Gambaran Kejadian Hipotiroid Kongenital pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Tiroid berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ yang
bentuknya seperti kupu-kupu. Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang berada di
sisi lateral trakea. Setiap lobusnya memiliki panjang 4 cm dan ketebalan 2 cm
yang dihubungkan oleh jaringan ikat tipis yang dinamakan isthmus. Berat kelenjar
tiroid mencapai 20 gram, dan merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar di
dalam tubuh yang menerima aliran darah yang banyak dari arteri tiroid superior
dan arteri tiroid inferior (Whitehead, 2001).

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Sumber: Netter, 1989

Universitas Sumatera Utara

Kelenjar tiroid di leher setentang vertebra servikalis 5 sampai torakalis 1,
terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh ismus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pir, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar
tiroid mempunyai panjang lebih kurang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan

normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20 gram (Cady &
Rossy, 1998).

2.2. Fisiologi Hormon Tiroid
Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, konsumsi
oksigen dan pembentukkan panas, fungsi saraf dan metabolisme lemak,
karbohidrat, protein, asam nukleat, vitamin, serta ion anorganik, dan sangat
mempengaruhi kerja hormon lain. Hormon bebas menembus membran sel dan
berikatan dengan reseptor inti khusus. T3 merupakan suatu hormon aktif dan
berikatan dengan reseptor inti dengan afinitas 10 kali lipat dari T4. T3 juga
berikatan dengan reseptor pada membran plasma dan reseptor membran-dalam
mitokondria. Efek utama hormon tiroid mungkin diperantarai melalui reseptor T3
inti. Pengikatan reseptor T3 akan merangsang transkripsi gen sehingga terjadi
pengaturan sintesis RNA messenger dan protein yang memperantarai efek hormon
tiroid pada berbagai jaringan (Nelson, 2000).
Reseptor inti hormon tiroid merupakan anggota super famili reseptor asam
retinoat-hormon steroid. Pada manusia, terdapat dua gen yang mengkode reseptor
inti hormon tiroid yaitu satu pada kromosom 3 yang ditandai sebagai beta dan satu
lagi pada kromosom 17 yang ditandai sebagai alfa. Setiap gen ditranslasikan
menjadi beberapa spesies mRNA,


yang kepentingannya masih belum jelas

(Nelson, 2000).
Berbagai fungsi jaringan dan sel dirangsang secara spesifik melalui
berbagai pola aktivasi genom serta sintesis protein dan sintesis reseptor untuk
menimbulkan berbagai kerja fisiologis hormon tiroid. Di samping kalorigenesis,
hal ini mencakup stimulasi transpor air dan ion, percepatan penggantian substrat,
metabolisme asam amino, lipid, serta stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

Universitas Sumatera Utara

berbagai jaringan pada masa kritis (termasuk sistem saraf dan rangka tulang).
Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa efek pertumbuhan dan
perkembangan mungkin diperantarai oleh stimulasi hormon tiroid yang terjadi
pada sintesis faktor pertumbuhan dan produksi reseptor faktor pertumbuhan
(Nelson, 2000).
Salah satu efek hormon tiroid yang menarik adalah efek menguatkan kerja
katekolamin. Peningkatan efek katekolamin merupakan manifestasi yang
menonjol pada keadaan hipertiroid. Efek-efek ini diperantarai oleh meningkatnya

pengikatan reseptor beta adrenergik dan oleh ketanggapan pascareseptor (Nelson,
2000).

2.3. Hipotiroid kongenital
2.3.1. Definisi hipotiroid kongenital
Kretinisme adalah suatu istilah kuno yang telah lama digunakan di Eropa
untuk menggambarkan suatu bentuk keterbelakangan dan kekerdilan yang lazim
terjadi di daerah gondok endemis. Istilah kretinisme tetap digunakan untuk
mencirikan gondok kongenital endemis, tetapi istilah hipotiroid kongenital
sekarang lebih digunakan di daerah nonendemis (Rudolph, 2007). Hipotiroid
kongenital secara tersendiri didefinisikan sebagai defisiensi hormon tiroid yang
sudah ada sejak lahir (Rastogi dan LaFranchi, 2010).

2.3.2. Epidemiologi
Prevalensi hipotiroid kongenital telah ditemukan adalah 1 dalam 4.000
bayi di seluruh dunia, lebih rendah pada Negro Amerika (1 dalam 20.000) dan
lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan Amerika Asli (1 dalam 2000) (Nelson,
2000).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Insidens Hipotiroid Kongenital di New York State
Demografi
Jenis kelamin:
Laki-laki
Perempuan

Insidens
1 : 1763
1 : 1601

Etnis :
Putih
Hitam
Asia
Spanyol

1 : 1815
1 : 1902
1 : 1016

1 : 1559

Berat badan lahir:
< 1500 g
1500-2500 g
> 2500 g

1 : 1396
1 : 851
1 : 1843

Jumlah kelahiran:
Satu
Kembar
Multipel

1 : 1765
1 : 876
1 : 575


Umur ibu:
< 20 tahun
20-29 tahun
30-39 tahun
> 39 tahun
Sumber: Rastogi dan LaFranchi, 2010

1 : 1703
1 : 1608
1 : 1677
1 : 1328

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Etiologi
Tabel 2.2. Penyebab Hipotiroid Kongenital
Hipotiroid permanen

Hipotiroid transien


Drug induced
Disgenesis
a. Aplasia
a. PTU
b. Hipoplasia
b. Methimazole
c. Ektopik
c. Yodium
Dihormogenesis
a. Tidak responsif terhadap TSH
Defisiensi yodium
b. Defek trapping yodium
Maternal antibody induced
c. Defek pada tiroglobulin
Idiopatik
d. Defisiensi iodotirosine
deiodinase
Hipotiroid sentral
a. Anomali hipofisis-hipotalamus
b. Panhipopituitarisme

c. Defisiensi TSH terisolasi
Sumber: Huang SA dalam Lifshitz F., 2007
A. Hipotiroid primer permanen
1. Disgenesis kelenjar tiroid
Aplasia, hipoplasia, dan kelenjar tiroid ektopik termasuk dalam disgenesis
kelenjar tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid merupakan penyebab tersering
hipotiroid kongenital, meliputi 80% kasus dan dua pertiga di antaranya
disebabkan oleh kelenjar tiroid ektopik. Hipoplasia tiroid dapat disebabkan
oleh beberapa defek genetik, termasuk mutasi pada TSH subunit beta,
reseptor TSH, dan faktor transkipsi PAX8.
2. Dishormogenesis
Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, dan utilisasi
hormon tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi
enzim yang diperlukan dalam sintesis hormon tiroid. Kelainan ini
diturunkan secara autosomal resesif. Kelainan ini mencakup 10% kasus
hipotiroid kongenital.

Universitas Sumatera Utara

Kelainan ini dapat terjadi karena:

1) Kelainan reseptor TSH
Kelainan ini jarang terjadi. Disebabkan oleh kegagalan fungsi reseptor
TSH pada membran sel tiroid atau kegagalan sistem adenilat siklase
untuk mengaktifkan reseptor TSH yang sebetulnya normal.
2) Kegagalan menangkap yodium
Kelainan ini jarang terjadi dan disebabkan oleh kegagalan fungsi
pompa yodium untuk memompa yodida konsentrat menembus
membran sel tiroid.
3) Kelainan organik
Merupakan yang paling sering dijumpai dan disebabkan oleh defisiensi
enzim tiroid peroksidase menyebabkan yodida tidak dapat dioksidasi
sehingga tidak dapat meningkatkan diri pada tiroksin di dalam
tiroglobulin.
4) Defek coupling
Jarang terjadi dan disebabkan oleh kegagalan enzimatik untuk
menggabungkan MIT dan DIT menjadi T3 araupun DIT dan DIT
menjadi T4.
5) Kelainan deiodinasi
Kegagalan ini menyebabkan MIT dan DIT tidak dapat melepaskan
yodotirosin, sehingga “recycling” yodium terhambat.

6) Produksi tiroglobulin abnormal
Kelainan ini menyebabkan tiroglobulin tidak dapat melepaskan T3 dan
T4 ke dalam sirkulasi darah.
7) Kegagalan sekresi hormon tiroid
Pada keadaan ini terjadi kegagalan enzim proteolitik untuk memecah
ikatan tiroglobulin-T4 sebelum dilepaskan ke dalam sirkulasi.
8) Kelainan reseptor hormon tiroid perifer
Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Terjadi akibat
gagalnya ikatan hormon tiroid dengan reseptor di inti sel jaringan
target sehingga hormon tiroid tidak dapat berfungsi.

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu mendapat pengobatan yodium radioaktif
Preparat yodium radioaktif yang diberikan pada ibu dengan kanker tiroid
atau penyakit Frave setelah usia gestasi 10 minggu melewati plasenta,
selanjutnya ditangkap oleh tiroid janin sehingga mengakibatkan “ablasio
tiroid”. Kelainan ini juga dapat mengakibatkan stenosis trakea dan
hipoparatiroid.
B. Hipotiroid primer transien

1. Ibu dengan penyakit Graves atau mengonsumsi bahan goitrogenik
Obat golongan tiurasil yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit
Graves dapat melewati plasenta sehingga menghambat produksi hormon
tiroid janin. Propiltiourasil (PTU) 200-400 mg/hari yang diberikan pada
ibu dapat mengakibatan hipotiroid kongenital transien yang akan
menghilang jika PTU sudah dimetabolisme dan diekskresi oleh bayi.
2. Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru
lahir
Di daerah endemik goiter, hampir dapat dipastikan bahwa defisiensi
yodium merupakan penyebab utama terjadinya goiter dan hipotiroid.
Pemakaian yodium berlebihan pada ibu hamil seperti penggunaan
antiseptik yodium pada mulut rahim saat ruptur kulit ketuban antepartum,
ataupun antiseptik topikal pada neonatus dapat menyebabkan terjadinya
hipotiroid primer pada neonatus.
3. Transfer antibodi antitiroid dari ibu
Terdapat laporan tentang tiroiditis neonatal yang berkaitan dengan
antibodi antitiroid ibu yang menembus sawar plasenta. Kondisi ini
membaik bersamaan dengan menghilangnya antibodi IgG pada bayi. TSH
binding inhibitor immunoglobulin dari ibu mampu menembus plasenta
yang selanjutnya menyebabkan hipotiroid transien.

Universitas Sumatera Utara

4. Idiopatik
Bila hipotiroid transien tidak cocok dengan kategori yang telah disebutkan
di atas, maka dapat dimasukkan dalam kelompok ini. Etiologi pasti belum
diketahui, namun beberapa kasus diduga akibat adanya kelainan pada
mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid.
C. Hipotiroid sekunder menetap
Kelainan ini merupakan 5% dari kasus hipotiroid kongenital. Penyebabnya
antara lain:
a. Kelainan kongenital perkembangan otak tengah
b. Aplasia hipofisis kongenital
c. Idiopatik
D. Hipotiroid sekunder transien
Bayi dengan kadar T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah masih
mungkin mengalami hipotiroid sementara. Keadaan ini sering dijumpai pada
bayi prematur karena imaturitas organ dianggap sebagai dasar kelainan ini,
yaitu imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis. Hipotiroid pada bayi prematur
sulit dibedakan dengan bentuk yang terjadi akibat penyakit nontiroid.
(Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010).

2.3.4. Patogenesis
Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut :
a. Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.
b. Jalur 2
Defisiensi yodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk memacu

Universitas Sumatera Utara

kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya, kadar TSH meningkat dan kelenjar tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar hormon tiroid tetap normal. Bila
kompensasi ini gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu
terdapatnya struma difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid
rendah.
c. Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/obat goitrogenik, tiroiditis,
pascatiroidektomi, pascaterapi dengan yodium radioaktif, dan adanya kelainan
enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid
dengan kadar TSH tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada
penyebabnya.
d. Jalur 4a
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH
sangat rendah atau tidak terukur.
e. Jalur 4b
Semua kelainan hipotalamus yang menyebabkan sekresi TSH menurun akan
menimbulkan hipotiroid dengar kadar TSH rendah dan tanpa struma
(Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010).

2.3.5. Diagnosis
2.3.5.1. Manifestasi Klinis
Bayi dengan hipotiroid kongenital dilahirkan dengan sedikit atau tanpa
bukti klinis defisiensi hormon tiroid. Dengan demikian, deteksi yang didasarkan
pada tanda dan gejala biasanya akan terlambat 6-12 minggu atau lebih.

Tanda

klasik meliputi wajah yang khas, lidah yang besar dan menonjol keluar, serta
retardasi pertumbuhan dan perkembangan berkembang secara progresif selama

Universitas Sumatera Utara

beberapa bulan pertama. Meskipun banyak tanda dan gejala hipotiroid tidak
ditemukan atau tidak jelas pada bayi baru lahir, diagnosisnya

harus

dipertimbangkan pada setiap bayi yang memperlihatkan ikterus berkepanjangan,
hipotermia ringan, pembesaran fontanela posterior (lebih besar dari 1 cm),
kegagalan untuk menyusu dengan baik, atau gawat napas saat pemberian makan.

Tabel 2.3. Gejala dan Tanda Hipotiroid Kongenital Berdasarkan Kategori
Umur

Gejala
Konstipasi
Masalah makan
Letargi
Respiratorik (tanda dan gejala)
Tanda
Hernia umbilikalis
Lidah membesar dan menonjol
Fasialis
Ikterus neonatal
Tangisan parau
Sumber : Rudolph, 2007

1-3

Umur (bln)
4-6

7-24

65
60
55
30

48
61
48
13

59
35
31
1

68
65
25
28
23

65
91
91
17
30

44
100
100
15
21

Wajah klasik pada bayi yang lebih tua menunjukkan penumpukan
miksedema pada jaringan subkutan dan lidah. Lidah yang menebal tersebut akan
menonjol keluar, sehingga bayi makin lama akan sulit menyusu dan mengalami
sekret saliva. Tangisannya parau akibat miksedema pada pita suara. Hipotiroid
yang berkepanjangan menimbulkan hipotonia muskular yang nyata serta
ketumpulan mental, hipotermi, hernia umbilikalis, potbelly, konstipasi, bradikardi,
dan melemahnya tekanan nadi (Rudolph, 2007).

2.3.5.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis hipotiroid adalah serum
T4 bebas, T3 total, TSH, dan T3 uptake. Pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar T4 bebas, TSH, T4 total, T3RU, TBG

Universitas Sumatera Utara

dan bila diperlukan untuk antibodi antitiroid, tiroglobulin, dan alfafetoprotein,
pemeriksaan urin hanya dilakukan jika terdapat riwayat pemakaian atau paparan
yodium berlebihan baik pranatal maupun pascanatal, atau tinggal di daerah
endemik. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis etiologi
hipotiroid kongenital transien (Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010).

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:
a. Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH mengkonfirmasi
diagnosis hipotiroid primer sedangkan kadar T4 bebas rendah dengan kadar
TSH yang rendah pula mengarahkan pada diagnosis hipotiroid sekunder atau
tersier.
b. Pada hipotiroid kompensata, awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH
meninggi, selanjutnya kadar T4 normal dan TSH meninggi.
c. Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi kemudian
pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
d. Pada defisiensi TBG, mula-mula kadar T4 rendah dan TSH normal,
selanjutnya kadar T4 rendah, T3RU meningkat, dan TSH normal. Untuk
konfirmasi diagnosis, dapat diperiksa kadar T4 bebas atau kadar TBG yang
memberikan hasil kadar T4 bebas normal dan kadar TBG rendah.
e. Seperti yang telah diterangkan di atas, interpretasi hasil skrining maupun
pemeriksaan lain sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang mengalami
penyakit nontiroid. Pada bayi tersebut sering dijumpai kadar T4 dan T3 rendah
sedangkan kadar TSH normal.
f. Pada tiroiditis, pengukuran kadar antibodi antitiroid (termasuk antitiroglobulin antibodi dan anti-mikrosomal antibodi) dapat membantu
menegakkan diagnosis pada bayi dengan riwayat tiroiditis familial. Dapat
dilakukan pula pengukuran TSH binding inhibitor immunoglobulin.
g. Pengukuran tiroglobulin. Kadar tiroglobulin serum secara tidak langsung
dapat membantu menegakkan diagnosis etiologi hipotiroid kongenital.
h. Hipotiroid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan kreatinin
fosfokinase darah, serta menyebabkan hiponatremia akibat peningkatan

Universitas Sumatera Utara

sekresi hormon antidiuretik (Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010).
Pemeriksaan radiologis

2.3.5.3.

Pemeriksaan radiologis berupa skintigrafi kelenjar tiroid dan penilaian
umur tulang. Sampai saat ini skintigrafi kelenjar tiroid masih merupakan cara
terbaik untuk menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Pada aplasia kelenjar
tiroid, kelainan reseptor TSH, atau defek ambilan tidak terlihat ambilan zat
radioaktif sehingga tidak terlihat bayangan kelenjar pada hasil skintigrafi.
(Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010).
Jika pada hasil skintigrafi terlihat kelenjar hipoplastik atau ektopik, hal ini
menunjukkan bahwa kelenjar masih mempunyai kemampuan mensekresi hormon
tiroid. Bila terlihat kelenjar tiroid besar dengan ambilan zat radioaktif tinggi,
maka ini mungkin merupakan “thiouracilinduced goiter” atau kelainan bawaan
lainnya. Penilaian umur tulang dengan foto rontgen tangan kiri dapat digunaan
untuk mengetahui berapa lama pasien sudah mengalami hipotiroid (Batubara,
Tridjaja, dan Pulungan, 2010).

Tabel 2.4. Gambaran Radiologis pada Kasus Hipotiroid Kongenital
Kelainan tiroid
Aplasia
Hipoplasia
Kelenjar ektopik
Dishormogenesis
Defek trapping
Defek oranifikasi

Ambilan
Tidak ada
Rendah
Rendah

Rendah
Tinggi
Paparan zat goitrogen
Normal-rendah
Sumber : Batubara, Tridjaja, dan Pulungan, 2010

Skintigrafi
Kelenjar tidak ada
Kecil, lokasi normal
Kecil, lokasi abnormal

Kelenjar besar
Kelenjar besar
Kelenjar besar

2.3.6. Penatalaksanaan
Pengobatan hipotiroid membutuhkan hormon tiroid eksogen. Na-Ltiroksin merupakan obat terpilih karena potensinya yang seragam dan
penyerapannya yang baik. Pedoman terbaik bagi terapi yang adekuat. Pedoman

Universitas Sumatera Utara

terbaik bagi terapi yang adekuat adalah pengukuran kadar T4 dan TSH dalam
sirkulasi secara periodik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam
pemantauan lanjutan, tetapi hipotiroid ringan atau hipertiroidisme tidak selalu
dapat disingkirkan berdasarkan alasan klinis (Rudolph, 2007).
Jika menggunakan Na-L-tiroksin untuk pengobatan, dokter harus
menyesuaikan T4 ke serum ke rentang normal atas (10-14µg/dl atau 130-180
nmol/L), yang pada saat itu kadar T3 serum harus normal (70-220 ng/dl atau 1,073,38 nmol/L). Pada pasien yang mendapatkan pengobatan adekuat, kadar TSH
serum mungkin normal atau agak meningkat. Set-point umpan balik hormon tiroid
pada bayi dengan hipotiroid kongenital tampaknya mengalami perubahan,
sehingga konsentrasi TSH serum tetap sedikit tinggi pada penggantian T4 yang
adekuat, dengan kadar T4 serum yang normal atau bahkan meningkat (Rudolph,
2007).
Dosis awal Na-L tiroksin yang lazim untuk bayi hipotiroid adalah 10-15
µg/kg/hari dan biasanya butuh waktu 3-4 minggu sebelum efek maksimal dari
dosis konstan dapat diamati. Bayi yang memiliki kemungkinan hipotiroid
sementara akibat obat goitrogenik maternal tidak perlu diobati, kecuali bila kadar
T4 serum yang rendah dan kadar TSH yang tinggi menetap selama lebih dari 2
minggu. Terapi biasanya dapat dihentikan setelah 8-12 minggu (Rudolph, 2007).

Universitas Sumatera Utara