Hubungan Obesitas dengan Kejadian Dermatitis Atopik di SD St. Antonius Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit yang disertai dengan rasa
gatal, berlangsung kronis, berulang dan merupakan salah satu penyakit kulit yang
paling sering pada anak (Watson et al., 2011).
Prevalensi dermatitis atopik sendiri telah meningkat selama tiga dekade
terakhir. Diperkirakan sekitar 10-20 % anak dan 1-3% orang dewasa di negara
berkembang menderita dermatitis atopik. Penyakit ini juga berhubungan dengan
kejadian atopik lainnya seperti rhinitis alergi, alergi makanan dan asma yang
sering dikenali sebagai atopic march (Bieber, 2008, Lawton, 2013).
Menurut NCHS 2013, terjadi peningkatan prevalensi dermatitis atopik pada
anak usia 0-17 tahun dari 7.4% pada tahun 1997–1999 menjadi 12.5% pada tahun
2009–2011 dan menurun seiring dengan bertambahnya usia sekitar 14.2% pada
anak usia 0–4 tahun, 13.1% pada anak usia 5–9 tahun, dan 10.9% pada anak usia
10–17 tahun.
Berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi
pediatrik se-Indonesia, dermatitis atopik menempati posisi kedua 19, 83% (309

kasus) setelah skabies 20, 98% (327 kasus). Data ini diambil dari lima rumah sakit
di Indonesia antara lain RSHS Bandung, RSUP Haji Adam Malik Medan, RSU
Dr. Soetomo Surabaya, RSCM Jakarta, dan RSUP DR. Kariadi Semarang pada
bulan Januari sampai dengan Desember 2011.
Manifestasi dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang
disebut awal-awal dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis
atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama,
dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Sampai dengan 70% dari anak-anak ini
memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat terjadi
pertama kali pada orang dewasa (akhir-onset dermatitis atopik), dan dalam
sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda sensitisasi IgE-mediated (Bieber, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2

Penyebab dermatitis atopik belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi beberapa
faktor ikut berperan pada mekanisme terjadinya antara lain faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Salah satu faktor ekstrinsik ialah faktor lingkungan seperti adanya
iritan, mikroba, temperatur yang ekstrim, stres psikologis, dan paparan alergen.

Sedangkan faktor intrinsiknya meliputi kelainan genetik, adanya abnormalitas
pada fungsi barrier kulit, dan peningkatan IgE spesifik seperti pada kasus obesitas
(Watson et al., 2011, Setibudiawan et al., 2013 ).
Pada obesitas terjadi resistensi pada reseptor leptin yang akan memengaruhi
keseimbangan Th1 dan Th2. Resistensi leptin pada anak obesitas terjadi salah
satunya oleh karena gangguan pada pensinyalan leptin di reseptor leptin. Selain
dari gangguan pensinyalan leptin pada anak obesitas, juga ditemukan
polimorfisme genetik reseptor leptin, defek pada reseptor, pengurangan jumlah
reseptor leptin, dan juga gangguan transpor leptin ke dalam sistem saraf pusat.
Keadaan resistensi leptin akan menyebabkan leptin tidak mampu bekerja pada
reseptornya. Resistensi leptin akan menyebabkan supresi produksi sitokin Th1 dan
peningkatan sekresi sitokin Th2, seperti IL-4, IL- 5, dan IL-13. Sekresi IL-4 akan
menyebabkan proses switching pada limfosit B yang kemudian menghasilkan
imunoglobulin E (IgE) spesifik. IgE spesifik adalah suatu penanda atopik.
Peningkatan kadar IgE dalam serum pada 60-80% kasus merupakan parameter
imunologi pada dermatitis atopik dan merupakan dasar patogenesis terjadinya
dermatitis atopik (Setibudiawan et al., 2013).
Menurut WHO 2014, prevalensi obesitas di dunia meningkat dua kali lipat
sejak tahun 1980. Kelebihan berat badan dan juga obesitas diperkirakan sekitar
lebih dari 1,4 miliar penduduk di dunia pada tahun 2008.

Obesitas pada anak diperkirakan sekitar lebih dari 40 juta pada tahun 2012.
Dahulu masalah obesitas pada anak ramai dibicarakan di negara berpendapatan
tinggi, tetapi sekarang masalah obesitas dan kelebihan berat badan sudah
merambah ke negara berpendapatan menengah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh
karena negara berpendapatan menengah ke bawah kemungkinan terpapar
makanan yang kadar gula tinggi, kadar lemak tinggi, kadar garam tinggi, makanan

Universitas Sumatera Utara

3

padat, dan makanan rendah asupan mikronutrien, yang mana makan tersebut lebih
murah namun kualitas nutrisinya buruk.
Menurut RISKESDAS 2013, secara nasional prevalensi obesitas pada anak di
Indonesia masih tinggi yakni 11,9 persen, yang menunjukkan penurunan dari 14,0
persen di tahun 2010. Dan Sumatera Utara menempati urutan kedelapan setelah
Lampung, Sumatera Selatan dan lain-lain.
Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di
atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya
Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk

dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti
pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus (positive energy balance) dalam jangka
waktu cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas (Sartika, 2011).
Sampai saat ini hubungan antara obesitas dan dermatitis atopik masih belum
jelas. Sejumlah studi menyatakan bahwa terdapat hubungan positif seperti dalam
penelitian Silverberg pada tahun 2012, Chen Y pada tahun 2010 dan lain-lain
namun sebaliknya terdapat beberapa penelitian yang menyatakan tidak ada
hubungan antara keduanya seperti dalam Flexeder et al. pada tahun 2011 dan
Leung et al. pada tahun 2009. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan obesitas dan dermatitis atopik di SD St. Antonius
Medan.

1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
adalah apakah ada hubungan obesitas dengan kejadian dermatitis atopik di SD St.
Antonius Medan.

Universitas Sumatera Utara


4

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan informasi mengenai hubungan obesitas sebagai faktor yang
mempengaruhi kejadian dermatitis atopik di SD St. Antonius Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui persentase indeks massa tubuh (IMT) pada anak
kelas I sampai dengan III di SD St. Antonius Medan.
2. Untuk mengetahui persentase penderita dermatitis atopik pada anak
kelas I sampai dengan III SD St. Antonius Medan.
3. Untuk mengetahui jumlah penderita obesitas pada anak yang
menderita dermatitis atopik.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Memberi pengetahuan tentang obesitas sebagai salah satu faktor resiko
terjadinya dermatitis atopik.
2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai dermatitis atopik

dan bagaimana hubungan antara obesitas dan kejadian dermatitis atopik
pada anak.
3. Bagi peneliti lain, yaitu sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang
sama atau yang terkait.

Universitas Sumatera Utara