HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM Pe

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM:

Pendekatan Kausalitas dan Kointegrasi
!

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

0

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM:
Pendekatan Kausalitas dan Kointegrasi

1

Rowland Bismark Fernando Pasaribu
Universitas Gunadarma

ABSTRACT
Relationship between stock market and four currency return is discussed in light of
linearity, causality, and cointegration model. It is argued that the negative sentiment in

stock market making the participant move to finance market. The objective of this
study is to analyze the pattern of between market return and four currency return using
ordinary least square, cointegration, and causality approach. The final samples are
member of LQ-45 public companies. By using cointegration test and error correction
model, the results show that the return of four currencies significantly affect the
Indonesian Stock Exchange market return both short term and long term.
Keywords: Market return, currency return, granger causality, cointegration test, error
correction model

PENDAHULUAN
Beberapa tahun lalu pemberitaan mengenai kesulitan likuiditas valuta asing di pasar
uang gencar dimuat disurat kabar, sampai gubernur BI saat itu (Boediono)
menyarankan agar para pemilik valuta asing (terutama dollar Amerika) segera melepas
dollar yang dimilikinya karena harga pasar sedang bagus (Kompas, 18 November
2008). Di sisi kebijakan, secara institusi bank sentral juga telah mengeluarkan
kebijakan yang membatasi pembelian valas oleh konsumen dengan tujuan antisipasi
overdemand dollar karena sisi penawaran yang semakin tidak seimbang. Beralihnya
fokus perhatian para investor dan spekulan ke pasar uang kemungkinan disebabkan
secara ekonomis investasi saham pada pasar modal dirasa makin tidak menguntungkan
dalam mengkompensasi tingkat risikonya.

Terbentuknya persepsi pasar yang negatif selama periode 2008-2010 pada investasi
saham di pasar modal memang dipengaruhi banyak hal, diantaranya: integrasi pasar
modal global dan regional yang mempengaruhi pasar modal Indonesia baik secara
insiden maupun ko-insiden. Adapun menyikapi hal ini pihak pemerintah selalu
menginformasikan kepada publik bahwa fundamental perekonomian Indonesia yang

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

1

kuat, sementara pihak emiten pun tampak jatuh-bangun melakukan corporate action
guna meredam sentimen negatif investor yang pada akhirnya menciptakan harga saham
yang overvalued. Feedback yang diterima, relevansi fundamental korporat yang baik
saat ini dirasa tidak cukup oleh para investor terutama para spekulan. Tidak dinamisnya
perimbangan supply dan demand valuta asing (terutama Dolar), ceteris paribus
terhadap misalnya: kebijakan SBI, premi swap, inflasi pada saatnya akan menimbulkan
kerugian secara agregat bagi perekonomian Indonesia.
Dari sekian banyak valuta asing yang beredar di Indonesia, terdapat empat valuta asing
yang memiliki daya tarik tersendiri di Indonesia, baik dikalangan pemerintah, dunia

usaha, dan individual, yakni: Poundsterling, Euro, Dollar AS, dan Yen. Beragam
motivasi yang ada untuk kepemilikan keempat valuta asing tersebut: baik untuk usaha,
investasi, dan lainnya. Sebahagian besar penelitian terdahulu banyak menggunakan
variabel valas (baik pada posisi eksogen ataupun endogen) sebagai salah satu kausal,
moderator atau prediktor terhadap sejumlah variabel lainnya (Endri, 2006; Wulandari,
2005; Hilda, 2003; Reza, 2000; Sakhowi, 1999; Gudono, 1999; Efiawan, 1999;
Hermanto, 1998 dan; Manurung, 1996)
Endri (2006) menggunakan pendekatan kointegrasi dan error correction model (ECM)
dalam meneliti pengaruh jangka panjang dan jangka pendek nilai tukar dan tingkat
bunga terhadap tingkat pengembalian pasar periode 1997-2004. Penelitian ini akan
melakukan replikasi terbatas terhadap penelitian yang dilakukan Endri, yakni pola
keterkaitan (linieritas, kausalitas, dan kointegrasi) antar empat valuta asing dan tingkat
pengembalian pasar periode 2003-2007. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui: a)
Pengaruh simultan dan parsial 4 valuta asing terhadap tingkat pengembalian pasar; b)
Pengaruh jangka pendek dan jangka panjang atas tingkat pengembalian empat valutaasing terhadap tingkat pengembalian pasar; c) Pola kausalitas yang terjadi antar
variabel.
TINJAUAN LITERATUR
Perekonomian dan Pasar Modal
Pasar modal adalah salah satu bagian penting dan signifikan dari keseluruhan
perekonomian. Keduanya mempunyai hubungan yang kuat. Dalam kondisi

perekonomian yang memburuk, kebanyakan dunia usaha juga akan mengalami
kemunduran, seperti halnya pasar modal. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian
menunjukkan prospek yang cerah, kebanyakan dunia usaha juga akan berjalan baik, dan
pasar modal akan menjadi salah satu indikator perekonomian yang kuat.
Hubungan antara perekonomian dan pasar modal adalah sangat menarik. Secara
historis, harga saham merupakan indikator yang sangat sensitif dalam siklus bisnis.
Dengan demikian harus diuraikan dengan suatu hubungan yang kompleks. Kondisi
pasar dan perekonomian berhubungan sangat erat, tetapi harga saham secara konsisten
cenderung mengikuti kondisi perekonomian. Alasan utama bahwa pasar merupakan
indikator utama perekonomian yang diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan,
HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

2

karena secara mendasar investor mendiskontokan nilai semua aliran kas dimasa
mendatang dengan nilai saat ini.
Kondisi pasar saat ini merupakan cermin dan harapan para investor terhadap kondisi
ekonomi di masa yang akan datang (Husnan, 2001, hal 323). Begitu juga harga saham
merupakan cerminan ekspektasi investor tentang perubahan profit perusahaan, sehingga

pasar yang salah menilai profit perusahaan akan menimbulkan sinyal yang keliru dalam
memprediksi kondisi perekonomian di masa yang akan datang.
Nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh interaksi faktor permintaan dan
penawaran akan valuta asing di dalam bursa valuta asing. Pelaku-pelaku di dalam bursa
valuta asing bisa saja pialang, perusahaan, lembaga-lembaga keuangan atau bahkan
pemerintah. Permintaan akan mata uang asing pada hakekatnya muncul dari kebutuhan
untuk mempertukarkan mata uang domestik ke dalam mata uang asing. Penawaran
mata uang suatu negara pada umumnya secara simultan ditentukan oleh permintaan
negara tersebut atas mata uang lainnya. Misalnya pembelian yang di lakukan di
Indonesia terhadap produk-produk Jepang tentunya akan menciptakan permintaan
Indonesia akan Yen. Sehingga konsekuensinya adalah Indonesia harus membeli Yen di
bursa valas melalui penawaran mata uangnya atas Yen. Dengan kata lain, permintaan
akan mata uang asing oleh suatu negara tersebut terhadap negara sama dengan
penawaran mata uang domestik yang dilakukan oleh negara tersebut terhadap negara
asing. Sebaliknya penawaran mata uang yang dilakukan oleh negara asing sama saja
dengan permintaan negara asing tersebut atas mata uang domestik suatu negara.
Pada suatu negara, disaat permintaan akan mata uang asing (sama saja dengan
penawaran mata uang domestik) turun akan terjadi depresiasi atas mata uang negara
tersebut. Sebaliknya, bila permintaan akan mata uang asing menurun dan penawaran
mata uang asing meningkat maka akan terjadi apresiasi. Penurunan atau kenaikan

permintaan dan penawaran mata uang suatu negara atas negara lain terjadi karena posisi
neraca perdagangan antar keduanya yang tidak seimbang. Apresiasi dan depresiasi pada
hakikatnya merupakan koreksi pasar terhadap nilai tukar mata uang guna
menyeimbangkan neraca pembayaran yang defisit/atau surplus terhadap negara lain.
Ada suatu perekonomian terbuka dimana terdapat perdagangan internasional bila nilai
tukar mata uang suatu negara secara temporer atau bahkan kontinyu mengalami
apresiasi terhadap Dolar (dalam hal ini Dolar dipakai sebagai standar pembayaran
internasional) akan mengakibatkan negara tersebut mengalami penurunan penerimaan
ekspor (jika penawaran ekspor negara tersebut elastis). Hal ini disebabkan harga
komoditi ekspor dari negara tersebut akan menjadi relatif lebih mahal sehingga
mengakibatkan daya saing negara tersebut di pasar internasional menurun. Akibat dari
menurunnya pendapatan ekspor yang merupakan mata rantai yang mengait pada
seluruh industri dari hulu sampai hilir, industri-industri akan mengalami penurunan
pendapatan, bahkan dalam jangka panjang bisa mengalami kerugian. Dalam keadaan
seperti ini dapat dipastikan industri dalam negara tersebut melemah. Bila industri
melemah, iklim investasi tentunya juga akan menjadi lesu.

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU


3

Sedangkan dari sisi investasi internasional, bila mata uang suatu negara mengalami
apresiasi, maka arus modal luar negri yang masuk ke dalam negara akan mengurang
karena menganggap bahwa biaya modal bila dalam negara tersebut akan tinggi, bahkan
modal yang sudah ada di dalam negri akan banyak yang mengalir ke luar negri. Dengan
demikian, dalam jangka panjang pengaruh apresiasi bisa mengakibatkan volume
investasi pada suatu negara turun.
Banyak hal mempengaruhi harga saham baik yang sifatnya berpengaruh terhadap
semua saham atau hanya kepada satu atau beberapa saham saja. Dengan mengamati
IHSG maka keuntungannya lebih dapat mencerminkan perubahan harga saham secara
menyeluruh sebagai efek dari perubahan suatu fenomena makro yang dibicarakan yaitu
perubahan tingkat bunga atau perubahan nilai tukar mata uang. Jika melihat harga
saham secara individu sewaktu akan melihat hubungannya atas perubahan suatu
variabel makro akan mengakibatkan tidak tentunya efek yang terjadi karena bisa saja
satu saham individu tersebut pada saat yang bersamaan juga dipengaruhi oleh keadaan
yang berhubungan secara individu pada saham itu, misalnya keadaan perusahaanya dan
sebagainya.
Selain itu hubungan antara harga saham dengan volume investasi adalah apabila harga
saham tinggi maka volume investasi juga akan meningkat, dan sebaliknya, bila harga

saham turun maka pengeluaran investasi akan menurun. Menurut Arifin (2002:116)
faktor-faktor yang menjadi pemicu fluktuasi harga saham adalah:
1) Kondisi Fundamental Emiten. Faktor Fundamental adalah faktor yang berkaitan
langsung dengan kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka
semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham begitu juga sebaliknya.
Untuk memastikan apakah kondisi emiten dalam posisi yang baik atau buruk kita
bisa melakukan pendekatan analisis rasio.
2) Hukum Permintaan dan Penawaran Faktor hukum permintaaan dan penawaran
berada diurutan yang kedua setelah faktor fundamental karena begitu investor tahu
kondisi fundamental perusahaan tentunya mereka akan melakukan transaksi baik
jual maupun beli.transaksi–transksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga
saham.
3) Tingkat suku bunga (SBI). Faktor suku bunga ini penting untuk diperhitungkan
karena rata-rata semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil
investasi yang lebih besar. Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi
kondisi fundamental perusahaan, karena hampir semua perusahaan yang
mencatatkan sahamnya dibursa menikmati pinjaman bank.
4) Valuta Asing. Dalam perekonomian global dewasa ini hampir tak ada satupun
negara di dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh pergerakan
valuta asing khususnya terhadap pengaruh US dolar. Ketika dolar naik para investor

akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam
bentuk dolar, otomatis harga saham akan menjadi turun.

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

4

5) Dana Asing di Bursa. Jika sebuah bursa dikuasai oleh investor asing maka ada
kecenderungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada investor asing
tersebut.
6) Indeks harga Saham Gabungan (IHSG). Sebenarnya IHSG lebih mencerminkan
kondisi keseluruhan transaksi bursa saham terjadi jika dibandingkan menjadi
ukuran kenaikan maupun penurunan harga saham.
7) News dan Rumors Yang dimaksud news dan rumors di sini adalah semua berita
yang beredar di tengah masyarakat.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang mengkaitkan indikator makroekonomi terhadap kinerja pasar atau
saham perusahaan publik telah banyak dilakukan, berikut adalah beberapa penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan di Indonesia:

Penelitian Ernawati (2007) bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat sensitivitas
saham pada variabel-variabel ekonomi makro, yaitu inflasi, suku bunga deposito dan
GDP terhadap ekspektasi tingkat pengembalian saham perbankan. Metode analisis
dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama adalah time series regression untuk
mengetahui besarnya tingkat senstivitas saham pada variabel ekonomi makro dan tahap
kedua adalah cross section regression untuk mengetahui pengaruh tingkat sensitivitas
saham pada variabel-variabel ekonomi makro terhadap ekspektasi tingkat
pengembalian saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa inflasi, suku bunga
deposito dan GDP secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
ekspektasi tingkat pengembalian saham. Temuan lainnya adalah bahwa ketiga indikator
ekonomi makro tersebut memiliki kemampuan yang cukup besar (71,4%) dalam
menjelaskan turun naiknya ekspektasi tingkat pengembalian saham emiten perbankan.
Selanjutnya adalah studi yang dilakukan Siyami (2007) yang mengkaji pengaruh
variabel fundamental (Earning Per Share (EPS), Price Earnings Ratio (PER), Return
On Equity (ROE)), dan variabel teknikal (harga saham masa lalu) terhadap harga saham
emiten farmasi yang terdaftar di BEJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
variabel independen berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial terhadap
variabel dependen. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa dari empat variabel yang
diasumsikan berpengaruh terhadap harga saham, hanya dua variabel yang berpengaruh
signifikan, yakni EPS dan harga saham masa lalu, sementara dua variabel lainnya tidak

berpengaruh signifikan (PER dan ROE). Temuan lainnya adalah harga saham masa lalu
adalah variabel yang dominan pengaruhnya terhadap harga saham dibanding variabel
lainnya.
Penelitian Endri (2006) bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai tukar dan tingkat
suku bunga terhadap return pasar di BEJ. Metode penelitian yang digunakan adalah
menggunakan pendekatan kointegrasi dan model koreksi kesalahan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa nilai tukar riil dan tingkat bunga riil mempengaruhi pergerakan
return pasar secara signifikan baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

5

Penelitian Rahmawati (2006) bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor internal
(yang berasal dari dalam negeri) dan faktor eksternal (yang berasal dari luar negeri)
terhadap suku bunga pinjaman bank umum di Indonesia menggunakan pendekatan
Error Correction Model. Dari hasil empiris diketahui bahwa secara simultan seluruh
variabel independen berpengaruh signifikan dengan arah positif pada jangka pendek
dan tidak berpengaruh dalam jangka panjang. Sementara studi yang dilakukan
Enggarini (2006) meneliti pengaruh variabel fundamental dan teknikal terhadap harga
saham emiten yang tergabung dalam Indeks LQ-45 periode 2002-2004. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa empat variabel yang diasumsikan berpengaruh
terhadap harga saham, hanya dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan, yaitu
EPS dan harga saham masa lalu, sementara dua variabel lainnya (ROE dan ROA) tidak
berpengaruh signifikan.
Wulandari (2005) menguraikan pengaruh variabel fundamental (tingkat pengembalian
investasi, dividend payout ratio, current ratio, inflasi, tingkat suku bunga deposito,
jumlah uang beredar serta perubahan nilai tukar US Dollar terhadap rupiah, dan
variabel teknikal (volume penjualan saham dan harga saham masa lalu), terhadap harga
saham industri tekstil yang go public di BEJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
dua variabel yang mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham,
variabel-variabel tersebut adalah jumlah uang yang beredar dan harga saham masa lalu.
Variabel jumlah uang yang beredar mempunyai arah yang negatif sedangkan harga
saham masa lalu mempunyai arah yang positif dan dominan.
Mawardi (2005) meneliti tentang variabel fundamental yang mempengaruhi penilaian
saham dengan pendekatan price earning ratio (PER) pada emiten Otomotif dan
Komponen yang listing Di BEJ Periode 2000-2002. Dalam penelitian tersebut diuraikan
variabel-variabel fundamental yang terdiri dari DPR, ROE, earning growth, dan
leverage ratio berpengaruh terhadap harga saham. Dari faktor fundamental variabel
tersebut dibentuk suatu persamaan regresi untuk menilai suatu saham apakah
menunjukkan nilai yang sebenarnya, undervalued atau overvalued. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa everage ratio mempunyai pengaruh paling signifikan. Sedangkan
variabel DPR, ROE, earning growth tidak signifikan.
Hilda (2003) berusaha melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bunga SBI,
tingkat inflasi, kurs tukar dan GNP terhadap return saham indeks LQ 45 di BEJ. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perubahan tingkat bunga SBI dan kurs tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian sedangkan tingkat inflasi
berpengaruh signifikan negatif, sementara GNP berpengaruh positif terhadap return
indeks LQ 45.
Penelitian Reza (2000) mengkaji dampak pengaruh tingkat suku bunga, inflasi dan kurs
tukar terhadap tingkat pengembalian saham dari emiten di Indonesia. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh dari perubahan tingkat bunga SBI, tingkat
inflasi dan kurs Rupiah terhadap Dolar terhadap tingkat pengembalian saham di
Indonesia sangat kecil, yaitu 7,7%.

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

6

Gudono (1999) melakukan penelitian mengenai penilaian pasar modal terhadap
fluktuasi bisnis real estat periode 1993-1997. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
informasi tentang inflasi bulan sebelumnya tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham, sebaliknya tingkat suku bunga memiliki pengaruh negatif yang
signifikan.
Sakhowi (1999) meneliti perubahan nilai tukar rupiah, inflasi, dan tingkat suku bunga
terhadap return 40 saham di BEJ. Dengan menggunakan data penelitian bulanan
periode 1993-1998 hasil penelitiannya menunjukkan bahwa IHSG dipengaruhi secara
signifikan oleh nilai tukar Dolar dan perubahan jumlah uang beredar (M2).
Penelitian yang dilakukan Efiawan (1999) mengkaji pengaruh nilai tukar Rupiah,
tingkat bunga, dan inflasi terhadap IHSG di Indonesia. Data yang digunakan adalah
Januari 1997-Oktober 1998. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel nilai
tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perbahan IHSG periode 1997.
Sedangkan untuk periode 1998 ketiga variabel secara empiris tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap IHSG.
Hermanto (1998) meneliti keterkaitan antara jumlah uang beredar, kurs Dolar Amerika
Serikat terhadap IHSG. Hasil penelitiannya dengan menggunakan pendekatan model
kointegrasi menunjukkan bahwa berdasarkan eigen value terdapat hubungan
undirectional Granger dari nilai tukar Dolar dan penawaran uang terhadap IHSG, dan
terjadi hubungan bi-directional Granger pada nilai tukar Dolar dan penawaran uang.
Manurung (1996) meneliti pengaruh variabel makro, investor asing, dan bursa yang
telah maju terhadap indeks BEJ. Variabel makroekonomi yang digunakan dalam model
adalah tingkat bunga deposito, kurs Dolar Amerika Serikat, defisit transaksi berjalan,
inflasi, penawaran uang (M2), pengeluaran pemerintah dan produk domestik bruto.
Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat 4 variabel yang signifikan (level 10%)
yakni: tingkat bunga deposito, kurs Dolar Amerika Serikat, defisit transaksi berjalan,
dan penawaran uang.

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

7

METODOLOGI PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia dan kurs tengah empat valuta asing (British Pound, Euro, Dollar AS, Yen)
periode Januari 2003-Desember 2007. Adapun pengambilan sampel menggunakan
metode judgment sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada kriteria tertentu.
Kriteria tersebut adalah perusahaan yang sahamnya termasuk dan pernah tergabung
dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Jakarta (BEJ) minimal sejak tahun 2002 serta selalu
menyajikan informasi keuangan selama periode pengamatan (Siagian, 2000). Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder untuk periode tahun 2003
sampai dengan tahun 2007, yang diperoleh dari www.jsx.co.id, dan www.bi.gov.id.
Metode Penelitian
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan model
regresi linier berganda sebagai berikut:
Model Regresi Berganda
Untuk mengetahui pengaruh simultan dan parsial dari return 4 valuta asing terhadap
return pasar digunakan model regresi berganda sebagai berikut
Rm = α + β1R£ + β2R€ + β3RUSD + β4R¥
dimana :
Rm
: return pasar
α
: konstanta
: return valuta British Pound

R€
: return valuta Euro
RUSD : return valuta Dolar AS

: return valuta Yen
β1, 2,3 : Koefisien regresi

= (IHSGt – IHSG t-1) / IHSG t-1
= (Kurs tengah £ – kurs tengah £t-1) / kurs tengah £ t-1
= (Kurs tengah € – kurs tengah € t-1) / kurs tengah € t-1
= (Kurs tengah $ – kurs tengah $ t-1) / kurs tengah $ t-1
= (Kurs tengah ¥ – kurs tengah ¥ t-1) / kurs tengah ¥ t-1

Adapun sebelum dilakukan uji hipotesis simultan dan parsial, akan dilakukan tahapan
uji asumsi klasik sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji Kolgomorov-Smiornov menjelaskan normalitas dari data yang dimiliki yaitu
hipotesis null apakah berdistribusi normal. Distribusi normal tercermin dari tidak
signifikannya nilai K-S Asymp.Sig.(2-tailed), sebaliknya semakin signifikan nilai KS Asymp. Sig.(2-tailed) maka semakin tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menguji ada / tidak-adanya hubungan
linier sempurna di antara variable tak bebas. Konsekuensi praktis dari
multikolinearitas adalah sebagai berikut: jika terjadi multikolinearitas sempurna
HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

8

diantara variable tak bebas, koefisien regresi tidak dapat ditentukan dan standar
errornya tak terhingga. Apabila terdapat multikolinearitas tidak sempurna, maka
meskipun koefisien regresinya dapat dihitung, namun akan memiliki standard error
yang sangat besar, yang berarti koefisien tersebut kurang bisa diprediksi dengan
cukup akurat. Pengujian terhadap ada tidaknya multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor (Gujarati, 1995; 339).
Pemenuhan terhadap asumsi non-multikolinieritas dilakukan dengan kriteria nilai
VIF < 10 dan Nilai Tolerance mendekati 1 (Santoso, 2002:206).
c. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi lain dalam penggunaan model regresi linear adalah varian variabel
pengganggu yang konstan, atau E(εi2 = σ2). Asumsi tersebut dikenal dengan istilah
homoskedasitas, dan lawannya adalah heteroskedasitas. Akibat adanya
heteroskedastitas, maka koefisien regresi yang dihasilkan dari Ordinary Least
Squares (OLS) menjadi tidak efisien walaupun tidak bias. Sedangkan jika terjadi
heteroskedastisitas dan tetap digunakan formula OLS yang biasa maka kesimpulan
yang dibuat salah sebab uji t dan F tak berfungsi sebagaimana seharusnya, dan oleh
karena itu harus digunakan metoda Generalized Least Squares (GLS).
Heteroskedastitas diantaranya dapat dilakukan dengan metode grafik dan uji Park.
Dengan EViews versi-5, uji heteroskedastisitas dengan langkah sebagai berikut :
Pertama, dari hasil regresi model dihitung nilai koefisien penganggurnya.
Selanjutnya setelah nilai-nilai koefisien pengganggu di dapat dilakukan regresi
terhadap persamaan dibawah ini.
ln εi2 = ln ε2 + β1 lnM + β2 lnCA + β3 P + υi

Jika dari estimasi persamaan 3.3 nilai Obs*R-squared statistiknya mempunyai
tingkat signifikan lebih kecil dari atau sama dengan 5% artinya koefisien
pengganggunya memiliki varian yang tidak sama, atau terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji Otokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui adanya ketergantungan koefisien
pengganggu pada periode pengganggu pada periode lain. Adanya otokorelasi juga
mengindikasikan adanya non-stasioneritas. Otokorelasi akan menyebabkan
koefisien regresi tidak efisien, interval keyakinan menjadi lebar dan uji signifikan
kurang kuat. Selain itu uji korelasi dapat menyebabkan uji t dan F tak sah,
akibatnya dapat menyesatkan di dalam mengambil kesimpulan. Ada atau tidaknya
otokorelasi dapat dideteksi dari nilai uji Durbin Watson statistik, dengan kriteria
sebagai berikut :

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

9

Tabel 3.1 Kriteria Penolakan Hipotesis dalam Uji Otokorelasi
Null Hypothesis
No positive autocorrelation
No posisitive autocorelation
No negative autocorrelation
No negative autocorrelation
No autocorrelation : positive or negative

Decision
Reject
No decision
Reject
No decision
Do not reject

If
0 < d < dL
d L ≤ d ≤ dU
4 - d L < d < 4 - dU
4 - dU < d < 4 - d L
dU < d < 4 - d U

Model Kausalitas (Granger Causality Tests)
Untuk menguji kausalitas return pasar dan return empat valuta asing dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Granger (1969): untuk menguji berapa besar y saat ini dapat
dijelaskan oleh nilai y masa lalu dan untuk melihat apakah penambahan nilai lag x
dapat meningkatkan penjelasan. Pengujian ini dilakukan untuk melihat hubungan
variabel satu dengan variabel lainnya dengan menggunakan Granger test dan untuk
mengujinya digunakan model regresi seperti persamaan berikut (Gujarati, 1995):
n

n

t =1

j =1

n

n

t =1

j =1

y = ∑α t xt −1 + ∑ β j yt − j + µ1t
x = ∑ λt xt −1 + ∑ δ j yt − j + µ1t
Hipotesis nol-nya adalah H0 : Σαi = 0, artinya variabel x tidak ada di persamaan regresi
(3.11). Jika hasil nilai F lebih besar dari nilai F kritis pada tingkat signifikan yang
diambil, maka hipotesis nol ditolak
Model Kointegrasi

Tujuan pengujian kointegrasi adalah untuk menentukan apakah kelompok pada periode
yang non-stasioner adalah berintegrasi atau tidak. Sebagaimana dijelaskan dibawah,
eksistensi hubungan yang kointegrasi membentuk basis spesifikasi VEC. Dengan
mempertimbangkan VAR pada kategori p:

yt = A1 y t − 1 +

A p y t − p + Bχ t + ε t

dimana
yt
= vektor k- pada variabel non-stasioner
xt
= vektor variabel deterministik
εt
= vektor inovasi.
Rumusan VAR dapat juga ditunjukan dengan persamaan berikut:
p −1

∆y t = ∏ y t −1 + ∑ Γi∆y t −i +Bχ t + ε t
i =1

HUBUNGAN VALUTA ASING DAN PASAR SAHAM
ROWLAND BISMARK FERNANDO PASARIBU

10

dimana
p −1

∏ = ∑ Ai − I ,
i =1

p

Γi = − ∑ A j
j = i +1

Teorema representasi Granger menyatakan kalau koefisien matrik Π telah mereduksi
peringkat r < k, kemudian terdapat matrik k x r pada α dan β dimana masing-masing
dengan peringkat r dan Π = α β’ dan β’yt adalah I(0). r adalah jumlah relasi kointegrasi
(peringkat kointegrasi) dan tiap-tiap kolom β adalah vektor kointegrasi. Sedangkan
elemen α adalah parameter yang telah disesuaikan dalam model VEC. Metode Johansen
digunakan untuk mengestimasi matrik Π dari VAR yang unrestricted dan untuk
menguji apakah kita dapat menolak restriksi yang diakibatkan dari reduksi pada Π.
Uji Stationarity

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam kointegrasi adalah semua variabel harus
terintegrasi pada orde yang sama. Jika suatu series harus didiferensiasi d kali sebelum
menjadi stationer, maka hal ini dikatakan terintegrasi pada orde d, dinotasikan l(d).
Suatu series xr adalah l(d) jika xt adalah non-stationer namun Dd xt adalah stasioner,
dimana Dxt = xt – xt-1 dan D2 = D(Dxt). Secara umum, jika suatu kombinasi linier dari 2
series; setiap terintegrasi pada orde yang berbeda, maka akan menghasilkan series yang
terintegrasi pada orde integrasi tertinggi. Penentuan orde integrasi dilakukan dengan uji
unit root untuk mengetahui sampai berapa kali diferensiasi harus dilakukan agar series
menjadi stasioner. Phillips dan Perron (1988) mengusulkan metode alternatif (nonparametrik) untuk mengontrol sejumlah korelasi pada saat menguji akar unit. Metode
PP mengestimasi persamaan uji non-ADF dan memodifikasi rasio pada koefisien
sehingga sejumlah korelasi tidak mempengaruhi distribusi asymptotic pada saat
dilakukan uji statistik. Dengan rumus sebagai berikut:
ŧα = tα (γo/ƒo)1/2 – [T(γo-ƒo) (se(ά)) / 2 ƒo1/2 s]

dimana
α

se
s
γ0

=
=
=
=
=

estimasi
rasio t terhadap α
koefisien standard error, and
standard error uji regresi
estimasi konsisten kesalahan varian pada persamaan (dihitung dengan (T-k)s² /
T (dimana k adalah jumlah regresor), sementara ƒ0 adalah estimator spektrum
residual pada saat frekuensi nol.

Seperti halnya dengan uji ADF, uji PP membandingkan nilai t-stat PP terhadap nilai
kritis Mac Kinnon dengan hipotesis H0: γ = 0 dan H1: γ