Kesiapan Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam Penanganan Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang
sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat
dari letak negara Indonesiayang berada dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan
gunung berapi Pasifik) yang bentuknya melengkung dari utara pulau Sumatera-JawaNusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi. Indonesia memiliki 13 % jumlah gunung api di dunia atau
129 gunungapi, selain itu berdasarkan data PVMBG 60% dari jumlah gunungapi
yang ada di Indonesia yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia dan merupakan
gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar. (PVMBG)
Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi
perhatian utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi
menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi
dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung
berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Selain dapat menimbulkan luka bakar,


secara umum

dampak letusan gunung berapi yang perlu diwaspadai terbagi dua yaitu dampak
akibat padatan/debu dan gas yang memiliki potensi bahaya bagi kesehatan
masyarakat. Debu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan iritasi

1

2

mata, hal ini lebih serius lagi apabila debu tersebut mengandung beberapa unsur
logam seperti SO2, karena reaksi alam dapat membentuk unsur sulfat yang sangat
iritatif baik pada kulit, mata maupun saluran pernafasan. Selain itu, gas CO bersifat
mengikat oksigen, bila terhirup, orang bisa meninggal karena kekurangan oksigen.
(www.depkes.go.id.14 Feb.2014).
Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang
Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen
dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit
Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dan terdapat dua
gunungapi


terletak di jajaran bukit barisan tersebut yaitu gunung Sinabung dan

gunung Sibayak dan kedua Gunungapi tersebut saling berdekatan, dan gunung
Sinabung merupakan gunung dengan puncak tertinggi di provinsi Sumatera Utara.
Ketinggian

gunung

ini

adalah

2.460

meter

dan

berbentuk


strato.

(www.karokab.go.id)
Pada awalnya Gunung Sinabung adalah Gunung Api strato tipe B atau
sejarah letusannya tidak tercatat meletus sejak tahun 1600-an. Namun untuk pertama
kali setelah lebih dari 400 tahun

tidak ada aktivitasnya, kemudian terjadi letusan

pada 27 Agustus 2010, dan mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan menjadi
"Awas". Letusan tersebut diikuti jatuhan abu vulkanik yang menyebar ke TimurTenggara Gunung Sinabung dan menutupi Desa Sukameriah, Gungpitu, Sigaranggarang, Sukadnebi, dan Susuk. Sejak saat itu Gunung Sinabung diklarifikasikan tipe
A. (www.merdeka.com,30 Des 2013)

3

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010 mengakibatkan ada
sebanyak 25.662 jiwa mengungsi, yang tersebar di 24 titik pengungsian, dan yang
mendapat pengobatan


di Pos Kesehatan sebanyak 8.522

pengungsi.

Kasus

terbanyak yang ditangani adalah ISPA (39,1%), Anxietas/ gangguan jiwa ringan
(24,0%), Gastritis/ gangguan lambung (16,0%), Konjungtivitis/ mata merah (12,4%),
Diare (4,96%), Hipertensi (2,9%), dan Dermatitis/ penyakit kulit (0,7%). Korban
rawat inap di RSU Kabanjahe sebanyak 65 orang dengan jenis penyakit yang diderita
antara lain ISPA, Dyspepsia/ gangguan pencernaan, Hipertensi, Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD)/ penyakit pernapasan, Diare, TB Paru dan Vulnus
laceratum/ luka robek. Data tersebut berdasarkan laporan Pusat Penanggulangan
Krisis Kemenkes RI sampai tanggal 2 September 2010 yang dihimpun dari Dinas
Kesehatan setempat. (Foto.soup.io)
Paska

penurunan

aktivitas


vulkanik

Gunung

Sinabung,

yaitu

dari

status Awas menjadi Siaga pada tanggal 23 September 2010 dan dari Siaga menjadi
Waspada pada tanggal 7 Oktober 2010, aktivitas vulkanik cenderung menurun
namun dengan fluktuasi. Pemantauan dengan metoda visual, seismik, dan deformasi
terus dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat aktivitas Gunung Sinabung.
Tanggal 15 september 2013 aktivitas Gunung Sinabung meningkat sehingga status
Gunung Sinabung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Tanggal 24 November
2013 Status

gunung Sinabung menjadi “Awas”, dan sampai dengan tanggal 9


Februari 2014 Jumlah pengungsi mencapai 33.355 jiwa (10.297 KK) dengan 42 titik
pengungsian dan pada tanggal 8 April 2014 status Gunung sinabung diturunkan ke

4

level III (Status Siaga). Masa tanggap darurat masih terus diperpanjang walaupun
status gunung Sinabung sudah diturunkan menjadi status Siaga dan desa radius
kurang dari 3 km dengan jumlah penduduk sebanyak 12.809 Jiwa (2996 KK) tidak
diperbolehkan kembali ke desa mereka dan akan di relokasikan.
Pada Situasi bencana, rumah sakit akan menjadi tujuan akhir dalam
penanganan korban bencana dan yang paling sering muncul di rumah sakit adalah
saat adanya penderita dalam jumlah banyak, yang harus dilayani sehingga akan
melebihi kapasitas rumah sakit. Hal inilah yang sering dilihat oleh masyarakat ketika
bencana itu terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana
sangat tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya.
Aktifitas-aktifitas persiapan rumah sakit dalam menghadapi bencana inilah yang
sering kali menjadi persoalan di Indonesia, karena sering kali tidak dilakukan karena
berbagai alasan rumah sakit, dimana hal ini akan memperparah bila terjadi
kekurangan logistik dan Sumber daya manusia. (Ramli, 2010)

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit merupakan salah satu lembaga
publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam
wilayah kerjanya. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(pasal 29) menyebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan
kesehatan pada saat bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya dan memiliki

5

sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.(UU, RI.No.44 Tahun
2009)
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993
tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan Bencana disetiap Rumah Sakit
dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 129//Menkes/SK/II/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa dalam setiap unit gawat darurat
(IGD) Rumah Sakit harus terdapat satu tim Penanggulangan Bencana. Selain harus
adanya Tim Penanggulangan Bencana ada dua hal pokok yang harus dapat dilakukan
oleh Rumah Sakit agar siap menghadapi bencana adalah dukungan pelayanan medis
(Medical Support) dan dukungan kemampuan menejerial (Management Support).

(Depkes, RI. 2009)
Untuk itu pihak manajemen rumah sakit harus mempunyai persiapan khusus
ataupun kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana terutama rumah sakit yang berada
di daerah rawan bencana seperti bencana erupsi gunungapi. Kesiapsiagaan menurut
Nick Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan,
organisasi, masyarakat, komunitas dan individu mampu menanggapi suatu situasi
bencana dengan cepat dan tepat guna. Membangun kesiapan terhadap bencana wajib
dilakukan oleh semua rumah sakit, dengan dasar pemikiran bahwa bencana dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja, baik dari dalam (internal) rumah sakit maupun
dari luar rumah sakit.
Dari beberapa penelitian terkesan bahwa rumah sakit sering kali tidak
menunjukan kesiapan yang memadai menghadapi bencana yang ada di sekitar

6

wilayah kerjanya. Akibatnya disetiap kejadian bencana, hambatan dan kekurangankekurangan yang sama selalu terjadi
ketidaksiapan

(terulang kembali). Salah satu penyebab


Rumah Sakit tersebut adalah belum adanya petunjuk yang baku

sehingga belum ada persepsi yang sama terhadap kesiapan Rumah sakit menghadapi
bencana. Disisi lain, pada keadaan tertentu rumah sakit dapat menjadi korban dari
bencana, seperti kejadian Tsunami di Aceh pada tahun 2004 rumah sakit mengalami
“total collapse” dari semua sistem yang ada di rumah sakit begitu juga dengan
kejadian gempa bumi di Yokyakarta, Rumah sakit mengalami “colaps function“
sementara waktu (Dirjen Yanmed Depkes RI, 2009).
Dalam penelitian Ismunandar, dkk. (2012) Mengemukan bahwa Rumah Sakit
Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rumah sakit rujukan Provinsi
belum siapsiaga dalam penanggulangan bencana meskipun Rumah Sakit Daerah
Undata Palu, sudah membentuk Tim Penanggulangan bencana, secara tertulis tim
tersebut sudah dibentuk pada tahun 2006 tetapi tidak aktif/berfungsi sebagaimana
mestinya, hal ini disebabkan karena tim ini dibentuk hanya untuk memenuhi
kebutuhan akreditasi rumah sakit. (Ismunandar, dkk, 2012), begitu juga dalam
penelitian Eddy Suhardi Sarim (2003), bahwa Rumah Sakit Umum sewilayah
Cirebon tidak siap menghadapi kegawatdaruratan bencana dengan alasan kekurangan
dukungan para direktur rumah sakit umum terhadap Sistem penangan Gawat darurat
terpadu-bencana (SPGDT-Bencana), standar pelayanan yang kurang dan juga
keterbatasan rumah sakit. (Eddy Suhardi Sarim, 2003)


7

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah Rumah Sakit Kelas C milik
Pemerintah Kabupaten Karo yang merupakan rumah sakit rujukan untuk penanganan
korban bencana erupsi gunung Sinabung disamping RS. Efarina Etaham dan RS
Amanda. Dari survai awal yang dilakukan, pihak manajemen rumah sakit telah
membentuk Tim Penanggulangan Bencana
erupsi pada tahun

setelah gunung Sinabung mengalami

2010 tetapi tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan belum

adanyan perencanaan rumah sakit akan penanggulangan bencana di rumah sakit
(hospital disaster preparedness) baik bencana dari dalam lingkungan RS maupun
dari luar rumah sakit.
Jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 sebanyak 40.054
kunjungan dan rawat inap sebanyak 4.114 orang. Sejak terjadinya Erupsi Gunung
Sinabung pada tanggal 15 September 2013 sampai dengan tanggal 7 Januari 2014

pengungsi yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum

Kabanjahe adalah sebanyak

175 orang dengan diagnosa terbanyak adalah febris dan dispepsia, dan pengungsi
yang rawat jalan sebanyak 270 orang dengan diagnosa penyakit terbanyak adalah
conjungtivitis dan ISPA. (Rekam Medik RSU Kabanjahe, 2014). Sampai dengan
tanggal 21 Januari pengungsi yang meninggal 32 orang di beberapa rumah sakit di
Kabanjahe dan 17 orang meninggal akibat langsung dari awan Panas. (Posko
kesehatan Kabanjahe)
Dengan mengacu pada latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan
penelitian tentang kesiapan Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam
penanganan korban bencana alam erupsi gunung Sinabung tahun 2014.

8

1.6. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Kesiapan
Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam Penanganan korban Bencana
Erupsi Gunung Sinabungdi Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.7. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Kesiapan
Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dalam Penanganan Bencana Erupsi Gunung
Sinabung di Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.8. Manfaat Penelitian
1.8.1. Bidang Keilmuan
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu Manajemen
Kesehatan Bencana sehingga

Kesiapan Manajemen Rumah Sakit dalam

menghadapi Bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah
dalam penanggulangan bencana
b. Penelitian ini sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas bahan penelitian
dalam bidang ilmu manajemen kesehatan bencana
1.8.2. Program Studi S2 FKM-USU
Menambah bahan masukan dan kontribusi dalam bidang ilmu kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan Manajmen Kesehatan Bencana.

9

1.8.3. Bagi Rumah Sakit
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan
masukan bagi Rumah Sakit untuk lebih meningkatkan kesiapan manajemen rumah
sakit dalam menghadapi bencana.