Interaksi Sosial Antar Siswa (Studi Deskriptif : Yayasan Perguruan SMA Sutomo 2, Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya
keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa,
etnis dan agama. Kondisi masyarakat seperti ini dinamakan masyarakat majemuk atau
yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun
perbedaan kebudayaan. Masyarakat Indonesia yang multikultural berpotensi
terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa di karenakan identitas kultural yang
berbeda pada setiap budaya. Hal tersebut juga tercatat pada data Badan Pusat Statistik
Tahun 2010 yang mencatat populasi Indonesia berjumlah lebih 200 juta jiwa, terdapat
lebih dari 300 kelompok etnis dan 1.340 suku bangsa yang menggunakan hampir 200
bahasa yang berbeda. Selain itu di Indonesia juga mengakui agama dan kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat seperti Islam, Kristen Katholik, Protestan, Hindu,
Budha, Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan ( Sumber : Data Statistik
Indonesia).
Keberagaman budaya baik etnik, agama, ras yang ada pada masyarakat
multikultural sangat mudah memicu terjadinya konflik yang didasarkan atas
diskriminasi, prasangka serta pandangan negatif stereotype khususnya terhadap
golongan minoritas. Perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat menjadikan

suatu hambatan yang serius terhadap munculnya kesalahpahaman budaya khususnya

1
Universitas Sumatera Utara

terhadap kelompok minoritas yang sering di dominasi oleh kelompok mayoritas
(Poerwanto,2000:55). Prasangka ataupun cara pandang stereotype di peroleh melalui
lingkungan keluarga dan sekitarnya yang memiliki nilai dan norma tersendiri yang
dianut oleh sekelompok orang. Sosialisasi nilai dan norma yang berakibat
menciptakan prasangka negatif terhadap budaya tertentu terjadi pada masa kanakkanak. Dimana orang tua memberikan batasan-batasan interaksi dengan siapa anak
akan bermain. Hasilnya stereotype dan diskriminasi pun berkembang, padahal
menurut Tilaar (2007) masyarakat multikultural haruslah memiliki sifat outward
looking dengan pemahaman bahwa setiap orang memiliki kesadaran serta kebanggaan
memiliki dan mengembangkan kebudayaan yang dimiliki setiap orang serta
berinteraksi secara damai dengan kebudayaan lain tanpa menunjukkan sikap
primordial dengan saling bekerjasama dan saling menghormati budaya lain. Apalagi
dengan pemahaman multikultural terdapat nilai-nilai yang berisi nilai toleransi,
kebersamaan, keadilan dan menciptakan rasa nasionalisme (Suparlan, 2005 : 103).
Permasalahan stereotype dapat dipecahkan dengan membangun suatu
hubungan yang dialogis dan komunikatif dalam masyarakat, dalam hal ini maka

dibutuhkan sebuah media yang dapat mentransmisikan nilai-nilai multikultural
terhadap generasi muda yaitu melalui media pendidikan. Peran sekolah membangun
interaksi antar siswa yang berasal dari suku, agama, dan budaya yang berbeda untuk
bisa membuka wawasan siswa terhadap lingkungan yang ada di luar dari lingkungan
budayanya sendiri. Untuk itu sekolah

dan kehidupan masyarakat tidak dapat

dipisahkan, hal tersebut juga tertuang didalam Sistem Pendidikan Nasional UU RI No.
20 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1 juga di tegaskan bahwa “ Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.”
2
Universitas Sumatera Utara

Makna dari undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan tanpa adanya diskriminasi terhadap SARA. Pemahaman
diatas tidak hanya bersifat tekstual melalui materi pembelajaran yang ada disekolah
saja tetapi diharapkan sekolah mampu menginternalisasikan nilai tersebut yang
tercermin melalui interaksi sosial antar siswa baik dilingkungan sekolah dan juga pada

lingkungan sosialnya.
Seperti halnya SMA Sutomo 2 Medan yang merupakan salah satu sekolah
yang terdapat di kota Medan dan terletak di Jalan Deli Indah IV No. 6, Medan.
Berdasarkan hasil pra observasi kemajemukan tersebut juga terdapat pada sekolah ini
dimana siswa yang terdaftar sebagai pelajar pada SMA ini berasal dari status sosial,
etnis, agama dan budaya yang berbeda. Tetapi yang begitu terlihat mencolok pada
SMA ini secara kuantitas terdapat siswa bermayoritas etnis Tionghoa dibandingkan
dengan etnis lainnya yang perbandingan jumlahnya begitu besar. Tidak hanya itu saja
dalam kategori agama, agama Buddha juga menjadi agama yang banyak dianut oleh
siswa pada sekolah ini terutama pada etnis Tionghoa. Tentunya hal ini akan
mempengaruhi pola interaksi sosial siswa yang ada pada siswa SMA Sutomo 2.
Berdasarkan hal tersebut, berikut data jumlah siswa SMA Sutomo 2 pada T.A
2012/2013.
Tabel 1.1
Jumlah Keseluruhan Siswa di SMA Sutomo 2 T.A 2012/ 2013
JENIS KELAMIN

AGAMA

Kelas


Laki

Perempuan

Islam

Kristen

Buddha

X

127

136

17

25


221

3
Universitas Sumatera Utara

XI

130

145

21

38

216

XII


134

135

16

33

220

391

416

54

96

657


Jumlah

807 Siswa

(Sumber Data : SMA Sutomo 2, Medan)
Jumlah keseluruhan siswa SMA Sutomo yang terdiri dari 807 orang, tentunya
tidak hanya berasal dari etnis Tionghoa tetapi ada juga yang berasal dari etnis lain
walaupun nominalnya hanya sedikit. Keanekaragaman dilihat dari suku, agama,
budaya yang ada di lingkungan akademis tentunya akan terjadi proses interaksi baik
secara verbal maupun non verbal. Dengan keseluruhan jumlah siswa tersebut sekolah
dituntut untuk membangun interaksi yang kondusif dalam pergaulan antar siswa
untuk menerima perbedaan antar budaya serta membimbing siswa dalam menciptakan
rasa persamaan tanpa menghilangkan setiap nilai budaya yang ada pada setiap siswa.
Setiap siswa yang mendaftarkan diri menjadi anggota dari SMA Sutomo 2
tentunya akan memiliki status sosial yang sama sebagai siswa ketika berada pada
lingkungan sekolah. Setiap siswa tentunya memiliki nilai budaya yang berbeda yang
merupakan identitas siswa yang membedakannya dengan siswa lain. Identitas tersebut
diinternalisasikan oleh agen sosialisasi primer, yaitu keluarga. Sehingga ketika siswa
berada pada lingkungan sekolah, nilai yang berasal dari keluarga akan terbawa pada
saat terjadi interaksi. Interaksi sosial siswa yang terjadi pada lingkungan sekolah

bentuknya bisa bersifat kerjasama dan juga ada bentuk persaingan, pertikaian dan
bahkan bisa juga berujung konflik. Interaksi yang terjadi tentunya tidak hanya antar
siswa tetapi guru juga berinteraksi dengan siswa guna mentranformasikan materi
pembelajaran.

4
Universitas Sumatera Utara

Peneliti melihat dalam pergaulan siswa di sekolah tersebut cenderung
mengelompok (ingroup), misalnya ketika berada pada ruangan kelas, siswa yang
beretnis Tionghoa akan duduk bersampingan dengan siswa yang secara fisik, bahasa,
budaya sama yaitu etnis Tionghoa juga. Begitu juga dengan etnis lainnya, siswa
tersebut

akan duduk berdampingan dengan

siswa yang juga sama secara fisik,

budaya berbeda dan biasanya istilah “ Huana” disebut untuk siswa yang berasal dari
etnis non Tionghoa. Sangat jarang siswa duduk berdampingan dengan siswa yang

berbeda latar belakangnya. Terkecuali siswa yang beretnis Tionghoa tidak akan
mempermasalahkan agama yang mereka anut hal tersebut dikarenakan persamaan
secara fisik. Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat jam istirahat siswa juga
terlihat berkelompok dengan sesama etnis, sangat jarang peneliti melihat siswa
berbaur dengan siswa yang berbeda budaya.
Selain itu dari segi interaksi dalam hal berkomunikasi, pendidikan menerapkan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai bahasa nasional Republik
Indonesia. Kenyataannya siswa SMA Sutomo 2 kerap kali menggunakan bahasa
daerah yaitu bahasa hokkien di lingkungan sekolah baik didalam ruangan kelas
maupun diluar kelas untuk berkomunikasi dengan siswa lainnya. Hal tersebut
tentunya akan menjadi kendala dalam berkomunikasi dengan etnis lainnya. Tetapi
kenyataan ketika dilapangan ada beberapa siswa yang berasal dari etnis lain mampu
berbahasa hokkien dengan fasih. Tidak hanya itu saja berdasarkan data dilapangan
peneliti melihat bahwa siswa beretnis Tionghoa juga ada yang beragama lain
misalnya Islam, walaupun jumlahnya tidak sampai 15 orang dalam setiap tingkatan
kelas. Begitu juga dengan siswa yang etnis Tionghoa juga ada yang beragama Kristen.
Guru memiliki peran penting dalam menginternalisasikan nilai-nilai
multikultural melalui tahapan sosialisasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas
5
Universitas Sumatera Utara


serta menambah wawasan siswa dan tidak menunjukkan sikap diskriminasi terhadap
etnis ataupun agama tertentu pada kegiatan belajar mengajar. Komposisi guru yang
ada pada SMA Sutomo 2 juga berasal dari latar belakang etnis, agama yang berbeda
pula. Oleh karena itu tugas pendidikan didalam memfasilitasi peserta didik dalam
melihat, merasakan, memahami serta mendefinisikan kehidupan yang akan dilakukan
dengan baik apabila dikembangkan dalam perspektif kesadaran yang menghargai
perbedaan (Nasution, 2010 : 50).
Berdasarkan penjelasan diatas maka peran sekolah sebagai agen sosialisasi
harus mampu mempengaruhi kehidupan interaksi sosial dan moral para siswa.
Tentunya sosialisasi yang berhasil akan terinternalisasi pada prakteknya ketika siswa
berada di lingkungan masyarakat. Sekolah juga mempunyai peran dalam
meningkatkan kesolidaritasan antar budaya (etnis dan agama). Dari segi materi
pendidikan di SMA Sutomo 2, terdapat materi pelajaran yang berbasis multikultural,
diantaranya mempelajari bidang studi Kewarganegaraan, Sosiologi, Sejarah, Kesenian
(seni tari, seni musik), Bahasa Indonesia. Dari segi spiritual dapat dilihat pada tabel
1.1 diatas bahwa SMA Sutomo 2 mempelajari 3 agama yang berbeda yaitu Islam,
Kristen, dan Buddha. Pihak sekolah juga memberikan kebebasan dalam menjalankan
kegiatan keagamaan seperti pelaksanaan sholat jum’at untuk siswa yang beragama
Islam, Hari Raya Idul Fitri, adanya kegiatan Natal, serta Perayaan Imlek.

SMA Sutomo 2 menjunjung tinggi komitmen bahwa pendidikan tidak
menganut paham monokultur, tetapi sebaliknya pihak sekolah menekankan nilai-nilai
multikultur, kalau dilihat secara kuantitas memang menggambarkan tentang mayoritas
dan minoritas siswa tetapi pada dasarnya pihak sekolah tidak memberikan kriteria
tertentu terkait agama, etnis tertentu pada calon siswa. Hal ini yang menjadi
ketertarikan peneliti dalam melakukan penelitian terkait pemahaman siswa mengenai
6
Universitas Sumatera Utara

multikultural dan pengimplementasiannya dalam interaksi antar siswa di SMA
Sutomo 2, Medan. Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel pada siswa SMA di
karenakan peneliti beranggapan bahwa tingkat kematangan berpikir siswa SMA lebih
open minded dan wawasan serta pengalaman yang telah banyak dalam bergaul dengan
siswa yang berbeda latar belakang serta memiliki pandangan terbuka dalam
berinteraksi dengan budaya lain.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu
1. Bagaimana Interaksi sosial yang terjadi antara siswa SMA Sutomo 2, Medan?
2. Bagaimana tanggapan siswa memandang pergaulan antara siswa yang
cenderung menunjukkan sikap in group di SMA Sutomo 2, Medan.

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial yang terjadi antara siswa SMA
Sutomo 2, Medan.
2. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan interaksi antar siswa cenderung in
group di SMA Sutomo 2, Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah

7
Universitas Sumatera Utara

wawasan siswa

mengenai nilai-nilai multikultural yang ada pada siswa di lingkungan

akademis serta dapat diimplementasikan pada masyarakat luas.
2. Sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya yang memiliki keterkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian ini.
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penulis dalam menulis karya ilmiah khususnya berkaitan dengan interaksi sosial antar
siswa yang mayoritas dan minoritas di lingkungan sekolah.
2. Diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat
dan dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas dan bagi siswa/i SMA
Sutomo 2 itu sendiri mengenai permasalahan dalam interaksi antar golongan
minoritas dan mayoritas

1.5 Definisi Konsep
1. Nilai multikultural merupakan nilai-nilai keberagaman yang ada pada setiap
budaya dibangun untuk menumbuhkan sikap keterbukaan, sikap humanis,
menjunjung tinggi toleransi, solidaritas, keadilan, dan kebersamaan antar budaya
tanpa menghilangkan tanpa menghilangkan identitas budaya asli. Kajian penelitian
ini melihat nilai multikultural pada siswa di SMA Sutomo 2, Medan.
2. Interaksi sosial menurut Kimball Young merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Begitu
8
Universitas Sumatera Utara

juga setiap siswa yang ada pada SMA Sutomo 2, Medan melakukan interaksi
antar siswa dalam lingkungan sekolah.
3. Siswa dalam Sistem Pendidikan Nasional UU RI No.20 Tahun 2003 adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Siswa dalam kajian penelitian ini adalah siswa di SMA Sutomo 2, Medan.
4. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima
dan memberi pelajaran. Seperti SMA Sutomo 2 yang merupakan lembaga
pendidikan formal.
5. Etnis Tionghoa yaitu Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang ada di
Indonesia atau biasa di kenal dengan Cina dan merupakan etnis pendatang. Etnis
Tionghoa dalam penelitian ini adalah siswa yang bersekolah di SMA Sutomo 2,
Medan yang keturunan etnis Tionghoa.6. Etnis Non Tionghoa yaitu kelompok
etnis yang merupakan penduduk asli yang secara turun temurun di satu wilayah.
Etnis Non Tionghoa dalam penelitian ini adalah siswa yang bersekolah di SMA
Sutomo 2 Medan.

9
Universitas Sumatera Utara