T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Komunikasi
Komunikasi berasal dari kata latin ”Communication” yang berarti
pemberitahuan atau ”Pertukaran Pikiran”. Istilah communication ini
bersumber pada kata ”communis” yang artinya ”sama” maksudnya adanya
”kesamaan makna”. Jadi komunikasi akan dapat terjadi bila adanya
kesamaan makna, dan sebaliknya bila tidak ada kesamaan makna maka
komunikasi itu tidak akan berlangsung (Anoraga dan Suyatni, 2001:5).
Menurut Kenneth dan Gary, komunikasi adalah sebagai penyampaian
informasi antara dua orang atau lebih yang juga meliputi pertukaran
informasi
antara
manusia
dan
mesin
(Umar,
2003:12).
Sikula
mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan informasi,
pengertian dan pemahaman dari seseorang, suatu tempat, atau sesuatu
kepada sesuatu, tempat atau orang lain (Mangkunegara, 2007). Davis
mendefinisikan bahwa komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan
orang lain menginterpretasikan suatu idea, terutama yang dimaksudkan oleh
pembicara atau penulis (Mangkunegara, 2007). Sementara menurut
Handoko (2003), komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam
bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain, dimana
perpindahan pengertian tersebut melibatkan kata-kata, ekspresi wajah,
intonasi, titik putus vokal dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas maka komunikasi dapat
diartikan sebagai proses pemindahan suatu informasi, ide, pengertian dari
seorang kepada orang lain dengan harapan orang lain tersebut dapat
menginterpretasikannya sesuatu dengan tujuan yang dimaksud.
8
2.2 Komunikasi Organisasi
Secara metodologis pengorganisasian merupakan suatu cara
manajerial yang berhubungan dengan usaha-usaha kelompok untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para anggota kelompok
melakukan pekerjaannya disertai dengan pengetahuan dan metode ilmiah
berdasarkan perspektif umum yang perlu memperhatikan dan memelihara
kondisi yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi (Syani, 1987).
Rogers dalam Effendy (2004) mendefinisikan organisasi sebagai
suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Sementara menurut De Vito (2011) komunikasi organisasi
merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi
dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Jika organisasi
semakin besar dan semakin kompleks, maka demikian juga komunikasinya.
Menurut Syani (1987) syarat-syarat dalam mengelola pekerjaan
bersama dalam satu unit kerja agar dapat mencapai tujuan yang efektif
diantaranya adalah : pertama, mengacu pada tujuan umum organisasi,
kedua, tugas manajerial dilakukan secara bersama dengan melalui sistem
spesialisasi, ketiga, adanya upaya pengelompokan anggota-anggota
spesialisasi sesuai dengan prinsip pengorganisasian.
2.3
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi dapat dipahami sebagai segala aktifitas yang
akan dilakukan komunikator dalam menstransmisikan pesan kepada
komunikan dengan tujuan tertentu yang telah digariskan sebelumnya,
dengan media apa, perumusan pesan yang bagaimana dan efek yang akan
dicapai, yang pada akhirnya tercapai apa yang diinginkan sesuai dengan
rumusan tujuan itu (Mudjiono, 2007:126).
Strategi pada hakekatnya adalah rencana cermat tentang suatu kegiatan guna
meraih suatu target atau sasaran. Sasaran atau target tidak akan mudah
9
dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan
itu tidak terlepas dari strategi, terlebih dalam target komunikasi (Effendy,
2000:36). Namun untuk mencapai sasaran atau target tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai petunjuk jalan yang menunjukan tujuan saja, tetapi juga
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Strategi komunikasi baik secara makro (planned multimedia
strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy)
mempunyai fungsi ganda (Effendi, 2000:36). Yaitu :
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif,
dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil
yang optimal.
2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap), yaitu kondisi yang
terjadi
akibat
kemudahan
diperolehnya
dan
kemudahan
dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan
akan merusak nilai-nilai yang dibangun.
Strategi komunikasi banyak menentukan keberhasilan dalam
kegiatan komunikasi. Dalam menyusun strategi komunikasi seorang
pemimpin harus memahami fungsi strategi komunikasi baik secara makro
maupun mikro. Dengan pendekatan makro berarti organisasi dipandang
struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan dengan
pendekatan mikro lebih memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan
sub unit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat
ini adalah komunikasi antara anggota kelompok, komunikasi untuk
memberi orientasi dan latihan, komunikasi untuk menjaga iklim,
komunikasi dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi
untuk mengetahui rasa kepuasan dalam bekerja (Firdaus, 2008).
Dalam konteks komunikasi, untuk menyusun strategi komunikasi
ada empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu: (Fajar, 2009)
1. Mengenal khalayak
Mengenal khalayak merupakan langkah pertama bagi komunikator
dalam usaha menciptakan komunikasi yang efektif. Mengingat dalam
10
proses komunikasi, khalayak itu sama sekali tidak pasif, melainkan aktif.
Sehingga antara komunikator dengan komunikan bukan saja terjadi saling
hubungan, tetapi juga saling mempengaruhi.
2. Menyusun pesan
Menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama
dalam mempengaruhi kalayak dari pesan tersebut ialah mampu
membangkitkan perhatian. Perhatian adalah pengamatan terpusat, karena
itu tidak semua yang diamati dapat menimbulkan perhatian. Dengan
demikian awal dari suatu efektifitas dalam komunikasi, ialah bangkitnya
perhatian dari khalayak terhadap pesan-pesan yang disampaikan.
Hal ini sesuai dengan AA procedure atau from Attention to Action
procedure. Artinya membangkitkan perhatian (Attention) untuk selanjutnya
menggerakkan seseorang atau orang banyak melakukan kegiatan (Action)
sesuai tujuan yang dirumuskan. Dalam menentukan tema atau isi pesan yang
dilontarkan kepada khalayak sesuai dengan kondisinya, dapat bersifat: on
side issu, suatu penyajian masalah yang bersifat sepihak, hanya segi positif
atau hanya segi negatif saja. Both sedies issue, suatu permasalahan yang
disajikan baik segi negatif maupun segi positifnya.
3. Menetapkan metode
Metode, dalam hal ini metode penyampaian dapat dilihat dari dua
aspek yaitu: menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya.
Menurut cara pelaksanaannya, dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu,
metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan yang kedua
menurut bentuk isinya dikenal metode-metode: informatif, persuasif,
edukatif, kursif.
Menurut cara pelaksanaannya, ada 2 bentuk dalam tatanan cara
pelaksanaannya yaitu :
a. Metode redundancy (repetition) adalah cara mempengaruhi
khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak.
11
b. Metode canalizing yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima
pesan yang disampaikan, kemudian secara perlahan-lahan merubah
sikap dan pola pemikirannya ke arah yang kita kehendaki (Fajar,
2010).
Menurut bentuk isinya, ada 4 bentuk yang digunakan dalam
menentukan bentuk dan isinya yaitu :
a. Metode informatif, lebih ditujukan pada penggunaan akal pikiran
khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan berupa:
keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya.
b. Metode persuasif yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan
membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikiran maupun
perasaannya.
c. Metode edukatif, memberikan sesuatu idea kepada khalayak
berdasarkan fakta-fakta, pendapat dan pengalaman yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya dengan disengaja,
teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku
manusia ke arah yang diinginkan.
d. Metode kursif, mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa
tanpa memberi kesempatan berpikir untuk menerima gagasangagasan/idea-idea yang dilontarkan, dimanifestasikan dalam bentuk
peraturan-peraturan, perintah-perintah, intimidasi-intimidasi dan
biasanya di belakangnya berdiri kekuatan tangguh.
4.
Pemilihan media komunikasi
Pemilihan media komunikasi, karena untuk mencapai sasaran
komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa
media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang disampaikan
dan teknik yang dipergunakan, karena masing-masing medium mempunyai
kelemahan-kelemahannya tersendiri sebagai alat. Oleh karena itu
pemanfaatan
media
radio
sebagai
alternatif
strategi
komunikasi
memerlukan perencanaan dan persiapan yang baik dengan memperhatikan
faktor-faktor diatas agar memperoleh hasil yang optimal
12
2.4
Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons
Selama perjalanan hidupnya, Talcott Parsons melakukan banyak
pekerjaan teoretis (Holmwood,1996; Lidzz, 2000l Munch, 2005). Ada
perbedaan-perbedaan penting diantara karya awalnya dan karya yang
kemudian. Didalam bagian ini kita akan membahas yang belakangan,
penteorian
fungsional-struktural.
Kita
memulai
diskusi
tentang
fungsionalisme struktural Parsons itu dengan empat imperatif fungsional
untuk semua sistem “tindakan”, skema AGIL-nya yang terkenal. Setelah
diskusi mengenai keempat fungsi itu, kita akan kembali kepada analisis
terhadap ide-ide Parsons mengenai struktur-struktur dan sistem-sistem.
1. AGIL
Suatu fungsi adalah “suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang
diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhankebutuhan sistem itu” (Rocher, 1975:40; R.Stryker, 2007).
Menggunakan definisi tersebut, Parsons percaya bahwa ada
empat imperatif fungsional yang berlu bagi (khas pada) semua
sistem-adaptation
(A)
(Adaptasi),
goal
attainment
(G)
(Pencapaian Tujuan), Integration (I) (Integrasi), dan latency (L)
(Latensi), atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama,
keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai skema AGIL.
Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat
fungsi tersebut.
1. Adaptasi: suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak
yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus
berdaptasi
dengan
lingkungan
dan
mengadaptasikan
lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian tujuan: suatu sistem harus mendefinisikan dan
mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi: suatu sistem harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian dari komponennya. Ia juga harus mengelola
13
hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainnya
(A,G,L).
4. Latensi
(Pemeliharaan
pola):
suatu
sistem
harus
menyediakan, memelihara, dan memperbarui baik motivasi
para individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan
dan menopang motivasi itu.
2.5
Kohesivitas Kelompok
Forsyth (2010) mengatakan kelompok adalah dua atau lebih
individu yang dihubungkan dengan dan dalam hubungan sosial. Selain itu,
jika dilihat secara menyeluruh, kelompok seperti satu kesatuan yang
dibentuk dimana dorongan interpersonal yang mengikat anggota bersamasama dalam suatu unit dengan batas-batas yang menandai yang berada
dalam kelompok dan diluar kelompok. Kualitas dalam hubungan dalam
kelompok tersebut dinamakan kohesivitas kelompok. Kohesivitas
kelompok dapat dikalim untuk menjadi teori yang paling penting dalam
group dynamic (dinamika kelompok). Tanpa adanya kohesivitas
kelompok, individu akan menarik diri dari kelompoknya. Selain itu
kohesivitas kelompok menjadi indikasi dari keberhasilan dalam kelompok
(Forsyth, 2010).
Definisi kohesivitas kelompok awalnya merupakan definisi yang
undimensional. Hal ini terlihat seperti penjelasan Forsyth (dalam
Treadwell, 2001) yang menyatakan kohesivitas kelompok merupakan
penguat yang mengadakan kebersamaan kelompok atau kekuatan darii
ikatan yang menghubungkan anggota kelompok kepada kelompok. Frank
(dalam Treadwell, 2011) mendefinisikan perasaan anggota tentang rasa
kepemilikan kepada kelompok atau daya tarik dari kelompok untuk
anggotanya. Kemudian unidimensional mengenai kohesivitas kelompok
menjadi bergeser menjadi pendekatan multi dimensional.
Hal ini seperti dinyatakan Forsyth (2010) bahwa kohesivitas bukan
konsep yang sederhana, namun merupakan multi component procces
14
dimana terdapat berbagai macam pendekatan yang terdiri dari social
cohesion, task cohesion, perceived cohesion dan emotional cohesion .
Forsyth (2010) menjelaskan satu persatu pendekatan tersebut, social
cohesion adalah pendekatan yang dilakukan oleh Lewin dan Festinger,
mengambil pendekatan psikologi sosial untuk menjelaskan kohesivitas
kelompok, menekankan pengaruh dari interaksi (baik individu maupun
kelompok) dalam kelompok. Pendekatan task cohesion, menjelaskan
kekuatan dari kelompok fokus dari tugas, dan tingkat dari kerja sama
ditampilkan dari anggota kelompok dimana mereka berkoordinasi dalam
usaha yang dijalankan dan adanya collective efficary dalam kelompok.
Pendekatan perceiver cohesion menyatakan sejauh mana anggota
kelompok merasakan mereka berada dalam kelompok (tingkat individu)
dan keseluruhan proses dalam kelompok (tingkat kelompok). Sedangkan
pendekatan emotion cohesion menyatakan tentang kedekatan afektif dalam
kelompok, semangat dalam kelompok atau tingkat positif afektif. Di
tingkat kelompok, emosi kelompok berbeda dari emosi tingkat individu.
Menurut Forrest dan Kearns (2001) disamping pengukuran objektif,
pengukuran terhadap persepsi individual anggota kelompok mengenai
tingkat kohesinya dengan kelompok juga tidak boleh diabaikan karena
persepsi ini berpengaruh pada tingkat laku individu tersebut maupun
tingkah laku kelompok secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang
menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah gambaran rasa
kepemilikan individu pada kelompoknya dan perasaan moral yang terkait
dengan keanggotaanya dalam kelompok, serta atribut kelompok yang di
refleksikan melalui hubungan antara individu dengan kelompoknya adalah
perceived cohesion (Bollen dan Hoyle, dalam Nisa dan Juneman, 2010).
15
2.6
Peneliti Terdahulu
Nama
Judul
Tujuan
Metode
Penelitian
Penelitian
penelitian
Penelitian
Hasil penelitian
Arini
Strategi
1. Dapat
Deskriptif
Strategi komunikasi
Rosdiana
Komunikasi
mengetahui
kualitatif
marketing yang
(Universitas
Marketing Radio
strategi
Islam
Dakta 107 FM
marketing
Negeri
Dalam
seperti apa
kegiatan off air
Syarif
Meningkatkan
yang
untuk
Hidayatullah Eksistensi Di
dilakukan
mempromosi-
Jakarta)
Kalangan
radio Dakta
kan radio Dakta.
(2011)
Pendengar
untuk
dilakukan radio Dakta:
1. Membuat
2. Membuat
meningkat-
seminar.
kan
3. Pengadaan
eksistensi-
Dakta Card.
nya di
4. Membuat
kalangan
program siaran
pendengar.
yang menarik
Sedangkan
2. Dapat
bentuk
mengetahui
komunikasi
bentuk
yang dilakukan
komunikasi
radio Dakta:
yang
1. Komunikasi
diterapkan
antar
para
pribadi.
marketing
2. Komunikasi
untuk
kelompok.
meningkat-
3. Komunikasi
kan rating
organisasi.
pendengar.
Eka Yuliana
Strategi
1.Untuk
(Universitas
Mempertahankan mengetahui
Deskriptif
kualitatif
1. Memanfaatkan
media sosial
16
Negeri
Eksistensi
strategi yang
sebagai wadah
Yogyakarta)
Komunitas
dilakukan
untuk
(2014)
Virginity Jogja
Virginity
menyampaikan
Jogja dalam
info info tentang
memperta-
kegiatan yang
hankan
dilakukan.
eksistensi.
2. Memprioritas-kan
2.Untuk
member aktif agar
mengetahui
tetap bertahan di
faktor
dalam komunitas
pendukung
Virginity Jogja.
dan
3. Variasi kegiatan
penghambat
untuk
dalam
menghindari rasa
memperta-
bosan dan jenuh
hankan
para member.
eksistensi
Virginity
Jogja.
Wulandari
Asri
(Fakultas
Ilmu
Komunikasi
dan
Informatika
UMS,
Surakarta)
(2012)
Stategi
Untuk
Deskriptif
1. Dalam menjaga
Komunikasi
mengeahu
kualitatif
citra, mereka
Komunitas Klub
cara menjaga
selalu melakukan
Motor
citra klub
bakti sosial.
Dalam
motor
Pembentukan
Newsniper
sosialisasi
Citra
(Solo Ninja
bersama
(Studi Deskriptif
Performance)
masyarakat.
Kualitatif
2. Melakukan
3. Menjaga sikap
Tentang Strategi
dijalan raya
Komunikasi
maupun dengan
Komunitas Klub
masyarakat.
Motor
Dalam
17
Pembentukan
Citra).
Dari penelitian-penilitian terdahulu maka membedakan peniliti yang
akan dilakukan yaitu penelitian ini lebih membahas strategi komunikasi
komunitas futsal Youthkrew Premier League dalam menjaga eksistensinya
di kota Salatiga.
2.7 Kerangka Pemikiran
Komunitas futsal Youthkrew Premier League yang didirikan pada 4
Maret 2011, dan komunitas ini tetap bertahan dengan berbagai prestasi dan
dengan 8 tim di dalam komunitas tersebut. Capaian-capaian yang diraih oleh
komunitas YPL selama ini tentu tidak terlepas dari kemampuan komunitas
tersebut dalam membangun strategi komunikasi yang baik diantara
pengurus dan anggota-anggotanya, sehingga komunitas ini tetap bertahan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka model kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
18
Komunitas YPL
(Youthkrew Premier
League)
komunikasi komunitas
YPL
Strategi komunikasi
internal
A.G.I.L
eksternal
Kohesivitas
kelompok
Strategi komunikasi
Komunitas Futsal
Y.P.L (Youthrew
Premier League )
Dalam
Mempertahankan
Eksistensi
19
LANDASAN TEORI
2.1 Komunikasi
Komunikasi berasal dari kata latin ”Communication” yang berarti
pemberitahuan atau ”Pertukaran Pikiran”. Istilah communication ini
bersumber pada kata ”communis” yang artinya ”sama” maksudnya adanya
”kesamaan makna”. Jadi komunikasi akan dapat terjadi bila adanya
kesamaan makna, dan sebaliknya bila tidak ada kesamaan makna maka
komunikasi itu tidak akan berlangsung (Anoraga dan Suyatni, 2001:5).
Menurut Kenneth dan Gary, komunikasi adalah sebagai penyampaian
informasi antara dua orang atau lebih yang juga meliputi pertukaran
informasi
antara
manusia
dan
mesin
(Umar,
2003:12).
Sikula
mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan informasi,
pengertian dan pemahaman dari seseorang, suatu tempat, atau sesuatu
kepada sesuatu, tempat atau orang lain (Mangkunegara, 2007). Davis
mendefinisikan bahwa komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan
orang lain menginterpretasikan suatu idea, terutama yang dimaksudkan oleh
pembicara atau penulis (Mangkunegara, 2007). Sementara menurut
Handoko (2003), komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam
bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain, dimana
perpindahan pengertian tersebut melibatkan kata-kata, ekspresi wajah,
intonasi, titik putus vokal dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas maka komunikasi dapat
diartikan sebagai proses pemindahan suatu informasi, ide, pengertian dari
seorang kepada orang lain dengan harapan orang lain tersebut dapat
menginterpretasikannya sesuatu dengan tujuan yang dimaksud.
8
2.2 Komunikasi Organisasi
Secara metodologis pengorganisasian merupakan suatu cara
manajerial yang berhubungan dengan usaha-usaha kelompok untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para anggota kelompok
melakukan pekerjaannya disertai dengan pengetahuan dan metode ilmiah
berdasarkan perspektif umum yang perlu memperhatikan dan memelihara
kondisi yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi (Syani, 1987).
Rogers dalam Effendy (2004) mendefinisikan organisasi sebagai
suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Sementara menurut De Vito (2011) komunikasi organisasi
merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi
dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Jika organisasi
semakin besar dan semakin kompleks, maka demikian juga komunikasinya.
Menurut Syani (1987) syarat-syarat dalam mengelola pekerjaan
bersama dalam satu unit kerja agar dapat mencapai tujuan yang efektif
diantaranya adalah : pertama, mengacu pada tujuan umum organisasi,
kedua, tugas manajerial dilakukan secara bersama dengan melalui sistem
spesialisasi, ketiga, adanya upaya pengelompokan anggota-anggota
spesialisasi sesuai dengan prinsip pengorganisasian.
2.3
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi dapat dipahami sebagai segala aktifitas yang
akan dilakukan komunikator dalam menstransmisikan pesan kepada
komunikan dengan tujuan tertentu yang telah digariskan sebelumnya,
dengan media apa, perumusan pesan yang bagaimana dan efek yang akan
dicapai, yang pada akhirnya tercapai apa yang diinginkan sesuai dengan
rumusan tujuan itu (Mudjiono, 2007:126).
Strategi pada hakekatnya adalah rencana cermat tentang suatu kegiatan guna
meraih suatu target atau sasaran. Sasaran atau target tidak akan mudah
9
dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan
itu tidak terlepas dari strategi, terlebih dalam target komunikasi (Effendy,
2000:36). Namun untuk mencapai sasaran atau target tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai petunjuk jalan yang menunjukan tujuan saja, tetapi juga
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Strategi komunikasi baik secara makro (planned multimedia
strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy)
mempunyai fungsi ganda (Effendi, 2000:36). Yaitu :
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif,
dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil
yang optimal.
2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap), yaitu kondisi yang
terjadi
akibat
kemudahan
diperolehnya
dan
kemudahan
dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan
akan merusak nilai-nilai yang dibangun.
Strategi komunikasi banyak menentukan keberhasilan dalam
kegiatan komunikasi. Dalam menyusun strategi komunikasi seorang
pemimpin harus memahami fungsi strategi komunikasi baik secara makro
maupun mikro. Dengan pendekatan makro berarti organisasi dipandang
struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan dengan
pendekatan mikro lebih memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan
sub unit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat
ini adalah komunikasi antara anggota kelompok, komunikasi untuk
memberi orientasi dan latihan, komunikasi untuk menjaga iklim,
komunikasi dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi
untuk mengetahui rasa kepuasan dalam bekerja (Firdaus, 2008).
Dalam konteks komunikasi, untuk menyusun strategi komunikasi
ada empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu: (Fajar, 2009)
1. Mengenal khalayak
Mengenal khalayak merupakan langkah pertama bagi komunikator
dalam usaha menciptakan komunikasi yang efektif. Mengingat dalam
10
proses komunikasi, khalayak itu sama sekali tidak pasif, melainkan aktif.
Sehingga antara komunikator dengan komunikan bukan saja terjadi saling
hubungan, tetapi juga saling mempengaruhi.
2. Menyusun pesan
Menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama
dalam mempengaruhi kalayak dari pesan tersebut ialah mampu
membangkitkan perhatian. Perhatian adalah pengamatan terpusat, karena
itu tidak semua yang diamati dapat menimbulkan perhatian. Dengan
demikian awal dari suatu efektifitas dalam komunikasi, ialah bangkitnya
perhatian dari khalayak terhadap pesan-pesan yang disampaikan.
Hal ini sesuai dengan AA procedure atau from Attention to Action
procedure. Artinya membangkitkan perhatian (Attention) untuk selanjutnya
menggerakkan seseorang atau orang banyak melakukan kegiatan (Action)
sesuai tujuan yang dirumuskan. Dalam menentukan tema atau isi pesan yang
dilontarkan kepada khalayak sesuai dengan kondisinya, dapat bersifat: on
side issu, suatu penyajian masalah yang bersifat sepihak, hanya segi positif
atau hanya segi negatif saja. Both sedies issue, suatu permasalahan yang
disajikan baik segi negatif maupun segi positifnya.
3. Menetapkan metode
Metode, dalam hal ini metode penyampaian dapat dilihat dari dua
aspek yaitu: menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya.
Menurut cara pelaksanaannya, dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu,
metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan yang kedua
menurut bentuk isinya dikenal metode-metode: informatif, persuasif,
edukatif, kursif.
Menurut cara pelaksanaannya, ada 2 bentuk dalam tatanan cara
pelaksanaannya yaitu :
a. Metode redundancy (repetition) adalah cara mempengaruhi
khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak.
11
b. Metode canalizing yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima
pesan yang disampaikan, kemudian secara perlahan-lahan merubah
sikap dan pola pemikirannya ke arah yang kita kehendaki (Fajar,
2010).
Menurut bentuk isinya, ada 4 bentuk yang digunakan dalam
menentukan bentuk dan isinya yaitu :
a. Metode informatif, lebih ditujukan pada penggunaan akal pikiran
khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan berupa:
keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya.
b. Metode persuasif yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan
membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikiran maupun
perasaannya.
c. Metode edukatif, memberikan sesuatu idea kepada khalayak
berdasarkan fakta-fakta, pendapat dan pengalaman yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya dengan disengaja,
teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku
manusia ke arah yang diinginkan.
d. Metode kursif, mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa
tanpa memberi kesempatan berpikir untuk menerima gagasangagasan/idea-idea yang dilontarkan, dimanifestasikan dalam bentuk
peraturan-peraturan, perintah-perintah, intimidasi-intimidasi dan
biasanya di belakangnya berdiri kekuatan tangguh.
4.
Pemilihan media komunikasi
Pemilihan media komunikasi, karena untuk mencapai sasaran
komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa
media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang disampaikan
dan teknik yang dipergunakan, karena masing-masing medium mempunyai
kelemahan-kelemahannya tersendiri sebagai alat. Oleh karena itu
pemanfaatan
media
radio
sebagai
alternatif
strategi
komunikasi
memerlukan perencanaan dan persiapan yang baik dengan memperhatikan
faktor-faktor diatas agar memperoleh hasil yang optimal
12
2.4
Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons
Selama perjalanan hidupnya, Talcott Parsons melakukan banyak
pekerjaan teoretis (Holmwood,1996; Lidzz, 2000l Munch, 2005). Ada
perbedaan-perbedaan penting diantara karya awalnya dan karya yang
kemudian. Didalam bagian ini kita akan membahas yang belakangan,
penteorian
fungsional-struktural.
Kita
memulai
diskusi
tentang
fungsionalisme struktural Parsons itu dengan empat imperatif fungsional
untuk semua sistem “tindakan”, skema AGIL-nya yang terkenal. Setelah
diskusi mengenai keempat fungsi itu, kita akan kembali kepada analisis
terhadap ide-ide Parsons mengenai struktur-struktur dan sistem-sistem.
1. AGIL
Suatu fungsi adalah “suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang
diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhankebutuhan sistem itu” (Rocher, 1975:40; R.Stryker, 2007).
Menggunakan definisi tersebut, Parsons percaya bahwa ada
empat imperatif fungsional yang berlu bagi (khas pada) semua
sistem-adaptation
(A)
(Adaptasi),
goal
attainment
(G)
(Pencapaian Tujuan), Integration (I) (Integrasi), dan latency (L)
(Latensi), atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama,
keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai skema AGIL.
Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat
fungsi tersebut.
1. Adaptasi: suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak
yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus
berdaptasi
dengan
lingkungan
dan
mengadaptasikan
lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian tujuan: suatu sistem harus mendefinisikan dan
mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi: suatu sistem harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian dari komponennya. Ia juga harus mengelola
13
hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainnya
(A,G,L).
4. Latensi
(Pemeliharaan
pola):
suatu
sistem
harus
menyediakan, memelihara, dan memperbarui baik motivasi
para individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan
dan menopang motivasi itu.
2.5
Kohesivitas Kelompok
Forsyth (2010) mengatakan kelompok adalah dua atau lebih
individu yang dihubungkan dengan dan dalam hubungan sosial. Selain itu,
jika dilihat secara menyeluruh, kelompok seperti satu kesatuan yang
dibentuk dimana dorongan interpersonal yang mengikat anggota bersamasama dalam suatu unit dengan batas-batas yang menandai yang berada
dalam kelompok dan diluar kelompok. Kualitas dalam hubungan dalam
kelompok tersebut dinamakan kohesivitas kelompok. Kohesivitas
kelompok dapat dikalim untuk menjadi teori yang paling penting dalam
group dynamic (dinamika kelompok). Tanpa adanya kohesivitas
kelompok, individu akan menarik diri dari kelompoknya. Selain itu
kohesivitas kelompok menjadi indikasi dari keberhasilan dalam kelompok
(Forsyth, 2010).
Definisi kohesivitas kelompok awalnya merupakan definisi yang
undimensional. Hal ini terlihat seperti penjelasan Forsyth (dalam
Treadwell, 2001) yang menyatakan kohesivitas kelompok merupakan
penguat yang mengadakan kebersamaan kelompok atau kekuatan darii
ikatan yang menghubungkan anggota kelompok kepada kelompok. Frank
(dalam Treadwell, 2011) mendefinisikan perasaan anggota tentang rasa
kepemilikan kepada kelompok atau daya tarik dari kelompok untuk
anggotanya. Kemudian unidimensional mengenai kohesivitas kelompok
menjadi bergeser menjadi pendekatan multi dimensional.
Hal ini seperti dinyatakan Forsyth (2010) bahwa kohesivitas bukan
konsep yang sederhana, namun merupakan multi component procces
14
dimana terdapat berbagai macam pendekatan yang terdiri dari social
cohesion, task cohesion, perceived cohesion dan emotional cohesion .
Forsyth (2010) menjelaskan satu persatu pendekatan tersebut, social
cohesion adalah pendekatan yang dilakukan oleh Lewin dan Festinger,
mengambil pendekatan psikologi sosial untuk menjelaskan kohesivitas
kelompok, menekankan pengaruh dari interaksi (baik individu maupun
kelompok) dalam kelompok. Pendekatan task cohesion, menjelaskan
kekuatan dari kelompok fokus dari tugas, dan tingkat dari kerja sama
ditampilkan dari anggota kelompok dimana mereka berkoordinasi dalam
usaha yang dijalankan dan adanya collective efficary dalam kelompok.
Pendekatan perceiver cohesion menyatakan sejauh mana anggota
kelompok merasakan mereka berada dalam kelompok (tingkat individu)
dan keseluruhan proses dalam kelompok (tingkat kelompok). Sedangkan
pendekatan emotion cohesion menyatakan tentang kedekatan afektif dalam
kelompok, semangat dalam kelompok atau tingkat positif afektif. Di
tingkat kelompok, emosi kelompok berbeda dari emosi tingkat individu.
Menurut Forrest dan Kearns (2001) disamping pengukuran objektif,
pengukuran terhadap persepsi individual anggota kelompok mengenai
tingkat kohesinya dengan kelompok juga tidak boleh diabaikan karena
persepsi ini berpengaruh pada tingkat laku individu tersebut maupun
tingkah laku kelompok secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang
menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah gambaran rasa
kepemilikan individu pada kelompoknya dan perasaan moral yang terkait
dengan keanggotaanya dalam kelompok, serta atribut kelompok yang di
refleksikan melalui hubungan antara individu dengan kelompoknya adalah
perceived cohesion (Bollen dan Hoyle, dalam Nisa dan Juneman, 2010).
15
2.6
Peneliti Terdahulu
Nama
Judul
Tujuan
Metode
Penelitian
Penelitian
penelitian
Penelitian
Hasil penelitian
Arini
Strategi
1. Dapat
Deskriptif
Strategi komunikasi
Rosdiana
Komunikasi
mengetahui
kualitatif
marketing yang
(Universitas
Marketing Radio
strategi
Islam
Dakta 107 FM
marketing
Negeri
Dalam
seperti apa
kegiatan off air
Syarif
Meningkatkan
yang
untuk
Hidayatullah Eksistensi Di
dilakukan
mempromosi-
Jakarta)
Kalangan
radio Dakta
kan radio Dakta.
(2011)
Pendengar
untuk
dilakukan radio Dakta:
1. Membuat
2. Membuat
meningkat-
seminar.
kan
3. Pengadaan
eksistensi-
Dakta Card.
nya di
4. Membuat
kalangan
program siaran
pendengar.
yang menarik
Sedangkan
2. Dapat
bentuk
mengetahui
komunikasi
bentuk
yang dilakukan
komunikasi
radio Dakta:
yang
1. Komunikasi
diterapkan
antar
para
pribadi.
marketing
2. Komunikasi
untuk
kelompok.
meningkat-
3. Komunikasi
kan rating
organisasi.
pendengar.
Eka Yuliana
Strategi
1.Untuk
(Universitas
Mempertahankan mengetahui
Deskriptif
kualitatif
1. Memanfaatkan
media sosial
16
Negeri
Eksistensi
strategi yang
sebagai wadah
Yogyakarta)
Komunitas
dilakukan
untuk
(2014)
Virginity Jogja
Virginity
menyampaikan
Jogja dalam
info info tentang
memperta-
kegiatan yang
hankan
dilakukan.
eksistensi.
2. Memprioritas-kan
2.Untuk
member aktif agar
mengetahui
tetap bertahan di
faktor
dalam komunitas
pendukung
Virginity Jogja.
dan
3. Variasi kegiatan
penghambat
untuk
dalam
menghindari rasa
memperta-
bosan dan jenuh
hankan
para member.
eksistensi
Virginity
Jogja.
Wulandari
Asri
(Fakultas
Ilmu
Komunikasi
dan
Informatika
UMS,
Surakarta)
(2012)
Stategi
Untuk
Deskriptif
1. Dalam menjaga
Komunikasi
mengeahu
kualitatif
citra, mereka
Komunitas Klub
cara menjaga
selalu melakukan
Motor
citra klub
bakti sosial.
Dalam
motor
Pembentukan
Newsniper
sosialisasi
Citra
(Solo Ninja
bersama
(Studi Deskriptif
Performance)
masyarakat.
Kualitatif
2. Melakukan
3. Menjaga sikap
Tentang Strategi
dijalan raya
Komunikasi
maupun dengan
Komunitas Klub
masyarakat.
Motor
Dalam
17
Pembentukan
Citra).
Dari penelitian-penilitian terdahulu maka membedakan peniliti yang
akan dilakukan yaitu penelitian ini lebih membahas strategi komunikasi
komunitas futsal Youthkrew Premier League dalam menjaga eksistensinya
di kota Salatiga.
2.7 Kerangka Pemikiran
Komunitas futsal Youthkrew Premier League yang didirikan pada 4
Maret 2011, dan komunitas ini tetap bertahan dengan berbagai prestasi dan
dengan 8 tim di dalam komunitas tersebut. Capaian-capaian yang diraih oleh
komunitas YPL selama ini tentu tidak terlepas dari kemampuan komunitas
tersebut dalam membangun strategi komunikasi yang baik diantara
pengurus dan anggota-anggotanya, sehingga komunitas ini tetap bertahan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka model kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
18
Komunitas YPL
(Youthkrew Premier
League)
komunikasi komunitas
YPL
Strategi komunikasi
internal
A.G.I.L
eksternal
Kohesivitas
kelompok
Strategi komunikasi
Komunitas Futsal
Y.P.L (Youthrew
Premier League )
Dalam
Mempertahankan
Eksistensi
19