Pengaruh DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota Sumatera Utara

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Belanja Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, belanja daerah merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Mardiasmo (2002) mendefinisikan belanja daerah sebagai semua pengeluaran daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran (belanja) untuk membiayai kegiatannya. Pengeluaran-pengeluaran itu bukan saja untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari akan tetapi juga untuk membiayai kegiatan perekonomian. Dan selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 20 ayat (3) menyebutkan bahwa Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Belanja Daerah merupakan pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah maupun dari dana perimbangan. Sehingga diperlukan perencanaan dan pengendalian terhadap belanja daerah merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Belanja daerah yang tidak terencana dan terkendali dengan baik akan


(2)

menjadi sumber sumber inefisiensi dan pemborosan uang Negara yang sangat merugikan masyarakat. Sebaliknya, pengelolaan belanja daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif akan memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Agar pemerintah daerah dapat mengelola belanja daerah secara baik yaitu memenuhi prinsip value for money (penghargaan atas setiap rupiah uang Negara). Dan Belanja daerah diarahkan pada peningkatan proporsi belanja untuk memihak kepentingan publik dengan berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat khususnya dibidang kesehatan, pendidikan dan belanja bagi peningkatan kesejahteraan sosial lainnya. Dalam penggunaannya, belanja daerah tetap mengedepankan efisiensi, efektivitas dan penghematan sesuai dengan prioritas sehingga diharapkan dapat memberikan dukungan bagi program-program strategis daerah.

Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja Daerah dikelompokkan kedalam belanja langsung dan belanja tidak langsung (M.Ali Akbar, 2011). Hal tersebut berdasarkan pada peraturan Permendagri yang baru yaitu peraturan No. 59 Tahun 2007 (Revisi atas Permendagri No.13 tahun 2006


(3)

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah). Belanja Daerah dikelompokkan menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung.

1. Belanja Tidak Langsung.

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan (Darise,2008). Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah secara periodik kepada pegawai yang bersifat tetap (pembayaran gaji dan tunjangan) dan kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya diperlukan secara periodik. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari :

a. Belanja Pegawai, merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan serta pengahasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Belanja Bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang

yang dihitung atas kewajiban pokok utang (Principal Outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

c. Belanja Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menghasilakan produk atau jasa pelayanan umum masyarakat agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.


(4)

d. Belanja Hibah, digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, selektif , dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.

e. Belanja Bagi Hasil, digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan teknis kepada Kabupaten/Kota atau pendapatan Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

f. Bantuan Keuangan, digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari pemerintah kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan peningkatan kemampuan keuangan.

g. Belanja Tidak Terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

2. Belanja Langsung.

Belanja langsung merupakan belanja yang penganggarannya dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Sehingga kelompok belanja tersebut ditemui pada seluruh SKPD sebagai pengguna anggaran (Darise,2008).


(5)

Atau dengan kata lain, belanja langsung merupakan belanja belanja yang terkait langsung dengan program dan program dan kegiatan. Jenis belanja langsung meliputi:

a. Belanja Pegawai, merupakan belanja yang digunakan untuk pengeluaran honorium atau upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

b. Belanja Barang dan Jasa, merupakan belanja yang digunakan untuk pengeluaran pembelian atau pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

c. Belanja Modal, merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin. Seperti dalam bentuk tanah, peralayan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

Dalam pasal Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 25 disebutkan, sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai belanja daerah berasal dari:

1. Pendapatan asli daerah (PAD); 2. Dana perimbangan;

3. Lain-lain penerimaan yang sah.

2.1.2 Daya Serap Belanja Daerah

Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk melihat kinerja Belanja Daerah yaitu didasarkan pada pendekatan tingkat penyerapan belanja. Semakin


(6)

besar tingkat penyerapan, dianggap semakin optimal kinerja belanjanya, dan sebaliknya semakin rendah tingkat penyerapan semakin rendah pula kinerja belanja suatu pemerintah daerah. Penyerapan belanja APBD mengindikasikan kecepatan daerah dalam menggunakan dananya untuk pelayanan ke masyarakat.

Penyerapan Belanja Daerah yang lambat dan juga tidak tuntas dalam arti kurang jauh dari anggaran yang telah direncanakan, menunjukkan proses perencanaan yang kurang baik dan sekaligus mengakibatkan menumpuknya dana sebagai dana idle. Dana idle yang besar secara ekonomi kurang baik karena akan melewatkan kesempatan Belanja Daerah untuk menstimulasi perekonomian daerah (Deskripsi dan Analisis APBD 2012).

2.1.3 Dana Alokasi Umum

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada hakekatnya mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah, sebagai konsekuensi dari adanya pembagian tugas antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi,


(7)

dekonsentrasi, maupun tugas pembantuan. Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN, sebagai komponen terbesar dalam belanja daerah. Dana perimbangan mempunyai peranan penting dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi. Kebijakan dari dana perimbangan yaitu diarahkan untuk memperkuat koreksi ketimpangan horizontal, meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan efisiensi melalui anggaran kinerja berdasarkan undang-undang keuangan Negara. Dana Perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, sesuai dengan (pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) yaitu:

1. Dana Bagi Hasil; 2. Dana Alokasi Umum; 3. Dana Alokasi Khusus.

Dan salah satu jenis dana perimbangan yang paling penting bagi daerah yang ada di Indonesia yaitu Dana Alokasi Umum atau yang disebut dengan DAU. Hal tersebut dikarenakan salah satu fungsi dari Dana Alokasi Umum yaitu sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. Dana Alokasi Umum merupakan instrument transfer daerah yang berperan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan keuangan antar daerah.

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tantang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dipergunakan untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.


(8)

Dalam menjalankan tugasnya sebagai daerah otonom, Pemerintah daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari pemerinntah pusat. Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan otonomi daerah yaitu minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga dengan jumlah PAD yang rendah disisi lain telah menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah.

Dana Alokasi Umum (DAU) suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah , yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity) (Daeise, 2008). Sehingga dalam perhitungan DAU digunakan konsep kesenjangan fiskal, yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil maka akan memperoleh DAU yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar maka akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari dana perimbangan, terutama dari dana alokasi umum. Adapun cara menghitung Dana Alokasi Umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut :

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.


(9)

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan di atas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia (Prakosa, 2004).

Dalam perkembangannya, realisasi DAU senantiasa menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ketahun. Hal tersebut tercermin dari daya serapnya yang semakin meningkat.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah di era otonomi daerah, maka daerah juga berwenang untuk membuat kebijakan daerah guna menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka pendapatan asli daerah juga harus mampu menopang kebutuhan-kebutuhan daerah (belanja daerah) bahkan diharapkan tiap tahunnya akan selalu meningkat. Dan tiap daerah diberi keleluasaan dalam menggali potensi


(10)

pendapatan asli daerahnya sebagai wujud asas desentralisasi. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah maka akan semakin besar pula kemampuan daerah untuk menggunakan Pendapatan Asli Daerah tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri atau penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan dapat disimpulkan pendapatan asli daerah merupakan penghasilan yang diperoleh melalui usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kas daerah yang berasal dari daerah itu sendiri.

Pendapatan asli daerah juga merupakan usaha daerah untuk meminimalkan ketergantungan terhadap dana dari pemerintah berupa dana perimbangan. Pendapatan asli daerah yaitu sumber keuangan daerah yang harus selalu dan terus menerus ditingkatkan pertumbuhannya. Kenaikan dari jumlah kontribusi pendapatan asli daerah akan sangat berperan untuk mendukung rencana kemandirian pemerintah daerah.


(11)

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah.

1. Pajak Daerah

Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 menyebutkan bahwa Pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dan Ciri-ciri pajak daerah menurut Josef (2005) dalam Ferdian (2013) adalah :

a. Pajak daerah yang berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang.

c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan ketentuan undang-undang dan peraturan hukum lainnya.

d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.


(12)

2. Retribusi Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagian pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kedua setelah pajak daerah. Retribusi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak daerah tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima wajib pajak atas pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah. Jadi dalam hal ini terdapat kontraprestasi langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi. Jenis retribusi dikelompokan dalam tiga bagian (Darise, 2008) yaitu :

a. Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum merupakan retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang atau badan.

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha merupakan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa


(13)

tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan dan memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan tertentu merupakan retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Hal tersebut dikarenakan retribusi merupakan pembayaran yang terkait dengan pelayanan tertentu. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dinikmati oleh masyarakat.

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan (Halim, 2008). Dengan adanya otonomi daerah, salah satu kewenangan yang dimiliki oleh daerah yaitu mengelola kekayaan daerahnya seoptimal mungkin yang tujuannya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Dan dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan


(14)

perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan mendapat perhatian khusus yaitu perusahaan daerah.

Pemerintah daerah diberikan izin untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bersama dengan sektor swasta dan Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang pembangunan perekonomian daerah. Dan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari (Halim, 2008) :

a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD).

b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah atau BUMN

c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan mencakup (Darise, 2008;136) :

a. Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan;

b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;


(15)

d. Bunga deposito;

e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi;

f. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan,pengadaan barang dan jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi;

i. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; j. Pendapatan dari pengembalian;

k. Fasilitas sosial dan umum;

l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; m. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan yang berjalan. Proses pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.


(16)

Pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi dapat memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Kuznets dalam Jhingan (2000), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang-bidang ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai saat ini lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Dan dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayahnya (Sirozujilam dan Syaiful Bahri, 2014). Dan dalam konsep regional, Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dan dalam konsep


(17)

regional pertumbuhan ekonomi daerah merupakan angka yang menunjukkan besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor.

Kemajuan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan di setiap daerah menjadi perhatian pemerintah karena pada dasarnya pertumbuhan ekonomi nasional merupakan agregat dari pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia sangat beragam. Keragaman tersebut menjadi salah satu faktor yang memunculkan konsepsi daerah maju dan tertinggal. Dan pertumbuhan ekonomi daerah dirumuskan sebagai berikut:

���= �����− �����−�

�����−�

��� %

Dimana :

PED : Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu PDRBt-1 : Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah yaitu dengan cara meningkatkan belanja pemerintah daerah. Karena belanja pemerintah daerah merupakan bentuk rangsangan/stimulus yang


(18)

dapat dilakukan untuk memacu perkembangan perekonomian daerah. Dan hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut nantinya diharapkan dapat diarahkan agar bisa dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.

2.1.6 Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan unsur penting dalam usaha untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Penduduk memegang peranan penting karena menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. Disamping itu, pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan bertambah dan makin kompleksnya kebutuhan (Sadono Sukirno, 1985 dalam Muh. Maidi, 2011).

Kependudukan memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan ekonomi. Beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain adalah (Tjiptoherijanto, 2002 dalam M. Ali Akbar, 2011).

Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dan pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam


(19)

dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.

Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.

Dan ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan.

Perhatian pemerintah terhadap kependudukan sudah dimulai sejak pemerintah Orde Baru. Dengan konsep “pembangunan manusia seutuhnya” yang tidak lain adalah konsep pembangunan kependudukan. Yang mulai diterapkan dalam perencanaan pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1 pada tahun 1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan telah secara serius mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut.


(20)

2.1.7 Hubungan DAU Terhadap Belanja Daerah.

Dana perimbangan merupakan transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiskal dalam rangka membantu kemandirian pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat (Hadi, 2011) . Dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah.

Dan salah satu jenis dana perimbangan yang ditransfer kepada pemerintah daerah yaitu Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga ditujukan untuk mengatasi ketidak seimbangan vertikal antar tingkat pemerintah dan menyamakan kemampuan fiskal pemerintah daerah dalam mendorong belanja daerah untuk kegiatan-kegiatan prioritas pembangunan nasional. Hubungan dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terhadap belanja daerah telah dijelaskan dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah . Holtz-Eakin, et al (1985) dalam Bambang Prakosa (2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan Belanja Pemerintah Daerah.

2.1.8 Hubungan PAD Terhadap Belanja Daerah.

Menurut Mardiasmo (2004), dengan PAD yang tinggi maka belanja daerah akan semakin besar salah satunya dengan meningkatnya subsidi pemerintah daerah kepada masyarakat lapaisan bawah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah yang bersangkutan


(21)

dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya. Semakin besar kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD maka akan semakin longgar alokasi belanja daerah.

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah akan mempengaruhi belanja pemerintah daerah yang dikenal dengan nama tax spend hipotesis ( Aziz et al, 2000; Doi, 1998; Von Furnsternberg et al, 1986 dalam Syukriy Abdullah dan Abdul Halim, 2003 ). Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran ( Bambang Prakoso, 2004 ). Melihat beberapa hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya ( Rahmawati, 2010 dalam Ridho,2011).

Menurut (Tambunan, 2009 dalam Andri dkk, 2014) PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


(22)

2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Daerah

Indikator yang digunakan untuk mengukur Pertumbuhan Ekonomi Daerah yaitu PDRB. PDRB merupakan nilai bersih barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi disuatu daerah dalam periode (Sukirno,2009 dalam Hadi, 2010). Semakin tinggi PDRB perkapita suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Selanjutnya, dengan peningkatan penerimaan daerah, akan digunakan untuk membiayai program-program pembangunan daerah. Sehingga Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Daerah memiliki hubungan yang positif. Bila PDRB mengalami peningkatan maka belanja daerah juga akan mengalami peningkatan.

2.1.10 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah.

Jumlah penduduk juga mempengaruhi belanja daerah. Jumlah penduduk yang besar bagi pemerintah daerah oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan (Devita dkk, 2014) . Sebagai asset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur belanja daerah rendah. Serta persebaran dan mutunya sedemikian rupa hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah, sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif. .

Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, agar kualitas pertumbuhan ekonomi lebih baik. Dan supaya pertumbuhan ekonomi lebih baik (Hadi,2011), maka pertumbuhan


(23)

penduduk harus selalu dikendalikan. Sehingga, Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan menyebabkan belanja daerah akan semakin meningkat. Dimana salah satu tujuan dari penganggaran belanja daerah tersebut yaitu tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel

Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Andri Devita (2014) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Independen: -Pendapatan Asli Daerah (PAD) -Dana Alokasi

Umum (DAU) -Jumlah Penduduk Dependen: -Belanja Daerah (Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung) Analisis Regresi Data Panel (Fixed Effect Model), Uji-F, Uji-t -Estimasi terbaik yaitu berada pada model pengaruh PAD, DAU, dan Penduduk terhadap belanja langsung -PAD dan DAU

berpengaruh signifikan dan positif terhadap belanja langsung -Penduduk berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan negatif terhadap belanja langsung Hadi Sasana (2011) Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Independen : - Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Analisis Regresi Berganda dengan Metode

-PDRB rill, Dana

Perimbangan, dan Jumlah Penduduk


(24)

Provinsi Jawa Barat Dalam Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. -Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Jumlah Penduduk Dependen : -Belanja Daerah Ordinary Least Square (OLS) memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah -Pendapatan Asli Daerah memiliki hubungan positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah Yuriko Ferdian (2013) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah Terhadap Belanja Daerah Independen : -Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Lain-lain Pendapatan yang Sah Dependen : -BelanjaDaerah Analisis Regresi Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah Fransisca Roosiana Kurniawati (2010) Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah Provinsi,Kota dan Kabupaten di Indonesia. Independen -Dana Alokasi

Umum (DAU) -Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen -Belanja Daerah Analisis Regresi Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Pemerintah Daerah Kesit Bambang Prakosa (2004) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Prediksi Belanja Independen - Dana Alokasi

Umum (DAU) - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Analisis Regresi Berganda dengan Metode Ordinary Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan


(25)

Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY) Dependen - Belanja Daerah Least Square (OLS) terhadap Belanja Daerah. Henri Edison H. Panggabean (2009) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Toba Samosir Independen - Pajak Derah - Retribusi Daerah - Lain-Lain PAD yang Sah Dependen - Belanja Daerah Metode Ordinary Least Square (OLS) - Secara simultan dan parsial Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan uraian penjelasan diatas, maka kerangka konseptual yang menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pertumbuhan Ekonomi (PE) dan Jumlah Penduduk (JP) terhadap Belanja Daerah. Dimana variabel analisisnya yaitu variabel independen terdiri dari PAD (X1), DAU (X2), Pertumbuhan Ekonomi (PE) (X3), dan Jumlah Penduduk (JP) (X4). Sedangkan Belanja Daerah (BD) (Y1) dan Daya Serap Belanja Daerah (DSBD) (Y2) sebagai variabel dependen.


(26)

Untuk lebih jelasnya, kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan sebelumnya , maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1 : DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

H2 : DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Daya Serap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

DAU (X2)

Belanja Daerah (BD) (Y1)

PAD (X1)

PE (X3)

JP (X4)

Daya Serap Belanja Daerah (DSBD) (Y2) Anggaran


(1)

dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya. Semakin besar kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD maka akan semakin longgar alokasi belanja daerah.

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah akan mempengaruhi belanja pemerintah daerah yang dikenal dengan nama tax spend hipotesis ( Aziz et al, 2000; Doi, 1998; Von Furnsternberg et al, 1986 dalam Syukriy Abdullah dan Abdul Halim, 2003 ). Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran ( Bambang Prakoso, 2004 ). Melihat beberapa hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya ( Rahmawati, 2010 dalam Ridho,2011).

Menurut (Tambunan, 2009 dalam Andri dkk, 2014) PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


(2)

2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Daerah

Indikator yang digunakan untuk mengukur Pertumbuhan Ekonomi Daerah yaitu PDRB. PDRB merupakan nilai bersih barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi disuatu daerah dalam periode (Sukirno,2009 dalam Hadi, 2010). Semakin tinggi PDRB perkapita suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Selanjutnya, dengan peningkatan penerimaan daerah, akan digunakan untuk membiayai program-program pembangunan daerah. Sehingga Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Daerah memiliki hubungan yang positif. Bila PDRB mengalami peningkatan maka belanja daerah juga akan mengalami peningkatan.

2.1.10 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah.

Jumlah penduduk juga mempengaruhi belanja daerah. Jumlah penduduk yang besar bagi pemerintah daerah oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan (Devita dkk, 2014) . Sebagai asset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur belanja daerah rendah. Serta persebaran dan mutunya sedemikian rupa hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah, sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif. .

Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, agar kualitas pertumbuhan ekonomi lebih baik. Dan supaya pertumbuhan ekonomi lebih baik (Hadi,2011), maka pertumbuhan


(3)

penduduk harus selalu dikendalikan. Sehingga, Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan menyebabkan belanja daerah akan semakin meningkat. Dimana salah satu tujuan dari penganggaran belanja daerah tersebut yaitu tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel

Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Andri Devita (2014) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Independen: -Pendapatan Asli Daerah (PAD) -Dana Alokasi

Umum (DAU) -Jumlah Penduduk Dependen: -Belanja Daerah (Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung) Analisis Regresi Data Panel (Fixed Effect Model), Uji-F, Uji-t -Estimasi terbaik yaitu berada pada model pengaruh PAD, DAU, dan Penduduk terhadap belanja langsung -PAD dan DAU

berpengaruh signifikan dan positif terhadap belanja langsung -Penduduk berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan negatif terhadap belanja langsung Hadi Sasana (2011) Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Independen : - Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Analisis Regresi Berganda dengan Metode

-PDRB rill, Dana

Perimbangan, dan Jumlah Penduduk


(4)

Provinsi Jawa Barat Dalam Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. -Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Jumlah Penduduk Dependen : -Belanja Daerah Ordinary Least Square (OLS) memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah -Pendapatan Asli Daerah memiliki hubungan positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah Yuriko Ferdian (2013) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah Terhadap Belanja Daerah Independen : -Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Lain-lain Pendapatan yang Sah Dependen : -BelanjaDaerah Analisis Regresi Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah Fransisca Roosiana Kurniawati (2010) Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah Provinsi,Kota dan Kabupaten di Indonesia. Independen -Dana Alokasi

Umum (DAU) -Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen -Belanja Daerah Analisis Regresi Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Pemerintah Daerah Kesit Bambang Prakosa (2004) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Prediksi Belanja Independen - Dana Alokasi

Umum (DAU) - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Analisis Regresi Berganda dengan Metode Ordinary Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan


(5)

Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY)

Dependen - Belanja

Daerah

Least Square (OLS)

terhadap Belanja Daerah.

Henri

Edison H. Panggabean (2009)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Toba Samosir

Independen - Pajak Derah - Retribusi

Daerah - Lain-Lain

PAD yang Sah

Dependen - Belanja

Daerah

Metode Ordinary Least Square (OLS)

- Secara simultan dan parsial Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan uraian penjelasan diatas, maka kerangka konseptual yang menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pertumbuhan Ekonomi (PE) dan Jumlah Penduduk (JP) terhadap Belanja Daerah. Dimana variabel analisisnya yaitu variabel independen terdiri dari PAD (X1), DAU (X2), Pertumbuhan Ekonomi (PE) (X3), dan Jumlah Penduduk (JP) (X4). Sedangkan Belanja Daerah (BD) (Y1) dan Daya Serap Belanja Daerah (DSBD) (Y2) sebagai variabel dependen.


(6)

Untuk lebih jelasnya, kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan sebelumnya , maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1 : DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

H2 : DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Daya Serap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

DAU (X2)

Belanja Daerah (BD) (Y1)

PAD (X1)

PE (X3)

JP (X4)

Daya Serap Belanja Daerah (DSBD) (Y2) Anggaran