakan program PPIA
terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
program. Salah satu hambatan (kelemahan) dimaksud adalah pengetahuan,
keterampilan dan motivasi tenaga kesehatan masih belum memadai. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

8

dipertegas salah satu isu strategis berkaitan dengan program PPIA ini bahwa
terbatasnya kapasitas petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan PPIA.
Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik penelitian ini adalah
penelitian Asmauryanah (2014) tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar, menunjukkan hasil bahwa ada hubungan

peran petugas kesehatan (p=0,001) dengan upaya ibu hamil dalam pencegahan
penularan HIV ke bayi. Penelitian Legiati (2010) dengan hasil bahwa variabel yang
berhubungan terhadap perilaku ibu hamil untuk tes HIV adalah variabel pengetahuan,
persepsi kerentanan, persepsi halangan, persepsi manfaat, isyarat bertindak, akses
informasi, dukungan suami, dukungan bidan dan dukungan kader.
Penelitian Setiyawati (2014) tentang determinan perilaku tes HIV pada ibu
hamil di Puskesmas Mantrijeron dan Puskesmas Sleman Yogyakarta, menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara inisiasi pemberi layanan ketersediaan informasi
dari keluarga dan kader kesehatan. Inisiasi pemberi layanan untuk melakukan tes HIV
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku tes HIV pada ibu hamil.
Hasil survei awal di lokasi penelitian yaitu Puskesmas Tanjung Morawa yang
merupakan salah satu puskesmas yang memiliki layanan PPIA di Kabupaten Deli
Serdang untuk pelayanan prong 1-2 dari 4 orong yang ada dalam program PPIA,
pada tahun 2014 dari sasaran ibu hamil sebanyak 2.784 jiwa yang sudah mendapat
test HIV hanya 306 orang (10,9%) dan ditemukan 1 orang ibu hamil dengan HIV
positif. Pada tahun 2015 dari sasaran ibu hamil sebanyak 2.812 jiwa yang dilakukan
test HIV hanya kepada 465 orang (16,5%) dengan target Puskesmas Tanjung Morawa
35% ibu hamil disarankan tes HIV dan ditemukan 1 orang ibu hamil dengan HIV

Universitas Sumatera Utara


9

positif sementara target nasional saat ini 100% ibu hamil disarankan tes HIV. Hasil
wawancara dengan petugas kesehatan bahwa mayoritas ibu enggan dilakukan tes HIV
dengan berbagai alasan antara lain yang dominan adalah merasa yakin bahwa dirinya
bersih dan takut jika hasilnya ternyata positif. Hasil wawancara ini diperkuat dengan
wawancara kepada 4 ibu hamil saat melakukan kunjungan ANC di Puskesmas
Tanjung Morawa, berbagai alasan dikemukaan oleh ibu hamil untuk menerima dan
menolak tes HIV. Alasan menerima karena mengikuti anjuran petugas kesehatan dan
merasa memiliki risiko. Alasan menolak karena merasa tidak memiliki faktor risiko
untuk tertular HIV, takut dengan hasil tes, takut dengan pandangan negatif
orang/masyarakat bila ketahuan positif HIV, ibu bekerja sehingga tidak ada waktu
dan tidak mendapatkan ijin dari pasangan atau suami (Puskesmas Tanjung Morawa,
2015).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik ingin menganalisis
hubungan peran petugas kesehatan dengan tes HIV (Human Immunodeficiency Virus)
pada ibu hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan peran petugas kesehatan dengan tes HIV (Human
Immunodeficiency Virus) pada ibu hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2016?

Universitas Sumatera Utara

10

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil survei awal di lokasi penelitian,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan peran petugas
kesehatan dengan tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) pada ibu hamil di
Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.4 Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan peran petugas
kesehatan

(motivator,

edukator,

fasilitator)

dan

karakteristik

(pendidikan,

pengetahuan, dukungan suami dan stigma) dengan tes HIV pada ibu hamil di
Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Sebagai bahan informasi bagi ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Morawa terhadap pemeriksaan tes HIV.
2. Sebagai masukan dan informasi bagi petugas kesehatan Puskesmas Tanjung
Morawa dalam menarik kemauan ibu untuk tes HIV.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi
penyusun kebijakan terkait dengan kemauan ibu hamil untuk mengikuti tes HIV
di Puskesmas Tanjung Morawa.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Stigma Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

14 123 126

Pengalaman Ibu Hamil dengan Kehamilan Ganda di Kabupaten Deli Serdang Tahun 20013

0 47 118

HUBUNGAN ASAL INISIATIF DAN KESEDIAAN TES HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) PADA ORANG BERISIKO TINGGI TERINFEKSI HIV DI SURAKARTA

1 7 40

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL DENGAN KESEDIAAN MELAKUKAN TES HIV ( HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) DI SURAKARTA

0 2 35

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 17

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 33

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 55

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 3

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tes HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 22