Hubungan Obesitas dengan Kejadian Dermatitis Atopik di SD St. Antonius Medan

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Ira Evalina Butar-Butar Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat /Tanggal Lahir : Tarutung, 11 Januari 1994

Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Status dalam Keluarga : Anak ketiga dari lima bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Alamat Asal : Jalan Baru By Pass No.1, Rantauprapat, Sumatera Utara

Alamat di Medan : Jalan Berdikari gang Keluarga No. 3, Padang Bulan Pasar 1, Medan, Sumatera Utara

Mobile Phone : 089632335158

E-mail : ira.evalina@gmail.com

Golongan Darah : B

Motto : But seek first His kingdom and His

righteousness, and all these things will be given to you as well.

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. Formal


(2)

NO Nama Sekolah Tahun

1 SD Negeri 115528 Rantauprapat 1999 s.d 2005 2 SMP Swasta RK Bintang Timur Rantauprapat 2005 s.d 2008 3 SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan 2008 s.d 2011 4 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara

2011 s.d sekarang 2. Non- Formal

NO Nama Pendidikan Tahun

1 Briton International English School 2014 RIWAYAT KARYA DAN PENGHARGAAN YANG PERNAH DIBUAT: 1. Juara 1 Olympiade Mata Pelajaran tingkat SD se-Kecamatan Bilah Barat tahun

2003

2. Juara 1 Olympiade Matematika tingkat SD se-Kabupaten Labuhan Batu tahun 2004

3. Juara 2 Pertandingan Volley Putri tingkat SD se-Kabupaten Labuhan Batu tahun 2004

4. Juara 2 Olympiade Sains tingkat SMP se-Kabupaten Labuhan Batu tahun 2006 5. Juara 2 Pertandingan Volley Putri tingkat SMP se-Kabupaten Labuhan Batu

tahun 2006

6. Juara 4 Olympiade Matematika tingkat SMP se-Kabupaten Labuhan Batu tahun 2007

7. Juara 2 Pertandingan Futsal Putri FK USU tahun 2013 8. Juara 1 Pertandingan Volley Putri FK USU tahun 2014

9. 10 Terbaik Medical Competition SPORA FK UNSRI 2014 tahun 2014 10. Juara 2 PEMA DEBATE COMPETITION tahun 2014

PENGALAMAN ORGANISASI :


(3)

PENGALAMAN KEPANITIAAN : 1. Panitia Paskah FK USU 2012 2. Panitia Natal FK USU 2012 3. Panitia Paskah FK USU 2013 4. Panitia Natal FK USU 2013 5. Panitia PORSENI FK USU 2013

6. Panitia Pengabdian Masyarakat Kristen FK USU 2014 RIWAYAT SEMINAR DAN PELATIHAN

1. Peserta Seminar dan Workshop TBM FK USU “Basic Life Support”. 2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU Tahun 2011 3. Seminar Unlock on Medical Tourism Tahun 2014

4. Seminar Ilmiah Basic & Clinical Update om Vaccine & Occupational Heath for TB and MERSCov


(4)

Lampiran 1

INFORM CONSENT

Saya telah mendapat informasi yang jelas tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penitian yang dilakukan oleh Ira Evalina Butar-butar, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011. Oleh karena itu, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan saya bersedia berpatisipasi untuk mengisi kuesioner ini. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan seperlunya.

Nama Anak :

Jenis Kelamin : Laki-Laki/ Perempuan

Umur :

Kelas :

Nama Orang Tua :

Alamat :

Telepon/ HP :

Peneliti Responden

(Ira Evalina Butar-butar) ( )


(5)

Lampiran 2

Kusioner ISAAC ( 6-7 tahun)

Nama Responden : ... IDENTITAS RESPONDEN

Jenis Kelamin : ... Umur : ... Kelas : ... Nama Orang Tua : ... Alamat : ... Telepon/ HP : ...

• Mohon adik mengisi kuesioner ini dan menjawab seluruh pertanyaan yang ada. PETUNJUK PENGISIAN

• Pilih dan berilah tanda √ pada jawaban sesuai keadaan yang sebenarnya.

1. Pernahkah anak ibu mempunyai ruam yang gatal pada kulit yang hilang timbul selama minimal enam bulan terakhir?

Ya Tidak

JIKA JAWABAN ANDA “TIDAK” MOHON BERALIH KE PERTANYAAN 6

2. Pernahkah anak ibu mempunyai ruam yang gatal pada kulit dalam 12 bulan terakhir?

Ya Tidak

JIKA JAWABAN ANDA “TIDAK” MOHON BERALIH KE PERTANYAAN 6

3. Apakah ruam yang gatal pada kulit tersebut mengenai daerah-daerah seperti di bawah ini: Lipatan siku, di belakang lutut, di pergelangan kaki, di bawah bokong, di sekeliling leher, mata atau telinga?


(6)

Tidak

4. Pada usia berapakah ruam yang gatal pada kulit tersebut pertama sekali muncul?

< 2 Tahun 2-4 Tahun ≥ 5 Tahun

5. Apakah ruam gatal pada kulit tersebut telah sembuh total dalam 12 bulan terakhir?

Ya Tidak

6. Dalam 12 bulan terakhir, seberapa sering kira kira anak ibu terbangun pada malam hari karena ruam yang gatal pada kulit tersebut?

Tidak pernah dalam 12 bulan terakhir < 1 kali per minggu

≥ 1 kali per minggu

7. Pernahkah anak anda mempunyai lesi di kulit seperti eksema? Jika ya, apakah lesi tersebut didiagnosis oleh dokter sebagai dermatitis atopik?

Ya Tidak


(7)

A. Uji Validitas Kuesioner ISAAC

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 total

p1 Pearson Correlation

1 .825** .919** .878** .913** .645** .304 .951**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .115 .000

N 28 28 28 28 28 28 28 28

p2 Pearson Correlation

.825** 1 .919** .750** .812** .645** .304 .897**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .115 .000

N 28 28 28 28 28 28 28 28

p3 Pearson Correlation

.919** .919** 1 .924** .932** .593** .280 .973**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .001 .150 .000

N 28 28 28 28 28 28 28 28

p4 Pearson Correlation

.878** .750** .924** 1 .928** .401* .189 .915**


(8)

p5 Pearson Correlation

.913** .812** .932** .928** 1 .655** .370 .977**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .052 .000

N 28 28 28 28 28 28 28 28

p6 Pearson Correlation

.645** .645** .593** .401* .655** 1 .471* .701**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .001 .034 .000 .011 .000

N 28 28 28 28 28 28 28 28

p7 Pearson Correlation

.304 .304 .280 .189 .370 .471* 1 .396*

Sig. (2-tailed) .115 .115 .150 .335 .052 .011 .037

N 28 28 28 28 28 28 28 28

total Pearson Correlation

.951** .897** .973** .915** .977** .701** .396* 1 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .037

N 28 28 28 28 28 28 28 28

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(9)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.926 7

Item Statistics

Mean

Std.

Deviation N

p1 1.29 .460 28

p2 1.29 .460 28

p3 1.32 .476 28

p4 .39 .629 28

p5 .50 .793 28

p6 .14 .356 28


(10)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 4.68 6.522 .932 .901

p2 4.68 6.671 .859 .908

p3 4.64 6.386 .962 .897

p4 5.57 5.884 .867 .906

p5 5.46 4.925 .957 .906

p6 5.82 7.560 .632 .929


(11)

No Nama Jenis kelamin Usia Dermatitis

Atopik Berat Badan Tinggi Badan Klasifikasi

6 Mario Laki - laki 7 Tidak 28.0 124.5 Non obes

7 Fika Perempuan 7 Tidak 36.0 123.5 Obes

9 Davin Laki - laki 7 Tidak 23.0 119.0 Non obes

11 Sepanya Perempuan 6 Ya 20.0 111.5 Non obes

12 Isabel Perempuan 7 Tidak 20.0 119.0 Non obes

13 Felix Laki - laki 7 Tidak 40.0 123.5 Obes

14 Laura Perempuan 7 Ya 20.0 106.5 Non obes

15 Evivani Perempuan 7 Ya 21.5 111.5 Non obes

17 Jesuli Laki - laki 7 Tidak 19.0 116.0 Non obes

20 Hansen Laki - laki 6 Tidak 34.0 121.0 Obes

22 Theo Perempuan 6 Ya 29.0 122.5 Obes

23 Herald Laki - laki 7 Tidak 26.0 122.5 Non obes

24 Dennis Laki - laki 6 Ya 19.5 121.0 Non obes

28 Teresa Perempuan 7 Ya 28.0 114.5 Obes

38 Andre Laki - laki 7 Tidak 32.0 126.5 Obes

53 Mikhael Laki - laki 7 Tidak 18.5 116.0 Non obes

54 Tiara Perempuan 7 Tidak 24.5 124.0 Non obes

57 Mikhaeld Laki - laki 6 Tidak 28.0 120.0 Obes

58 Bertha Perempuan 7 Ya 36.0 119.0 Obes

59 Putri Perempuan 6 Tidak 21.0 116.0 Non obes


(12)

62 Yoel Laki - laki 7 Tidak 26.0 121.5 Non obes

63 Rafaeld Laki - laki 6 Tidak 18.0 111.5 Non obes

66 Carlito Laki - laki 6 Tidak 26.5 118.5 Obes

67 Abraham Laki - laki 6 Tidak 20.0 114.0 Non obes

68 Arini Perempuan 6 Tidak 21.0 112.0 Non obes

69 Kezia Perempuan 6 Ya 28.0 116.5 Obes

70 Glen Laki - laki 7 Tidak 25.0 121.5 Non obes

75 Calista Perempuan 7 Tidak 25.5 118.0 Non obes

76 Johana Perempuan 7 Tidak 30.0 129.0 Non obes

77 Joan Perempuan 6 Ya 16.0 110.0 Non obes

78 Andika Laki - laki 6 Tidak 21.0 119.5 Non obes

79 Mahalia Perempuan 6 Tidak 34.0 117.0 Obes

80 Bintang Laki - laki 7 Tidak 33.0 122.5 Obes

81 Cristian Laki - laki 6 Ya 26.5 116.5 Obes

82 Clinton Laki - laki 7 Tidak 30.0 123.5 Obes

83 Chelsea Perempuan 7 Ya 21.0 113.5 Non obes

85 Maria Perempuan 6 Ya 21.0 111.0 Non obes

88 Nia Perempuan 6 Tidak 17.0 109.0 Non obes

89 Steven Laki - laki 6 Tidak 23.0 115.0 Non obes

93 Agung Laki - laki 7 Tidak 28.0 117.0 Obes

94 Margaret Perempuan 6 Tidak 17.0 106.5 Non obes

95 Nadine Perempuan 7 Tidak 24.0 123.5 Non obes

96 Kesia Perempuan 6 Ya 33.0 122.0 Obes


(13)

99 Aldrick Laki - laki 6 Tidak 19.0 115.0 Non obes

100 Markus Laki - laki 6 Ya 20.5 110.0 Non obes

103 Noel Laki - laki 6 Tidak 31.0 118.5 Obes

105 Moreno Laki - laki 7 Tidak 43.5 122.5 Obes

106 Sansa Perempuan 6 Tidak 23.0 113.5 Non obes

107 Floren Perempuan 7 Tidak 20.0 113.5 Non obes

109 Anabel Perempuan 6 Tidak 19.5 117.5 Non obes

110 Cressent Perempuan 6 Tidak 21.5 120.0 Non obes

111 Noah Laki - laki 6 Tidak 18.5 113.0 Non obes

112 Johanses Laki - laki 7 Tidak 23.5 124.5 Non obes

113 Yason Laki - laki 7 Tidak 19.0 119.5 Non obes

114 Arini Perempuan 6 Tidak 27.5 116.0 Obes

115 Kevin Laki - laki 6 Tidak 35.5 130.0 Obes

116 Ezra Perempuan 6 Tidak 20.0 111.0 Non obes

117 Sonia Perempuan 7 Tidak 20.0 122.0 Non obes

119 Gabriela Perempuan 6 Tidak 22.0 113.0 Non obes

120 Frans Laki - laki 7 Tidak 23.5 123.5 Non obes

121 Widya Perempuan 7 Ya 26.0 126.0 Non obes

123 Rafael Laki - laki 6 Tidak 20.0 112.0 Non obes

124 Timothy Laki - laki 6 Tidak 26.0 123.5 Non obes

126 Fedrik Laki - laki 6 Tidak 26.5 125.5 Non obes

127 Rooney Laki - laki 7 Tidak 20.5 117.0 Non obes

128 Luga Laki - laki 7 Tidak 28.5 119.5 Obes


(14)

133 Jose Laki - laki 7 Ya 35.0 122.5 Obes

134 Putri Perempuan 7 Tidak 20.0 118.0 Non obes

136 Jolanda Perempuan 7 Tidak 17.0 113.0 Non obes

138 Celyne Perempuan 6 Ya 19.0 114.5 Non obes

139 Sabrina Perempuan 7 Ya 21.5 118.5 Non obes

141 Green Perempuan 6 Ya 21.0 113.0 Non obes

142 Hepri Laki - laki 6 Tidak 22.0 123.0 Non obes

144 Raphael Laki - laki 6 Tidak 19.0 113.5 Non obes

146 Septia Perempuan 7 Tidak 22.5 120.0 Non obes

149 Pahala Laki - laki 7 Tidak 25.5 124.5 Non obes

150 Rafael Laki - laki 7 Tidak 36.0 124.5 Obes

151 Yudhisti Laki - laki 7 Ya 28.0 123.0 Non obes


(15)

Lampiran 7

Hasil Uji Statistik

Statistics Jenis

kelamin usia DA BB TB IMT

KLASIFIK ASI BB

N Valid 85 85 85 85 85 85 85

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Mean 1.48 6.48 1.72 24.488 117.953 1.73 1.2941

Median 1.00 6.00 2.00 23.000 118.500 1.00 1.0000

Mode 1 6 2 20.0 123.5a 1 1.00

Std. Deviation .503 .503 .453 5.9702 5.3756 .944 .45835 Kurtosis -2.043 -2.043 -1.056 .382 -.714 -1.297 -1.182 Std. Error of

Kurtosis

.517 .517 .517 .517 .517 .517 .517

Minimum 1 6 1 15.5 106.5 0 1.00

Maximum 2 7 2 43.5 130.0 3 2.00

Sum 126 551 146 2081.5 10026.0 147 110.00

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PEREMPUAN 41 48.2 48.2 48.2

LAKI - LAKI 44 51.8 51.8 100.0


(16)

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7 41 48.2 48.2 48.2

6 44 51.8 51.8 100.0

Total 85 100.0 100.0

DA Frequenc

y Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 61 71.8 71.8 71.8

YA 24 28.2 28.2 100.0

Total 85 100.0 100.0

BB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 43.5 1 1.2 1.2 1.2

40.0 1 1.2 1.2 2.4

36.0 3 3.5 3.5 5.9

35.5 1 1.2 1.2 7.1

35.0 1 1.2 1.2 8.2

34.0 2 2.4 2.4 10.6

33.0 2 2.4 2.4 12.9

32.0 1 1.2 1.2 14.1

31.5 1 1.2 1.2 15.3

31.0 1 1.2 1.2 16.5


(17)

28.5 1 1.2 1.2 21.2

28.0 6 7.1 7.1 28.2

27.5 1 1.2 1.2 29.4

26.5 3 3.5 3.5 32.9

26.0 5 5.9 5.9 38.8

25.5 2 2.4 2.4 41.2

25.0 1 1.2 1.2 42.4

24.5 1 1.2 1.2 43.5

24.0 1 1.2 1.2 44.7

23.5 2 2.4 2.4 47.1

23.0 3 3.5 3.5 50.6

22.5 1 1.2 1.2 51.8

22.0 3 3.5 3.5 55.3

21.5 3 3.5 3.5 58.8

21.0 7 8.2 8.2 67.1

20.5 2 2.4 2.4 69.4

20.0 9 10.6 10.6 80.0

19.5 2 2.4 2.4 82.4

19.0 5 5.9 5.9 88.2

18.5 2 2.4 2.4 90.6

18.0 2 2.4 2.4 92.9

17.5 1 1.2 1.2 94.1

17.0 3 3.5 3.5 97.6

16.0 1 1.2 1.2 98.8

15.5 1 1.2 1.2 100.0


(18)

TB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 130.0 1 1.2 1.2 1.2

129.0 1 1.2 1.2 2.4

126.5 1 1.2 1.2 3.5

126.0 1 1.2 1.2 4.7

125.5 1 1.2 1.2 5.9

124.5 4 4.7 4.7 10.6

124.0 2 2.4 2.4 12.9

123.5 6 7.1 7.1 20.0

123.0 2 2.4 2.4 22.4

122.5 6 7.1 7.1 29.4

122.0 2 2.4 2.4 31.8

121.5 2 2.4 2.4 34.1

121.0 2 2.4 2.4 36.5

120.0 3 3.5 3.5 40.0

119.5 3 3.5 3.5 43.5

119.0 3 3.5 3.5 47.1

118.5 3 3.5 3.5 50.6

118.0 2 2.4 2.4 52.9

117.5 1 1.2 1.2 54.1

117.0 3 3.5 3.5 57.6

116.5 2 2.4 2.4 60.0

116.0 4 4.7 4.7 64.7

115.0 3 3.5 3.5 68.2

114.5 2 2.4 2.4 70.6

114.0 1 1.2 1.2 71.8

113.5 4 4.7 4.7 76.5


(19)

112.5 1 1.2 1.2 83.5

112.0 2 2.4 2.4 85.9

111.5 3 3.5 3.5 89.4

111.0 3 3.5 3.5 92.9

110.0 2 2.4 2.4 95.3

109.0 1 1.2 1.2 96.5

106.5 3 3.5 3.5 100.0

Total 85 100.0 100.0

IMT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid OBES 25 29.4 29.4 29.4

OVERWEIGHT 16 18.8 18.8 48.2

NORMAL 40 47.1 47.1 95.3

UNDERWEIG HT

4 4.7 4.7 100.0

Total 85 100.0 100.0

KLASIFIKASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid OBES 25 29.4 29.4 29.4

NON OBES

60 70.6 70.6 100.0


(20)

Tests of Normality

Jenis kelamin

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KLASIFIKASI LAKI - LAKI .409 44 .000 .609 44 .000

PEREMPUA N

.480 41 .000 .511 41 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

KLASIFIKASI

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DA NON OBES .458 60 .000 .552 60 .000

OBES .429 25 .000 .590 25 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis kelamin * DA

85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

Jenis kelamin * DA Crosstabulation DA

Total

YA TIDAK

Jenis kelamin

LAKI - LAKI Count 8 36 44


(21)

PEREMPUA N

Count 16 25 41

% within DA

66.7% 41.0% 48.2%

Total Count 24 61 85

% within DA

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.550a 1 .033

Continuity Correctionb 3.580 1 .058

Likelihood Ratio 4.607 1 .032

Fisher's Exact Test .053 .029

Linear-by-Linear Association

4.497 1 .034

N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.58. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KLASIFIKASI * DA


(22)

KLASIFIKASI * DA Crosstabulation DA

Total YA TIDAK

KLASIFIKASI obes Count 8 17 25

% within DA

33.3% 27.9% 29.4%

non obes Count 16 44 60

% within DA

66.7% 72.1% 70.6%

Total Count 24 61 85

% within DA

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .248a 1 .619

Continuity Correctionb .054 1 .816

Likelihood Ratio .244 1 .621

Fisher's Exact Test .609 .402

Linear-by-Linear Association

.245 1 .621

N of Valid Cases 85


(23)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .248a 1 .619

Continuity Correctionb .054 1 .816

Likelihood Ratio .244 1 .621

Fisher's Exact Test .609 .402

Linear-by-Linear Association

.245 1 .621

N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.06. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for obesity

(obes / non obes)

1.294 .468 3.577 For cohort DA = YA 1.200 .591 2.438 For cohort DA =

TIDAK

.927 .681 1.263

N of Valid Cases 85

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis

kelamin * IMT


(24)

Jenis kelamin * IMT Crosstabulation Count IMT Total UNDERWEI GHT NORMA L OVERWEIG

HT OBES

Jenis kelamin

LAKI - LAKI 2 18 8 16 44

PEREMPUA N

2 22 8 9 41

Total 4 40 16 25 85

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis kelamin * KLASIFIKASI

85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

Jenis kelamin * KLASIFIKASI Crosstabulation KLASIFIKASI

Total NON

OBES OBES

Jenis kelamin

LAKI - LAKI Count 28 16 44

% within jeniskelamin

63.6% 36.4% 100.0%

PEREMPUAN Count 32 9 41

% within jeniskelamin

78.0% 22.0% 100.0%


(25)

Jenis kelamin * KLASIFIKASI Crosstabulation KLASIFIKASI

Total NON

OBES OBES

Jenis kelamin

LAKI - LAKI Count 28 16 44

% within jeniskelamin

63.6% 36.4% 100.0%

PEREMPUAN Count 32 9 41

% within jeniskelamin

78.0% 22.0% 100.0%

Total Count 60 25 85

% within jeniskelamin

70.6% 29.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.123a 1 .145

Continuity Correctionb 1.486 1 .223

Likelihood Ratio 2.147 1 .143

Fisher's Exact Test .161 .111

Linear-by-Linear Association

2.098 1 .147

N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.06. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper


(26)

Odds Ratio for jenis kelamin (LAKI - LAKI / PEREMPUAN)

2.032 .777 5.313

For cohort obesity = obes

1.657 .825 3.326 For cohort obesity =

non obes

.815 .619 1.075

N of Valid Cases 85

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis kelamin * DA

85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

Jenis kelamin * DA Crosstabulation DA

Total

YA TIDAK

Jenis kelamin

LAKI - LAKI Count 8 36 44

% within DA

33.3% 59.0% 51.8%


(27)

N % within DA

66.7% 41.0% 48.2%

Total Count 24 61 85

% within DA

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.550a 1 .033

Continuity Correctionb 3.580 1 .058

Likelihood Ratio 4.607 1 .032

Fisher's Exact Test .053 .029

Linear-by-Linear Association

4.497 1 .034

N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.58.

b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for jenis

kelamin (LAKI - LAKI / PEREMPUAN)

.347 .129 .935

For cohort DA = YA .466 .224 .971

For cohort DA = TIDAK

1.342 1.012 1.778


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, A., Sembiring, T., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Medan, Majalah Kedokteran Nusantara, volume 40; 86-89.

Asher, M. I., Kiel, U., Anderson, H. R., Baesley, R., Crane, J., Matinez, F., et al., 1995. International Study of Asthma and Allergies in Childhood : Rasionale and Methods. ERS Journal, 8: 483–491.

Bieber, T., 2008. Mechanism of Disease Atopic Dermatitis. The New England Medical Journal of Medicine, 358 (14):1483-1494.

Budiarto, E., 2002. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.

Brenninkmeijer, E.E.A., Schram, M.E., Leeflang, M.M.G., Bos, J.D., Spuls, Ph.I., 2008. Diagnostic Criteria for Atopic Dermatitis: A Systematic Review. British Journal of Dermatology, 158: pp754-765.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2000. Body Mass Index: Consideration for Practitioner, Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) NCHS Data Brief, 2013. Trend in Allergic Condition Among Children : United Stated, 1997-2011. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.

Chen Y., Rennie D., Cormier Y., Dosman J., 2010. Association between obesity and atopy in adults. Int Arch Allergy Immunol , 153(4):372–377.

Correale, C.E., Walker, C., Murphy, L., Craig, T.J., 1999. Atopic Dermatitis: A Review of Diagnosis and Treatment. Available from: http://www.aafp.org/afp/1999/0915/p1191.html [Accesed on 28 May 2014]. Flexeder C, Bruske I, Magnussen H, Heinrich J, 2011. Association between

obesity and atopy in adults? Int Arch Allergy Immunol , 156(1):117–118. Hamid, F., Wiria, A. E., Wammes, L. J., Kaisar M. M., Djuardi, Y., et al, 2013.

Risk Factor Associated with the Development of Atopic Sensitization in Indonesia. PLOS ONE, 8 (6) : e67064.


(29)

Jeong, K.Y., Lee, J., Li, C., Han, T., Lee, S.B., Lee, H., et al, 2014. Juvenile Obesity Aggravates Disease Severity in a Rat Model of Atopic Dermatitis. Allergy, Asthma & Immunol Research, pISSN 2092-7363.

Kariosentono, Harijono, 2007. Dermatitis Atopik (Eksema). Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)

Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia, 2011. Laporan Morbiditas 10 Penyakit Terbanyak Divisi Dermatologi Pediatrik se-Indonesia RSHS Bandung, RSUP H.Adam Malik, RSU Dr.Soetomo, RSCM Jakarta, RSUP DR.Kariadi Semarang Bulan Januari-Desember 2011

Kementerian Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.

Lawton, S., 2013. Atopic eczema in Children. NICE quality standard, 86 (11): 46. Leung, T.F., Kong, A.P.S., Chan, I.H.S., Choi, K.C., Ho, C.S., Chan, M.H.M., et

al., 2009. Association between obesity and atopic in Chinese Schoolchildren. Int Arch Allergy Immunol, 149: 133-140.

Luo, X., Xiang, J., Cai, F., Suo, J., Wang, Z., Liu, M., 2013. Association between obesity and atopic disorders in Chinese adults: an individually matched case-control study. BMC Public Health, 13:12.

Malik, M., Bakir, A., 2006. Prevalence of Overweight and Obesity among Childrean in the United Arab Emirates. Obes.Rev, 8 (1) : 15-20.

Santosa, H., 2010. Dermatitis Atopik. Dalam : Akib, A. AP., Munasir, Z., Kurniati, N. (Eds.). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 234-244

Sartika, R. A. D., 2011. Faktor Resiko Obesitas Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara, Kesehatan, 15 (1): 37-43.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.

Setiabudiawan, B., Ghrahani, R., Sapartini, G., Rayani, Putria., Amelinda, C., 2013. Kadar IgE Total Serum pada Anak Obesitas dengan atau tanpa Riwayat Penyakit Atopik dalam Keluarga. MKB, 45 (2): 130-4.


(30)

Silverberg JI, Silverberg NB, Lee-Wong M, 2012. Association between atopic dermatitis and obesity in adulthood. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21999468. [Accesed on 28 May 2014].

Sugondo, S., 2009. Obesitas. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Setiati, S. (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing 310 : 1973-1983.

Sularsito, S. A., & Djuanda, S., 2009. Dermatitis. Dalam : Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S (Eds.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 138-147.

Van, G.D., Govaere, E., Verhamme, K., Doli, E., 2009. Body mass index in Belgian schoolchildren and its relationship with sensitization and allergic symptoms. Pediatr Allergy Immunol, 20: 246-253.

Watson, W., Kapur, S., 2011. Atopic Dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology , 7(Suppl 1):S4.

Welsh, E. C., Kerdel, F. A., 2003. Dermatitis. In: Kerdel, F. A. ed. Dermatology Just the Facts. Miami : Mc Graw Hill, 6 : 65-67.

World Health Organization (WHO), 2014. Obesity and Overweight. United State:

World Health Organization. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/# . [Accessed on 9 June


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional 1. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposit.

Pada penelitian ini, data obesitas diambil sebagai data primer dengan melakukan pemeriksaan Index Massa Tubuh (IMT). Seorang anak dinyatakan obesitas apabila dari hasil pengukukan IMT yang diplot ke grafik CDC (2000) berdasarkan usia dan jenis kelamin berada di atas persentil 95.

Alat ukur : Timbangan injak dan alat pengukur tinggi badan

Cara ukur : Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) pangkat 2.

Hasil ukur : Klasifikasi menurut kriteria CDC (2000): - obesitas (IMT > persentil 95)

- non obesitas (IMT ≤ persentil 95) Skala pengukuran : ordinal

2. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik didefinisikan sebagai peradangan kulit yang ditandai dengan adanya rasa gatal, kulit kering, timbulnya eksim, berlangsung kronis dan berulang dengan atau tanpa riwayat atopik pada penderita dan orang tua .

Manifestasi dermatitis atopik biasanya terdapat pada lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan, leher, wajah, dan daerah ekstensor tubuh. Manifestasi timbul biasanya oleh karena adanya alergen atau pajanan dari luar.

OBESITAS DERMATITIS ATOPIK

PADA ANAK SEKOLAH DASAR


(32)

Cara ukur : Observasi penyakit lewat manifestasi klinis oleh dokter spesialis kulit dan kelamin dan kuesioner ISAAC.

Hasil ukur : - dermatitis atopik : jika memenuhi kriteria dalam kuesioner. - nondermatitis atopik : jika tidak memenuhi kriteria dalam

kuesioner. Skala pengukuran : nominal 3. Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah dasar adalah anak – anak yang bersekolah di SD. St. Antonius kelas I, II, dan III pada tahun ajaran 2014/2015.

3.3 Hipotesis

Ada hubungan antara obesitas dengan kejadian dermatitis atopik pada anak SD St. Antonius Medan.


(33)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dimana dilakukan pengamatan sesaat dan pengukuran setiap variabel hanya dilakukan satu kali pada satu saat, yang bertujuan untuk mencari adanya hubungan sebab akibat (Budiarto, 2002).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 di SD St. Antonius Medan dengan dasar pemilihan tempat adalah sosioekonomi yang relatif sama, sekolah berada di daerah perkotaan, dan belum pernah dilakukan penelitian yang sama di SD St. Antonius Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian adalah semua anak sekolah dasar di SD St. Antonius Medan. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah semua anak sekolah dasar kelas I, II, dan III di SD St. Antonius Medan tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 537 orang. Alasan pembatasan populasi terjangkau yaitu anak yang berada di kelas I, II, dan III berada direntang usia 5-8 tahun dimana terlampir dalam tinjauan pustaka dikatakan bahwa onset dermatitis atopik pada anak sering terjadi pada masa-masa awal kehidupan dan sesuai dengan klasifikasi dermatitis atopik berdasarkan usia dalam kuesioner ISAAC yaitu 6-7 tahun.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil metode consecutive sampling, dimana seluruh anggota dari populasi penelitian yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria


(34)

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2011).

Kriteria inklusi penelitian adalah : 1. Anak SD berusia 6-7 tahun.

2. Secara klinis didiagnosis oleh dokter spesialis kulit dan kelamin menderita dermatitis atopik atau tidak menderita dermatitis atopik (sesuai dengan kriteria pada kuesioner ISAAC, lihat lampiran).

3. Anak mau mengikuti penelitian, orang tua menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi penelitian adalah:

Anak yang sedang menderita penyakit kulit kronis, penyakit scabies, dermatitis kontak, dan dermatitis seboroik.

Perhitungan jumlah sampel:

Keterangan:

n = besar sampel

zα = nilai distribusi normal tertentu pada α tertentu (tingkat kepercayaan 95%)

P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari ( dari kepustakaan Chen, 2010 yaitu 33 %)

Q = 1-P

= 1- 33%= 67%

d = tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki, d = 10%

�= 1,96

2×0,33×0,67

0,12 = 84,93

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 85 orang.

� =zα

2× P × Q d2


(35)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data tentang dermatitis atopik pada anak diambil sebagai data primer melalui pengamatan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan wawancara kuesioner. Data obesitas diambil sebagai data primer melalui pengukuran IMT anak.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Pertanyaan disebut valid apabila nilai dari r hitung > r tabel. Reliabilitas merupakan suatu indeks yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Pertanyaan yang telah diuji validitasnya, dilanjutkan dengan uji reliabilitas, di mana pertanyaan disebut reliabel jika nilai r > 0,60. Kuesioner ISAAC yang berbahasa Inggris akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data yang masih mentah diolah. Ada empat tahapan dalam mengolah data, yaitu :

a. Editing, yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jelas, dan relevan.

b. Coding, yaitu kegiatan merubah data huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Processing, yaitu proses entry data dari kuesioner ke dalam program komputer. d. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.

Pengolahan data menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) dan kemudian dianalisis secara analitik dengan menggunakan uji Chi Square.


(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD St. Antonius Medan yang terletak di Jalan Sriwijaya 7 Medan, Sumatera Utara. Waktu pengambilan data dimulai pada tanggal 1 September sampai dengan 28 September 2014. Data yang diambil meliputi jawaban kuesioner ISAAC, identitas diri, tinggi badan, dan berat badan siswa yang berada di kelas I, II, dan III.

5.1.2 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian adalah anak sekolah dasar kelas I, II, dan III di SD St. Antonius Medan tahun ajaran 2014/2015 yang total keseluruhannya adalah 537 orang. Peneliti mengambil sampel dari keseluruhan populasi sebanyak 152 orang diantaranya terdapat 85 orang yang memenuhi kriteria inklusi sampel dan 67 orang tidak memenuhi kriteria inklusi sampel. Hal tersebut dikarenakan terdapat 46 orang dari 67 orang tidak mengembalikan kuesioner penelitian dan 21 orang dari 67 orang berusia 8 tahun. Sehingga terpenuhilah sampel penulis yaitu sejumlah 85 orang. Diantara 85 orang tersebut terdapat 44 anak laki-laki (51,8%) dan 41 anak perempuan (48,2 %)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berat Badan dan Tinggi Badan Anak 6-7 tahun di SD St. Antonius Medan

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)

Rata-rata 24,488 1,17947

Standard deviasi 5,9702 0,053752

Nilai minimum 15,5 1,065

Nilai maksimum 43,5 1,3

Berdasarkan tabel 5.1 dapat digambarkan bahwa berat badan tertinggi adalah 43,5 kg dan berat badan terendah adalah 15, 5 kg. Tinggi badan yang tertinggi adalah 1, 3 m dan yang terendah 1,065 m.


(37)

Tabel 5.2 Distribusi Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Kurang (persentil <25) 4 4,7

Normal (persentil 25-75) 40 47,1

Overweight (persentil 75-95) 16 18,8

Obesitas (persentil >95) 25 29,4

Total 85 100,0

Gambar 5.1 Distribusi Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Obesitas

Frekuensi Persentase (%)


(38)

Non Obesitas 60 70,6

Total 85 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 dan tabel 5.3 dapat digambarkan bahwa dari 85 orang anak yang berusia 6-7 tahun di SD St. Antonius Medan masih terdapat 4,47 % anak berberat badan kurang, 47,1 % anak berberat badan normal, 18,8 % anak overweight ( 70,6 % anak non obesitas) dan 29,4 % anak mengalami obesitas.

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Obesitas menurut Jenis Kelamin

Klasifikasi Total

Obesitas % Tidak Obesitas % Jenis

Kelamin

Laki-laki 16 18,8 28 32,9 44

Perempuan 9 10,6 32 37,7 41

Total 25 29,4 60 70,6 85

PR = 1.657

95% CI 0,825-3,326

Berdasarkan tabel 5.4 dapat digambarkan bahwa dari 85 orang anak yang berusia 6-7 tahun di SD St. Antonius Medan didapati bahwa jumlah anak laki laki yang mengalami obesitas lebih banyak daripada jumlah anak perempuan yang mengalami obesitas.

Tabel 5.5 Distribusi Sampel berdasarkan Kuesioner ISAAC

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Dermatitis Atopik 24 28,2

Tidak Dermatitis Atopik 61 71,8

Total 85 100,0


(39)

ditegakkan berdasarkan kuesioner ISAAC yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesi dan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

Tabel 5.6 Distribusi Sampel Dermatitis Atopik berdasarkan Jenis Kelamin

Dermatitis Atopik Total

Ya % Tidak %

Jenis Kelamin

Laki-laki 8 33,3 36 59,0 44

Perempuan 16 66,7 25 41,0 41

Total 24 100 61 100 85

PR = 0,466

95% CI = 0, 224- 0,971

Berdasarkan tabel 5.6 dapat digambarkan bahwa dari 85 orang anak yang berusia 6-7 tahun di SD St. Antonius Medan didapati bahwa jumlah anak perempuan yang menderita dermatitis atopik lebih banyak daripada jumlah anak laki-laki yang menderita dermatitis atopik.

Tabel 5.7 Hubungan Obesitas dengan Dermatitis Atopik di SD St. Antonius Medan

Penyakit Total

Dermatitis Atopik

Tidak Dermatitis Atopik Faktor

Resiko

Obesitas 8 17 25

Tidak Obesitas 16 44 60 p = 0,619

Total 24 61 85

PR = 1,200

95% CI = 0,591-2,438

Berdasarkan tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa anak yang mengalami obesitas dan positif menderita dermatitis atopik adalah sebesar delapan orang dan anak yang tidak mengalami obesitas dan tidak menderita dermatitis atopik adalah sebesar 44 orang.


(40)

5.2 Pembahasan

Hasil penelitian ini pertama sekali menunjukkan bahwa angka kejadian obesitas di SD St. Antonius masih cukup besar yaitu 29,4%. Diantaranya 18,8 % adalah anak laki-laki dan 10,6 % adalah anak perempuan.

Hasil analisis bivariat juga menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki resiko mengalami obesitas 1,657 kali dibandingkan anak perempuan (Tabel 5.4). Namun 95% CI nya mengandung angka 1 yang berarti tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan dan rerata asupan energi total dan karbohidrat pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan (Sartika, 2011).

Hal ini berbeda dengan pendapat Malik & Bakir pada tahun 2006 yang mengatakan bahwa proporsi kelebihan berat badan pada perempuan (5-17 tahun) lebih tinggi dibanding laki–laki, karena obesitas merupakan faktor pemungkin bagi pubertas anak perempuan, sedangkan laki laki adalah peningkatan massa tubuh. Namun rentang usia anak perempuan pada penelitian kali ini tidak dalam rentang usia pubertas.

Pada penelitian Sartika pada tahun 2011 dikatakan bahwa pada anak yang mengalami obesitas pada usia 6-7 tahun dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan.

Kejadian dermatitis atopik di SD St. Antonius medan juga menunjukkan angka yang besar yaitu 28,2 %. Diantaranya 33,3% adalah anak laki-laki dan 66,7% adalah anak perempuan.

Hasil uji statistik dalam penelitian ini menyatakan bahwa laki-laki lebih sedikit mengalami dermatitis atopik dari pada perempuan sebanyak 0,466 kali (Tabel 5.6) dan terdapat hubungan yang signifikan kerena nilai 95% CI (0, 224-0,971) tidak mengandung angka 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin secara signifikan berperan dalam kejadian dermatitis atopik.


(41)

badan berlebih di Belgia, hal ini juga disebutkan dalam penelitian Chen pada tahun 2010 yang mengatakan bahwa terdapat kaitan hormon sex pada wanita seperti konsentrasi plasma dari 17-estradiol, rasio of 17-estradiol dengan sex

hormone-binding globulin, the fasting insulin resistance index, C-peptide, dan

konsentrasi leptin yang lebih tinggi. 17-estradiol dikatakan mampu

meng-upregulasi-kan ekspresi dari IL4 yang nanti nya akan menimbulkan manifestasi

dermatitis atopik.

Pada obesitas terjadi resistensi pada reseptor leptin yang akan memengaruhi keseimbangan Th1 dan Th2. Resistensi leptin pada anak obesitas terjadi salah satunya oleh karena gangguan pada pensinyalan leptin di reseptor leptin. Selain dari gangguan pensinyalan leptin pada anak obesitas, juga ditemukan polimorfisme genetik reseptor leptin, defek pada reseptor, pengurangan jumlah reseptor leptin, dan juga gangguan transpor leptin ke dalam sistem saraf pusat. Keadaan resistensi leptin akan menyebabkan leptin tidak mampu bekerja pada reseptornya. Resistensi leptin akan menyebabkan supresi produksi sitokin Th1 dan peningkatan sekresi sitokin Th2, seperti IL-4, IL- 5, dan IL-13.7,8 Sekresi

IL-4 akan menyebabkan proses switching pada limfosit B yang kemudian menghasilkan imunoglobulin E (IgE) spesifik. IgE spesifik adalah suatu penanda

atopi. Peningkatan kadar IgE dalam serum pada 60-80% kasus merupakan

parameter imunologi pada dermatitis atopik dan merupakan dasar patogenesis terjadinya dermatitis atopik (Setibudiawan et al., 2013).

Berdasarkan penelitian Hon pada tahun 2012, dijelaskan bahwa ada hipotesis “ Brick and Mortar” yang menjelaskan bahwa stratum korneum (lapisan terluar dari epidermis) secara normal terdiri dari korneosit-korneosit yang dikelilingi oleh matriks kaya lemak yang berisi kolesterol, free fatty acid, dan ceramide yang mana struktur matriks inilah yang menyerupai “ Brick and Mortar”. Akan tetapi, dikatakan bahwa terdapat abnormalitas dalam memetabolisme lemak pada penderita dermatitis atopik yang menyebabkan kurangnya ceramide yang memicu kulit kering dan memperparah manifestasi kulit.


(42)

Namun, penelitian Leung pada tahun 2009 masih menyatakan tidak ada hubungan antara obesitas dan kejadian dermatitis atopik, begitu juga dengan penelitian Flexender pada tahun 2011. Dalam penelitian mereka dikatakan bahwa jumlah sampel belum cukup mewakili untuk menyatakan hubungan antara obesitas dengan dermatitis atopik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian dermatitis atopik. Nilai p = 0,619 bermakna positif yang berarti berhubungan lurus namun secara statistik tidak signifikan karena nilai p > 0,05.

Sebagian penelitian diatas masih belum mendapatkan hubungan yang jelas mana yang lebih dahulu menyebabkan serangan, antara obesitas dan dermatitis atopik. Tapi penelitian terbaru pada hewan coba oleh Jeong pada tahun 2014 secara jelas mengatakan bahwa obesitas pada masa kanak-kanak dapat memacu perparahan manifestasi dermatitis atopik yang disebabkan karena pada obesitas terdapat disregulasi adipokin-adipokin seperti leptin dan adiponektin yang memicu timbulnya reaksi inflamasi ringan kronik yang disebut metainflamasi. Yang mana diketahui bahwa struktur leptin menyerupai struktur sitokin pro-inflamasi seperti IL2 dan GH 1 yang natinya akan menimbulkan reaksi pro-inflamasi.


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase indeks massa tubuh (IMT) pada anak kelas I sampai dengan III di SD St. Antonius Medan adalah 4,47 % anak berberat badan kurang, 47,1 % anak berberat badan normal, 18,8 % anak overweight dan 29,4 % anak mengalami obesitas.

2. Persentase penderita dermatitis atopik pada anak kelas I sampai dengan III di SD St. Antonius Medan yang ditegakkan berdasarkan kuesioner ISAAC adalah 28,2 %.

3. Terdapat delapan dari 25 anak yang mengalami obesitas yang juga mengalami dermatitis atopik dan dari hasil uji statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian dermatitis atopik. Nilai p = 0,619 bermakna positif yang berarti berhubungan lurus namun secara statistik tidak signifikan karena nilai p > 0,05. 6.2 Saran

Berdasarkan hasil uraian kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Untuk para orang tua agar lebih memperhatikan kemungkinan-kemungkinan anaknya untuk menjadi obesitas dan lebih sering mengontrol berat badan dan tinggi badan anak agar sesuai dengan tumbuh kembang anak tersebut.

2. Untuk para orang tua dan guru agar memperhatikan kemungkinan anaknya mengalami dermatitis atopik baik oleh karena makanan, obesitas maupun faktor lainnya dan agar dapat menghindari berbagai faktor pencetus tersebut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan yang kuat antara obesitas dengan kejadian dermatitis atopik pada skala yang lebih besar.


(44)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Atopik

2.1.1 Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal, berlangsung kronis dan berulang dan merupakan salah satu penyakit kulit tersering pada anak. Penyakit ini sering kali muncul bersamaan dengan penyakit atopik lainnya seperti asma dan rhinitis alergi (Watson et al., 2011, Bieber, 2008).

Gambaran utama penyakit dermatitis atopik adalah gatal, kulit kering, dan timbulnya eksim. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan siang dan malam sehingga memberikan tanda dan bekas garukan yang diikuti oleh kelainan- kelainan sekunder berupa papula, erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila proses menjadi kronis (Kariosentono, 2007).

2.1.2 Epidemiologi Dermatitis Atopik

Prevalensi dermatitis atopik dalam tiga dekade telah meningkat tidak hanya di negara berpendapatan tinggi tetapi juga di negara berpendapatan menengah ke bawah. Diperkirakan sekitar 10-20 % anak dan 1-3% orang dewasa di negara berkembang menderita dermatitis atopik (Hamid dkk., 2013, Lawton, 2013).

Berdasarkan laporan morbiditas sepuluh penyakit terbanyak divisi dermatologi pediatrik se-Indonesia, dermatitis atopik menempati posisi kedua 19, 83% (309 kasus) setelah skabies 20, 98% (327 kasus). Data ini diambil dari lima rumah sakit di Indonesia antara lain RSHS Bandung, RSUP Haji Adam Malik Medan, RSU Dr. Soetomo Surabaya, RSCM Jakarta, dan RSUP DR. Kariadi Semarang pada bulan Januari sampai dengan Desember 2011.

Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-awal dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Sampai dengan 70% dari anak-anak ini


(45)

memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat terjadi pertama kali pada orang dewasa (akhir-onset dermatitis atopik), dan dalam sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda sensitisasi IgE-mediated. Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan ke "hygene hypothesis," yang mendalilkan bahwa tidak adanya paparan anak usia dini terhadap agen infeksi meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi. Konsep ini baru-baru ini dipertanyakan berkaitan dengan dermatitis atopik (Bieber, 2008).

2.1.3 Etiopatogenesis

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti dermatitis atopik belum semuanya diketahui tetapi banyak faktor yang berpengaruh antara lain (Bieber, 2008, Santosa, 2010, Welsh, 2003, Watson, 2011, Sularsito dkk., 2010 ). 2.1.3.1 Genetik

Angka kejadian dermatitis atopik lebih besar pada kembar monozigot yaitu sekitar (77%) dibandingkan dengan kembar dizigot yaitu sekitar (15%). Ketika kedua orangtua menderita dermatitis atopik kesempatan anak menderita penyakit yang sama adalah 81%, jika salah seorang orangtua menderita dermatitis atopik disertai respiratorik atopik yang lain kemungkinan anak menderita dermatitis atopik adalah 59%, dan jika salah satu orangtua menderita dermatitis atopik kemungkinan anak menderita dermatitis atopik adalah 56%. Dermatitis atopik merupakan penyakit kompleks genetik yang timbul dari interaksi dari gen-gen dan gen-lingkungan. Gen yang terkait terdiri dari dua kelompok utama yaitu gen yang mengkodekan epidermis atau struktur protein lain di epidermis, dan gen yang mengkodekan elemen-elemen utama dalam sistem imun.

Dari pemeriksaan gen dikatakan bahwa lengan kromosom yang mungkin berkaitan dengan timbulnya dermatitis atopik adalah pada kromosom 3q21, 1q21, 16q, 17q25, 20p,12 and 3p26. Regio genetik yang paling berhubungan yaitu 1q21. Kebanyakan dari regio di atas bertanggung jawab terhadap adanya rasa gatal di kulit. Pada kromosom 5q31-33 yang mengkodekan sitokin-sitokin yang meregulasi sintesis IgE, pada kromosom 14q11.2 yang mengontrol mast cell


(46)

chymase gene, dan pada kromosom 16p11.2-12 yang memacu aktivitas reseptor. Seluruh gen diatas terlibat dalam mengkodekan sitokin-sitokin yang meregulasi sintesis IgE yaitu interleukin-4, interleukin5, interleukin-12, interleukin-13, dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sitokin-sitokin ini diproduksi oleh dua T limfosit utama, yaitu Type 2 helper T cell (Th2) yang memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13, yang mana sitokin ini merupakan yang mempunyai sifat up-regulation dari produksi IgE. Type 1 helper T cell (Th1) memproduksi IL-12 dan interferon- gamma yang menurunkan produksi dari IgE dan menstimulasi produksi dari antibodi IgG. Polimorfisme dari gen-gen yang mengkodekan sitokin-sitokin di atas atau polimorfisme dari gen yang mengkodekan reseptor sistem imun berkontribusi dalam ketidakseimbangan antara Th1 dan Th2. Dominasi Th2 pada dermatitis atopik menyebabkan maturasi dari sel B dan mengubah IgM menjadi IgE. Filagrin gen (FLG) pada kromosom 1q21.3 yang mengkodekan protein kunci pada diferensiasi epidermis juga berperan dalam munculnya gejala klinis pada dermatitis atopik yaitu kulit kering dan kulit yang bersisik . Mutasi dari FLG terjadi pada onset awal dermatitis


(47)

Gambar 2.1 Paradigma Th1 dan Th2 (Bieber, 2008) 2.1.3.2Fungsi barrier kulit

Abnormalitas barrier kulit berhubungan dengan mutasi dalam gen filagrin yang mengkodekan sebuah protein struktural yang penting dalam formasi barrier kulit. Kulit seseorang yang mengalami dermatitis atopik juga menunjukkan kekurangan dalam ceramide (molekul lemak) dan cathelicidin (antimikroba) yang merupakan lini pertama pertahan kulit terhadap agen-agen infeksi. Abnormalitas ini memicu keluarnya air dari dalam tubuh melalui epidermis ke luar tubuh dan meningkatkan perlekatan mikroba dan alergen ke dalam kulit. Agen infeksi yang paling sering terlibat dalam dermatitis atopik adalah Staphylococcus aureus (S. aureus), yang mana koloni nya terdapat dalam 90% pasien dermatitis atopik. Gambar 2.2 Proses sensitisasi pada barrier kulit abnormal (Bieber, 2008)

2.1.3.3 Reaksi imunologis pada kulit

Ketidakseimbangan sitokin yang berasal dari Th 1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi inflamasi penderita dermatitis atopik. Pada lesi yang akut yang ditandai dengan kadar IL-4, IL-5, dan IL-13 yang tinggi sedangkan dermatitis atopik yang kronis disertai kadar IL-4 dan IL-13 yang lebih rendah, tetapi kadar


(48)

IL-5, GM-CSF (granulocyte- macrophage colony- stimulating factor), IL-12 dan

INFγ lebih tinggi dibandingkan pada dermatitis atopik akut.

Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis keratinosit,

sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh IFNγ yang dilepaskan sel

T teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam keratinosit.

Pada dermatitis atopik kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil hidup lebih lama dan menggiatkan fungsinya, sedangkan peningkatan ekspresi GM-CSF mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel Langerhans, dan

eosinofil. Produksi TNFα dan IFNγ pada dermatitis atopik memicu kronisitas dan

keparahan dermatitis. Stimulasi TNFα dan IFNγ pada dermatitis akan

meningkatkan jumlah RANTES (regulated on activation, normal T cell expressed and secreted). Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNFα dan sitokin proinflamasi yang lain dari epidermis, sehingga mempercepat timbulnya peradangan di kulit penderita dermatitis atopik.

4, sel mast dan basofil meningkatkan perkembangan Th2, sedangkan

IL-12, IFNα dan IFNγ yang diproduksi oleh makrofag, sel dendrit, atau eosinofil,

menginduksi Th1.

Sel mononuklear penderita dermatitis atopik meningkatkan aktivitas cyclic – adenosine monophospate (CAMP)- phospodiesterase (PDE), yang akan meningkatkan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T. Produksi IgE dan IL-4 secara in vitro dapat diturunkan dengan penghabat PDE (PDE inhibitor).

Sel Langerhans (SL) pada kulit penderita dermatitis atopik adalah abnormal, dapat secara langsung menstimulasi sel Th tanpa adanya antigen. Secara selektif dapat mengaktivasi sel Th menjadi fenotip Th2. SL yang mengandung IgE meningkat dan sel ini mampu mempresentasikan alergen tungau debu rumah kepada sel T. SL yang mengandung IgE setelah menangkap alergen akan mengaktifkan sel Th2 memori di kulit penderita atopi, juga bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat untuk menstimulasi sel T naive sehingga jumlah sel Th2 bertambah banyak.


(49)

dipermudah. Hal ini mempercepat absorpsi antigen ke dalam kulit. Sebagaimana diketahui bahwa sensitisasi epikutan terhadap alergen menimbulkan respon Th2 yang lebih tinggi daripada melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi sawarnya merupakan tempat yang sensitif.

2.1.3.4 Reaksi imunologis sistemik

Perubahan sistemik pada dermatitis atopik adalah: a. Sintesis IgE meningkat

b. IgE spesifik antigen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen

c. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit meningkat

d. Pelepasan histamin dari basofil meningkat e. Respon hipersensitivitas tipe lambat terganggu f. Eosinofilia

g. Sekresi IL4, IL5, dan IL13 oleh sel Th2 meningkat

h. Sekresi IFNγ oleh sel Th1 menurun

i. Kadar reseptor IL2 yang dapat larut meningkat

j. Kadar CAMP-PDE monosit meningkat, disertai peningkatan IL10 dan PGE2.

2.1.4 Faktor Pencetus

Beberapa faktor yang mencetuskan terjadinya dermatitis atopik (Santosa, 2010). 2.1.4.1Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge, hampir 40% bayi dan anak dengan dermatitis atopik sedan dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Diperlukan uji provokasi dan uji eliminasi untuk memastikan adanya alergi terhadap makanan tersebut.


(50)

Alergen hirup sebagai penyebab dermatitis atopik dapat lewat kontak langsung, yang dapat dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita dermatitis atopik, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita dermatitis atopik mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR. Alergen hirup lainnya yang mencetuskan dermatitis atopik seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara empat musim.

2.1.4.3 Infeksi kulit

Penderita dengan dermatitis atopik mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya Staphilococcus aureus, virus dan jamur. Akibat infeksi kuman Staphilococcus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.

2.1.5 Gejala Klinis

Umumnya gejala dermatitis atopik timbul sebelum bayi berumur enam bulan dan jarang terjadi di bawah usia delapan minggu. Dermatitis atopik dapat sembuh seiring dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa makin lama dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan dermatitis tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik sulit diramalkan (Santosa, 2010).

Gejala klinis dermatitis atopik secara umum adalah gatal, kulit kering dan timbulnya eksim yang berjalan kronik dan residiv. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan siang dan malam sehingga memberikan tanda bekas garukan (scratch mark) yang akan diikuti oleh kelainan-kelainan sekunder berupa papula, erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila proses menjadi kronis (Kariosentono, 2007).

Papula dapat terasa sangat gatal (prurigo papules) bersamaan dengan timbulnya vesikel (papulovesikel) dan eritema, merupakan gambaran lesi


(51)

erosif bila terkena garukan dan terjadi eksudasi yang berakhir dengan lesi berkrusta sering didapat pada kelainan yang lanjut.

Gejala klinis berdasarkan usia (Kariosentono, 2007, Santosa, 2010, Sularsito, 2010):

• Bentuk infantil

Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia dua tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sesudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok sehingga bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur. Pada kurang dari setengah kasus kelainan kulit akan menyembuh pada usia 18 bulan, dan sisanya akan berlanjut menjadi bentuk anak.

• Bentuk anak

Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya terdapat satu periode remisi. Lesi dermatitis atopik pada anak berlangsung kronik akan berlanjut sampai usia sekolah dan predileksinya adalah pada daerah flexura antekubiti, poplitea, tangan, lipat siku, kaki, leher dan periorbita. Jari-jari tangan sering terkena dengan lesi eksudatif dan kadang-kadang terjadi kelainan kuku. Pada umumnya kelainan pada kulit anak lebih kering dibanding usia bayi dan sering terjadi likenifikasi. Perubahan pigmen kulit bisa terjadi dengan berlanjutnya lesi menjadi hiperpigmentasi atau kadang hipopigmentasi bahkan depigmentasi.

• Bentuk dewasa

Dermatitis atopik bentuk dewasa terjadi padausia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi bersifat kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.


(52)

Gambar 2.3 Gejala klinis

(A) Lesi onset dini pada bayi di pipi dan kulit kepala (B) lesi di leher pada dermatitis atopik bentuk dewasa (C) lesi kronis berupa likenifikasi (Bieber, 2008) 2.1.6 Stigmata pada dermatitis atopik

Terdapat beberapa stigmata yang terjadi pada dermatitis atopik, yaitu (Santosa, 2010):

a. White dermatographism

Goresan pada kulit penderita dermatitis atopik akan menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya. b. Reaksi vascular paradoksal

Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita dermatitis atopik. Apabila ekstremitas penderita dermatitis atopik mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

c. Lipatan telapak tangan

Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk dermatitis atopik.

d. Garis Morgan atau Dennie


(53)

Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat gatal. f. ‘Allergic shiner’

Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.

g. Hiperpigmentasi

Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus. h. Kulit kering atau xerosis

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air, dan xerosis terutama pada musim panas.

i. ‘Delayed blanch’

Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopik akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebakan oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

j. Keringat berlebihan

Penderita dermatitis atopik cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus bertambah.

k. Gatal dan garukan berlebihan

Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penerita dermatitis atopik gatal dapat bertahan selama 45 menit.

l. Variasi musim

Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada kulit penderita dermatitis atopik.


(54)

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja di Inggris yang dikoordinasi oleh Williams (1994) ( Sularsito dkk., 2010).

Kriteria mayor • Pruritus

• Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak • Dermatitis di flexura pada dewasa

• Dermatitis kronis atau residif

• Riwayat atopuk pada penderita atau keluarganya Kriteria minor

• Xerosis

Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes silpleks) • Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

• Iktiosis/ hiperlinear palmaris/keratosis pilaris • Ptiriasis alba

• Dermatitis di papila mame

White dermographism dan delayed blanch response • Keilitis

• Lipatan infra orbital Dennie-Morgan • Konjungtivitis berulang

• Keratokonus

• Katarak subkapsular anterior • Orbita menjadi gelap

• Muka pucat atau eritem • Gatal bila berkeringat

• Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak • Aksentuasi perifolikular


(55)

• Tes kulit alergi tipe dadakan positif • Kadar IgE di dalam serum meningkat • Awitan pada usia dini

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.

Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu: Tiga kriteria mayor berupa:

• Riwayat atopik pada keluarga • Dermatitis di muka atau ekstensor • Pruritus

Ditambah tiga kriteria minor:

• Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris • Aksentuasi perifolikular

• Fisura belakang telinga • Skuama di skalp kronis

Kriteria mayor dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan menyederhanakan kriteria untuk pedoman diagnosis dermatitis atopik yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter puskesmas membuat diagnosis.


(56)

Pedoman diagnosis dermatitis atopik yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu:

a. Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tua nya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.

b. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:

1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipatan siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun).

2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita ( atau riwayat penyakit atopik pada keluarga tingkat pertama anak di bawah 4 tahun). 3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan ( atau dermatitis pada pipi/ dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).

5. Awitan di bawah usia 2 tahun ( tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).

Organisasi internasional International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) juga mampu menggambarkan prevalensi dan perburukan penyakit- penyakit alergi. ISAAC terdiri dari tiga tahap yaitu Tahap 1 untuk menilai prevalensi penyakit dan tingkat keparahan penyakitnya, Tahap 2 untuk menyelidiki faktor etiologi, terutama yang disarankan oleh temuan di Tahap 1. Lalu Tahap 3 merupakan pengulangan Tahap 1 setelah tiga tahun (Asher, et al., 1995).

ISAAC sendiri didirikan dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai penelitian epidemiologi dan memfasilitasi kerjasama internasional. Kuesioner ISAAC juga merupakan eksplorasi dari kriteria mayor pada penelitian Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 (Asher, et al., 1995). Seseorang didiagnosis dermatitis atopik apabila memenuhi ≥ 3 pertanyaan dari 7 pertanyaan (Brenninkmeijer, el al., 2008).


(57)

2.1.8 Diagnosis Banding

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Dermatitis Atopik (Correale et al, 1999).

Penyakit Karakter pembeda

Dermatitis seboroik Berminyak, lesi bersisik, tidak adanya riwayat atopik pada keluarga

Psoriasis Patch terlokalisasi di ekstensor,

permikaan kulit kepala, pantat; kuku berbintik-bintik

Neurodermatitis Biasanya terletak satu tempat gatal-gatal, tidak ada riwayat atopik pada keluarga Dermatitis Kontak Riwayat terpapar positif, ruam di daerah

paparan, tidak ada riwayat atopik pada keluarga

Skabies Papula, keterlibatan finger wen, scraping kulit positif

Penyakit sistemik Penemuan riwayat penyakit yamg lengkap dan pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan penyakit

Dermatitis herpetiformis Vesikel di daerah ekstensor dan enteropati yang terkait

Infeksi dermatofit Plak serpiginous dengan bagian tengah yang bersih, positif pada pemeriksaan kalium hidroksida


(58)

2.2 Obesitas

2.2.1 Defenisi obesitas

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak.

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

2.2.2 Epidemiologi obesitas

Prevalensi obesitas pada anak telah mengalami peningkatan secara cepat diseluruh dunia dalam dua dekade terakhir, terlebih lagi di negara berpendapatan menengah ke bawah (Luo, 2013). Hal ini disebabkan oleh karena negara berpendapatan menengah ke bawah kemungkinan terpapar makanan yang kadar gula tinggi, kadar lemak tinggi, kadar garam tinggi, makanan padat, dan makanan rendah asupan mikronutrien, yang mana makan tersebut lebih murah namun kualitas nutrisinya buruk.

Menurut RISKESDAS 2013, secara nasional prevalensi obesitas pada anak di Indonesia masih tinggi yakni 11,9 % yang menunjukkan penurunan dari 14,0 % di tahun 2010. Dan Sumatera Utara menempati urutan kedelapan setelah Lampung, Sumatera Selatan dan lain-lain.

Obesitas pada masa anak-anak akan memiliki kecenderungan untuk menjadi obesitas pada masa dewasa muda yang berhubungan dengan masalah kesehatan (Ariani, dkk, 2007).

Menurut Sartika (2011), hasil penelitian bivariat menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih beresiko mengalami obesitas sebesar 1,4 kali dibanding anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh karena anak perempuan lebih sering


(59)

Gambar 2.4 Prevalensi Kegemukan (IMT/U) anak umur 5-12 tahun menurut provinsi, Indonesia 2013

`

2.2.3 Penilaian Obesitas

Untuk menentukan apakah seseorang menderita obesitas atau tidak, ada berbagai cara yang bisa digunakan. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) atau dikenal juga dengan Quetelet Index, merupakan salah satu cara yang sering digunakan. Cara mengukur IMT, yaitu BB/TB2, di mana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter.

Berdasarkan penelitian di beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, gender yang sama, menunjukkan bahwa IMT di tiap wilayah berbeda. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cutoff IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu. Menurut WHO (2000) klasifikasi obesitas adalah jika IMT ≥ 30 kg/m² pada wilayah Eropa dan Amerika. Wilayah Asia Pasifik mengusulkan kriteria obesitas adalah jika IMT ≥ 25 kg/m² (Sugondo, 2009).

Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2009) , dapat dilihat pada Tabel 2.2 Sedangkan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut Kriteria Asia Pasifik (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Sugondo, 2009).


(60)

Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO (2000)

Klasifikasi IMT(kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Kisaran Normal 18,5-24,9

Berat Badan Lebih >25,0

Pre-Obes 25,0-29,9

Obes- Tingkat I 30,0-34,9

Obes- Tingkat II 35,0-39,9

Obes- Tingkat III >40,0

Tabel 2.3 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik (2000)

Risiko ko-morbiditas lingkar perut

Klasifikasi IMT (kg/m2) <90 cm (Laki-Laki) ≥90 cm (Laki-Laki) < <80 cm (Perempuan) ≥80cm(Perempuan)

Berat Badan Kurang <18,5 Rendah (risiko meningkat Sedang pada masalah klinis lain)

Kisaran Normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat Berat Badan Lebih ≥23,0

Berisiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25,0-29,9 Moderat Berat

Obes II ≥30,0 Berat Sangat Berat

Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada anak menurut CDC (2000), IMT/U pada anak usia 2-20 tahun, kategori obesitas (persentil > 95), overweight (persentil 75-95), normal (persentil 25-75), kurang (persentil <25). Grafik CDC


(61)

Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan semikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang sama pada semua populasi. IMT dapat memberikan kesan yang umum mengenai derajat kegemukan pada populasi, terutama pada kelompok usia lanjut dan pada atlit dengan banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass (Sugondo, 2009).

Cara lain untuk menilai obesitas adalah dengan mengukur lingkar perut (LP). WHO menganjurkan LP sebaiknya diukur di pertengahan pada batas bawah iga dan krista iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subjek diminta untuk tidak menahan perutnya. Menurut kriteria Asia Pasifik (2000), pria dengan LP

≥90 cmdan wanita dengan LP ≥80 cm masuk kategori obesitas (Sugondo, 2009).

Lemak tubuh juga dapat ditentukan in vivo dengan cara menimbang di bawah permukaan air, Dual Energy X-Ray Absorptiometri (DEXA) atau dengan mengukur tebal lipatan kulit (Sugondo, 2009).

2.2.4 Penyebab obesitas

Menurut Sartika (2011), penyebab dan faktor resiko obesitas yaitu: a. Konsumsi energi

Konsumsi makanan yang berlebihan terutama yang mengandung karbohidrat dan lemak menyebabkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan jumlah energi yang dibutuhkan. Kelebihan energi ini akan disimpan ke dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak, yang apabila terus menerus dalam jumlah banyak tertumpuk akan menyebabkan obesitas.

b. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik yang dilakukan sehari-hari bermanfaat bukan hanya untuk mendapatkan kondisi tubuh yang sehat tetapi juga bermanfaat untuk kesehatan mental, hiburan dalam mencegah stres. Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang mempengaruhi obesitas.


(62)

Aktivitas fisik yang dimaksudkan adalah pergerakan tubuh khususnya otot yang membutuhkan energi dan olahraga. Rekomendasi Physical Activity and Health menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang seperti berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda sebaiknya dilakukan sekitar 30 menit atau lebih dalam seminggu.

c. Perilaku makan

Perilaku makan yang salah dapat disebabkan oleh kebiasaan dalam keluarga, yang cenderung ditiru oleh anak misalnya makan dalam porsi banyak, frekuensi makan sering, terlebih lagi frekuensi mengemil yang tinggi dan konsumsi sayur dan buah yang kurang.

d. Riwayat keluarga

Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa anak yang memiliki ayah obesitas memiliki peluang obesitas sekitar 1,2 kali dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah tidak obesitas. Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan genetik atau herediter. Jika ayah dan/atau ibu menderita overweight (kelebihan berat badan) maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50%. Apabila kedua orang tua menderita obesitas kemungkinan anaknya menjadi obesitas sebesar 70-80%.

2.3. Hubungan obesitas dan kejadian dermatitis atopik

Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipogenesis. Leptin membatasi penyimpanan lemak tidak hanya dengan mengurangi masukan makanan, tetapi juga dengan mempengaruhi jalur metabolik yang spesifik di adiposa dan jaringan lainnya. Leptin merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit, dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan lipogenesis (Sugondo, 2009).

Pada obesitas terjadi resistensi pada reseptor leptin yang yang akan memengaruhi keseimbangan Th1 dan Th2. Resistensi leptin pada anak obesitas terjadi salah satunya oleh karena gangguan pada pensinyalan leptin di reseptor leptin. Selain dari gangguan pensinyalan leptin pada anak obesitas, juga


(63)

jumlah reseptor leptin, dan juga gangguan transpor leptin ke dalam sistem saraf pusat. Keadaan resistensi leptin akan menyebabkan leptin tidak mampu bekerja pada reseptornya. Resistensi leptin akan menyebabkan supresi produksi sitokin Th1 dan peningkatan sekresi sitokin Th2, seperti IL-4, IL- 5, dan IL-13.Sekresi IL-4 akan menyebabkan proses switching pada limfosit B yang kemudian menghasilkan imunoglobulin E (IgE) spesifik. IgE spesifik adalah suatu penanda atopik. Kadar IgE total merupakan prediktor atopik yang baik.Kadar yang lebih tinggi dapat ditemukan pada penderita atopik yang secara genetik mempunyai predisposisi peningkatan IgE. Jika kedua orangtua memiliki penyakit atopik, maka kadar IgE dalam darah anak kemungkinan lebih tinggi (Setiabudiawan dkk., 2013).

Sejumlah penelitian seperti dalam penelitian Yuo Chen (2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan penyakit-penyakit atopik di Canada. Begitu juga dengan penelitian Silverberg (2012) menyimpulkan bahwa obesitas berperan penting dengan terjadinya peningkatan angka kejadian dermatitis atopik.


(64)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal, berlangsung kronis, berulang dan merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering pada anak (Watson et al., 2011).

Prevalensi dermatitis atopik sendiri telah meningkat selama tiga dekade terakhir. Diperkirakan sekitar 10-20 % anak dan 1-3% orang dewasa di negara berkembang menderita dermatitis atopik. Penyakit ini juga berhubungan dengan kejadian atopik lainnya seperti rhinitis alergi, alergi makanan dan asma yang sering dikenali sebagai atopic march (Bieber, 2008, Lawton, 2013).

Menurut NCHS 2013, terjadi peningkatan prevalensi dermatitis atopik pada anak usia 0-17 tahun dari 7.4% pada tahun 1997–1999 menjadi 12.5% pada tahun 2009–2011 dan menurun seiring dengan bertambahnya usia sekitar 14.2% pada anak usia 0–4 tahun, 13.1% pada anak usia 5–9 tahun, dan 10.9% pada anak usia 10–17 tahun.

Berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi pediatrik se-Indonesia, dermatitis atopik menempati posisi kedua 19, 83% (309 kasus) setelah skabies 20, 98% (327 kasus). Data ini diambil dari lima rumah sakit di Indonesia antara lain RSHS Bandung, RSUP Haji Adam Malik Medan, RSU Dr. Soetomo Surabaya, RSCM Jakarta, dan RSUP DR. Kariadi Semarang pada bulan Januari sampai dengan Desember 2011.

Manifestasi dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-awal dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat terjadi pertama kali pada orang dewasa (akhir-onset dermatitis atopik), dan dalam sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda sensitisasi IgE-mediated (Bieber, 2008).


(65)

Penyebab dermatitis atopik belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi beberapa faktor ikut berperan pada mekanisme terjadinya antara lain faktor intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu faktor ekstrinsik ialah faktor lingkungan seperti adanya iritan, mikroba, temperatur yang ekstrim, stres psikologis, dan paparan alergen. Sedangkan faktor intrinsiknya meliputi kelainan genetik, adanya abnormalitas pada fungsi barrier kulit, dan peningkatan IgE spesifik seperti pada kasus obesitas (Watson et al., 2011, Setibudiawan et al., 2013 ).

Pada obesitas terjadi resistensi pada reseptor leptin yang akan memengaruhi keseimbangan Th1 dan Th2. Resistensi leptin pada anak obesitas terjadi salah satunya oleh karena gangguan pada pensinyalan leptin di reseptor leptin. Selain dari gangguan pensinyalan leptin pada anak obesitas, juga ditemukan polimorfisme genetik reseptor leptin, defek pada reseptor, pengurangan jumlah reseptor leptin, dan juga gangguan transpor leptin ke dalam sistem saraf pusat. Keadaan resistensi leptin akan menyebabkan leptin tidak mampu bekerja pada reseptornya. Resistensi leptin akan menyebabkan supresi produksi sitokin Th1 dan peningkatan sekresi sitokin Th2, seperti IL-4, IL- 5, dan IL-13.Sekresi IL-4 akan menyebabkan proses switching pada limfosit B yang kemudian menghasilkan imunoglobulin E (IgE) spesifik. IgE spesifik adalah suatu penanda atopik. Peningkatan kadar IgE dalam serum pada 60-80% kasus merupakan parameter imunologi pada dermatitis atopik dan merupakan dasar patogenesis terjadinya dermatitis atopik (Setibudiawan et al., 2013).

Menurut WHO 2014, prevalensi obesitas di dunia meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980. Kelebihan berat badan dan juga obesitas diperkirakan sekitar lebih dari 1,4 miliar penduduk di dunia pada tahun 2008.

Obesitas pada anak diperkirakan sekitar lebih dari 40 juta pada tahun 2012. Dahulu masalah obesitas pada anak ramai dibicarakan di negara berpendapatan tinggi, tetapi sekarang masalah obesitas dan kelebihan berat badan sudah merambah ke negara berpendapatan menengah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh karena negara berpendapatan menengah ke bawah kemungkinan terpapar makanan yang kadar gula tinggi, kadar lemak tinggi, kadar garam tinggi, makanan


(66)

padat, dan makanan rendah asupan mikronutrien, yang mana makan tersebut lebih murah namun kualitas nutrisinya buruk.

Menurut RISKESDAS 2013, secara nasional prevalensi obesitas pada anak di Indonesia masih tinggi yakni 11,9 persen, yang menunjukkan penurunan dari 14,0 persen di tahun 2010. Dan Sumatera Utara menempati urutan kedelapan setelah Lampung, Sumatera Selatan dan lain-lain.

Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus (positive energy balance) dalam jangka waktu cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas (Sartika, 2011).

Sampai saat ini hubungan antara obesitas dan dermatitis atopik masih belum jelas. Sejumlah studi menyatakan bahwa terdapat hubungan positif seperti dalam penelitian Silverberg pada tahun 2012, Chen Y pada tahun 2010 dan lain-lain namun sebaliknya terdapat beberapa penelitian yang menyatakan tidak ada hubungan antara keduanya seperti dalam Flexeder et al. pada tahun 2011 dan Leung et al. pada tahun 2009. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan obesitas dan dermatitis atopik di SD St. Antonius Medan.

1.2.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada hubungan obesitas dengan kejadian dermatitis atopik di SD St. Antonius Medan.


(1)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

ABSTRAK ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 5

2.1 Dermatitis Atopik ... 5

2.1.1 Defenisi Dermatitis Atopik ... ... 5

2.1.2 Epidemiologi Dermatitis Atopik ... 5

2.1.3 Etiopatogenesis ... 6

2.1.3.1 Genetik ... 6

2.1.3.2 Fungsi Barrier Kulit... 8

2.1.3.3 Reaksi Imunologis pada Kulit ... 8

2.1.3.4 Reaksi Imunologis Sistemik ... 10

2.1.4 Faktor Pencetus ... 10

2.1.4.1 Makanan ... 10


(2)

vii

2.1.4.3 Infeksi Kulit ... 11

2.1.5 Gejala Klinis ... 11

2.1.6 Stigmata pada Dermatitis Atopik ... 13

2.1.7 Diagnosis ... 15

2.1.8 Diagnosis Banding ... 18

2.2 Obesitas ... 19

2.2.1 Defenisi Obesitas... ... 19

2.2.2 Epidemiologi Obesitas ... 19

2.2.3 Penilaian Obesitas ... 20

2.2.4 Penyebab Obesitas ... 22

2.3 Hubungan Obesitas dan Kejadian Dermatitis Atopik ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL . . 25

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... ... 25

3.2 Defenisi Operasional ... 25

3.3 Hipotesis ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Jenis Penelitian ... 27

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

4.3.1 Populasi Penelitian ... 27

4.3.2 Sampel Penelitian ... 27

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 29


(3)

viii

5.1.2 Karakteristik Penelitian ... 30

5.2 Pembahasan ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Dermatitis Atopik ... 18

Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT ... 21

Tabel 2.3 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Kriteria Asia Pasifik ... 21

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berat Badan dan Tinggi Badan Anak 6-7 tahun di SD St. Ntonius Medan ... 30

Tabel 5.2 Distribusi Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 31

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Obesitas ... 32

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Obesitas berdasarkan Jenis Kelamin ... 32

Tabel 5.5 Distribusi Sampel berdasarkan Kuesioner ISAAC ... 32

Tabel 5.6 Distribusi Sampel Dermatitis Atopik berdasarkan Jenis Kelamin 33 Tabel 5.7 Hubungan Obesitas dengan Dermatitis Atopik di SD St. Antonius Medan ... 33


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paradigma Th1 dan Th2 ... 7 Gambar 2.2 Proses Sensitisasi pada Barrier Kulit Abnormal ... 8 Gambar 2.3 Gejala Klinis ... 13 Gambar 2.4 Prevalensi Kegemukan (IMT/U) Anak Umur 5-12 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013 ... 20 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 25 Gambar 5.1 Distribusi Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 31


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Inform Consent ... 42

Lampiran 2 Kuesioner ISAAC ... 43

Lampiran 3. Hasil Uji Instrumen ... 46

Lampiran 4 Grafik CDC Laki-laki 2-20 Tahun ... 48

Lampiran 5 Grafik CDC Perempuan 2-20 Tahun ... 50

Lampiran 6 Data Induk ... 51