Analisis Faktor Risiko Kejadian Dermatitis Atopik pada Siswa Sekolah Dasar di Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kulit yang berlangsung
kronik berulang, disertai rasa gatal dan timbul pada predileksi tertentu. Umumnya
dikaitkan dengan abnormalitas fungsi barier kulit, sensitisasi alergen, riwayat
keluarga yang memiliki atopi dan infeksi kulit berulang. Sering timbul pada tahun
pertama kehidupan. DA merupakan bagian dari kelompok penyakit alergi, dimana
termasuk diantaranya rhinitis alergi, dan asma. 1-3
Tidak terdapat uji klinis maupun laboratorium yang patognomonik untuk
DA. Definisi dibuat berdasar konsensus kelompok paling umum. Efloresensi DA
bergantung pada awitan dan beratnya penyakit. Lesi akut ditandai eritema
berbatas tidak tegas, papul, papulovesikel, erosi dan eksudasi. Lesi subakut berupa
plak eritematosa, berskuama, ekskoriasi dan papul, sedangkan lesi kronis berupa
plak tebal atau likenifikasi kehitaman, papulofibrotik (prurigo) pada predileksi
tertentu dan gejala subyektif utama adalah gatal.2,4
Sejak tahun 1960an telah terjadi peningkatan tiga kali lipat prevalensi DA.
DA merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, dengan prevalensi
pada anak sekitar 10-20% di Amerika, Eropa Utara dan Barat, Afrika, Jepang,
Australia dan negara-negara industri lainnya. Menariknya, prevalensi DA jauh

lebih rendah pada negara-negara agraris seperti Cina, Eropa timur, Afrika bagian
rural, dan pusat Asia. Namun, data terakhir dari International Study of Asthma and

1
Universitas Sumatera Utara

2

Allergic in Childhood (ISAAC), dari penelitian fase ketiga mengkonfirmasikan
bahwa DA merupakan penyakit yang tinggi prevalensinya baik pada negara
berkembang maupun negara maju.1
Prevalensi DA di Korea yang diteliti tiap 5 tahun sejak tahun 1995
menunjukkan prevalensi kumulatif DA pada anak-anak usia sekolah dasar
mengalami peningkatan dari 19,7% pada tahun 1995 sampai 35,6% pada tahun
2010.5 Insidensi kumulatif DA pada anak di Denmark meningkat 4-6 kali lipat
sejak tahun 1960an, menjadi 15-18% prevalensinya pada tahun 1990an dan
terlihat masih terus meningkat.3 Begitu pula di Indonesia, DA meningkat pesat
sejak dekade terakhir. Pada tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani
dermatologi anak yaitu RS dr Hasan Sadikin Bandung, RS Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta, RS Haji Adam Malik Medan, RS Kandou Manado, RSU

Palembang, RSUD Sjaiful Anwar Malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara
2356 pasien baru (11,8%).2
Etiologi DA multifaktorial, terdapat interaksi genetik serta faktor-faktor
lingkungan mempengaruhi perkembangan penyakit ini.3,6-8 Dasar penyebab
meningkatnya prevalensi DA ini tidak sepenuhnya dimengerti. Peningkatan DA
sepanjang dekade terakhir mendukung akan pentingnya paparan lingkungan dan
atau interaksi dengan faktor genetik, dikarenakan faktor genetik semata tidak
dapat menjelaskan peningkatan DA.1,3 DA merupakan penyakit yang dinamis
dimana berperan baik genetik maupun lingkungan, maka penelitian epidemiologi
merupakan hal yang penting, sedangkan epidemiologi DA kurang diteliti
dibandingkan dengan masalah patofisiologi dan terapinya. Epidemiologi saat ini
tidak hanya berfokus pada insidensi, prevalensi, hubungan terhadap kelompok

Universitas Sumatera Utara

3

umur atau jenis kelamin yang banyak terkena, namun lebih kepada faktor risiko
penyakit, sehingga dapat mencegah dan mengobati penyakit DA ini.
Faktor genetik yang berperan dalam DA yaitu adanya mutasi fillagrin dan

beberapa gen lainnya. Sedangkan faktor-faktor lingkungan yang dikaitkan dengan
DA yaitu riwayat ibu minum alkohol atau merokok saat hamil, riwayat pemberian
air susu ibu (ASI), berat badan lahir, jumlah anggota keluarga, paparan dengan
polusi dari lingkungan seperti asap rokok, paparan hewan peliharaan dalam tahun
pertama kehidupan.5
Dengan mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan tersebut, maka
dokter dapat memberikan anjuran modifikasi lingkungan yang tepat untuk
mencegah DA di masa akan datang. Namun, hasil dari berbagai penelitian tidak
selalu sama, hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian serupa dengan
populasi yang berbeda.

1.2 Rumusan masalah
Faktor-faktor risiko apakah yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
atopik pada anak?

1.3 Hipotesis
Ada hubungan antara faktor berat badan lahir, riwayat pemberian air susu ibu
(ASI), paparan asap rokok, paparan hewan peliharaan, jumlah anggota keluarga
dan riwayat atopi keluarga dengan dermatitis atopik pada anak.


Universitas Sumatera Utara

4

1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan pada kejadian
dermatitis atopik pada anak.

1.4.2 Tujuan Khusus
1.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko berat badan lahir dengan
dermatitis atopik pada anak

2.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko pemberian air susu ibu
(ASI) dengan dermatitis atopik pada anak


3.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko paparan asap rokok dari
lingkungan dengan dermatitis atopik pada anak

4.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko paparan hewan
peliharaan dengan dermatitis atopik pada anak.

5.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko jumlah anggota keluarga
dengan dermatitis atopik pada anak

6.

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko riwayat atopi keluarga
dengan dermatitis atopik pada anak


7.

Untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan berhubungan
dengan dermatitis atopik pada anak.

8.

Untuk mengetahui prevalensi dermatitis atopik pada siswa sekolah
dasar di Medan.

Universitas Sumatera Utara

5

1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Manfaat dalam bidang akademik : untuk membuka wawasan mengenai
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian dermatitis atopik pada
anak.
1.5.2 Manfaat dalam pelayanan masyarakat : menjadi sumber pengetahuan
tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian dermatitis

atopik pada anak, agar dapat dihindari.
1.5.3 Manfaat bagi pengembangan penelitian: menjadi landasan teori bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara