T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dari Ritual ke Pasar: Pergeseran Makna Saguer pada Masyarakat Halmahera Utara (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Gossoma, Halmahera Utara) T1 BAB V

BAB V
PRODUSEN, DISTRIBUTOR DAN KONSUMEN SAGUER DALAM
PRAKTIK PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN PENGGUNAAN SAGUER
DALAM MASYARAKAT HALMAHERA UTARA

Pada bagian ini penulis membahas tentang aspek pengetahuan masyarakat
Halmahera Utara tentang Saguer, proses produksi Saguer dan Cap Tikus, proses
distribusi dan praktik penggunaan Saguer.
5.1. Saguer dalam Pengetahuan Masyarakat Halmahera Utara
Saguer dalam pengetahuan masyarakat Halmahera Utara meliputi analisis
tentang sejarah Saguer dan identitas Saguer, yang mana sejarah dan identitas ini
akan membentuk suatu pengetahuan dalam praktik Saguer sehari-hari. Sejarah
Saguer memberikan kontribusi bagi pembangunan kehidupan masyarakat dan suatu
pengetahuan tentang Saguer merupakan informasi tentang identitas Saguer di
Halmahera Utara.
5.1.1. Sejarah Saguer di Halmahera Utara
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa ada beberapa versi tentang
sejarah Saguer namun hampir sebagian masyarakat memang tidak mengetahui asal
mula Saguer itu ada di Halmahera Utara. Hal ini seperti dikemukakan oleh Tokoh
Adat Amant Tobelo, Bapak Yessayas Banari:
“Sejak kita punya leluhur, jadi sejak memang orang tua kita dulu

mulai tau itu tradisi itu sudah ada, karena pohon seho itu kan tidak
dibawa dari luar. Pohon seho itu kan dia memang disini juga dia
merupakan tanaman asli jadi dia tumbuh tempatnya di hutan-hutan
memang sejak dulu.”

Tokoh Amant Tobelo hanya sebagian dari masyarakat yang mengetahui
sejarah Saguer, hal ini dikarenakan beliau sudah cukup lama tinggal di Daerah
Tobelo dan semasa remaja pernah menjadi pelaku pembuat minuman Saguer.
Menurut Tokoh Adat Amant Tobelo, Saguer berasal dari pohon aren yang memang
58

tumbuh subur di daratan Sirkum Pasifik,1 sedangkan arti kata Saguer sendiri adalah
minuman fermentasi dari air nira yang dalam bahasa melayu Manado berasal dari
kata “air sagu”, karena berwarna putih susu seperti sagu.
Menurut teori Boudieu jika seseorang mengetahui sejarah maka ia juga tau
makna filosofis yang mendasari pengetahuan praksisnya, hal ini dibuktikan kembali
dengan pernyataan Tokoh Adat Amant Tobelo, Bapak Yessayas Banari:
“Kira-kira

sama


walaupun dia

sutersingkir

karena

orang

menganggap saguer fungsinya hanya sosial budaya. Jadi orang
tidak budidayakan itu pohon fero itu sebagai mata pencaharian
utama ya. Jadi ketika orang membutuhkan itu baru bikin tapi di
desa-desa diluar Tobelo di luar Gosoma itu hampir di setiap
kampung kan ada makanya kalau setiap acara-acara perkawinan
ada orang suka bikin atau beli tapi kalau tidak ada orang yang su
jual disitu mungkin keluarga itu akan berpikir kita yang bikin. Kita
cari pohon fero dan kita bikin untuk kepentingan acara adat itu
begitu.”

Sementara pohon seho sendiri memang tumbuh alami seperti dikemukakan

oleh Tokoh Masyarakat, Bapak Tomy Panyi.
“Tidak ada orang bawa, dia tumbuh sendiri disini karena daerah
tropis. Saguer itu kan merupakan salah satu contoh dari tanamantanaman tropis, tanaman yang ada di garis katulistiwa. Makanya di
seluruh Indonesia ini sampai ke kepulauan-kepulauan di Fiji,
Madagaskar, sampai ke Afrika Selatan itu pohon Saguer ada.”

Secara ekonomi, pohon Seho memiliki manfaat sebagai sumber pendapatan
bagi sebagian keluarga, misalnya bagi para pengolah Saguer dan gula aren. Saguer
1

Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat
tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumpur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah yang
kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 9-2.000 meter
di atas permukaan laut. Namun lahan paling baik untuk pertumbuhannya pada ketinggian 500800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada
iklim sedang dan basah. Menurut Schmidt dan Ferguson, tanaman ini juga tidak memerlukan
pemeliharaan intensif.

59

dapat dibuat minuman sekaligus dapat diolah menjadi gula. Dari manfaat yang ada

ini jika Saguer dikelola dengan baik tentu dapat meberikan keuntungan bagi
keluarga. Pada umumnya, Saguer dari pohon aren juga dapat dibuat menjadi etanol
(ethyl alcohol), yaitu bahan bakar alternatif untuk menggantikan minyak tanah, gas
elpiji, dan bensin, sehingga di kemudian hari Saguer bisa menjadi bahan bakar
alternatif. Gula aren (palm sugar ) juga tak kalah manfaatnya. Untuk sagandu (satu
buah) gula yang kualitasnya bagus, bisa dijual Rp 1.500 – 3.000 rupiah. apalagi jika
pasokan gula sedang menurun, harganya cukup melambung. Satu bonjor (terdiri
dari beberapa buah gula yang disusun dan dibungkus dengan pelepah pisang yang
sudah kering) bisa mencapai harga hingga Rp 100.000 rupiah. Penghasilan yang
lumayan berarti untuk masyarakat pedesaan. Di samping Saguer dan gula aren,
parutan batang aren yang berbentuk halus dan biasanya dicampur dengan dedak
gabah dan bekatul juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak itik dan bebek.
Tepung (aci) batang pohon aren yang sudah cukup tua dapat dibuat bahan beragam
makanan kue tradisional. Buah aren yang sudah cukup matang dapat diolah menjadi
cangkaleng (kolang-kaling) yang menjadi makanan khas di bulan Ramadhan.
Meskipun harganya tidak sebagus harga gula aren dan cenderung musiman,
produksi cangkaleng dan aci kawung lumayan menguntungkan.
Daun aren yang masih muda biasa dimanfaatkan masyarakat Desa Gosoma
untuk bahan rokok linting yang diisi tembakau dan daun tuanya untuk bahan atap
rumah. Ijuk (batang daun) juga dapat digunakan untuk atap rumah, sapu, bahan

tambang, penyaring air dan untuk sarang bertelur ikan di kolam. Sayangnya, saat
ini sudah jarang rumah penduduk pedesaan yang beratapkan daun dan ijuk aren.
Pemanfaatan ijuk sebagai atap masih terlihat untuk beberapa bangunan cagar
budaya dan beberapa bangunan di objek wisata. Batang aren biasa digunakan
sebagai saluran air (talang), titian (cukang), tongkat serta coet (cobek) ruyung.
Selain itu, lidi dari tulang daun aren bisa dibuat sapu lidi seperti lidi daun kelapa,
hanya lebih keras dan tidak mudah patah.
Hampir sebagian besar masyarakat berorientasi bahwa Saguer berhubungan
erat dengan asal mula pohon Seho, namun tidak mengetahui secara jelas bagaimana
minuman Saguer itu ada sebelumnya.
60

Dari penelitian empiris yang ada sangat sulit didapatkan asal sejarah
bagaimana Saguer ini bisa ada di Halmahera Utara. Hal ini juga didapatkan dari
berbagai percakapan dengan teman-teman penulis di Desa Gosoma bahwa mereka
sebenarnya tidak memahami sejarah Saguer dengan pasti. Dari berbagai observasi
memang muncul cerita-cerita rakyat yang mengiringi sejarah Saguer, yang
menceritakan bahwa Saguer merupakan minuman yang dianggap suci oleh Dewa
yang baru dapat diperdagangkan setelah abad ke 18. Para orang tua yang ada di
Desa Gosoma memang mengenal Saguer sejak kecil yang diperkenalkan oleh orang

tua mereka dan orang tua mereka dikenalkan oleh leluhurnya begitu seterusnya
hingga dari temurun belum diketahui siapa yang pertama kali membuat minuman
ini.
Pierre Bourdieu sangat terkenal dengan teori habitus (modal sosial, modal
ekonomi dan modal simbolik). Menurut Bourdieu habitus merupakan produk dari
sejarah:
“The habitus, the product of history, produces individual and
collective pratices and hance history, in accordance with the
schemes engendered by history” (Habitus merupakan sebuah produk

sejarah yang menghasilkan praktik dalam individu dan kelompok
dan sesuai dengan yang digambarkan)
Sehingga sejarah sangat penting dalam membentuk pengetahuan dan
habitus masyarakat. Sejarah Saguer sangat penting bukan hanya sebagai habitus
atau pelengkap saja namun terkait dengan ruang, waktu dan kondisi material yang
mengelilinginya. Sejarah Saguer menjadi akumulasi pembelajaran dan sosialisasi
yang akan membentuk habitus. Pengaruh sejarah tidak disadari oleh masyarakat
Halmahera Utara dan hanya dianggap sebagai sesuatu yang wajar atau alamiah.
Ketidaksadaran budaya ini melekat dalam habitus yang terbentuk kemudian
diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya diproduksi ulang lagi.

Saguer sebenarnya lebih dari sekedar konsumsi keseharian masyarakat.
Baudrillard (2004:19) mengungkapkan secara sosiologi konsumsi memiliki
61

pengertian sebagai pemanfaatan barang dan materi lebih dari daya fungsi yang
tujuannya mengacu pada pemanfaatan keinginaan, mimpi, komunikasi, dan eksis
(nilai prestis).2 Pada tataran yang nyata konsumsi Saguer di Halmahera Utara di
kontruksikan sebagai “srategi keinginan” untuk memaksimalkan dunia (kenyataan
dan sosial namun bukan sejarah). Konsumsi Saguer hanya di asumsikan sebagai
kesenangan melalui adanya pemecahan tekanan maksudnya penerapan sistem nilai
baru dan norma sosial, menyisakan norma paham suka rela, aksi, koefisien, dan
persembahan.
Sementara penelitian Aloed (2012) menyatakan bahwa sejarah dalam arena
sosial sulit membentuk habitus yang merupakan struktur mental. Jika sejarah ini
dipakai maka yang pertama akan sangat sulit dijelaskan konsep habitus dalam
melihat intelektual dan posisi masyarakat dalam suatu konflik. Yang kedua jika
perbedaan strategi kebijakan untuk membedah posisi seseorang dalam ranah sosial,
maka konsep Bourdieu tentang habitus tidak dapat dimasukkan didalamnya.
Namun penelitian dari Aloed ini tidak melibatkan variabel latar belakang,
pola didik dan lingkungan yang merupakan sejarah pembentuk habitus. Maka

menurut penulis habitus tetap mempengaruhi proses perbedaan seseorang, habitus
tetap diyakini sebagai bagian dari produk sejarah yang membentuk perilaku
sekaligus cara pandang seseorang dalam memahami suatu konflik di masyarakat.
Jika kita melihat teori praktik yang dikembangkan oleh Pierre Boudieu 3,
dinyatakan teori praktik sosial saguer dengan persamaan: Praktik = (Habitus x
modal) + ranah. Teori praktik saguer sebagai relasi habitus sebagai produk sejarah
dan ranah yang juga produk sejarah yang mana di dalam ranah terdapat suatu
pertaruhan, kekuatan-kekuatan serta Masyarakat Halmahera Utara yang telah
memiliki modal.
Keterkaitan dengan teori ini adalah habitus masyarakat Halmahera Utara
yang telah memiliki suatu kebiasaan-kebiasaan dalam praktik Saguer merupakan
suatu modal keterampilan yang menjadi suatu tindakan pratis (tanpa disadari). Yang
2

Jean Baudrillard pada tahun 1998 meneliti tentang Struktur dan Mitos Sosial Konsumen
diterbitkan oleh Sage Publication Ltd, London.
3
Pierre Bourdieu merupakan seorang ilmuan sosial politik Perancis kelahiran Denguin Pyrenia
Atlantik.


62

kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang terlihat alamiah dan
berkembang dalam lingkungan sosial mereka. Habitus mengacu pada sekumpulan
disposisi yang tercipta dan terformulasi melalui kombinasi struktur objektif dan
sejarah personal. Disposisi yang terbentuk oleh sejarah ini yang belum dimiliki oleh
seluruhnya dapat diperoleh oleh masyarakat yang sebagian besar belum mengetahui
pasti sejarah Saguer.
Konsep habitus yang tidak lepas dari ranah (yang saling terkait satu dengan
lainnya) struktur-struktur bidang sosial yang ada dalam saguer dan struktur-struktur
habitus yang terintegrasi pada pelakunya saling mengandaikan. Ranah dan habitus
yang sama-sama merupakan produk sejarah. Jika sejarah ini tidak diketahui oleh
masyarakat maka habitus yang dikatakan sebagai ketidaksadaran kulturan memang
tidak disadari oleh masyarakat dan dianggap terjadi secara alamiah.
5.1.2. Identitas Saguer di Halmahera Utara
Identitas Saguer di Halmahera Utara adalah bahwa Saguer merupakan
lambang simbol dari kesiapan dan kerja keras calon pengantin laki-laki. Dengan
membawa Saguer pengantin laki-laki dianggap telah siap mencari nafkah dan
mengarungi bahtera rumah tangga. Dapat dikatakan identitas Saguer di Halmahera
Utara merujuk pada sifak maskulin laki-laki yaitu: kompetitif, ambisius, dominan,

berani, rasional, bertindak sebagai pemimpin, asertif, analitis, individual dan
agresif. Di suatu ranah acara kebudayaan identitas Saguer juga dapat dikatakan
sebagai simbol persahabatan antar anggota masyarakat. Identitas Saguer pada
dasarnya merupakan rujukan pada refleksi kebudayaan dari masing-masing anggota
masyarakat dan persepsinya terhadap nilai-nilai yang ada, seperti yang diutarakan
oleh Tokoh Adat Amant Tobelo, Bapak Yessayas Banari:
“Kalau identitas ya, keberadaan Saguer ini kan sudah berlangsung
lama tanaman ini kan artinya tanaman asli tumbuh di Halmahera
ini dan memiliki nilai sejarah budaya sehingga misalnya dalam
pertemuan adat dalam perkawinan nah minuman itu pasti disajikan
itu Saguer. Jadi satu dia memiliki nilai historis sejarah yang kedua
dia memiliki nilai kebudayaan nilai tradisi.”

63

Menurut Tokoh Adat Amant Tobelo, identitas tidak terlepas dari nilai
historis yang dimiliki oleh Saguer. Sejarah yang diceritakan tersebut memiliki nilai
kebudayaan yang tercermin dalam pertemuan adat dan perkawinan. Sehingga
ketika seseorang berada di Halmahera Utara maka tidak asing jika nama Saguer
menunjuk pada identitas masyarakat di sana. Nilai-nilai sosial budaya Saguer di

masa lalu merupakan ikhtisar yang pelestariannya sangat diharapakan oleh Tokoh
Adat sebagai seorang aktor yang memiliki jabatan adat dalam tatanan masarakat
Tobelo Kabupaten Halmahera Utara.
Identitas sesuatu yang tidak disadari secara mendalam

(profoundly

unconscious) sehingga membuat habitus beroperasi secara alami. Dalam pemikiran

Bourdieu kebudayaan memiliki a univers of undiscussed di mana identitas
mereduksi tatanan sehingga membentuk formasi sosial yang diharapkan. Identitas
Saguer dalam aspek ekonomi dikemukakan oleh Tokoh Masyarakat Desa Gosoma,
Bapak Tomi Panyi:
“Satu kan harus memperkenalkan bahwa tanaman itu menjadi satu
ciri khas dan itu juga memiliki nilai historis kan satu dari sisi
kebudayaan, adat istiadat, dalam pertemuan, perkawinan, upacara
panen, upacara dan lain-lain to. Sehingga satu sisi dia memiliki nilai
positif yang punya nilai sejarah dan yang lain juga bisa dikelola
lewat produk yang lain yang punya nilai ekonomi tinggi. Sehingga
kalau di Tobelo khususnya di Gosoma sebenarnya kalau masyarakat
memahami ini kan bisa dikelola secara baik karena punya nilai
ekonomi Cuma ini kan harus dibutuhkan treatment dibutuhkan
perlakuan apakah harus masyarakat dilatih untuk membuat produk
ini menjadi lebih bermutu. Jadi bagaimana membuat mengolah
saguer itu bukan hanya sebagai minuman yang biasa dalam tradisi
orang Halmahera tetapi juga bisa dibuat menjadi sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat khususnya di Desa
Gosoma.”

64

Identitas Saguer di Halmahera Utara juga tidak terlepas dari tumbuh
suburnya pohon Seho. Bapak Tomi Panyi selaku tokoh masyarakat sangat
mengharapkan bahwa Saguer perlu diolah secara maksimal dan profesional untuk
menunjang pelestarian nilai identitas. Nilai ekonomi dari komoditas Saguer dapat
menjadi pemilihan dalam kebijakan pengembangan pertanian dan pembangunan
daerah khsusunya di Halmahera Utara, yang selama ini hanya menggunakan Saguer
dalam praktik adat kebudayaan saja.
Analisis sosial Bourdieu bertujuan untuk membongkar struktur dominasi
ekonomi yang selalu menutupi ketidakadilan di dalam masyarakat. Sikap
masyarakat Halmahera Utara yang rajin bekerja dan kebijakan pemerintah yang
membantu membuka jaringan pemasaran Saguer akan menghasilkan modal
ekonomi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat. Modal ekonomi Saguer
yang tampak pada identitiasnya ini dapat pula diubah misalnya melalui investasi
sehingga dapat menghasilkan kapital ekonomi yang lebih besar sehingga membantu
pula dalam pelestarian modal budaya Saguer. Pentingnya mempertahankan
identitas Saguer diungkapkan oleh Kepala Desa Gosoma Daniel Rahayan:
“Lebih baik Saguer ini dipertahankan karena Saguer ini bagian dari
budaya orang Tobelo. Karena apa saya bilang mempertahankan
Saguer karena ketika ada acara-acara perkawinan sebagai identitas
pelaminan, maso minta. Kalau saya lihat dampaknya lebih baik
Saguer ini tidak diproduksi menjadi Cap Tikus karena Cap Tikus ini
kan alkoholnya tinggi, bisa memicu atau bisa menimbulkan konflik
ketika orang mabuk minum Cap Tikus ini bisa mengundang secara
emosional dan bisa mengundang secara perkelahian antara warga.
Cap Tikus ini berdampak besar bagi saya Saguer saja yang harus
dilestarikan diproduksikan jangan menjadi Cap Tikus karena
Saguer itu sebagai makna budaya .”

Tantangan dalam mempertahankan identitas Saguer di Halmahera Utara tak
lepas dari semakin tingginya produksi minuman Cap Tikus. Minuman Cap Tikus
mulai diikutsertakan dalam acara-acara adat, sehingga dapat mengganggu nilai

65

pelestarian Saguer di tengah-tengah masyarakat. Produksi Saguer bagi Kepala Desa
tidak perlu dijadikan untuk menambah nilai guna Saguer atau menciptakan
minuman baru seperti Cap Tikus, meskipun memiliki nilai ekonomis yang lebih
besar. Kegiatan produksi Saguer yang telah menjadi identitas masyarakat
sepatutnya tidak perlu mengubah bentuk sehingga mengubah sifat asli dan nilai yag
terkandung di dalamnya.
Cap Tikus juga telah menjadi suatu identitas di dalam masyarakat
Halmahera Utara. Cap Tikus dan Saguer memiliki perbedaan tanda, jika Cap Tikus
digunakan dalam acara-acara non formal, Saguer digunakan dalam kegiatan adat
kebudayaan, proses pembangunan rekontruksi makna Saguer dan Cap Tikus dalam
setiap tanda kehidupan masyarakat Halmahera Utara memperlihatkan kecerdasan
aktor distributor.
Dalam aspek sosiologis kebudayaan dapat mencerminkan pola perilaku
warga masyarakat yang ada di dalamnya. Kehadiran Cap Tikus ke dalam budaya
masyarakat Halmahera Utara yang erat dengan Saguer dipandang kontra produktif
dengan pola tingkah laku masyarakat. Produsen dan konsumen sangat perlu dalam
mempelajari kembali identitas Saguer agar dapat melakukan praktik kesehariannya
yang dapat menjunjung tinggi identitas kebudayaan masyarakat Halmahera Utara.
Pemahaman tentang identitas Saguer sebenarnya sangat dipahami oleh produsen
Saguer, Bapak Heri Moro:
“Ya penting karena Saguer ini dikontrol ketika kita minum dalam
acara-acara adat. Lebih khusus lagi ketika kita minum Saguer itu
kita merasa nyaman merasa enak apalagi kita membangun
komunikasi dengan teman-teman. Saya kan mendapat keuntungan
dari Saguer bisa membantu keluarga. Lebih baik memproduksi saja
Saguer labih maju ke depan.”

Dalam kaitan konsumsi minuman Saguer, Pemerintah Provinsi Maluku
Utara maupun Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara belum memiliki peraturan
tentang pelarangan maupun pelegalan minuman Saguer. Namun sekiranya
produsen tetap optimis bahwa Saguer memang sudah sering digunakan dalam acara
adat sehingga adat, budaya dan tradisi Halmahera secara tidak langsung mendukung
66

kelangsungan usahanya. Dalam teori Bourdieu, Saguer merupakan alat komunikasi
yang bersifat netral dan untuk kepentingan pelestarian modal budaya. Sehingga
modal budaya yang memang dimiliki Saguer sangat penting untuk dipertahankan.
Saguer merupakan identitas yang dimiliki oleh masyarakat Halmahera Utara
dari proses turun temurun hingga pola interaksinya yang dilakukan sehari-hari
dalam kehidupan masyarakat sehingga membentuk suatu objek yang dikenal sangat
erat di ranah Halmahera Utara. Ranah sosial Saguer di Halmahera Utara bukan
hanya tentang kompetisi melainkan tempat para pelaku masyarakat mendapatkan
makna budaya seperti solidaritas, kerja sama dan kasih sayang.
Pesta pernikahan masyarakat Halmahera Utara hampir sama dengan pesta
pernikahan yang diadakan di tempat lainnya. Selain makanan utama, disajikan pula
makanan ringan beserta minuman Saguer segar yang sangat sering dikonsumsi oleh
para tamu. Ikatan ketika mengkonsumsi Saguer juga tampak dari pernyataan
produsen Bapak Hery Moro:
“Saya melihat ikatan Saguer yang yaitu seperti digunakan dalam
acara-acara budaya orang Gosoma atau orang Halmahera Utara
nah makna ini seperti dalam perkawinan adat itu mereka
menggunakan Saguer. Seperti acara tokoh-tokoh adat mereka
menggunakan Saguer .”

Selain acara perkawinan, Bapak Hery Moro juga sangat sering mendapatkan
pesanan Saguer untuk acara adat kebudayaan di Tobelo seperti: Pertunjukan
Tokuwela, acara musik Yangere, pesta rakyat dan upacara adat Hibualamo.
Berbagai acara tersebut melibatkan para tetua adat. Tradisi pernikahan di Desa
Gosoma Kecamatan Tobelo adalah dengan menkonsumsi Saguer, tradisi tersebut
hingga kini masih dipertahankan oleh para masyarakat. Sudah tidak asing lagi jika
Saguer menjadi minuman pelengkap di setiap kegiatan masyarakat. Ketika hadir di
acara pernikahan, para tamu dan keluarga juga secara tidak langsung sangat
mengharapkan Saguer,
Dalam pembahasan Saguer sebagai identitas masyarakat Halmahera Utara
dapat disimpulkan bahwa Saguer mampu beradaptasi dengan membentuk identitas

67

pada ranah masyarakat. Identitas Saguer merupakan suatu kekuatan di dalam
berbagai ekspresi kultural dan tindakan-tindakan sosial para aktor di Halmahera
Utara. Saguer telah melengkapi produksi budaya dalam ranah tanah tempat tinggal,
berbagai latar belakang sosial dan melengkapi nilai-nilai kebudayaan. Identitas
Saguer merupakan refleksi atau cerminan dari kebudayaan dan proses sosialisasi
yang ada di Halmahera Utara.
5.2. Proses Produksi Saguer dan Cap Tikus dalam Masyarakat Halmahera
Utara
Bapak Hery Moro adalah produsen pembuat Saguer dan Cap Tikus di Desa
Gosoma, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara. Beliau kini berusia 50
tahun. Pendidikan terakhirnya adalah tamatan Sekolah Dasar. Beliau dibesarkan
dari keluarga petani Saguer secara turun temurun bersama empat saudaranya.
Dengan memproduksi Saguer dan Cap Tikus, Bapak Hery Moro menafkahi seorang
istri dan 2 orang anak. Proses memproduksi Saguer dijelaskan oleh Bapak Hery
Moro sebagai berikut:
“Kita panjat pohon enau, batifar air nira dari pohon enau itu. Tu
dia pe tampa mo masa saguer, de pe nama tengki. Lataran tu Saguer
musti tampung dulu sampi riki 4 galon, jadi kita nda setiap hari
momasa Saguer. Secara alamai nira kelapa kita biar semalam akan
hasil itu alkohol. Alkohol itu hasil alamai dari tabung sadapan
nira.” (Kita memanjat pohon enau, mengambil air nira dari pohon

enau tersebut untuk dijadikan minuman Saguer, kita masukan ke
dalam wawah. Biasanya kita menampung dulu Saguer sebanyak
empat galon sehingga tidak setiap hari kita tidak mengolah Saguer.
Secara alami air nira yang didiamkan semalam akan menghasilkan
alkohol. Alkohol tersebut adalah alkohol alami dari wadah air nira).

68

Gambar 5.1
Setelah Memanjat Pohon Seho, Petani Saguer Mengambil Air Nira Hasil
Sadapan
Ada dua hal menarik yang terjadi dalam proses tradisional pembuatan
Saguer, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Hery Moro, pertama bahwa air nira
yang baru saja diambil dari pohon akan mengalami proses pembentukan alkohol
dari fermentasi, fermentasi ini dibantu oleh bakteri yang ada di dalam bambu wadah
air nira di pohon seho yang memang terjadi secara alami. Dari hasil pengamatan
dan observasi perlakuan khusus yang dilakukan selama proses pembuatan saguer di
Halmahera Utara diantaranya adalah, saguer yang dituangkan harus disaring agar
tidak tercampur dengan serangga dan kotoran lain, hal ini untuk menjaga sterilisasi
fermentasi saguer.
Kendala yang didapatkan hanyalah ketersediaan air nira di pohon seho, tidak
jarang produsen seperti Bapak Hery Moro harus pergi ke hutan untuk menyadap air
nira, fasilitasnya pun juga masih sederhana tanpa

kendala, seperti yang

diungkapkan Hery Moro:
“Tidak menentukan gagal atau tidak tapi selama saya buat karena
alat-alat yang saya gunakan alat seperti bambu, seperti tanki tidak
ada kegagalan dalam saya buat paling kalau bambu sudah rusak
saya akan ganti bambu baru sebagai alat tradisional pembuatan. Itu
saja.”

69

Manfaat dari proses pembuatan Saguer dapat memberikan keuntungan bagi
para produsen, penjual maupun konsumen Saguer. Sangat penting bagi para
produsen memiliki kemampuan dalam mengelola Saguer. Sebab, pohon penghasil
air manis ini memiliki fungsi yang multiguna, mulai dari akar hingga buahnya
memberikan manfaat yang beragam bagi kehidupan manusia. Satu hal yang perlu
diperhatikan adalah kelestariannya karena hingga saat ini masih sulit dilakukan
pembudidayaan, terutama di daerah pedesaan. Keberadaan dan kelangsungan hidup
pohon Saguer atau aren ini perlu dirawat dan dilindungi secara baik sehingga bisa
memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola dan masyarakat setempat.
Sementara dalam proses pembuatan Cap Tikus, bahan Saguer murni diolah kembali
melalui proses penyulingan, seperti diungkapkan oleh Bapak Aim Utumu:
Terus kita panaskan, Saguer cukup dihangatkan suam-suam kuku
lalu uap alkohol datang lewat selang. Kemudian kita dinginkan. Per
minggu 5 liter per gelong dengan harga Rp 30 ribu, keuntungan
yang bisa saya dapatkan dari usaha Saguer sehari mencapai Rp 60
ribu, tergantung minat pembeli”

Proses mengontrol api yang dibakar dengan kayu juga menjadi perhatian
agar penyulingan alkohol berjalan dengan baik. Proses pengolahan Cap Tikus juga
rata-rata dapat dilakukan secara sendiri dan hanya dibantu oleh keluarga saja.
Dalam urusan pendapatan tidak terlalu banyak namun cukup jika untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Dengan nilai pendapatan 60 ribu per hari sangatlah minim
bagi seorang kepala keluarga, maka salah satu yang dilakukan Bapak Hery Moro
adalah dengan mengolah kembali Saguer tersebut hingga menjadi Cap Tikus, hal
ini dikarenakan Cap Tikus memiliki harga jual yang relatif lebih menguntungkan.
“Saya buat Cap Tikus, sesudah saya buat Cap Tikus lalu saya jual
lalu dapat punya uang saya ambil manfaat itu untuk saya punya bini.
Saya buat itu kan untuk ada hasil untuk bisa makan, untuk saya
punya hidup, saya bisa pakai untuk anak bini. Sehingga saya buat
itu untuk dia punya hasil”

70

Bapak Hery Moro telah memulai usaha sejak berusia 16 tahun hingga
sekarang. Motivasi Bapak Hery Moro tetap memproduksi Saguer dikarenakan
Saguer memang menjadi sumber pendapatan bagi kelangsungan kehidupan rumah
tangganya. Analisa skema hasil produksi dan hasil pemasaran bagi beberapa
produsen Saguer di Halmahera Utara masih bersifat tradisional (usaha mikro).
Sehingga para produsen belum menerapkan sistem catatan keuangan seperti neraca.
Dalam mengolah Saguer dan Cap Tikus, produsen hanya dibantu oleh istri dan
bersifat tradisional.
Meskipun turut membantu, Ibu Hery Moro tetap memiliki beberapa
keterbatasan yang tidak dapat dilakukan oleh seorang perempuan, seperti memilih
dan memanjat pohon seho di hutan. Pohon Seho sendiri merupakan tumpuan bahan
utama dalam ketersediaan Saguer di Halmahara Utara, kendala yang dihadapi oleh
produsen seperti Bapak Heri Moro yaitu:
“Kalau menurut saya kendalanya Pohon Sehonya. Kalau disana
kan pohon ini kan tidak dibudidayakan ya tapi pohon ini kan tumbuh
sendiri, di hutan. Ketika pohon ini sudah mati terpaksa saya sebagai
pembuat Saguer saya berpindah tempat untuk cari pohon baru di
lahan-lahan tempat orang punya, tapi disitu saya minta ijin kalau
saya ingin mengelola Pohon Seho ini menjadi produksi, menjadi
Saguer atau tuak. Kalau menurut saya kendalanya cuma disitu

saja.”
Pohon Seho (Arenga Pinnata , suku Arecaceae) adalah jenis palma yang
terpenting di Halmahera Utara setelah kelapa (nyiur ) karena merupakan tanaman
yang serba guna. Penyebab mulai berkurang atau kelangkaannya tidak lain adalah
karena banyaknya kegunaannya tersebut, sehingga banyak dimanfaatkan penduduk
untuk berbagai kebutuhan.
Arena Saguer jika digabungkan dengan konsep habitus dan kapital maka
akan terjalin erat. Hal yang sama juga terjadi dalam praktik pengolahan saguer.
Habitus masyarakat Halmahera Utara yang ulet dalam memanjat dan mencari air
nira dari pohon seho menjadikan mereka memiliki keberhasilan dalam arena bisnis

71

tradisional ini yang dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang menggantungkan
kehidupan ekonominya dari penjualan minuman Saguer.
Arena dalam konsep Bourdieu juga ditunjukkan tentang bagaimana
Masyarakat Halmahera Utara mampu memproduksi Saguer dengan baik. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya berbagai gubuk di hutan yang merupakan tempat
memproduksi air nira secara langsung dari pohon Saguer, selain itu kemampuan
pembuat Saguer seperti membuat bambu, dan peralatan-peralatan lain yang sangat
tradisional membuat hasil produksinya benar-benar bagus, hal ini dapat dilihat dari
sedikitnya kegagalan dalam proses produksi.

Gambar 5.2
Pembuatan Saguer yang Masih Sangat Tradisional, Bambu Digunakan
untuk Menyalurkan Air Nira Hasil Sadapan
Selain arena dalam Teori Bourdieu dikenal juga dengan istilah modal yaitu
(1) Modal ekonomi Saguer, yang mencakup alat-alat produksi (pisau, bambu, tanki,
rumah produksi dan tenaga pembuat Saguer), materi (pendapatan dari hasil
penjualan Saguer) dan uang yang dengan mudah digunakan untuk segala tujuan
serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya; (2) Modal budaya, yang
mencakup keseluruhan kualifikasi intelektual yang dapat diproduksi melalui
warisan keluarga, yaitu kemampuan mengolah air nira menjadi Saguer yang
memiliki nilai budaya yang tinggi; (3) Modal sosial, menunjuk pada jaringan sosial
yang dimiliki para pelaku (individu atau kelompok) dalam hubungan dengan pihak
lain yang memiliki kuasa dalam hal ini para tetua adat dan tokoh masyarakat; dan
(4) Modal simbolik, mencakup segala bentuk prestise, status, otoritas, dan
legitimasi yang ditunjukkan dalam acara adat maso minta. Keseluruhan modal

72

Saguer memungkinkan masyarakat Desa Gosoma untuk mendapatkan kekuatan
sosialnya.
5.3. Proses Distribusi Saguer dalam Masyarakat Halmahera Utara
Saluran distribusi Saguer di Halmahera Utara hingga kini masih didominasi
oleh saluran distribusi langsung dengan adanya upacara atau perayaan adat sebagai
target marketnya. Jumlah konsumen Saguer dapat meningkat apabila Saguer yang
diproduksi memiliki rasa yang enak dan khas. Rasa khas dari Saguer adalah
manisya. Bambu penampungan yang digantungkan pada bagian mayang tempat
keluarnya cairan putih (Saguer), berikut saringannya yang terbuat dari ijuk pohon
enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin manis. Semakin sesuai dengan
selera konsumen maka kualitas produk Saguer yang diolah oleh produsen dapat
dianggap memiliki kualitas yang baik dan kompetitif di pasaran, seperti
diungkapkan oleh Bapak Aim Utumu:
“Cara berdagang kan dalam acara-acara perkawinan orang datang
untuk menggunakan Saguer ini. Seperti itu. Nah yang pertama saya
cara menjualnya kadang Saguer itu saya taruh di tempat masak
saya. Nah disitu ada orang datang macam orang perkawinan saya
kasih dia orang pakai, yaitu dijual. Yaitu satu jirigen 25 liter itu 45
ribu itu.”

Dalam kebiasaan adat yang membutuhkan Saguer sebagai minuman
keseharian membuat usaha penjualan Saguer dapat berlangsung lama. Proses
pemasaran Saguer ini juga berlangsung secara tradisional. Arena dalam tempat
distribusi yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat sehingga jika ada acara
adat dan perkawinan mereka biasa memborongnya langsung dengan harga yang
relatif murah. Ruang distribusi saguer terlihat jelas ketika ada acara-acara adat dan
interaksi keseharian masyarakat Halmahera Utara.
Ruang distribusi Saguer tidak dapat dipisahkan dari struktur mental individu
yang hingga pada taraf tertentu merupakan produk dari penggabungan struktur
sosial masyarakat Halmahera Utara. Ruang sosial dan kelompok yang
menempatinya adalah produk dari agen yang berpartisipasi sesuai dengan posisi
73

mereka di dalam ruang sosial pergaulan masyarakat Halmahera Utara. Hal inilah
yang menyebabkan distribusi minuman Saguer mudah diterima oleh Masyarakat
Halmahera Utara.

Gambar 5.3
Pengemasan Minuman Saguer ke dalam Jirigen-Jirigen yang Memiliki
Volume Banyak pada Umumnya Dikonsumsi oleh Peserta Upacara Adat
Dalam dalam proses selanjutnya minuman Saguer kemudian diolah menjadi
Cap Tikus dengan alasan bahwa harga dan permintaan Cap Tikus lebih
menjanjikan. Di dalam proses pembuatan Cap Tikus ini dari hasil observasi
didapatkan bahwa air Saguer kemudian diolah dengan memasaknya kemudian
dilakukan proses destilasi kimia yang bertujuan mendapatkan uap alkohol. Bentuk
komodifikasi Saguer menjadi minuman Cap Tikus dipahami sebagai strategi
penjualan agar penggunaan Saguer tidak hanya ketika ada upacara adat namun
konsumsi sehari-hari dengan dampak yang dirasakan lebih memuaskan konsumen.
5.4. Praktik Penggunaan Saguer dalam Masyarakat Halmahera Utara
Fokus pemikiran Bourdieu dalam arena saguer tampak dalam penggunaan
saguer untuk acara maso minta (lamaran) keluarga mempelai laki-laki kepada
keluarga perempuan yang diungkapkan oleh Tokoh Adat Amant Tobelo, Bapak
Yessayas Banari:

74

“Saguer juga dipakai sebagai simbol dari seorang pengantin lakilaki pada saat acara-acara perkawinan. Jadi kalau acara
perkawinan juga acara-acara adat lain. Hampir setiap acara orang
Tobelo kalau dari keluarga laki-laki datang keluarga perempuan
tidak bawa Saguer itu dari nilai adat dan tradisi dipertanyakan. Jadi
itu kenapa itu kurang lengkap karena dia berfungsi sebagai simbol
dari pengantin laki-laki itu.”

Dalam era yang telah modern ini hikayat tentang Saguer sebagai simbol
pengantin laki-laki di dalam budaya Halmahera pun masih ada. Saguer digunakan
sebagai simbol ketangkasan seorang laki-laki dengan dia mampu mengolah Saguer
mulai dari memanjat pohon seho. Memanjat pohon seho dan mengolah Saguer pun
tidak semudah yang dilihat. Disini diibaratkan calon pengantin laki-laki harus
menggunakan akal kecerdasannya dalam menghasilkan produk Saguer. Sehingga
dia dapat dibuktikan mampu hidup sendiri dan siap memimpin rumah tangga.
Memang minuman Saguer harus bersaing dengan minuman bermerek
bahkan dengan produk turunannya Cap Tikus, namun harapan agar masyarakat
dapat terus menjaga minuman ini dengan mengkonsumsinya sebagai nilai
kebanggaan yang berasal dari Halmahera Utara.
Perluasan konsep modal Saguer dalam teori Bourdieu sangat terlihat dengan
masuknya unsur kebudayaan yang sudah ada di dalam kehidupan masyarakat Desa
Gosoma. Modal kultural yang telah dimiliki tetap menjadi peran besar sebagai
kekuatan masyarakat terutama ketika mereka memutuskan untuk mengkonsumsi
Saguer dalam acara-acara adat. Har Dombo sebagai salah satu konsumen Saguer
bahkan menganggap minuman ini dapat memperat hubungan dengan masyarakat,
seperti yang dia ungkapkan.

75

“Yang saya dapatkan dari Saguer adalah saya memiliki banyak
kenalan. Saya sering mengikuti acara nikah adat dan disana saya
sering berkomunikasi dengan orang-orang yang belum saya kenal.
Tetapi

ketika

kami

duduk

dalam

acara

tersebut

sambil

mengkonsumsi Saguer, lambat laun kami saling kenal dan sudah
seperti keluarga sendiri.”

Pada pemahaman ini terkait habitus, Saguer adalah sebagai fenomena
minuman tradisional yang menekankan perhatiaan kelengkapan masyarakat dalam
berkumpul dan bersosialisasi satu dengan lainnya. Ditambahkan lagi oleh Bapak
Tomi Panyi selaku salah satu tokoh masyarakat di Desa Gosoma bahwa praktik
penggunaan Saguer memang sangat sering terutama jika ada acara adat perkawinan
antar keluarga:
“Situasi yang kita gunakan yaitu dalam acara-acara orang
perkawinan. Kalau di Desa Gosoma Saguer itu digunakan saat acara
pertemuan adat ya itu digunakan pasti ada Saguer tapi kalau
minuman Cap Tikus, dia tu sudah termasuk minuman-minuman keras
dia keseharian sudah mengandung alkohol.”

Menurut Kepala Desa Gosoma, Saguer memang sering digunakan dalam
pertemuan adat namun hal ini Saguer sering bercampur dengan Cap Tikus yang
mengandung alkohol sangat tinggi. Disinilah letak dari praktik keseharian
masyarakat Halmahera Utara dengan Saguer. Di samping Saguer memang Cap
Tikus juga beredar bersama, sehingga dalam praktik penggunaannya, peran masingmasing aktor dalam memutuskan minuman mana yang akan dikonsumsi menjadi
sangat penting. Keputusan para aktor dan masyarakat Halmahera Utara dalam
menjaga kelestarian adat budaya yang dimiliki oleh minuman Saguer sangat
ditentukan dengan sejauh mana peran mereka dalam memaknai simbol dalam
proses pembuatan Saguer.

76