Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv Abitas Barata Medan

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Fadli (2004) dengan judul “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Kawasan Industri
Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Kawasan Industri Medan. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 78 orang, sedangkan pengumpulan data
penelitian menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisis data
penelitian ini adalah regresi linier sederhana. Berdasarkan analisis data penelitian
diperoleh kesimpulan, gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah
antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan, atau kata lain dengan gaya
kepemimpinan baik maka kinerja karyawan tinggi. Gaya kepemimpinan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh yang signifikan ini menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh nyata (berarti) terhadap kinerja karyawan.
Kinerja karyawan yang cukup tinggi menunjukkan bahwa pekerjaan dan hasil kerja
yang dilakukan karyawan cukup baik.
Elfaiz (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh


Gaya

Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Medan. Populasi penelitian adalah seluruh pegawai di Kantor

Universitas Sumatera Utara

Imigrasi Kelas I Khusus Medan dengan jumlah 66 orang pegawai dan jumlah sampel
penelitian adalah seluruh pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara (interview) dan daftar
pertanyaan (questioner ). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi
berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) Secara serempak dan parsial
gaya kepemimpinan, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap
kinerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, dan 2) Kepuasan kerja
pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan dipengaruhi oleh lingkungan kerja
dan pemberian insentif.

2.2. Landasan Teori
2.2.1. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan

kepribadian sendiri yang unik dan khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang
membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan kekuatan
aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu
mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka searah dengan
kemauan dan aspirasi pemimpin.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitasaktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan berarti melibatkan
orang lain, yaitu bawahan atau karyawan yang dipimpin. (Sunarto,2002).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Kartono (2010), pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan,
temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku
dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidupnya ini
pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga dapat
memunculkan beberapa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe kharismatik,
paternalistik, militeristik, otokratis, laissez faire, populis, administratif dan
demokratis.
Winardi (2004) mendefinisikan pemimpin adalah: seseorang yang karena
kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat

mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk menggerakkan usaha bersama
kearah pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Senada dengan itu menurut Kartono
(2010), kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja, tetapi
pada penyiapan secara berencana, melatih calon-calon pemimpin. Semuanya
dilakukan

lewat

perencanaan,

penyelidikan,

percobaan/eksperimen,

analisis,

supervisi, dan penggemblengan secara sistimatis untuk membangkitkan sifat-sifat
pemimpin yang unggul agar mereka berhasil dalam tugas-tugasnya. Adapun yang
dapat dikemukakan mengenai kepemimpinan itu adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan dalam satu situasi khusus.

Sebab dalam satu kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan
punya tujuan serta peralatan khusus, pemimpin kelompok dengan ciri-ciri
karakterisiknya itu merupakan fungsi dari situasi khusus tadi.

Universitas Sumatera Utara

2. Pada umumnya pemimpin itu juga memiliki beberapa sifat-sifat superior,
melebihi kawan-kawan lainnya atau melebihi para pengikutnya. Paling sedikit dia
harus memiliki superioritas dalam satu atau dua kemampuan/keahlian, sehingga
kepemimpinannya bisa berwibawa.
Maka satu-satunya persyaratan umum yang harus dimiliki oleh semua pemimpin di
bidang apapun, adalah memiliki kompetensi teknis yang superior dalam bidang yang
tengah digarap oleh kelompok yang bersangkutan.
Triguno (2004) menyatakan bahwa, ”Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat”. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi diantara
orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan
dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Dalam hubungannya dengan
perilaku pemimpin ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap
bawahannya yakni: perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.

Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan

sejauhmana

seorang

pimpinan

melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi
satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan bawahan,
memberitahukan bawahan tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, di mana
melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya, dan melakukan pengawasan
secara ketat kepada bawahan. Sedangkan perilaku mendukung adalah sejauhmana
seorang pimpinan melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar,

Universitas Sumatera Utara

menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para
bawahan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Siagian (2008), ada 5 (lima) kategori gaya kepemimpinan yang dapat

digunakan seorang pemimpin, yaitu:
a) Tipe Otokratik
Seorang pemimpin yang Otokratik adalah seorang yang egois, gaya kepemimpinan
dalam hal mengambil keputusan, seorang manajer yang otokratik akan bertindak
sendiri dan memberitahukan kepada para bawahannya bahwa ia telah mengambil
keputusan tertentu dan para bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana
karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengarnbilannya.
b) Tipe Paternalistik.
Tipe pemimpin ini banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat
tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Gaya kepemimpinan dalam hal
mengambil keputusan, kecenderungannya ialah menggunakan cara mengambil
keputusan sendiri dan kemudian berusaha

"menjual"

keputusan itu kepada

bawahannya. Hubungan dengan para bawahan lebih bersifat "bapak" dan "anak".
Tegasnya, ada pandangan yang mengatakan bahwa di mata seorang pemimpin
yang paternalistik para bawahannya belum dewasa dalam cara bertindak dan

berpikir sehingga memerlukan bimbingan dan tuntunan terus menerus.

Universitas Sumatera Utara

c) Tipe Kharismatik.
Karakteristik yang khas dari seorang pemimpin kharismatik yaitu daya tariknya
yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya
kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik
adalah seorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tidak
selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya pikat yang tinggi sehingga
kepemimpinannya diterima dan diakui oleh para pengikutnya yang biasanya
jumlahnya besar tanpa selalu mampu menjelaskan mengapa mereka menerima dan
mengakui kepemimpinan orang yang bersangkutan.
d) Tipe Laissez-faire.
Nilai-nilai

yang

dianut


oleh

seorang

pemimpin

Laissez-faire

dalam

menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya biasanya bertolak dari filsafat
hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan
bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada
norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa
tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang harus diembannya. Dalam hal
mengambil keputusan, seorang pemimpin yang Laissez-faire akan mendelegasikan
seluruh tugas-tugas kepada para bawahannya, dengan pengarahan yang minimal
atau bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Dalam hal pemeliharaan hubungan
dengan para bawahannya, pada umumnya sangat mementingkan orientasi yang


Universitas Sumatera Utara

sifatnya relational. Pemimpin yang Laissez-faire sering dianggap seorang yang
kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin Laissez-faire cenderung memilih peranan yang
pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak
mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
e) Tipe Demokratik.
Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator
dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak
sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang demokratik biasanya menyadari
bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak
harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Gaya
kepemimpinan dalam hal mengambil keputusan mengikutsertakan para bawahan
dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Dalam hal pemeliharaan hubungan
dengan para bawahan, biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya
hubungan yang serasi, dalam arti terpeliharanya keseimbangan antara hubungan
yang formal dan informal. Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan

disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasional.
Perilakunya mendorong bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya
inovasi dan kreativitasnya.

Universitas Sumatera Utara

Pemimpin dalam menentukan gaya kepemimpinannya harus mampu
menyesuaikan dengan situasi, kondisi pada waktu dan tempat tertentu. Pemimpinpemimpin yang berhasil adalah mereka yang bisa menyesuaikan perilaku dirinya
sesuai dengan tuntutan dari keunikan lingkungannya. Kepemimpinan yang efektif
atau tidak efektif itu sangat tergantung akan gaya perilaku yang disesuaikan dengan
situasi tertentu (Steers, 2002).
Menurut Kuswadi (2004) bahwa gaya kepemimpinan yang kurang pas atau
kurang cocok dilaksanakan pemimpin kepada pegawainya dapat menurunkan
motivasi, kinerja dan akhirnya kepuasan kerja. Senada dengan itu menurut Winardi
(2004) mendefinisikan pemimpin adalah seseorang yang karena kecakapankecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinnya untuk menggerakkan usaha bersama kearah pencapaian
sasaran-sasaran tertentu. Secara garis besar, pendekatan atau perspektif tentang
kepemimpinan terdiri dari:
1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori ini lebih menekankan pada aspek kepribadian seperti intelektualisasi, emosi,

keadaan fisik (usia, tinggi dan berat badan) dan sifat-sifat pribadi lainnya. Teori ini
memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan dan gaya-gaya
kepemimpinan. Aspek pertama menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan
pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang
harus melaksanakan dua fungsi utama, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a) Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related), atau pemecahan
masalah, yang menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan
pendapat.
b) Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau sosial, mencakup segala sesuatu
yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan
kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat dan sebagainya.
Aspek kedua pendekatan perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya
pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan.
2. Teori Situasional (Contingency Theory)
Pendekatan Situasional-kontingensi mengambarkan bahwa gaya yang digunakan
tergantung pada faktor-faktor seperti situasi, tugas, organisasi dan variabel-variabel
lingkungan lainnya. Teori-teori situasional yang terkenal adalah (a) Robert
Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, (b) Fielder, (c) Hersey dan Blanchard, (d)
Leader Member Exchange Theory, (e) Path Goal Theory, (f) Participation Model.

3. Teori Perilaku
Mengambarkan perilaku spesifik membedakan pemimpin dan yang bukan
pemimpin. Peneliti Ohio mengidentifikasikan dua kelompok prilaku yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu struktur inisiatif (initiating
structure)

dan

pertimbangan

(consideration).

Faktor

consideration

menggambarkan hubungan yang sangat hangat antara seorang atasan dan bawahan,
adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan terhadap gagasan bawahan.
Struktur inisiatif menjelaskan bahwa seorang pemimpin itu mengatur dan

Universitas Sumatera Utara

menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian
tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya.
4.Teori Transformasional
Toeri kepemimpinan berkembang menuju kebanyak arah seperti kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah gaya yang digunakan
bergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi dan
variabel-variabel lingkungan lainnya. Ada 4 (empat) unsur yang mendasari
kepemimpinan transformasional yaitu:
a) Charisma
Seorang pemimpin transformasional mendapatkan kharismanya dari pandangan
pengikut, pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan
dapat menggerakkan bawahannya.
b) Inspiration
Seorang pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama
serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting
serta apa yang dirasakan benar.
c) Intelectual Stimulation
Pemimpin dituntut untuk dapat membantu bawahannya mampu memikirkan
kembali mengenai masalah-masalah lama dengan metode maupun cara baru.
d) Individualized Consideration
Seorang pimpinan harus mampu memperlakukan bawahannya secara berbedabeda maupun adil dan menyediakan prasarana dalam jangka pencapaian tujuan

Universitas Sumatera Utara

serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai
tantangan.
2.2.2. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan hal yang penting yang dimiliki oleh setiap orang
dalam bekerja. Dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, mereka akan bekerja
dengan sungguh-sungguh sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.
Pemahaman kepuasan kerja dapat dilihat dengan mengenal istilah dan pengertian
kepuasan kerja tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan beberapa pengertian mengenai kepuasan kerja.
Kepuasan kerja adalah sikap umum seorang pegawai terhadap pekerjaannya: selisih
antara banyak ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka
yakini seharusnya mereka terima, Robbins (2001). Kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para pegawai
memandang pekerjaan mereka dimana kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaanya. Hal ini terlihat dalam sikap positip pegawai terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Kepuasan kerja
juga merupakan sifat yang dinamis, dalam arti bahwa rasa puas itu bukan keadaan
yang tetap karena dapat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun
dari luar lingkungan kerja.
Locke dalam Luthans (2001) menyatakan bahwa “ Kepuasan kerja adalah
sesuatu perasaan yang menyenangkan atau positif yang merupakan hasil penilaian
atas pekerjaan atau pengalaman seseorang”. Sedangkan Keith Davis menyatakan

Universitas Sumatera Utara

bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung diri
pegawai dalam bekerja (Mangkunegara, 2006).
Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Menurut Sedarmayanti
(2007), pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai
kemantapan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Pegawai seperti
ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan
bosanan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan pegawai yang
mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran
lebih baik dan (kadang-kadang) berprestasi kerja lebih baik dari pada pegawai yang
tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh sebab itu, kepuasan kerja mempunyai arti
penting baik bagi pegawai maupun organisasi, terutama akibat menciptakan keadaan
positip di dalam lingkungan pekerjaan.
Dari pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah:
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi
fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir,
persepsi dan sikap kerja.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan,
mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial
dan hubungan kerja.
Dimana faktor pertama merupakan faktor yang melekat pada diri seseorang secara
psikologis, dan faktor yang kedua menekankan kepada kondisi non fisik.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, kepuasan kerja merupakan
suatu

hasil

dari

persepsi

karyawan

yang

menyenangkan

maupun

tidak

menyenangkan, seberapa baik kerja mereka memberikan hasil kerja yang berarti dan
penting bagi perusahaan.

2.2.3. Teori Kepuasan Kerja.
Yukl (2001) menyatakan ada 3 (tiga) macam teori tentang kepuasan kerja,
yaitu:
1. Discrepancy Theory
Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan menurut Locke
tergantung pada selisih (discrepancy), antara apa yang seharusnya ada (harapan,
kebutuhan atau nilai-nilai) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya
telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaanya (Manullang, 2001). Seseorang
akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan
dengan kondisi-kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak
hal-hal penting yang diinginkan, akan semakin besar ketidakpuasannya. Jika
terdapat lebih jumlah faktor pekerjaannya yang dapat diterima secara minimal dan

Universitas Sumatera Utara

kelebihannya menguntungkan (misalnya: upah ekstra, jam kerja yang lebih lama),
orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang
diinginkan.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat dikatakan seseorang akan merasa
puas apabila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya
terhadap kenyataan yang ada, karena batas minimum yang diinginkan telah
terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan,
maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat perbedaan
(discrepancy). Perbedaan yang terjadi disini adalah perbedaan yang positip.
Sebaliknya makin jauh kenyatan yang dirasakan itu dibawah standard minimum
(negative discrepancy), maka makin besar pula ketidak puasan seseorang terhadap
pekerjaannya.
2. Equity Theory
Teori keadilan atau keseimbangan (equity theory) dikembangkan oleh Adam, teori
ini terdiri dari empat komponen penting dalam teori ini yaitu person, input,
outcome atau output, dan equity in equity. Keempat komponen tersebut adalah:

a. Person, yaitu individu yang merasakan keadilan atau ketidak adilan.
b. Input, yaitu semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan
pribadi, jumlah jam kerja.

Universitas Sumatera Utara

c. Outcome, yaitu semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya
upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali, kesempatan
untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
d. Equity in equity, dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai
merupakan hasil dari membandingkan atara input-outcome dirinya dengan
output-outcome pegawai lain.

Puas tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya tergantung apakah karyawan
tersebut merasakan

adanya keadilan atau keseimbangan (equity) atau tidak

terhadap suatu situasi, hal ini diperoleh dengan cara membandingkan dirinya
dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain (Karlins, 2000).
Keadilan atau keseimbangan (equity) adalah suatu keadaan yang muncul dalam
pikiran seseorang, jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah
seimbang dengan rasio individu yang dibandingkan. Dasar kepuasan kerja adalah
derajat keadilan yang diterima pegawai dalam situasi kerjanya, semakin tinggi
derajat keadilan yang diterima, semakin puas pegawai yang bersangkutan
(Reksohadiprodjo, 2001).
Gomes (2003) menyatakan bahwa keadilan dikatakan ada apabila orang
menganggap bahwa rasio antara masukan dengan hasil sepadan dengan orang lain.
Ketidakadilan akan ada jika seseorang menganggap bahwa rasio antara masukan
dengan hasil yang mereka terima tidak sama.
Menurut pendapat MCKenna dan Beech (2002) bahwa faktor-faktor dari teori
“equity” adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input

Universitas Sumatera Utara

adalah segala sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti: pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang
dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang
dipergunakan untuk pekerjaanya. Outcome adalah suatu yang dianggap bernilai
oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah atau gaji,
keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan waktu
berhasil atau ekspresi diri. Comparison person ini berupa seseorang di perusahaan
yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri dimasa lalu.
Teori keadilan atau keseimbangan ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang
dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.
Individu bekerja untuk mendapatkan imbalan dari organisasi (McKenna dan
Beech,2002).
3. Two Factor Theory
Teori dua faktor (two factors theory) atau dikenal juga dengan teori motivasi
higiene dikemukakan oleh Frederick Herzberg berdasarkan teori hieraki kebutuhan
dari Abraham Maslow sebagai titik acuan. Herzberg mengatakan bahwa ada 2
(dua) faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidak puasan dalam bekerja yaitu
faktor pemeliharaan (hygiene factor ) dan faktor motivasi (motivators factor )
Faktor hygiene atau dissatisfier adalah faktor ekstrinsik yang berkaitan dengan job
content, yaitu faktor yang berhubungan dengan lingkungan dimana pekerjaan
tersebut dilakukan, seperti: upah, jaminan pekerjaaan, kondisi kerja, status,
prosedur perusahaan, pengawasan (supervisi), hubungan antar rekan sekerja dan

Universitas Sumatera Utara

hubungan dengan atasan. Dissatisfier (extrinsic factor) adalah faktor-faktor yang
terbukti dapat menjadi sumber ketidakpuasan, Herzberg menyatakan perbaikan
terhadap keadaan atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan
ketidakpuasan, tetapi tidak juga akan menimbulkan kepuasan karena hal tersebut
bukan merupakan sumber kepuasan (Kuswadi, 2004).
Satisfier (intrinsic factor) adalah faktor-faktor atau situasi yang berasal dari dalam

pekerjaan itu sendiri (job content). Faktor ini berhubungan dengan perasaan
positip terhadap pekerjaan dan berhubungan dengan isi pekerjaan tersebut yang
meliputi pekerjaan itu sendiri, pengakuan terhadap prestasi kerja, baik oleh rekan
sekerja maupun oleh pimpinan perusahaan, kesempatan untuk berkarir serta
tanggung jawab yang dipikul oleh karyawan yang bersangkutan.
Jadi teori dua faktor mengisyaratkan kepuasan kerja pegawai dengan dua faktor, yaitu
faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Kepuasan adalah suatu situasi atau perasaan yang menyenangkan ataupun
yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh karyawan dalam memandang
pekerjaannya. Kepuasan kerja terdiri atas 4 variabel, yaitu :
1. Pekerjaan, dimana indikatornya meliputi: pekerjaan yang menarik dan menantang,
pekerjaan yang tidak membosankan, kesempatan untuk belajar, tanggung jawab
atas tugas, kondisi kerja.
2. Imbalan/pembayaran, indikatornya meliputi: imbalan ekstrinsik, seperti: gaji,
tunjangan, pensiun dan asuransi, serta imbalan intrinsik seperti kemantapan masa

Universitas Sumatera Utara

depan, keamanan bekerja, kesempatan dipromosikan, dimana indikatornya
meliputi : sistim promosi, jenjang karier.
3. Pengawasan, dimana indikatornya meliputi petunjuk, saran dan bantuan.
Komunikasi secara pribadi, partisipasi dalam mengambil keputusan.
4. Rekan kerja, indikatornya meliputi: keramahan dan sifat kooperatif. Dukungan
Kelompok (Robbin, 2001).
Senada dengan itu menurut Luthans (2000) menyatakan ada 5 (lima) dimensi
yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1. Pekerjaan, indikatornya meliputi:
a. Pekerjaan yang menarik dan menantang.
b. Pekerjaan yang membosankan.
c. Kesempatan untuk belajar.
d. Tanggung jawab atas tugas.
e. Kondisi kerja.
2. Imbalan/pembayaran, indikatornya meliputi:
a. Imbalan ekstrinsik: gaji, tunjangan, pensiun, asuransi.
b. Imbalan intrinsik: kemantapan masa depan, keamanan bekerja.
3. Kesempatan dipromosikan, indikatornya meliputi:
a. Sistem promosi.
b. Jenjang karier.
4. Pengawasan, indikatornya :
a. Petunjuk, saran dan bantuan.

Universitas Sumatera Utara

b. Komunikasi secara pribadi.
c. Partisipasi dalam mengambil keputusan.
5. Rekan kerja, indikatornya:
a. Keramahan dan sifat kooperatif.
b. Dukungan kelompok.
2.2.4

Pengertian Insentif
Menurut Terry (2001) insentif atau imbalan jika ditinjau berdasarkan

hubungannnya dengan produktivitas terdiri dari dua kategori, yaitu imbalan
berbentuk uang (financial reward) dan imbalan berbentuk non uang (non financial
reward). Sedangkan bentuk-bentuk imbalan yaitu imbalan intrinsik dan imbalan

ekstrinsik.
1. Imbalan Ekstrinsik
Imbalan Ekstrinsik adalah merupakan imbalan yang diterima individu atas
pekerjaan atau jasa yang telah dihasilkannya yang biasanya diberikan dalam
bentuk imbalan uang, imbalan interpersonal, maupun imbalan yang berupa
promosi. Banyak perusahaan menggunakan jenis tertentu dan rencana pembayaran
insentif untuk memotivasi para karyawan.
Cascio (2001) membuat rangkuman yang paling lengkap mengenai beraneka
ragamnya rencana upah dan efektifitasnya sebagai motivator. Setiap rencana
dievaluasi atas dasar pertanyaan berikut:
a. Sampai seberapakah efektifnya rencana itu dalam menciptakan persepsi bahwa
uang itu berhubungan dengan hasil karya ?

Universitas Sumatera Utara

b. Sampai seberapa jauh rencana itu dapat meminimumkan konsekuensi negatif
yang dirasakan dari hasil karya yang baik ?
c. Sampai seberapakah rencana itu dapat membantu persepsi bahwa imbalan
penting selain upah ?
Dengan memperhatikan setiap kriteria secara terpisah, maka muncullah beberapa
pola yang menarik. Rencana upah dan bonus individual kelihatannya paling baik
jika manajemen berusaha mengkaitkan upah dan hasil kerja. (Cascio, 2001).
Imbalan interpersonel merupakan imbalan berupa status dan pengakuan. Dengan
memberi tugas kepada seseorang melakukan pekerjaan yang memiliki prestasi
tinggi, berarti manajemen telah berusaha meningkatkan atau memindahkan status
yang dimiliki seseorang. Sedangkan pengakuan berarti mengakui prestasi
karyawan dan menyebabkan status yang meningkat. Pengakuan dari manajemen
dapat mencakup pujian di depan umum, pernyataan bahwa pekerjaan telah
dilaksanakan dengan baik atau pekerjaan telah menerima perhatian khusus.
Sampai sejauhmana perhatian itu memberi motivasi, tergantung seperti halnya
dengan sebagian besar imbalan, pada nilai yang dirasakan dan pada hubungan
yang dilihat orang antara pengakuan tersebut dengan perilaku itu sendiri
(Terry,2001).
2. Imbalan Intrinsik
Pengertian imbalan intrinsik adalah imbalan yang diberikan oleh individu itu
sendiri misalnya rasa kepuasan atas keberhasilan sebagai hasil tugas tertentu.
Imbalan instrinsik lebih bersifat kepuasan pribadi terhadap penyelesaian tugas,

Universitas Sumatera Utara

prestasi, otonomi dan perkembangan pribadi. Kemampuan untuk memulai dan
menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu adalah penting bagi beberapa orang.
Orang-orang ini menghargai apa yang dinamai penyelesaian tugas (completion).
Penyelesaian tugas dan pengaruhnya terhadap seseorang merupakan suatu imbalan
diri (Self-rewards). Beberapa orang mempunyai suatu kebutuhan untuk
menyelesaikan tugas. Kesempatan yang memungkinkan orang semacam itu untuk
menyelesaikan tugas mempunyai pengaruh moivasi yang sangat kuat. Prestasi
(Achievement) merupakan imbalan yang diberikan sendiri (self-administrated
reward), yang diperoleh apabila seorang mencapai satu tujuan yang menantang.

Beberapa orang mencapai tujuan yang menantang, sedangkan orang lain
cenderung menyelesaikan tujuan yang sedang atau rendah. Dalam program
penetapan tujuan telah dikemukakan bahwa tujuan yang sukar menyebabkan orang
mencapai hasil karya yang lebih tinggi dari pada tujuan yang sedang atau rendah.
Tetapi dalam program semacam itupun harus dipertimbangkan perbedaan
individual. (Terry,2001).
Menurut Schuler dan Jackson (2001), setiap perolehan mempunyai value atau
nilai bagi seseorang. Perolehan seperti upah, promosi, teguran atau pekerjaan yang
lebih baik, mempunyai nilai yang berbeda-beda. Ini disebabkan karena setiap orang
mempunyai

kebutuhan

mempertimbangkan
mempertimbangkan

dan

imbalan

persepsi
yang

yang

berbeda-beda.

digunakan,

manajer

Jadi,
harus

dalam
pandai

perbedaan individual. Jika digunakan imbalan yang dinilai

Universitas Sumatera Utara

tinggi untuk memotivasi, maka imbalan itu dapat menyebabkan orang bekerja keras
untuk mencapai tingkat hasil karya yang tinggi.
Pelaksanaan program insentif, tolak ukur yang dipakai oleh perusahaan dalam
menentukan besarnya insentif yang harus diterima oleh karyawan biasanya sangat
bergantung pada target kuantitas produksi, kualitas produksi dan target penjualan
(Scott, 2003). Senada dengan itu menurut Robbins (2001), jenis kompensasi yang
diberikan kepada karyawan terdiri dari:
1. Imbalan Intrinsik, yaitu imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri.
Imbalan ini sebagian besa merupakan kepuasan pekerja itu sendiri atas
pekerjaannya.
2. Imbalan Ekstrinsik, mencakup:
a. Kompensasi langsung (gaji/bonus)
b. Kompensasi tidak langsung (asuransi, upah, liburan).
c. Imbalan bukan uang (ruang kerja yang luas, tempat parkir khusus, pujian dari
atasan).
Pendapat yang serupa juga dijelaskan oleh Simamora (2000) yang lebih jauh
menjelaskan dua tipe dasar dari imbalan tersebut:
1. Imbalan Intrinsik, adalah imbalan yang dinilai di dalam dan dari karyawan
sendiri, karena imbalan tersebut melekat pada aktivitas karyawan dan
pemberiannya tidak tergantung dengan tindakan orang lain, misalnya :
a. Perasaan orang akan kemampuan pribadi atau pelaksanaan pekerjaan dengan
baik.

Universitas Sumatera Utara

b. Perasaan penyelesaian/pencapaian pribadi dengan memperoleh tujuan/sasaran.
c. Perasaan kebebasan dari pengarahan dan tanggung jawab pribadi yang
meningkat karena diberikan otonomi berkenaan dengan pelaksanaan suatu
pekerjaan.
d. Perasaan pertumbuhan pribadi akibat kesuksesan dalam bidang upaya pribadi
yang baru dan menantang.
2 Imbalan Ekstrinsik, yaitu imbalan yang dihasilkan oleh sumber-sumber eksternal
untuk seseorang, dalam hal ini perusahaan sebagai sumber eksternal dan
memberikan imbalan kepada karyawan-karyawannya tergantung pada kinerja
karyawan.
Sejalan dengan hal tersebut, Handoko (2008) berpendapat bahwa tujuan
kompensasi adalah:
1. Memperoleh personalia yang qualified
2. Mempertahankan para karyawan yang ada sekarang
3. Menjamin keadilan
4. Menghargai perilaku yang diinginkan
5. Mengendalikan biaya-biaya
6. Memenuhi peraturan-peraturan legal.

2.2.5 Pengertian dan Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari Job Performance atau Actual Performance (prestasi
kerja) atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Mangkunegara

Universitas Sumatera Utara

(2000), mengatakan definisi kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Wirawan (2009), kinerja karyawan adalah keluaran yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam
waktu tertentu. Senada dengan itu menurut Rivai (2005) menyatakan bahwa: “Kinerja
adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan
dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang
diharapkan”.
Menurut Mathis dan Jackson (2006), kinerja adalah yang dilakukan karyawan,
sehingga ada yang mempengaruhi kombinasi karyawan organisasi antara lain:
1. Kuantitas out put
2. Kualitas out put
3. Jangka waktu out put
4. Kehadiran ditempat kerja
5. Sikap koperatif
Menurut

Robbins

(2001),

tingkat

keberhasilan

seseorang

dalam

menyelesaikan pekerjaannya disebut “level of performance”. Yaitu orang yang level
of performancenya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan merupakan

sebaliknya, apabila level of performancenya rendah atau tidak mencapai standard
disebut sebagai orang yang tidak produktif.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan beberapa istilah kinerja di atas memberi indikasi di dalam
menjelaskan bahwa kinerja karyawan adalah hasil (output) yang dicapai oleh
karyawan sebagai suatu bentuk prestasi yang dapat dihasilkan dan diwujudkan selama
masa pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagai bagian dari tanggung jawab karyawan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah merupakan sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa kualitas dan kuantitas pekerjaan hari ini harus lebih
baik dari pada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Penilaian kinerja merupakan tugas yang paling penting dan dibutuhkan untuk
proses evaluasi, namun dalam kenyataan masih banyak manajer yang gagal
menerapkan dengan baik. Masalah penilaian kinerja seringkali menjadi masalah yang
membingungkan dan kompleks bagi manajer dan supervisor.
Penilaian

kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan

informasi tentang penetapan kompensasi dan kemungkinan promosi serta pelatihan
dan pengembangan karyawan. Penilaian kinerja yang efektif dapat mempengaruhi
dua hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja. Hal yang lebih penting dari tujuan
penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan yang
rutin
2. Untuk dapat melakukan penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan kuantitas dan
kualitas kerja
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin.
4. Untuk bisa mendorong terciptanya hubungan harmonis antara atasan dan bawahan.

Universitas Sumatera Utara

5. Untuk dapat mengetahui kondisi organisai secara keseluruhan dari bidang
personalia khususnya prestasi kerja karyawan.
Menurut Grives (2003), ada enam metode penilaian kerja pegawai:
1. Rating Scale, dimana evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang
membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting
bagi pelaksanaan kerja
2. Checklist, dimana cara yang digunakan dalam metode ini adalah untuk
mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata
yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya atasan langsung dengan
pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bisa memberikan suatu
gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang
memadai.
3. Critical Incident Method atau metode peristiwa kritis, dimana penilaian didasarkan
pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik
atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catan ini disebut
peristiwa kritis, dan metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik
kepada pegawai dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
4. Field Review Method, atau metode peninjauan lapangan, yaitu metode penilaian
dilakukan dengan cara pimpinan atau para penilai terjun langsung ke lapangan
untuk menilai kinerja pegawai. Dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan dua
cara, pertama dapat dilakukan dengan kegiatan supervisi sedangkan cara yang

Universitas Sumatera Utara

kedua yaitu secara sengaja dan terencana para penilai mendatangi tempat kerja
para pegawai untuk melakukan penilaian kinerja pegawai yang bersangkutan.
5. Tes dan observasi terhadap prestasi kerja, apabila jumlah pekerja terbatas maka
penilaian prestasi kerja biasanya didasarkan pada tes pengetahuan dan
ketrampilan. Tes mungkin dilakukan secara tertulis atau peragaan ketrampilan. Tes
dilakukan harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga : rangking,
grading, point allocation method.
6. Rank Method atau metode ranking, dimana penilai membandingkan pegawai satu
dengan yang lainnya, siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai
dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah adanya
kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan
terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan
penjelasannya. Grading, yaitu metode penilaian yang memisah-misahkan atau
menyortir para pegawai dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu
proporsi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point Location, merupakan
bentuk lain dari grading, penilai diberikan sejumlah unit total dialokasikan di
antara para pegawai dalam kelompok. Para pegawai yang memiliki kinerja baik
diberi nilai lebih besar dan para pegawai dengan kinerja yang lebih jelek.
Kebaikan dari metode ini , penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara
para pegawai, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias
kesan terakhir masih ada.

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Indikator Kinerja
Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan
indikator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat
diukur dan dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat
kinerja. Kegunaan dari indikator tersebut adalah untuk dapat melihat kinerja setiap
hari dalam perusahaan dan perorangan apakah terus mengalami peningkatan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006) ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi
bagaimana karyawan bekerja, yaitu: kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan
tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan dari perusahaan. Dan dalam
Department of Administrative Services Human Resources Business Center (2001),

serta Mathis dan Jackson (2006), menyatakan indikator kinerja karyawan adalah
sebagai berikut:
1. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal
2. Kualitas kerja, kerapian, ketelitian dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan.
3. Jangka waktu output, yaitu: kemampuan dalam menyelesaikan satu pekerjaan
sesuai dengan waktu yang ditetapkan
4. Kerjasama, yaitu: kemampuan dalam hubungan sesama karyawan selama
menangani pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Semakin tinggi nilai dari indikator-indikator di atas, maka semakin besarlah kinerja
karyawan yang bersangkutan.
2.2.7 Syarat-syarat dari Sistem Penilaian Kinerja.
Dalam pengukuran dan penilaian terhadap pelaksanaan kerja atau prestasi
kerja diperlukan suatu system penilai yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Memang
sepintas seseorang dapat dengan mudah menilai suatu pekerjaan, tetapi dalam kondisi
apapun sebaiknya penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan harus disusun dan
ditentukan kriteria-kriteria penentunya.
Menurut Moeheriono (2009), dalam mengimplementasikan penilaian
kinerja, langkah terpenting adalah menentukan faktor-faktor penilaian yang
merupakan aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kerja individu.
Faktor penilaian tersebut terdiri dari 4 (empat) aspek, yaitu: hasil kerja, perilaku,
atribut dan kompetensi dan komparatif. Prinsip yang digunakan dalam penilaian
adalah: Relevance (kesesuaian), Acceptability (dapat diterima atau disepakati),
Reliability (dapat dipercaya dan diukur), Sensitivity (dapat membedakan kinerja

yang baik atau yang buruk), Practically (mudah dipahami dan diterapkan).
Beberapa contoh faktor-faktor penilaian kinerja yang sering digunakan oieh
perusahaan, misalnya: mutu hasil kerja, volume hasil kerja, pengetahuan dan
ketrampilan teknis, kemampuan mengorganisasi pekerjaan, kehadiran tepat waktu,
kepemimpinan, kerjasama, inisiatif, kemampuan mengemukakan pendapat,

Universitas Sumatera Utara

kemampuan mencari peluang bisnis, kreativitas, ketekunan, serta kemampuan
menjalin jejaring, dan lain-lain.
2.2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah:
a. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) seorang pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill). Artinya pegawai yang
memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan trampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dalam hal ini terdapat
hubungan yang positip antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif
berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja
yang tinggi.
Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang
yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia dan memiliki

Universitas Sumatera Utara

motivasi dan kemampuan, mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja
seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja yang
tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung,
prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.2.9 Mengidentifikasi dan Mengukur Kinerja Karyawan
Kinerja pada dasarnya hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, karyawan bisa belajar seberapa besar
kinerja mereka melalui sarana informasi, seperti komentar-komentar yang baik dari
mitra kerja, tapi tetap penilaian kinerja harus mengacu pada sistem formal dan
terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan
dengan pekerjaan, perilaku dan hasil termasuk tingkat kehadiran. Faktor-faktor
penilaian yang digunakan perusahaan adalah sebagai berikut:
1

Mutu hasil kerja

2. Volume hasil kerja
3. Pengetahuan/ketrampilan teknis
4. Kemampuan mengorganisasi pekerjaan
5. Kehadiran tepat waktu
6. Kepemimpinan
7. Kerjasama
8. Inisiatif

Universitas Sumatera Utara

Sunarto (2005) menjelaskan beberapa manfaat dari penilaian kerja, yaitu:
1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.
Adanya umpan balik terhadap pelaksanaan kerja memungkinkan pegawai,
manajer dan departemen personalia untuk dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan
mereka di dalam meningkatkan prestasi kerja.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Dengan dilakukannya evaluasi prestasi kerja, hal ini dapat membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan
bentuk kompensasi lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan.
Promosi dan transfer biasanya dilakukan didasarkan atas prestasi kerja atau
kinerja masa lalu dan antisipasinya.
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan.
Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya dilakukan
latihan dan demikian pula dengan kinerja yang baik akan mencerminkan potensi
yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur
karir yang direncanakan dan akan dikembangkan.
6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.
Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departmen personalia.

Universitas Sumatera Utara

7. Melihat ketidakakuratan informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin akan menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponenkomponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada
informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan pengambilan keputusankeputusan personalia tidak tepat.
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian prestasi membantu untuk mendiagnosa kesalahan-kesalahan
tersebut.
9. Menjamin kesempatan kerja yang adil
Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan internal
diambil tanpa diskriminasi.
10. Melihat tantangan-tantangan eksternal.
Prestasi seseorang bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja,
seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

2.2.10 Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah tugas setiap pimpinan. Pimpinan harus menilai
bawahannya dan merupakan alat baginya untuk dapat memajukan bawahannya.
Penilaian kinerja ini sangat berguna bagi perusahaan maupun bagi karyawan itu
sendiri. Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber

Universitas Sumatera Utara

daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh
proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan
dimana karyawan tersebut bekerja.
Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat
bagi perencanaan kebijakan-kebijakan organisasi. Kebijakan-kebijakan organisasi
dapat menyangkut aspek individual dan aspek organisasional. Menurut Sulistiyani
dan Rosidah (2003) manfaat penilaian kinerja bagi organisasi adalah:
a. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
b. Perbaikan kinerja
c. Kebutuhan latihan dan pengembangan
d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja
e. Untuk kepentingan penelitian kepegawaian
f. Membantu diagnosis terhadap kesalahan disain pegawai
Informasi penilaian kinerja dapat digunakan untuk mengelola kinerja
karyawan, dan mengungkapkan kelemahan kinerja karyawan sehingga pimpinan
dapat menentukan tujuan maupun peringkat target yang harus diperbaiki. Karena
informasi kinerja karyawan, sangat membantu pimpinan dalam mengambil langkah
perbaikan program-program organisasi yang telah dibuat secara menyeluruh.
Sedangkan menurut Hariandja (2002), arti pentingnya kinerja secara lebih
rinci adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a.

Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil
tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik
(feedback) yang diberikan oleh organisasi.

b.

Penyesuaian gaji yang dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi
pegawai secara layak sehingga dapat memotivasi mereka.

c.

Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan pagawai
sesuai dengan keahliannya.

d.

Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahankelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukan program pengembangan dan
pelatihan secara lebih efektif.

e.

Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan
karier bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi.

f.

Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu kinerja
yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga
dapat dilakukan perbaikan.

g.

Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu
dengan dilakukannya penilaian yang objektif berarti meningkatkan perlakuan
yang adil bagi pegawai.

h.

Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu
kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan
jabatan.

Universitas Sumatera Utara

i.

Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu
dengan penilaian kinerja, atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan
terjadinya kinerja yang tidak baik, sehingga atasan dapat membantu
menyelesaikannya.

j.

Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu
dengan diketahuinya kinerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi
informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau
tidak.
Berdasarkan hal di atas itu para pimpinan perlu mengetahui apakah para

karyawan setelah melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif perlu diadakan
perbaikan. Sistem manajemen kinerja yang dimaksudkan adalah bagaimana setiap
manajer melakukan proses penetapan standar kinerja dan penilaian kinerja
karyawannya untuk menghasilkan keputusan sumber daya manusia yang objektif dan
juga memberikan dokumentasi untuk mendukung keputusan itu.

2.2.11 Jenis Pengukuran Kinerja
Menurut Prasetyo (2009), ada beberapa jenis pengukuran kinerja yaitu:
a. Produktivitas
Produktivitas adalah suatu ukuran seberapa baik kita mengkonversi input dari
proses transformasi ke dalam output. Dalam pengertian yang paling luas,
produktivitas dapat digambarkan sebagai : produktivitas = output / input.
b. Kapasitas

Universitas Sumatera Utara

Kapasitas adalah suatu ukuran yang menyangkut kemampuan output dari suatu
proses. Ukuran kinerja ini adalah secara khas diperkenalkan di dalam unit output
per unit waktu. Disain kapasitas menggambarkan sebagai tin