Penggunaan Data Mining dalam Penentuan D

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
JAKARTA

PENGGUNAAN DATA MINING DALAM PENENTUAN DETERMINAN TINGKAT FOREIGN
DIRECT INVESTMENT DI PROVINSI SELURUH INDONESIA

Oleh:
SATRIA HANGGA NUGRAHA
NPM : 154060006571
Program Studi DIV Akuntansi Alih Program

Januari 2017

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 2
1.1

Latar Belakang................................................................................................................. 2


1.2

Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3

1.3

Tujuan ............................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................. 4
2.1

Landasan Teori ................................................................................................................ 4

2.2

Variabel Penelitian .......................................................................................................... 7

2.3


Data Mining..................................................................................................................... 9

2.4

Hasil Data Mining .......................................................................................................... 18

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 20
3.1

Simpulan ....................................................................................................................... 20

3.2

Saran ............................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada abad ini, globalisasi merupakan sebuah isu yang semakin berkembang.
Globalisasi telah membawa berbagai macam aspek kehidupan ke arah yang lebih maju
sehingga memunculkan berbagai macam perkembangan pada aspek-aspek kehidupan
tersebut. Perkembangan ini tentu juga terjadi dalam bidang ekonomi. Perkembangan di
bidang ekonomi juga menjadi semacam indikator terjadinya fenomena globalisasi di suatu
negara. Kemudahan dalam investasi, aliran informasi yang luar biasa di era digital, serta
transparansi dan akuntabilitas yang mulai membudaya di berbagai negara, menjadikan
kegiatan perekonomian ikut berevolusi.
Fenomena yang saat ini identik dengan perekonomian global adalah penanaman
modal oleh asing secara langsung atau yang lebih dikenal dengan Foreign Direct Investment
(FDI). FDI telah mendorong bergeraknya roda perekonomian pada wilayah-wilayah potensial
namun kekurangan modal. FDI menjadi sebuah instrumen penting bagi pemerintah dalam
membantu membangun negara ini secara ekonomi maupun sosial. FDI berperan sebagai
pemicu pergerakan ekonomi ketika investor dalam negeri dan pemerintah sendiri
terkendala dengan keterbatasan modal yang dimiliki. Diharapkan FDI mampu membawa
pengaruh positif terhadap perekonomian suatu wilayah dan berdampak positif pula secara
fiskal. Dengan adanya desentralisasi pengelolaan keuangan negara, bahkan pemerintah

daerah mampu menarik investor asing untuk menanamkan modal di wilayahnya.
Sayangnya, pemerintah daerah tidak dengan mudah menarik para investor asing begitu saja.
Tingkat FDI di suatu daerah ditentukan oleh berbagai faktor-faktor, baik yang
bersifat controllable maupun uncontrollable. Determinan tingkat FDI di suatu wilayah
sangatlah beragam. Ada yang disebut dengan traditional determinant dan ada yang disebut
dengan non-traditional determinant. Akan tetapi determinan mana yang memiliki korelasi
besar akan berbeda untuk tiap negara dikarenakan tiap negara memiliki karakteristik yang
berbeda pula. Cara yang mudah untuk mengetahui determinan mana yang memang benar-

2

benar berpengaruh signifikan terhadap tingkat FDI di daerah-daerah di Indonesia adalah
menggunakan data mining. Data mining dilakukan terhadap berbagai variabel-variabel
determinan untuk kemudian diketahui variabel mana dan bagaimana pengaruhnya terhadap
tingkat FDI di Indonesia. Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulisan makalah ini. Dalam
makalah ini, data mining menggunakan alat bantu program Weka.

1.2 Rumusan Masalah
Determinan tingkat FDI sangatlah banyak akan tetapi untuk tiap negara faktor yang
benar-benar berpengaruh terhadap tingkat FDI sangatlah beragam tergantung dengan

karakteristik tiap negara. Dalam makalah ini data mining dilakukan untuk menjawab
pertanyaan berikut:
1) Apa saja faktor yang berpengaruh terhadap tingkat FDI pada wilayah-wilayah di
Indonesia?
2) Bagaimana faktor tersebut mempengaruhi tingkat FDI di Indonesia? Faktor manakah
yang menjadi preseden terhadap faktor lainnya?
1.3 Tujuan
Makalah ini memaparkan mengenai faktor-faktor mana, dari determinan tingkat FDI
yang sebelumnya telah dikenal, yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat FDI di
Indonesia. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dilakukan dengan
menggunakan data mining dan alat bantu yang dipakai adalah program Weka. Dengan
penggunaan data mining diharapkan faktor-faktor yang berpengaruh besar dapat diketahui
dan dapat digambarkan juga bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat FDI. Untuk tujuan
yang lebih lanjut, hasil dari data mining tersebut diharapkan mampu memberi gambaran
bagi daerah mengenai bagaimana cara meningkatkan FDI di wilayahnya dengan mengubah
faktor-faktor yang bersifat controllable tersebut.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori
Tinjauan pustaka yang terkait dan digunakan dalam penyusunan makalah ini antara
lain sebagai berikut.
1) Foreign Direct Investment (FDI)
Menurut investopedia, Foreign Direct Investment merupakan investasi yang
dilakukan oleh suatu perusahaan atau individu sebuah negara di negara lain untuk
kepentingan bisnis, dalam bentuk pembangunan operasi bisnis atau pengakuisisian
aset bisnis di negara lain, seperti kepemilikan atau pengendalian atas suatu
perusahaan asing. FDI berbeda dengan investasi portofolio, karena pada investasi
portofolio investor hanya membeli saham perusahaan asing. Fitur utama dari FDI
yaitu adanya kontrol efektif atau pengaruh substansial oleh investor terhadap
investee.
FDI merupakan sumber pembiayaan potensial yang berasal dari luar negeri yang
paling potensial terutama di negara berkembang dengan kesenjangan modal yang
tinggi. Kesenjangan tersebut disebabkan oleh perkembangan teknologi, pembatasan
bagi investasi asing melalui akuisisi penuh, serta deregulasi dan privatisasi di
berbagai industri (Rasyidin, 2010).
Selain itu, FDI dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam jangka panjang ke

sebuah perusahaan di negara lain dan menjadi sebuah ciri dari sistem ekonomi
global. FDI dipandang lebih bermanfaat bagi negara atau pemerintah daerah jika
dibandingkan dengan investasi pada ekuitas perusahaan. Hal ini dikarenakan pada
investasi ekuitas yang bersifat jangka pendek terdapat potensi timbulnya capital
outflow jika sewaktu-waktu investasi ditarik secara tiba-tiba yang nantinya
menimbulkan kerentanan ekonomi (Devi, Prila, 2014).
2) FDI di Indonesia
Di Indonesia, pemerintah telah memiliki Undang-undang Penanaman Modal Asing
No. 1 tahun 1967 yang dikeluarkan untuk menarik investasi asing guna membangun
ekonomi nasional. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) diberi wewenang
4

untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi langsung luar negeri (Foreign
Direct Investment). Pada tahun 2015 menurut BPS, negara-negara terbesar
penyumbang arus masuk FDI di Indonesia antara lain Singapura, Jepang, Belanda,
Korea Selatan, Hongkong, dan Amerika. Menurut data BPS, total nilai FDI yang masuk
di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar US$ 29,276 Milyar, merupakan yang
tertinggi dalam periode 2008-2015 dan memang sepanjang tahun terus mengalami
peningkatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu aspek penting dari
FDI adalah bahwa investor bisa melakukan kontrol terhadap manajemen atau

mampu memberi pengaruh penting terhadap manajemen dan produksi. Hal tersebut
berbeda dengan investasi tak langsung melalui portofolio, dimana pemodal asing
hanya membeli saham perusahaan lokal tetapi tidak memiliki kemampuan dalam
mengendalikan perusahaan investee secara langsung. FDI dapat disebut sebagai
komitmen jangka panjang dan dianggap lebih bernilai bagi negara atau pemerintah
daerah dibandingkan investasi jenis lain yang bisa ditarik begitu saja ketika terjadi
gejolak di dalam negeri.
3) Determinan FDI
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat FDI pada suatu negara dibagi menjadi 2
yaitu traditional determinant dan non-traditional determinant (Nunnenkamp, Spatz,
2002). Determinan tradisional atas tingkat FDI di suatu negara yaitu ukuran pasar
atau populasi, GDP dan GNP, faktor risiko, kualitas infrastruktur, kemudahan dalam
berbisnis dan ketersediaan tenaga terampil. Sedangkan yang dimaksud dengan
determinan non-tradisional antara lain berupa cost difference dengan wilayah lain
dalam hal tenaga kerja dan pajak, ketersediaan faktor produksi komplementer,
ketersediaan pendidikan di suatu wilayah, aturan terkait teknologi dan perdagangan
internasional. Selain itu ketersediaan sumber daya alam juga menjadi pengaruh
dominan dalam menentukan tingkat investasi FDI di suatu wilayah (Dunning, 1999).
Faktor-faktor lain yang bersifat eksogen dan faktor terkait policy juga memiliki
dampak signifikan terhadap FDI di suatu negara (Blonigen, 2005). Faktor tersebut

antara lain berupa nilai tukar mata uang, aturan pajak, kualitas institusi, dan aturan
perlindungan perdagangan.

5

Dalam

kaitannya

dengan

perdagangan,

opportunity

dalam

perdagangan

internasional dan tingkah laku organisasi menjadi faktor yang signifikan dalam

menentukan tingkat FDI di suatu negara (Helpman, 2006).
4) Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Peter Nunnenkamp dan Julius Spatz tahun 2002, tingkat FDI di
negara berkembang, dengan determinan tradisional dan non-tradisional, yang
sangat mempengaruhi adalah populasi (market size) dan GDP. Namun dalam
penelitiannya, Nunnenkamp dan Spatz mengutip hasil riset UNCTAD tahun 1996
bahwa market size berdasarkan populasi tidak begitu penting dalam menentukan
tingkat FDI sebagai akibat globalisasi.
Dalam studi empiris Bruce A. Blonigen pada tahun 2005, tingkat FDI yang diteliti
melalui faktor eksogen dan policy menunjukkan bahwa FDI dipengaruhi oleh aturan
pajak di negara tersebut. Namun Blonigen mengungkapkan bahwa hasil tersebut
masih terlalu dini untuk dijadikan dasar pembuktian hipotesis secara utuh, masih
diperlukan pengujian faktor-faktor mikro yang diyakini memiliki pengaruh yang
signifikan.
Sedangkan dalam penelitian Farhad Noorbakhsh, Alberto Paloni, dan Ali Youssef
tahun 2001, Bukti empiris menunjukkan human capital merupakan determinan
signifikan atas tingkat FDI di negara-negara berkembang. Variabel yang dijadikan
penjelas untuk human capital berupa tingkat pendidikan dan pertumbuhan market.
Jika mengutip dari riset UNCTAD tahun 1999, size lebih memberi pengaruh signifikan
jika dilihat dalam konteks GDP dari pada populasi. Selain itu penelitian Reiter dan

Steensma tahun 2010 juga menunjukkan hal serupa. Pembangunan manusia dan
tingkat FDI saling berpengaruh dimana kondisi tersebut juga dipengaruhi olehFDI
policy serta tingkat korupsi.
Menurut Elhanan Helpman dalam penelitiannya tahun 2006, perdagangan,
organisasi, dan FDI saling memiliki kerolasi satu sama lain. Perdagangan disini lebih
digambarkan melalui kesempatan adanya perdagangan lintas negara, sedangkan
organisasi lebih diarahkan pada behaviour perusahaan atau organisasi pelaku FDI.

6

2.2 Variabel Penelitian
Dalam data mining ini variabel yang digunakan adalah berupa data populasi.
Populasi yang dipakai adalah sejumlah provinsi di Indonesia tahun 2016, yaitu sebanyak 34
provinsi untuk data tahun 2015. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:
1) FDI
Variabel FDI menggunakan jumlah investasi luar negeri pada suatu provinsi
dibandingkan total aliran FDI masuk secara nasional. Satuan yang digunakan adalah
persen. Untuk mencerminkan FDI per provinsi maka nilai FDI yang digunakan tidak
termasuk FDI sektor Migas karena sektor tersebut sepenuhnya dikelola oleh
pemerintah pusat. Selain itu, investasi disini tidak termasuk portofolio.
2) Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia digunakan sebagai proxy human capital. Meskipun
pada penelitian sebelumnya human capital hanya diukur melalui pendidikan, tetapi
indeks pembangunan manusia lebih kompleks dalam menjelaskan human capital.
Dalam proxy ini selain tingkat pendidikan juga diperhitungkan unsur pengukuran
harapan hidup, melek huruf, dan standar hidup. Angka indeks pembangunan
manusia tiap provinsi menggunakan indeks yang disediakan oleh BPS.
3) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja digunakan untuk mewakili determinan tradisional
berupa

ketersediaan

tenaga

terampil.

Proxy

ini

merupakan

indikator

ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara
ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu tertentu, di
dalamnya adalah penduduk bekerja dan pencari kerja. Tingkat partisipasi angkatan
kerja berdasarkan data BPS dihitung melalui jumlah angkatan kerja dibagi dengan
jumlah penduduk usia kerja dengan satuan persen.
4) Market Size (Populasi)
Market size dengan menggunakan total populasi merujuk pada penelitian tingkat FDI
terkait determinan tradisional. Jumlah populasi yang digunakan adalah data per
provinsi tahun 2015. Jumlah populasi per 2015 mengacu pada proyeksi populasi
tahun 2015 sesuai dengan perhitungan oleh BPS. Digunakan data proyeksi tahun

7

2015 dikarenakan sensus penduduk terakhir adalah tahun 2010. Agar lebih reliable
dan juga relevan dengan total 34 provinsi, maka digunakan data proyeksi BPS.
5) Market Size (GDP)
Penggunaan market size dengan proxy GDP merupakan bentuk pengakomodasian
hasil riset UNCTAD tahun 1999, dimana GDP lebih mencerminkan ukuran
dibandingkan populasi manusia dalam wilayah tersebut. Data GDP yang digunakan
adalah data GDP dari BPS.
6) GDP per Kapita
Dalam penelitian Nunnenkamp dan Spatz tahun 2002, variabel yang berupa marketrelated selain menggunakan GDP dan populasi juga digunakan GDP per capita.
Banyaknya variabel yang digunakan menunjukkan upaya pengukuran pasar yang
lebih komprehensif. GDP per kapita secara sederhana merupakan GDP per provinsi
dibagi jumlah populasinya.
7) GDP Growth
Selain GDP per kapita, market-related variabel yang menjadi determinan tradisional
yang dipakai untuk menentukan tingkat FDI adalah GDP growth (Nunnenkamp,
Spatz, 2002). Pertumbuhan market yang dipakai sebagai salah satu proxy human
capital dari sudut pandang ekonomi dalam penelitian Noorbakhsh, Paloni, dan
Youssef, akan lebih masuk akal jika menggunakan GDP. Hal ini dikarenakan aktivitas
ekonomi lebih tercermin dari ukuran GDP dibanding populasi. GDP growth dihitung
dari perubahan GDP tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan satuan
persen.
8) Ekspor
Ekspor digunakan sebagai proxy untuk kesempatan perdagangan internasional.
Disamping itu dalam penelitian Nunnenkamp dan Spatz, dikutip pula penelitian lain
yang menunjukkan pertumbuhan ekspor berpengaruh terhadap tingkat FDI suatu
negara (Tsai, 1994). Ekspor disini menggunakan satuan USD dan merupakan nilai
ekspor per provinsi sesuai data dari BPS.
9) Ketersediaan Air Bersih
Ketersediaan air bersih digunakan sebagai proxy mewakili ketersediaan sumber daya
alam seperti penelitian Dunning tahun 1999. Ketersediaan air bersih dihitung dari
persentase penggunaan air dari alam wilayah tersebut (sumur, mata air, sungai, dan
8

air hujan) dibanding total seluruh konsumsi air pada suatu provinsi. Satuan yang
digunakan persen.
10) Ketersediaan Listrik
Ketersediaan listrik dipakai untuk mewakili varabel kemudahan dalam berbisnis dari
segi non policy juga dapat digunakan sebagai tambahan proxy ketersediaan sumber
daya alam. Ketersediaan listrik merupakan tingkat ketersediaan listrik (PLN dan non
PLN) bagi suatu provinsi (rumah tangga dan industri) dengan satuan persen.
2.3 Data Mining
Setelah penentuan variabel dan pengumpulan data, proses data mining dengan
menggunakan program Weka dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Pengkategorian Tiap Variabel
Seluruh data diperoleh dari BPS. Setelah data diperoleh, tiap variabel dilakukan
pengelompokan sesuai dengan kategorinya. Pengelompokan atas 34 data untuk 10
variabel adalah sebagai berikut.
a. FDI
FDI dikategorikan menjadi 3 yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria untuk tiap
kategori sebagai berikut,
Tinggi

: lebih dari US$ 900 juta (> 900 juta)

Sedang

: dari US$ 225 juta s.d. US$ 900 juta (> 225 juta & < 900 juta)

Rendah

: kurang dari US$ 225 (< 225 juta)

Persebaran datanya adalah sebagai berikut

b. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia dikategorikan menjadi 3 yaitu tinggi, sedang dan
rendah. Kriteria untuk tiap kategori sebagai berikut,
9

Tinggi

: lebih dari 69,5 (> 69,5)

Sedang

: dari 66 s.d. 69,5 (>66 & 68)

Sedang

: dari 63 s.d. 68 (>63 & 8.000 ribu)

Sedang

: dari 3.000 ribu jiwa s.d. 8.000 ribu jiwa (> 3.000 ribu & < 8.000 ribu)

Kecil

: kurang dari 3.000 ribu jiwa (< 3.000 ribu)

Persebaran datanya adalah sebagai berikut

10

e. Market Size (GDP)
GDP dikategorikan menjadi 3 yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kriteria untuk tiap
kategori sebagai berikut,
Tinggi

: lebih dari 200.000 Milyar Rupiah (> 200.000 Milyar)

Sedang

: dari 100.000 Milyar Rupiah s.d. 200.000 Milyar Rupiah (>100.000
Milyar & 40.000 Milyar)

Sedang

: dari 30.000 Milyar Rupiah per kapita s.d. 40.000 Milyar Rupiah per
kapita (>30.000 Milyar & 0,06)

Sedang

: dari 0,05 s.d. 0,06 (>0,05 & 3.000 juta)

Sedang

: dari US$ 500 juta s.d. US$ 3.000 juta (>500 juta & 80%)

Cukup

: dari 60% s.d. 80% (>60% & 97%)
Cukup

: dari 90% s.d. 97% (>90% &