Sistem Pemotongan Dan Perhitungan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Atas Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam) Chapter III IV
24
A. Uraian Teoritis Tentang Pajak Penghasilan
1. Dasar Hukum dan Defenisi Pajak Penghasilan Pasal 21 1.1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhirdengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilansebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undangNomor 36 Tahun 2008.
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor54 1/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik IndonesiaNomor 1 84/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal JatuhTempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan TempatPembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran danPelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan PenundaanPembayaran Pajak.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
PMK-254/PMK.03/2008tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan DenganPekerjaan dan Pegawai Harian dan Mingguan
(2)
serta PegawaiTidak Tetap lainnya yang tidak dikenakan Pemotongan PajakPenghasilan.
e. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PWR-31/PJ/2009sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur JenderalPajak Nomor PER-57/PJ/2008 tentang Pedoman Teknis TataCara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak PenghasilanPasal 21.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor25OIPMK. 03/2008 tentangPetunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas PenghasilanSehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegíatan OrangPribadi.
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25O/PMK. 03/2008 tentangBesarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapatdikurangkan dan Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atauPensiunan.
(3)
1.2. Defenisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadapsubjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilanberupa gaji,upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegatan.
2. Pemotongan dan Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 2.1. Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atauWajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pemotongan Pajak penghasilan Pasal 21 ,meliputi:
a. Pemberi kerja yang terdiri dan orang pribadi dan badan, baikmerupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yangmembayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaranlain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai
(4)
imbalansehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan olehpegawai atau bukan pegawai.
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendaharaatau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusiTNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembagapemerintah, lembaga-lembaga Negara laìnnya, dan KedutaanBesar Republik Indonesia di luar Negeri, yang membayar gaji,upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan namadan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan ataujabatan, jasa, dan kegiatan.
c. Dana pension, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,dan’ badan-badan lain yang membayar uang pension dantunjangan hari tua dan jaminan hari tua.
d. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaanbebas serta badan yang membayar:
1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalansehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukanoleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri,temasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebasdan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untukdan atas nama persekutuannya. 2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalansehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan olehorang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.
3) Honorariun atau imbalan lain kepada peserta
(5)
4) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,organisasi yang bersifat nasional dan internasional,perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yangmenyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepadaWajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengansuatu kegiatan.
3. Subjek dan Bukan Subjek Pajak Peaghasilan (PPh) Pasal 21 3.1. Subjek Pajak Pengahasilan (PPh) Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong pajak Penghasilan (PPh) Pasal
21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeriyang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang diakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
a. Pegawai
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,tunjangan hati tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
(6)
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilansehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lainmeliputi:
a) Tenaga ahlí yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri danpengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penhlai,dan aktuaris.
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintangfilm, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, fotomodel, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,pelukis, dan seniman lainnya.
c) Olahragawan
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, danmoderator.
e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computerdan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatukepanitiaan.
g) Agen iklan.
h) Pengawas atau pengelola proyek.
i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yangmenjadi perantara.
j) Petugas penjaja barang dagangan. k) Petugas dinas luar asuransi.
(7)
l) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct sellingdan kegiatan sejenis lainnya.
d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilansehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lainperlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan,teknologi dan perlombaan lainnya.
2) Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungankerja.
3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan
sebagaipenyelenggara kegiatan tertentu. 4) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. 5) Peserta kegiatan lainnya.
3.2. Bukan Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yangdipotongPPh Pasal 21 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain danNegara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepadamereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamamereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan diIndonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan laindiluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yangbersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
(8)
b. Pejabat perwakilan organisasi internasìonal yang telah ditetapkanoleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga NegaraIndonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan ataupekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dan Indonesia. 4. Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
4.1. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baikberupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerimapensiunsecara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja danpenghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secarasekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lainsejenis.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupaupah banian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atauupah yang dibayarkan secara bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,komisi, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentukapapun sebagai imbalan sehubungandengan pekerjaan, jasa, dankegiatan yang dilakukan
(9)
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah ataupenghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, danimbalan sejenis dengan nama apapun.
g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnyadengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibenikan oleh:
a) BukanWajibPajak
b) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifatFinal
c) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkanNorma Perhitungan Khusus (Deemed Profit)
4.2. Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasa! 21adalah:
a. manfaat atau santunan asuransi dan perusahaan asuransi sehubungandengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentukapapun diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecualipenghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) PeraturanDirektorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009.
c. luran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuarantunjangan hari tua atau juran
(10)
jaminan hari tua kepada badanpenyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminansosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dan badan ataulembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agamayang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yangberhak dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan olehpemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yangbersangkutan.
5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurang pajak terutamauntuk penghitungan PPh Pasal 21.Besaran PTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Berikut adalah besaran PTKP yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2014 Tabel 3.1
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Keterangan Setahun
1 Din WaJib Pajak Orang Pribadi . 24.300.000 2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang Kawin 2.025.000
3 Tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
24.300.000
4 Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunanlurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal orang untuk setiap keluarga
2.025.000
(11)
Tabel 3.2
Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas RP. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas RP. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas RP. 500.000.000,- 30%
Tarif Deviden 10%
Tidak memiliki NPWP (untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari tarif normal
7. Penyetoran PPh Pasal 21
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawanpemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke bankpersepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.ApabilaBendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi administrasiberupa bunga sebesar 2% sebulan. (UU KUP Pasal 14).
8. Pelaporan PPh Pasal 21
Wajib Pajak Bendaharawan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.Apabila dalam bulan yang bersangkutan tidak terdapat pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan tetap wajib melaporkan SPT Masa tersebut ke KPP. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksiadministrasi berupa denda sesuai Pasal 7 UU KUP sebesar Rp. 100.000,-.
(12)
9. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 a. Pegawai Tetap
Aprianta, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin,mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP,bekerja dikantor Dinas Kependudukan Kabupaten Sragen.Penghasilan bulan januari 2013 sebagai berikut:
Gaji Pokok 2.244.500,00 Tunjangan Istri 224.450,00 Tunjangan anak 89.780,00 Tunjangan jabatan 540.000,00 Tunjangan beras 198.000,00
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas Aprinta adalah sebagai berikut:
Gaji pokok 2.244.500,00
Tunjangan istri 224.450,00
Tunjangan anak 89.780,00
Tunjangan jabatan 540.000,00
Tunjangan Beras 198.000,00
Jumlah penghasilan bruto 3.296.730,00
Pengurangan
Biaya jabatan 5% x 3.296.730 164.836,50 luran Pensiun 4,75% x 2.558.730,00 121.540,00
286.376,50
Penghasilan netto sebulan 3.010.353,50
(13)
PTKP
WP sendíri 24.300.000,00
WP kawin 2.05.000,00
Tanggungan @ 2.025.000 maks 3 orang 6.075.000,00
32.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak 3.724.242,00
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan 3.724.000,00
PPh Pasal 21 5% x 3.724.000,00 186.200 PPh Pasal 21 sebulan 186.200/12 15.516,667
b. Contoh perhitungan PPb Pasal 21 atas Honorarium atan Imbalan lain.
Ratna Wardika adalah PNS golongan III/d, pada bulan maret 2013menerima honorarium sebagai narasumber sebuah seminar yang sumberdananya berasal dan APBN sebesar Rp. 5.000.000,00.
PPh Pasal 21 Final yang terutang: 5% x Rp. 5.000.000,00 Rp. 250.000
a. PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai narasumber
sebagaimanadimaksud tidak ditanggung pemerintah dan dipotong PPh Pasal 21bersifat final.
b. Bendahara pemerintab yang membayarkan honorarium wajib:
a) Memotong PPh Pasal Final dan menyetorkannya ke bank presepsiatau kantor pos.
(14)
b) Membuat bukti pemotong PPh Pasal Final paling lama akhirbulan dilakukan pembayaran. .
c) Melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaiSPT Masa PITh Pasal 21.
Ayuk, PNS Golongan II/d, pada tanggal 21 maret 2011Menerimahonorarium sebagai salah satu anggota Tim Kerja besar Rp. 1.500.000,00,selama 6 bulan.
PPh Pasal Final yang terutang: 0% x Rp. 1.500.000,00 = Rp. 0,00
Walaupun PPh Pasal Pasal Final yang dipotong Rp. 0,00, Bendahara pemerintah wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan maret 2013.
(15)
B. Gambaran Data Penerimaan Pemotongan PPh Pasal 21
Berikut adalah gambaran data pemotongan PPh Pasal 21 sektor bendaharawan pemerintah tahun 2014.
Tabel 3.3
Data Pemotongan PPh Pasal 21 Sektor Bendaharawan Pemerintah (PNS)
Tahun Pajak 2014 KPP Pratama Lubuk Pakam
No. Massa
pajak Jumlah SPT Jumlah Pegawai Yang Dipotong Jumlah Penghasilan Bruto Jumlah Pengurang (PTKP) Jumlah PPH 21 Yang Dipotong
1 Januari 9 574 1,882,302,915 - 63,802,143 2 Februari 9 578 1,599,445,805 - 54,231,826 3 Maret 28 775 1,618,387,841 - 56,204,055 4 April 9 542 24,268,337,479 - 830,962,473 5 Mei 11 571 68,241,998,184 - 2,237,825,730 6 Juni 21 639 66,469,411,736 - 2,391,281,093 7 Juli 5 281 32,693947,774 - 1,648,621,629 8 Agustus 7 1,193 3,821,892,103 - 533,834,893 9 September 23 1,087 9,185,828,358 - 7,123,938,910 10 Oktober 8 6,883 13,585,687,500 - 1,27,108,025 11 Nopember 14 436 54,789,740,891 - 4,862,305,790 12 Desember 25 1,685 81,546,998,185 7,772,421,508 10,999,228,675
Total 169 15,244 243,673,922,991 7,772,421,508 32,081,345,242
Bedasarkan hasil riset yang dilakukan pada KPP Pratama Lubuk Pakam terdapat masa pajak januari, jumlah SPT yang dilaporkan oleh sektor bendaharawan pemerintah kepacla KPP Pratama Lubuk Pakam sebanyak 9 SPT, jumlah pegawai yang dipotong sebanyak 574 pegawai, jumlah penghasilan bruto
(16)
sebesar Rp. 1.882.306.915, dan jumlah PPh 21 yang dipotong adalah sebesar Rp. 63.802.143.Dan telah kita lihat pada tabel diatas bahwa pada bulan maret adalah dimana sektor bendaharawan pemerintah yang paling banyak melaporkan SPT kepada KPP Pratama Lubuk Pakam yaitu sebanyak 28 dengan jumlah pegawai yang dipotong 775, jumlah penghasilan bruto sebesar Rp. 1.618.387.841, dan jumlah PPh 21 yang dipotong sebesar Rp. 56.204.055.Begitu juga pada bulan desember dimana jumlah SPT yang dilaporkan oleh sektor bendaharawan pemerintah adalah sebanyak 25, jumlah pegawai yang dipotong sebanyak 1.685, jumlah penghasilan bruto sebesar Rp. 81.546.998.185.Dibulan desember mi semua sektor bendaharawan pemerintah menghitung kembali jumlah penghasilan bruto dan masa pajak januari sampai akhir tahun dan dilaporkan ke KPP Pratama Lubuk Pakam untuk dilakukan pengurangan PTKP. Dan sesuai dengan hasil riset saya, jumlah pengurangan PTKP diakhir tahun adalah sebesar Rp. 7.772.421.508, dan jumlah PPh 21 yang dipotong sebesar Rp. 10.999.228.675.
C. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil
1. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan (Gaji) yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Tidak banyak yang menyadari bahwa sebenamya setiap penghasilan PNS (yang berupa gaj i dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji) dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.Yang dimaksud dengan tunjangan yang terkait dengan gaji adalah tunjangan yang sifatnya tetap yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipi (PNS), termasuk tunjàngan keluarga, tunjangan struktural/fungsional, tunjangan pangan dan tunjangan khusus.
(17)
Akan tetapi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2010 tanggal 20 Desember 2010, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah selaku pemberi kerja. Artinya setiap PNS akan menerima gaji secara utuh tanpa dipotong PPh Pasal 21. Ketentuan ml berlaku bagi setiap PNS, golongan I sampai IV.
Pengecualian bagi PNS yang tidak mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBN atau ABPD dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan. Pemotongan dilakukan pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan (tidak ditanggung pemerintah).
1. PPh Pasal 21 atas Honorarium / Imbalan yang diterima oleh PNS Selain menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan, terkadang PNS menerima honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, salah satu contoh : uang makan. Pemotongan dilakukan oleh bendahara pemerintah yang dibayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan Lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD sebagai berikut:
(18)
Tabel 4.1
Tarif PPh Pasal 21 atas HonorariUmRmI’I’ yang diterima PNS
Penerima Penghasilafl Tarif Tarif
PNS Golongan 1 dan Golongan 11, Anggota TN! dan Anggota POLR1 Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiun an nya
0%
PNS Golongan 111, Anggota TN! dan AnggOta POLRI Golongan Panjkat Perwita Pertama, dan PensiuflaflflYa
5%
Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, clan PensiuflaflflYa
15%
(Peraturan pemerintah No. 80 Tahun 2010 PPh atas Honorarium) 2. Pemotong PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Bendaharawan wajib emotOflg PPh Pasal 21 atas pembaYarafl penghaSilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperolth Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaafl atau jabatafl, jasa, dan kegiatafl. BerdaSarkan PP No. 80 tahun 2010 bahwa Pajak PenghaSilafl Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TN1, dan AnggOta POLRI, Pensiunan setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah atas beban APBN atau APBD.
Apabila sumber dananya berasal dan selain APBN/APBD, maka perlakuannya adalah ketentuan pemungutanpemotongan yang berlaku umum. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang sumber dananya berasal
(19)
dan APBN/APBD, maka tata caranya adalah sebagaimana juga diatur dalam PP No.80 tahun 2010. Apabila penerima penghasilan tersebut Non Pejabat NegaraJPNS/ABRI, maka tata cara pemotongan/pemungutan adalah tata cara yang berlaku umum Perdirjen Pajak No. 31/PJ/2009 sebagaimana diubah datam Perdirjen Pajak No. 5/PJ/2009.
3. Bukti Pemotongan
Atas pemotongan PPh Pasal 21 Bendaharawan wajib membuat:
a. Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh Pasal 21 selama satu tahun, paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, untuk PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.
b. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (form F.1.1.33.0l), setiap terjadi pemotongan PPh ala upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap.
c. l3ukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final (form F.l.1.33.02), setiap terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang berasal dan APBN/APBD yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara dan uang pesangon dan tebusan pensiun yang dibayar sekaligus. Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing-masing.
(20)
D. Sistem Pemotongan PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di KPP Pratama Lubuk Pakam
Pengenaan PPh Pasal 21 adalah tindakan yang wajib dilakukan oleh petugas pajak pada setiap WP yang penghasilannya telah memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Dalam pengetahuan PPh kepada WP Orang Pribadi Dalarn Negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang telah ditentukan dalarn Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
Adapun prosedur PPh terutang alas gaji pegawai yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah:
1. Pengecekan pada Daftar Gaji Pegawai
Sebelum mendaftarkan pegawainya untuk menjadi seorang WP dan memperoleh NPWP, KPP Pratama Lubuk Pakam terlebih dahulu melakukan pengecekan guna mengklarifikasikan besar gaji atau penghasilan pegawai.Pengecekan tersebut dilakukan dengan system komputerisasi yang secara otomatis dapat diketahui besarnya jumlah penghasilan dan jumlah pajak yang terutang atas penghasilan pegawal tersebut sehingga dapat diketahui pula jumlah pegawal yang dapat dipotong PPh Pasal 21. Dalam hat mi, khusus pada penghasilan PNS di KPP Pratama Lubuk Pakam yang dipotong PPh Pasal 21 adalah golongan 11- a ke atas.
2. Pemotongan Gaji Pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam
Untuk mempermudab pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam dalam hal pembayaràn PPh terutang, maka Bendaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam langsung memotong gaji pegawainya yang tentunya telah memiliki
(21)
NPWP.Pemotongan ml dilakukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pajak yang terutang pada masing-masing pegawai.Selain itu untuk meringankan hal tersebut, sistem pemotongan mi sangat membantu dalam menghindari penunggakan hutang pajak yang dapat menimbulkan denda administrasi apabila PPh terutang tidak dibayarkan tetap pada waktunya.
A.Subjek dan Objek PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Lubuk Pakam
1. Objek PPh Pasal 21 di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah penghasilan yang diterima balk secara teratur maupun tidak teratur,baik final mapun tidak. Contohnya: gaji, tunjangan-tunjangan, honor, uang makan, uang lembur, dan lain-lain.
2. Subjek PPh Pasal 21 atas gaji PNS di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah PNS di KPP Pratama Lubuk Pakam tersebut, dalam hat mi adalah Pegawai Negeri Sipil golongan LI-a sampal dengan golongan IV-e.
B.Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji PNS di KPP Prataina LubukPakam
KPP Pralama Lubuk Pakam diwajibkan memenuhi kewajiban perpajakannya, dan dalam hal memenuhi kewajiban perpajakan tersebut KPP Pratama Lubuk Pakam melaksanakan administraSi perpajakannya dengan menunjuk Bendaharawan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang sesual dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 2521PMK. 03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi Pasal 2 ayat (I b).
Dalam menghitung PPh Pasat 21 yang terutang atas gaji pegawai di KPP Pratama Lubuk Pakam, BendaharaWan telab menggunakafl computer yang telah
(22)
deprogram sehingga mempermudah dalam proses perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang serta pemotoflganflYa. Bendaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam juga telah menerapkan peraturan perundangUfldaflgan yang berlaku pada tahun 2009 dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut.
Berdasarkan basil penelitian di KPP Pratama Lubuk Pakam, maka KPP Pratama Lubuk Pakam telah melaksanakan kewajibannya dalam memotong PPh Pasal 21 atas gaji PNS yang ada di KPP Pratama Lubuk Pakam. Dengan bertitik tolak pada perumusan masalah sebelumnya bahwa penulis akan mencoba membandingkan antara perhitungan PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan oleh KPP Pratama Lubuk Pakam.
Disini penulis akan memaparkan bagaimana perhiitungan PPh Pasat sesuai dengan data tang telah diperoleh melalui satu sempel PNS golongan 111/a di KPP Pratama Lubuk Pakam karena bisa saja terdapat kesalahan. Maka untuk mengetahul letak kesalahan yang dilakukan oleh pihak KPP, penulis akan membuktikan keakuratan data dengan cara menghitung kembali perhitungan yang dilakukan oleh Bendaharawan dengan menggunakan program aplikasi PPh Pasal 21 di KPP Pratarna Lubuk Pakam berdasarkan ketentuan serta Undang-Undang perpajakan yang berlaku pada tahun 2013 dengan perhitungan sebagai berikut: 1. Nona X adalah PNS golongan 111/a di KPP Pratama Lubuk Pakam berstatus
TK dan tdak mempunyai anak (TKIO) menerima gaji pokok Rp. 1.921 .000/bulan. Pada bulan maret Nona X mendapat kenaikan gaji menjadi Rp. 1.968.200/bum. Kemudian pada bulan mei 2013 Nona X mendapat kenaikan gaji lagi menjadi Rp. 2.180.300. Nona X menerima gaji ke-13 pada bulan juni sebesar Rp. 2.180.300. Disamping itu, Nona X juga memperoleh
(23)
tunjangan-tufljaflgafl seperti tunjangan twcturaIJ fungsional Rp. 325.000/ bulan, tunjangan beras Rp. 670.560/ tahun, Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) setahun Rp. 125.572.950. Setiap bulan Nona X juga mernbayar iuran wajib pegawai sebesar 10% dan gaji pokok. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan PPh Pasal 2! atas Gaji dan Tunjangan Keluarga 4 1. Gaji dan Tunjangan
Gaji Pokok+ Gaji ke-13 Rp.
28.226.500
Tunj.Strukturalffungsional Rp.4.225.000
Tunj.Beras Rp.670.560
Pembulatan Rp.760
Jumlah Penghasilan Bruto Setahun Rp.
33.122.820
Pengurang:
- Biaya Jabatan 5% x Rp. 33.122.820 Rp. 1.656.141 - luranWajib Pegawai 10% x Rp. 26.046.200 Rp. 2.400.000
Jumlah Penghasilan Neto Setahun Rp.
29.066.679
PTKP Rp.
24.300.000
PKP Rp.4.766.679
PKP Pembulatan Rp.4.766.000
(24)
5% x Rp. 4.766.000 Rp. 238.300 (ditanggung pemerintah)
b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji Pokok dan Tunjangan-Tunjangan termasuk TKPKN (dalam setahun)
1. Gaji dan Tunjangan
Gaji Pokok+Gaji ke-13 Rp.28.266.500
Tunj.Struktur/fungsional Rp.4.225.000
Tunjangan Beras Rp.670.560
TKPKN . Rp.
125.572.950
PembuIaan Rp.760
Jumlah Penghasilan Bruto Setahun Rp.
158.695.770 Pengurang:
Biayaiabatan 5% x Rp. 158.695.770 Rp.6.000.000 luran Wajib Pegawai 10% x Rp. 26.046.200 Rp. 2.400.000
Jumlah Penghasilan Neto Setahun Rp.
150.295.770
PTKP Rp.24.300.000
PKP Rp.
125.995.770
Pembulatan Rp.
125.995.000
PPh Pasal 21
(25)
- 15% x Rp. 84.455.000 = Rp. 12.668.250
PPh Pasal 21 Terutang atas Gaji + Tunjangan Rp.15.168.250
PPh Pasal 21 atas Gaji Rp.66 1.300
PPh Pasal 21 atas TKPKN Rp.14.506.950
Ditinjau dan dua basil perhitungan PPh Pasal 21 secara manual dan PPh Pasal 21 secara komputerisaSi. Dan dua perhitungan tersebut terdapat perbedaan dalam hal pembulatan penerapan tarif pejak sesuai dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (4) tentang Pajak Penghasilan yang menyebutkan bahwa “Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh”. Dan selanjutnya terdapat perbedaan dalam hat pembulatan yang dihitung clengan menggtnakan menggunakan cara manual dan cara komputerisaSi. Perbedaan mi disebabkan karena didalam sistern komputerisasi tidak ada sistem pembulatan ketika melakukan perhitungan PPh Pasal 21.Hasil yang dikeluarkan oleh komputerisasi merupakan hasil nil dan perhitungan pembulatan tarif. Pada KPP Pratama Lubuk Pakam juga terdapat penghasilan lain berupa gaji 13 dan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN).
E.Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong atas Gaji PNS pada KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2014
Rincian PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan PNS pada tahun 2014 di KPP Pratama Lubuk Pakam adaiah:
(26)
Tabel 4.2
Rincian PHI Pasal 21 Tahun 2014 di KPP Pratama Lubuk Pakam Bulan Jumlah
Penghasilan Bruto
TKPKN yang dibayarkan
Total PPh yang dipotong Total ditanggung
pmerintah Gaji TKPKN
Januari 238.614.700 526.869.625 765.484.325 1.862.571 47.712.527 1.862.571 Februari 239.126.034 524.256.800 765.484.325 1.877.246 47.313.601 1.877.246 Maret 235.711.470 520.260.575 765.484.325 1.848.655 47.166.819 1.848.655 April 236.289.898 530.662.525 765.484.325 1.862.571 48.209.859 1.874.921 Mei 237.525.414 531.823.475 765.484.325 1.862.571 48.362.737 1.906.700 Juni 251.426.504 537.047.300 765.484.325 1.862.571 50.145.796 2.487.133 Juli 241.371.302 538.525.425 765.484.325 1.862.571 50.344.872 2.401.584 Agustus 233.393.820 509.177.125 765.484.325 1.862.571 46.418.872 2.205.794 September 236.759.354 519.915.700 765.484.325 1.862.571 47.973.090 2.232.181 Oktober 247.417.500 525.972.525 765.484.325 1.862.571 48.712.527 2.345.599 Nopember 260.309.530 546.704.100 765.484.325 1.862.571 47.712.527 2.372.567 Desember 263.573.039 544.704.100 765.484.325 1.862.571 47.712.527 1.317.801
Jumlah 2.921.518.564 6.355.242.275 9.276.760.839 24.732.722 579.315.624 24.732.722
Sumber: KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2014
Ratio PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan:
Berdasarkan basil riset yang dilakukan pada KPP Pratama Lubuk Pakam terdapat perhitungafl dan pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2014 seperti yang tercantum pada table diatas, maka dapat diketahul bahwa dan total penghasilafl bruto sebesar Rp. 9.276.760.839 yang dibebankan kepada keuangan Negara dalam tahun 2013, sebesar 6,24% dan penghasilan tersebut dikembalikan kepada Negara dalam bentuk PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh bendaharawanKPP Pratama Lubuk Pakam tersebut sangat berperan dalam penerimaan Negara dan sektor pajak.
(27)
F. Dampak atas Prosedur yang Digunakan
Meskipun dan pihak KPP Pratama Lubuk Pakam menganggap prosedur pengenaafl PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji pegawainya sudab cukup efisien tetapi tetap saja mempunyal kekurangan dan kelebihan, dan mi mengakibatkafl adanya dampak positif dan negative atas prosedur yang digunakan,antara lain:
1. DampakPositif:
a. Pegawai yang dipotong PPh Pasal 21 tidak mengalami penunggakan atas PITh Pasal 21 terutang, karena adanya rutinitas pemotongan gaji setiap bulan.
b. Pegawai tidak direpotkan dengan segala urusan yang menyangkUt kewajiban perpajakan, karena semuanya telah ditangani oleh pihak KPP Pratama Lubuk Pakam.
c. Semakin kecilnya kemungkinan bagi para WP dalam ha! pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam untuk melakukan penhinclaran din dan kewajiban perpajakannya.
2. Dampak Negatif:
a. Pegawai menjadi semakin acuh terhadap hal-hal yang menyangkut urusan perpajakan khususnya PPh Pasal 21 karena adanya pemotongan lagsungoleh bendaharawan.
b. Walaupun KPP Pratama Lubuk Pakam telah menggunakan sistem komputerisasi dalam hal perhitungan PPh Pasal 21-nya tetap masih saja terdapat perbedaan perhitungan yang dikarenakan sistem komputerisasi yang digunakan dalam perhitungan tersebut tidak adanya sistei pembulatan ketika melakukan perhitungan PPh Pasal 21
(28)
I. Kendala-kendala dalani Pemotongan PPh Pasal 21
Kendala-kendala dalam pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh l3endaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam adalah:
1. Perubahan PTKP Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun berjalan.
Perubahan PTKP tersebut sangat herpengaruh dengan perhitungan PPh Pasal 21 yang juga secara otomatis berhubungan dengan pemotongan yang dilakukan oleh Bendaharawan. Perubahan PTKP tersebut harus disertal dengan surat pernyataan yang berisi bertambahnya tanggungan dan dalam hal mi hams disertai dengan lampiran berupa Akte Kelahiran.
2. Waktu yang diberikan kepada Bendaharawan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 kurang lama karena bulan Februari semua pemotong yang dilakukan oleh Bendaharawan tersebut harus sudah dilaporkan. Sementara pada instansi lain, pelaporan tersebut dilakukan pada bulan niaret.
(29)
52 A. KESIMPULAN
Dan hasil riset yang telah dilakukan oleh penulis, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Diantaranya adalah:
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa: a. Dlharapkan kepada Instansi khususnya Bendahrawan yang
profesional untuk memotong dan melaporkan potongan pajak yang akurat dan trasparan terhadap potongan pajak PPh Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil dan mencantumkannya dalam bukti potong, sehingga dapat dilaporkan pada pelaporan SPT Tahunan sebagai lampiran pendukung.
b. Bendaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam telah melakukan kewajibannya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21. Pehitungan PPh Pasal 21 tersebut juga telah menggunakan peraturan Perundangu ndangan perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
c. Melalui basil riset yang dilakukan, terdapat perbedaan dalam hal jurnlah pembulatan yang dihitung dengan menggunakan cara manual dan komputerisaSi. Perbedaan ml disebabkan karena di dalam sistem komputerisasi tidak ada sistem pembulatan ketika melakukan perhitunganPPh Pasal 21. Hash yang dikeluarkan oleh komputerisasi merupakanhash riB dan perhitungan pembulatan tarif.
(30)
d. Tata cara perhitungan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah dengan cara menghitung seluruh penghasilan pegawai termasuk gaji pokok, tunjangan suami/istri, tunjangan anak, tunjangan umum, tunjangan jabatan, tunjangan beras, tunjangan khusus pajak, tunjangan Iainnya. Kemudian jumlah seluruh penghasilan dijumlahkan lalu dikurangi dengan pengurang berupa biaya jabatan dan iuran wajib pegawal. Maka diketahuilah penghasilan neto setahun. Setelah penghasilan neto setahun diketahui maka dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesual dei:igan keadaan pegawai dan selanjutnya diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun. Untuk menghitung berapa jumlah PPh Pasal 21 yang akan dipotong maka PKP tersebut dikalikan tarifpasal 21 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Sedangkan untuk menghitung besamya PPh Pasal 21 perbulan, dengan cara PPh Pasal 21 setahun dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
B. SARAN
1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, maka diharapkan kepada pihak KPP untuk tetap menerapkan peraturan perundang-undangan terbaru dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 khususnya dan jugajenis pajak lain pada umumnya.
(31)
2. Kepada pihak KPP agar tetap melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar dan teliti serta tetap berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 Hendaknya program pada sistem komputerisasi yang diterapkan dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut diperbaharui sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak akan terjadi lagi kesalahan dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21.
4. 1-lendaknya pemotongan yang dilakukan oleb Bendaharawan dilakukan secara Iebih transparan dan dapat diketahul dan dimengerti oleh seluruh pegawal khususnya yang menjadi subjek pajak PPh Pasal 21. Hal mi dapat dilakukan dengan memberikan bukti potong 1721-A2 setiap akhir bulan kepada pegawai.
(1)
49
Tabel 4.2
Rincian PHI Pasal 21 Tahun 2014 di KPP Pratama Lubuk Pakam Bulan Jumlah
Penghasilan Bruto
TKPKN yang dibayarkan
Total PPh yang dipotong Total ditanggung
pmerintah Gaji TKPKN
Januari 238.614.700 526.869.625 765.484.325 1.862.571 47.712.527 1.862.571 Februari 239.126.034 524.256.800 765.484.325 1.877.246 47.313.601 1.877.246 Maret 235.711.470 520.260.575 765.484.325 1.848.655 47.166.819 1.848.655 April 236.289.898 530.662.525 765.484.325 1.862.571 48.209.859 1.874.921 Mei 237.525.414 531.823.475 765.484.325 1.862.571 48.362.737 1.906.700 Juni 251.426.504 537.047.300 765.484.325 1.862.571 50.145.796 2.487.133 Juli 241.371.302 538.525.425 765.484.325 1.862.571 50.344.872 2.401.584 Agustus 233.393.820 509.177.125 765.484.325 1.862.571 46.418.872 2.205.794 September 236.759.354 519.915.700 765.484.325 1.862.571 47.973.090 2.232.181 Oktober 247.417.500 525.972.525 765.484.325 1.862.571 48.712.527 2.345.599 Nopember 260.309.530 546.704.100 765.484.325 1.862.571 47.712.527 2.372.567 Desember 263.573.039 544.704.100 765.484.325 1.862.571 47.712.527 1.317.801 Jumlah 2.921.518.564 6.355.242.275 9.276.760.839 24.732.722 579.315.624 24.732.722 Sumber: KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2014
Ratio PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan:
Berdasarkan basil riset yang dilakukan pada KPP Pratama Lubuk Pakam terdapat perhitungafl dan pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2014 seperti yang tercantum pada table diatas, maka dapat diketahul bahwa dan total penghasilafl bruto sebesar Rp. 9.276.760.839 yang dibebankan kepada keuangan Negara dalam tahun 2013, sebesar 6,24% dan penghasilan tersebut dikembalikan kepada Negara dalam bentuk PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh bendaharawanKPP Pratama Lubuk Pakam tersebut sangat berperan dalam penerimaan Negara dan sektor pajak.
(2)
F. Dampak atas Prosedur yang Digunakan
Meskipun dan pihak KPP Pratama Lubuk Pakam menganggap prosedur pengenaafl PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji pegawainya sudab cukup efisien tetapi tetap saja mempunyal kekurangan dan kelebihan, dan mi mengakibatkafl adanya dampak positif dan negative atas prosedur yang digunakan,antara lain:
1. DampakPositif:
a. Pegawai yang dipotong PPh Pasal 21 tidak mengalami
penunggakan atas PITh Pasal 21 terutang, karena adanya rutinitas pemotongan gaji setiap bulan.
b. Pegawai tidak direpotkan dengan segala urusan yang menyangkUt
kewajiban perpajakan, karena semuanya telah ditangani oleh pihak KPP Pratama Lubuk Pakam.
c. Semakin kecilnya kemungkinan bagi para WP dalam ha! pegawai
KPP Pratama Lubuk Pakam untuk melakukan penhinclaran din dan kewajiban perpajakannya.
2. Dampak Negatif:
a. Pegawai menjadi semakin acuh terhadap hal-hal yang menyangkut urusan
perpajakan khususnya PPh Pasal 21 karena adanya pemotongan lagsungoleh bendaharawan.
b. Walaupun KPP Pratama Lubuk Pakam telah menggunakan sistem
komputerisasi dalam hal perhitungan PPh Pasal 21-nya tetap masih saja terdapat perbedaan perhitungan yang dikarenakan sistem komputerisasi yang digunakan dalam perhitungan tersebut tidak adanya sistei pembulatan ketika melakukan perhitungan PPh Pasal 21
(3)
51
I. Kendala-kendala dalani Pemotongan PPh Pasal 21
Kendala-kendala dalam pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh l3endaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam adalah:
1. Perubahan PTKP Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun berjalan.
Perubahan PTKP tersebut sangat herpengaruh dengan perhitungan PPh Pasal 21 yang juga secara otomatis berhubungan dengan pemotongan yang dilakukan oleh Bendaharawan. Perubahan PTKP tersebut harus disertal dengan surat pernyataan yang berisi bertambahnya tanggungan dan dalam hal mi hams disertai dengan lampiran berupa Akte Kelahiran.
2. Waktu yang diberikan kepada Bendaharawan untuk melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 kurang lama karena bulan Februari semua pemotong yang dilakukan oleh Bendaharawan tersebut harus sudah dilaporkan. Sementara pada instansi lain, pelaporan tersebut dilakukan pada bulan niaret.
(4)
52 A. KESIMPULAN
Dan hasil riset yang telah dilakukan oleh penulis, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Diantaranya adalah:
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa:
a. Dlharapkan kepada Instansi khususnya Bendahrawan yang
profesional untuk memotong dan melaporkan potongan pajak yang akurat dan trasparan terhadap potongan pajak PPh Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil dan mencantumkannya dalam bukti potong, sehingga dapat dilaporkan pada pelaporan SPT Tahunan sebagai lampiran pendukung.
b. Bendaharawan KPP Pratama Lubuk Pakam telah melakukan
kewajibannya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21. Pehitungan PPh Pasal 21 tersebut juga telah menggunakan peraturan Perundangu ndangan perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
c. Melalui basil riset yang dilakukan, terdapat perbedaan dalam hal jurnlah pembulatan yang dihitung dengan menggunakan cara manual dan komputerisaSi. Perbedaan ml disebabkan karena di dalam sistem komputerisasi tidak ada sistem pembulatan ketika melakukan perhitunganPPh Pasal 21. Hash yang dikeluarkan oleh komputerisasi merupakanhash riB dan perhitungan pembulatan tarif.
(5)
53
d. Tata cara perhitungan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Lubuk Pakam
adalah dengan cara menghitung seluruh penghasilan pegawai termasuk gaji pokok, tunjangan suami/istri, tunjangan anak, tunjangan umum, tunjangan jabatan, tunjangan beras, tunjangan khusus pajak, tunjangan Iainnya. Kemudian jumlah seluruh penghasilan dijumlahkan lalu dikurangi dengan pengurang berupa biaya jabatan dan iuran wajib pegawal. Maka diketahuilah penghasilan neto setahun. Setelah penghasilan neto setahun diketahui maka dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesual dei:igan keadaan pegawai dan selanjutnya diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun. Untuk menghitung berapa jumlah PPh Pasal 21 yang akan dipotong maka PKP tersebut dikalikan tarifpasal 21 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Sedangkan untuk menghitung besamya PPh Pasal 21 perbulan, dengan cara PPh Pasal 21 setahun dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
B. SARAN
1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, maka diharapkan kepada pihak KPP untuk tetap menerapkan peraturan perundang-undangan terbaru dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 khususnya dan jugajenis pajak lain pada umumnya.
(6)
2. Kepada pihak KPP agar tetap melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar dan teliti serta tetap berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 Hendaknya program pada sistem komputerisasi yang diterapkan dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut diperbaharui sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak akan terjadi lagi kesalahan dalam perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21.
4. 1-lendaknya pemotongan yang dilakukan oleb Bendaharawan dilakukan secara Iebih transparan dan dapat diketahul dan dimengerti oleh seluruh pegawal khususnya yang menjadi subjek pajak PPh Pasal 21. Hal mi dapat dilakukan dengan memberikan bukti potong 1721-A2 setiap akhir bulan kepada pegawai.