Prevalensi Katarak Kongenital Poli Mata RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011

(1)

PREVALENSI KATARAK KONGENITAL POLI MATA

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2011

TESIS

OLEH:

FITHRIA ALDY

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PREVALENSI KATARAK KONGENITAL POLI MATA

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran

dalam Bidang Ilmu Kesehatan Mata

Oleh:

FITHRIA ALDY

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : Prevalensi Katarak Kongenital Poli Mata RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011

Nama Mahasiswa : Dr. Fithria Aldy, SpM NIM : 117041110

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. Aslim D. Sihotang, Sp.M(KVR))

Ketua Anggota

(Prof. H. Aznan Lelo, PhD, SpFK(K))

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,SpA(K)) (Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH))


(4)

KATAPENGANTAR DENGAN NAMA ALLAH

YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat karuniaNya serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin saya dapat merampungkan penelitian dan tesis ini. Shalawat dan salam ke haribaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulisan tesis ini merupakan tahap lanjutan untuk memperoleh gelar magister kedokteran klinik di ilmu kesehatan mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih yang scbesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Yang Terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah menerima saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik.

3. Yang Terhormat Bapak Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah menerima saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik.

4. Yang Terhormat Bapak Ketua Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Yang Terhormat Bapak Direktur RS H Adam Malik yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam melakukan penelitian ini. 6. Yang terhormat Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM (KVR) dan

Prof.Dr.H.Aznan Lelo, PhD, SpFK yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis saya ini serta tidak lupa kepada seluruh guru-guru saya yang telah memberikan bekal,


(5)

petunjuk dan bimbingan dalam proses pendidikan magister kedokteran klinik. Untuk kesemuanya ini saya sekeluarga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mendoakan semoga Allah SWT menerimanya sebagai amalan.

7. Yang sangat saya hormati kedua orang tua yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkan saya dengan seluruh cinta dan kasih sayangnya yang tak terhingga, ayahanda tercinta dr. H. Dachrul Aldy, Sp.AK, dan ibunda tercinta dr. Hj. Hafiza. Tiada kata yang terucap untuk semua yang telah kalian berikan kepada ananda selama ini karena berkat dorongan semangat yang telah ayahanda dan ibunda berikanlah saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkahNya kepada ayahanda dan ibunda.

8. Yang sangat saya hormati ayah dan ibu mertua saya dr. H. Martua Lubis, MSc dan Ibu Alm. H. Halimatussa’diah yang telah memberikan pengertian dan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

9. Yang tercinta dan kusayangi suamiku dr. Muara P Lubis, Sp.OG, serta kedua buah hati kami Gandisyah Khalisa Mahira Lubis dan Gandira Alisha Hanifa Lubis. Banyak hal yang kita korbankan selama masa pendidikan ini, tak cukup kata yang dapat kupersembahkan sebagai rasa terima kasihku bagi kalian orang-orang tercintaku atas begitu banyak pengorbanan yang telah kalian lakukan selama ini. Semoga apa yang telah Mama capai menjadi pemicu semangat untuk terus maju menuntut ilmu bagi kedua buah hatiku.

10. Yang terkasih kakak dan abang tercinta Sri Andika B Aldy, SH, CN, dr. Omar S Aldy, SpA, Pedia Aldy, ST, MSc, Boy S Aldy, SE.Ak serta kakak dan adik ipar dr. Bugis M. Lubis, SpA, Linda Fitria KS Lubis, dr. Wika Hanida, Sp.PD, Douris Emma Lubis, SE.Ak, dr. Flora M Lubis, SpKK dan juga tidak lupa kepada keluarga besar yang telah banyak membantu dan mendorong keberhasilan pendidikan saya ini.

11. Yang saya hormati para teman sejawat dan residen Ilmu Kesehatan Mata atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.

12. Seluruh para medis, pegawai administrasi di RS H Adam Malik Medan yang telah memberikan kerjasama yang baik selama ini.


(6)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa walaupun saya telah berusaha semaksimal mungkin tetapi bak kata pepatah "Tak ada gading yang tak retak", tentunya tulisan ini mempunyai kekurangan-kekurangan yang memerlukan sumbangsih pemikiran dari kita semua. Kepada Allah SWT saya berserah diri mohon perlindungannya. Semoga kita semua selalu ditunjuki dan dituntut ke jalan yang diridhonya serta diberi ilmu yang bermanfaat bagi ummat.

Medan, Juli 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar belakang penelitian ... 1

I.2. Rumusan maslah ... 2

I.3. Tujuan penelitian ... 2

I.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 4

II. 1. Kerangka teori ... 4

BAB III. KERANGKA KONSEPSIONAL, DEFENISI OPERASIONAL 16 III. 1 Kerangka konsepsional ... 16

III. 2. Defenisi operasional ... 17

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

IV. 1. Disain penelitian ... 18

IV. 2.Tempat dan waktu ... 18

IV. 3. Populasidan sampel ... 18

IV. 4. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 19

IV. 5. Identifikasi masalah ... 20

IV. 6. Cara kerja ... 20

IV. 7. Analisa data ... 20

IV. 8.Pertimbangan etika ... 21

IV. 9. Biaya penelitian ... 21

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 29


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kata Katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani, kataraktes, yang artinya terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang Arab sebab orangorang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah – olah terhalang oleh air terjun.

Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering dijumpai. ˡ

1

Menurut organisasi Kesehatan sedunia ( WHO ), 1,5 juta anak di dunia mengalami kebutaan dan 1 juta di antaranya terdapat di Asia dan sekitar 10% - 40% kebutaan itu disebabkan oleh katarak kongenital. ²’³

Hasil penelitian Haider dkk tahun 2008, 60% pasien yang dijumpai dengan leukokoria adalah katarak kongenital ( 18% unilateral dan 42% bilateral ), penyebab lainnya seperti retinoblastoma ( 11% unilateral dan 74% bilateral ), retinal detachment (2,8% unilateral dan 1,4% bilateral), Persistent Hyperplasia Primary Vitreous ( PHPV ) bilateral 4,2%. ²

Hasil penelitian Darmawan M. Sophian dkk, didapatkan dari 214 mata dari 164 pasien dari RS. Dr. Sardjito dan RS. Mata YAP, Yogyakarta dalam kurun waktu Januari 2003 hingga Desember 2004. Kasus katarak anak di RS. Dr. Sardjito lebih didominasi oleh jenis kelamin anak perempuan, yaitu sebanyak 36 orang (64,29%) berbeda dengan di RS. Mata YAP, laki – laki lebih banyak yaitu sebanyak 45 orang (57,70%), jumlah kasus katarak


(9)

kongenital di RS Mata Yap lebih banyak ditemukan pada kedua mata ( bilateral ) sebanyak 53 orang (67,94%) kasus dibandingkan dengan sebelah mata sebanyak 25 orang (32,067%) berbeda dengan RS. Dr. Sardjito baik unilateral dan bilateral hampir sama banyaknya (51 – 48%).

Tingginya prevalensi ini mendorong berkembangnya berbagai penelitian untuk menelusuri bebagai penyebab, memperdalam pemahaman mengenai patogenesis timbulnya katarak kongenital serta menemukan dan mengembangkan metode dan teknik-teknik baru dalam pemeriksaan untuk keperluan penegakan diagnosis dan penanganan katarak kongenital. Bahkan saat ini para ahli berusaha menyamakan klasifikasi dan nomenklatur katarak kongenital agar dapat lebih mudah dipahami dan dengan demikian akan meningkatkan kepedulian dan usaha untuk menekan serendah mungkin kejadian katarak kongenital dan kebutaan pada anak.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berapa jumlah penderita katarak kongenital yang berobat ke poli mata RSUP H. Adam Malik Medan Januari – Desember 2011

1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum

• Untuk mendapatkan prevalensi katarak kongenital di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Desember 2011


(10)

Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui terjadinya katarak kongenital berdasarkan usia di RSUP. H. Adama Malik Medan periode Januari – Desember 2011

• Untuk mengetahui kejadian katarak kongenital berdasarkan jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Desember 2011

• Untuk mengetahui kejadian katarak kongenital berdasarkan lateralitas (unilateral/bilateral) di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Desember 2011

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan penelitian ini dapat di buat pemetaan tentang katarak kongenital di RSUP. H. Adam Malik Mean dan diharapkan dapat sebagai data untuk penelitian selanjutnya.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penederita katarak kongenital di RSUP. H. Adam Malik Medan.


(11)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. KERANGKA TEORI A. DEFENISI

Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit, dibagian depan atau perifer lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit. ˡ

B. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI LENSA

Pembentukan lensa manusia di mulai kira – kira hari ke 25 kehamilan yang disebut vesikel optic yang menonjol dari otak bagian depan atau di encephalon. Karena vesikal optic bertambah besar, maka vesikel optic makin mendekati permukaan ectoderm, suatu lapisan tunggal dari sel – sel kuboid. ˡ

Sel – sel ectoderm akan menekan vesikel optic menjadi kolumnar pada hari ke 27 kehamilan. Di daerah ini terdapat sel – sel yang tebal yang disebut lens plate atau lens placode. Suatu mediator kimia dari neuroektoderm diperkirakan merangsang pembentukan lens plate. Kontak


(12)

fisik langsung antara permukaan ectoderm tidak diperlukan dalam peristiwa induksi lensa ini. Lens pit atau fovea lentis muncul pada hari ke 29 kehamilan sebagai indentasi kecil dari inferior lens plate. Lens pit makin dalam melalui proses invaginasi dan multiplikasi selular.

Karena lens pit terus berinvaginasi, pangkal sel-sel yang berhubungan dengan permukaan ectoderm mengerut bahkan menghilang. Hasil berupa suatu lapisan sel-sel kuboid yang terkurung dalam sebuah membrane ( the lens capsule ) yang disebut vesikel lensa. Pada hari ke 33 kehamilan, vesikel lensa ini diameternya mencapai 0,2 mm. ˡ

Karena vesikel lensa terbentuk melalui proses invaginasi permukaan ectoderm, apeks dari lapisan tunggal sel-sel berada di depan lumen vesikel lensa, dengan dasar sel sepanjang vesikel lensa pada waktu bersamaan dengan terbentuknya vesikel lensa, berlangsung pula pembentukan vesikel optic melalui proses invaginasi yang dimulai dengan pembentukan dua lapis optic cup.

Sel-sel posterior vesikel lensa menjadi lebih kolumnar dan mulai berelongasi. Karena berelongasi, sel-sel ini menghilang ke dalam lumen vesikel lensa. Pada hari ke 40 kehamilan, lumen vesikel lensa hilang sama sekali. Sel-sel yang berelongasi disebut serat-serat lensa primer. Inti dari serat lensa primer ini bergerak mendekati lamina basal posterior ke posisi lebih anterior. Serat-serat lensa kemudian menjadi piknotik karena organel-organel intraseluler menjadi tak teratur. Serat-serat lensa primer berubah menjadi nucleus embriotik yang akan menempati daerah sentral lensa.

Walaupun sel-sel lapisan posterior dari vesikel optic berdifferensiasi menjadi serat lensa primer, sel-sel anterior vesikel lensa tidak berubah.


(13)

Lapisan sel-sel kuboid ini akan menjadi epitel lensa kemudian berdifferensiasi dan pertumbuhan materi - materi lensa dari epitel lensa. Kapsul lensa berkembang dari perpaduan membrane basement, epitel lensa anterior dan serat lensa posterior. ˡ

Kira-kira minggu ke 7 kehamilan, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator membelah cepat dan berelongasi membentuk serat lensa sekunder. Bagian anterior dari masing-masing serat lensa ini berkenbang ke pole anterior lensa, meresap ke bawah epitel lensa. Dengan demukian serat lensa baru terbentuk menjadi fetal nucleus.

Karena serat-serat lensa berkembang anterior dan posterior, pola ini berbentuk pertemuan serat-serat antara bagian anterior dan posterior lensa. Pola ini dikenal sebagai suture. Bentuk Y suture dikenal pada kehamilan 8 minggu dengan bentuk Y suture anterior dan Y suture terbalik anterior.

Hanya selama kehamilan Y suture terbentuk. Jika serat-serat lensa terus menerus terbentuk dan lensa terus bertambah, maka pole suture lensa berkembang kompleks.

Lensa berkembnag bikonveks, avaskuler, bening dengan sebagian besar struktur transparan. Bagian-bagian lensa berupa nucleus, korteks, epitel lensa dan kapsul ( anterior dan posterior ) yang semi permiabel. Komposisi lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit mineral.


(14)

C. ETIOLOGI DAN MORFOLOGI

Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter ( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena sebab lain. Wanita sebagai pembawa sifat ( carrier ) menunjukkan kekeruhan pada Y suture lensa tapi tidak terlihat jelas.

Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi baru, yang mana 8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara autosomal dominan, autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan.

Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi atas :

1. Idiopatik

2. Pewarisan Mendel

a) Autosomal Dominan b) Autosomal Resesif c) X-linked

3. Infeksi intrauterine a) Rubella

b) Chicken pox/ Herpes zoster c) Herpes Simpleks

d) Cytomegalovirus 4. Prematuritas

5. Gangguan Metabolic a) Galaktosemia b) Sindrom Lowe c) Sindrom Alport


(15)

6. Gangguan Kromosom

a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down ) b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau ) c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar ) 7. Abnormalitas Okuler

a) Mikroptalmia b) Aniridia

c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )

Morfologi :

1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan kapsul posterior

a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan, bertendensi menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya tidak mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun di sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona). Kekeruhan tidak dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan. Merupakan herediter dengan


(16)

pola autosomal dominan. Katarak dengan bentuk ini telah dideskripsikan pada Down Syndrome dan Myotonic dystrophy.

4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar korteks, non progesif dan tidak mengganggu penglihatan.

5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat dan kekeruhan dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear congenital cenderung Mikrophthalmia.

6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior. Merupakan differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak mengganggu penglihatan.

7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak, bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut riders.

8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa keruh. Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan ophthalmoscopy direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub total waktu lahir dan bergerak sangat cepat menjadi katarak komplit.


(17)

Katarak bisa unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan penglihatan berat.

D. GAMBARAN KLINIS

Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir, karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira sepertiga katarak kongenital merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan.

Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.


(18)

E. PENALAKSANAAN

Semua anak baru alhir berhak mendapat pemeriksaan mata, termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner, dengan mudah dapat digunakan secara rutin untuk skrining bola mata oleh perawat, dokter anak dan praktisi. Retinoskopi pada anak dengan pupil tidak dilatasi membantu untuk penilaian penglihatan potensial pada mata katarak. Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat secara signifikan. EVALUASI

Anamnesa

Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta gejala dari status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat membantu prognosis penglihatan setelah terapi. Selain itu, dalam anamnesa juga harus diperoleh informasi mengenai tumbuh kembang anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang lainnya, lesi kulit dan riwayat keluarga.

Fungsi penglihatan

Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu dari anamnesa, observasi dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi. Anak dengan katarak kongenital bilateral biasanya menunjukkan penurunan penglihatan dan perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan pergerakan mata dapat menurun atau tidak ada.


(19)

Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya pada anak dengan katarak unilateral. Nistagmus terjadi karena kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa menjadi turun setelah terapi.

Pemeriksaan segmen anterior

Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari katarak dan dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis. Hal yang berhubungan dengan kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat. Slit lamp yang mudah dibawa secara khusus membantu pemeriksaan bayi dan anak. Glaukoma bisa dikesampingkan karena katarak dan glaukoma dihubungkan dengan rubella congenital dan Lowe Syndrome.

Pemeriksaan funduskopi

Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan retina dan optic disc untuk memperkirakan penglihatan potensial dari mata. Ketika katarak sudah komplit dan menghambat aksis penglihatan. B-ultrasonografi dapat digunakan untuk menyingkirkan retina dan vitreous patologis. Secara khusus penting dilakukan pada pasien dengan katarak bilateral yang tebal untuk melihat adanya retinoblastoma.

PEMBEDAHAN

Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan untuk koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual. Irigasi dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang terpisah untuk pembedahan bimanual. Korteks dan lensa Pengangkatan lensa ( lensektomi )


(20)

secara umum bersifat lunak sehingga fakoemulsifikasi tidak diperlukan. Kapsulektomi anterior dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan seluruh korteks.

Karena kekruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak, penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul lensa posterior bagian perifer sebaiknya ditinggalkan untuk memfasilitasi penanaman IOL sekunder di kemudian hari.

Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik yang digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan tehnik intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif besar ( 8-10 mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan memudahkan untuk belajar tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Setelah can opener capsulotomy dilakukan dengan jarum halus atau cystitome sehingga nukleus lensa terdorong. Material korteks di aspirasi dan diangkat dari kapsul posterior yang intak. Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular. Insisi kemudian di jahit, kadang-kadang hal ini menimbulkan astigmatisma kornea. Perbaikan visual secara lambat biasanya 3 bulan post operasi dan astigmatisma dapat hilang dalam beberapa waktu kemudian.


(21)

Rehabilitasi optik post operasi

Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor. Kacamata afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah diganti untuk mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak. Kacamata tidak praktis pada monokular afakia disebabkan adanya anisekonia. Sampai anak dapat memakai lensa bifokal, pilihan kekuatan refraksi sebaiknya sedikit miopia. Lensa kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat baik pada kasus monokular afakia. Mengubah kekuatan lensa relatif mudah dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24 jam. Sangat disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok dan harganya mahal. Sebagai tambahan, koreksi kacamata diperlukan jika penglihatan yang jelas diinginkan untuk penglihatan dekat dan jauh. Tetapi lensa kontak juga memiliki resiko infeksi berulang dan terjadinya ulkus kornea.

Pemilihan kekuatan lensa intra okuler.

Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia mengalami pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun. Kemudian jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun nilai refraksinya pada usia 10 tahun menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu implantasi lensa intra okuler memerlukan perhitungan yang mencakup usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan pembedahan. Kebanyakan ahli memasang implant lensa intra okuler dengan kekuatan yang


(22)

dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut. Kemudian anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata hipermetropia dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia remaja. Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat implantasi lensa intraokuler, khususnya pada yang unilateral untuk menghindari anisometropia dan memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada anak-anak seperti ini berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring waktu dan akhirnya memerlukan prosedur sekunder untuk mengatasi peningkatan anisometropia.

F. KOMPLIKASI

Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan dengan pediatrik afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari pasien.


(23)

BAB III

KERANGKA KONSEPSIONAL DAN

DEFENISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang teliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :

KERANGKA KONSEP

UMUR

KATARAK KONGENITAL JENIS

OPERASI

JENIS KELAMIN


(24)

3.2. DEFENISI OPERASIONAL

 Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir.

 Umur adalah usia anak sampai diketahui adanya katarak

 Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan

 Lateralitas adalah unilateral ( satu mata ) atau bilateral (kedua mata)

 Jenis operasi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan terhadap penderita

 Rekam medis adalah data dari penderita dan bukti tertulis tindakan-tindakan pelayanan di rumah sakit


(25)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu penelitian Cross Sectional yang bersifat deskriptif.

4.2. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Poli Mata RSUP. H. Adam Malik Medan. Penelitin dilakukan selama periode Januari – Desember 2011

4.3. POPULASI DAN SAMPEL

A. Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien yang datang berobat ke poli mata berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2011.

B. Sampel

Sampel penelitian adalah semua penderita katarak kongenital yang berobat ke poli mata berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2011 yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan dan di ambil berdasarkan concecutive sampling.


(26)

4.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi :

• Semua penderita katarak kongenital

• Tidak dijumpai kelainan di segmen anterior dan posterior mata.

Kriteria eksklusi :

• Semua penderita katarak pada anak yang tidak dijumpai sejak lahir.

• Dijumpai kelainan di segmen anterior dan posterior mata.

4.5. IDENTIFIKASI VARIABEL

Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :

1. Katarak kongenital 2. Variabel bebas :

• Usia

• Jenis kelamin • Lateralitas • Jenis operasi


(27)

4.6. CARA KERJA

Dilakukan penelitian retrospektif melalui data sekunder yaitu rekam medik khusus penderita katarak kongenital yang berobat ke Poli MataRSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 tahun ( Januari – Desember 2011 ). Data yang di kumpul meliputi umur, jenis kelamin, lateralitas dan jenis operasi.

POPULASI

SAMPEL KRITERIA

INKLUSI

REKAM MEDIS

KATARAK KONGENITAL

LATERALITAS

JENIS OPERASI

PREVALENSI

JENIS KELAMIN UMUR


(28)

4.7. ANALISIS DATA

Analisis data di lakukan secara Deskriptif dan di sajikan dalam bentuk tabulasi data.

4.8. PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian telah mendapat persetujuan dari rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.9. BIAYA PENELITIAN


(29)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2011 di RSUP. Haji Adam Malik Medan dengan jumlah pasien pada tahun 2011 sebanyak 7614 orang.

Jumlah pasien anak yang di catat berdasarkan rekam medis sebanyak 1095 orang. Ditemukan sampel katarak kongenital sebanyak 19 orang di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

A. PESERTA PENELITIAN

Dari jumlah pasien anak ke poli mata yang diperiksa 1095 orang, ditemukan sampel sebanyak 19 orang.


(30)

1. Karakteristik Peserta Penelitian a. Usia

Tabel 5.1. Sebaran Katarak kongenital berdasarkan usia.

Usia

Total

n %

< 1 tahun 9 47,4

1-3 tahun 3 15,8

4-6 tahun 4 21

> 6 tahun 3 15,8

Jumlah 19 100

Dari tabel di atas tampak bahwa kelompok usia < 1 tahun merupakan penderita Katarak kongenital terbanyak yakni sebanyak 9 orang atau 47,4 %. Selanjutnya usia 4 - 6 tahun sebanyak 4 orang atau 21 % dan usia 1 – 3 tahun dan > 6 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar 15,8 %.


(31)

b. Jenis Kelamin

Tabel 5.2. Sebaran katarak kongenital berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Total

n %

Laki - laki 11 57,9

Perempuan 8 42,1

Jumlah 19 100

Dari tabel diatas tampak bahwa katarak kongenital banyak diderita oleh laki - laki yaitu 11 orang atau 57,9 % dan sedangkan perempuan 8 orang atau 42,1 %.


(32)

c. Lateralitas

Tabel 5.3. Sebaran katarak kongenital berdasarkan lateralitas

Lateralitas

Total

n %

Unilateral - -

Bilateral 19 100

Jumlah 19 100

Dari tabel di atas tampak bahwa katarak kongenital di jumpai pada kedua mata sebanyak 19 orang atau 100 %.


(33)

d. Jenis Operasi

Tabel 5.4. Sebaran katarak kongenital berdasarkan jenis operasi

Jenis Operasi

Total

N %

Belum Operasi 3 21,1

Lensektomi 12 63,2

ECCE + IOL 4 15,8

Jumlah 19 100

Dari tabel diatas tampak bahwa penderita katarak kongenital menggunakan jenis operasi dengan lensektomi sebanyak 12 orang atau sebesar 63,2 %.

e. Tabel Estimasi Prevalensi akibat Katarak kongenital di poli mata RSUP. H. Adam Malik Medan

_____________________________________________________________ RSUP. H. Adam Malik Medan ESTIMASI PADA CI 95 %

( Batas bawah, Batas atas ) _____________________________________________________________

Prevalensi Katarak Kongenital

1,74 % 0, 86 % ; 2, 24 % _____________________________________________________________


(34)

PEMBAHASAN

Dari table 5.1 sampai table 5.4 tampak gambaran karakteristik pasien katarak kongenital yang datang berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2011.

Dari table 5.1 terlihat katarak kongenital berdasarkan umur adalah paling tinggi pada umur < 1 tahun dan sesuai dengan defenisi dari katarak kongenital yaitu kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering dijumpai. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Inggris didapatkan bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantile tertinggi pada tahun pertama kehidupan.

Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukkan lebih banyak pada laki - laki sekitar 57,4 % pasien di bandingkan perempuan. Hal ini sesuai karena insidensi katarak kongenital tidak di bedakan berdasarkan jenis kelamin.

Dari table 5.3. berdasarkan lateralitas dari katarak kongenital di jumpai 100 % terjadi secara bilateral. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Inggris dimana insidensi katarak kongenital bilateral lebih tinggi. Dari penelitian di rumah sakit Yap lebih banyak ditemukan pada kedua mata ( bilateral ), yaitu sebanyak 67,94% kasus dibandingkan dengan sebelah mata ( unilateral ) / mata kiri atau mata kanan saja yaitu sebanyak 32,067%.

Dari table 5.4. berdasarkan jenis operasi terlihat sebagian besar tindakan yang dilakukan pada pasien dengan katarak kongenital adalah lensektomi yaitu 63,2 %. Penanganan pada pasien adalah tindakan


(35)

pembedahan, baik berupa lensektomi dan ekstraksi katarak ekstra kapsular baik dengan maupun tanpa lensa tanam. Dari penelitian di India dijumpai dari 24 anak dengan penglihatan kurang dari atau 3/60 sebelum operasi dan setelah operasi penglihatan dapat membaik 6/18 atau lebih baik pada 21 anak dan 3 anak dengan penglihatan buruk yaitu 3/60 atau kurang.

Prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Dari jumlah sampel pasien anak 1095 orang, didapatkan 19 orang adalah katarak kongenital. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderita / jumlah populasi dikali 100%, sehingga prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan adalah 1,74 %. Estimasi untuk penderita Katarak kongenital yang mendapat pelayanan Rumah Sakit sesungguhnya ada pada interval 0,86 % sampai dengan 2,24 % pada confidence interval .


(36)

VI. 2 SARAN

1. Upaya untuk mencegah terjadinya gangguan atau penurunan tajam penglihatan karena katarak kongenital, tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan secepat mungkin sehingga perlu adanya deteksi secara dini, pada saat perawatan paska persalinan oleh dokter anak ataupun tenaga medis. Sehingga diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak.

2. Menempatkan sumber daya manusia khususnya dokter spesialis mata dan tenaga medis yang memahami sepenuhnya tentang kesehatan mata di daerah yang belum ada, dokter spesialis mata untuk mencegah gangguan penglihatan karena katarak kongenital.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section 11, Sanfransisco 2005 – 2006,p 21-32,96-37,153-154.

2. Gerontis CC. Catarac Congenital. Available At :

3. Sing AR,et al, Phenotypic and Genotypic Classification of Congenital

cataract. Available at :

4. Sophian DM, Chandra DW. Gunawan W. Katarak congenital di RS. Dr. Sardjito dan RS Mata Yap. Ophtalmologica Indonesia, Vol 32 no.3,p 261-4, 2005

5. American Academy Ophtalmology, Intenational Ophtalmolog, Basic and Clinical Science Course, Section 13, The foundation of AAO.

Sanfransisco 2003-2004, p 77,106

6. Nema HV, Nema Nitin, Textbook of Ophtalmology, Chapter 16, 4 Edition, Jaypee Brother, New Delhi 2002, p 219-237

7. Wright KW et al Pediatric Ophtalmology and strabismus. Mosby. St Louis 1995, chapter 26,p 367-384.

8. American Academy Ophtalmology, Peditric and Strabismus, Basic and Clinical Science Course, section 6, the foundation of the AAO.

Sanfransisco 2003-2004,p 21-32,96-37,153-154

9. William Tasman, Edward AJ, Cataract Congenital in Duane’s Clinical Ophtalmology ; Vol 1, Chap 73, Lippincott Williams & Wilkins ; Philadelphia ; 2004 ; p 11-13


(38)

10. Wilkins & William L. Duane’s Foundation of Clinical Ophtalmology, Chap 57, Hagerstown-Maryland, 2004,p13-14

11. Khurana AK, Comprehensif Ophtalmology, Cataract Congenital, 4 Edition Reprint, India, 2002,p 170-224.

12. Kanski jj, Clinical Ophtalmology, A Systemic Approuch, 6 edition, Chap 12, Bttuerworth Heinemann, China, 2007, p 361-366.


(1)

d. Jenis Operasi

Tabel 5.4. Sebaran katarak kongenital berdasarkan jenis operasi

Jenis Operasi

Total

N %

Belum Operasi 3 21,1

Lensektomi 12 63,2

ECCE + IOL 4 15,8

Jumlah 19 100

Dari tabel diatas tampak bahwa penderita katarak kongenital menggunakan jenis operasi dengan lensektomi sebanyak 12 orang atau sebesar 63,2 %.

e. Tabel Estimasi Prevalensi akibat Katarak kongenital di poli mata RSUP. H. Adam Malik Medan

_____________________________________________________________ RSUP. H. Adam Malik Medan ESTIMASI PADA CI 95 %

( Batas bawah, Batas atas ) _____________________________________________________________

Prevalensi Katarak Kongenital

1,74 % 0, 86 % ; 2, 24 % _____________________________________________________________


(2)

PEMBAHASAN

Dari table 5.1 sampai table 5.4 tampak gambaran karakteristik pasien katarak kongenital yang datang berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2011.

Dari table 5.1 terlihat katarak kongenital berdasarkan umur adalah paling tinggi pada umur < 1 tahun dan sesuai dengan defenisi dari katarak kongenital yaitu kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering dijumpai. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Inggris didapatkan bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantile tertinggi pada tahun pertama kehidupan.

Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukkan lebih banyak pada laki - laki sekitar 57,4 % pasien di bandingkan perempuan. Hal ini sesuai karena insidensi katarak kongenital tidak di bedakan berdasarkan jenis kelamin.

Dari table 5.3. berdasarkan lateralitas dari katarak kongenital di jumpai 100 % terjadi secara bilateral. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Inggris dimana insidensi katarak kongenital bilateral lebih tinggi. Dari penelitian di rumah sakit Yap lebih banyak ditemukan pada kedua mata ( bilateral ), yaitu sebanyak 67,94% kasus dibandingkan dengan sebelah mata ( unilateral ) / mata kiri atau mata kanan saja yaitu sebanyak 32,067%.

Dari table 5.4. berdasarkan jenis operasi terlihat sebagian besar tindakan yang dilakukan pada pasien dengan katarak kongenital adalah lensektomi yaitu 63,2 %. Penanganan pada pasien adalah tindakan


(3)

pembedahan, baik berupa lensektomi dan ekstraksi katarak ekstra kapsular baik dengan maupun tanpa lensa tanam. Dari penelitian di India dijumpai dari 24 anak dengan penglihatan kurang dari atau 3/60 sebelum operasi dan setelah operasi penglihatan dapat membaik 6/18 atau lebih baik pada 21 anak dan 3 anak dengan penglihatan buruk yaitu 3/60 atau kurang.

Prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Dari jumlah sampel pasien anak 1095 orang, didapatkan 19 orang adalah katarak kongenital. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderita / jumlah populasi dikali 100%, sehingga prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan adalah 1,74 %. Estimasi untuk penderita Katarak kongenital yang mendapat pelayanan Rumah Sakit sesungguhnya ada pada interval 0,86 % sampai dengan 2,24 % pada confidence interval .


(4)

VI. 2 SARAN

1. Upaya untuk mencegah terjadinya gangguan atau penurunan tajam penglihatan karena katarak kongenital, tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan secepat mungkin sehingga perlu adanya deteksi secara dini, pada saat perawatan paska persalinan oleh dokter anak ataupun tenaga medis. Sehingga diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak.

2. Menempatkan sumber daya manusia khususnya dokter spesialis mata dan tenaga medis yang memahami sepenuhnya tentang kesehatan mata di daerah yang belum ada, dokter spesialis mata untuk mencegah gangguan penglihatan karena katarak kongenital.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section 11, Sanfransisco 2005 – 2006,p 21-32,96-37,153-154.

2. Gerontis CC. Catarac Congenital. Available At :

3. Sing AR,et al, Phenotypic and Genotypic Classification of Congenital

cataract. Available at : 4. Sophian DM, Chandra DW. Gunawan W. Katarak congenital di RS. Dr.

Sardjito dan RS Mata Yap. Ophtalmologica Indonesia, Vol 32 no.3,p 261-4, 2005

5. American Academy Ophtalmology, Intenational Ophtalmolog, Basic and Clinical Science Course, Section 13, The foundation of AAO.

Sanfransisco 2003-2004, p 77,106

6. Nema HV, Nema Nitin, Textbook of Ophtalmology, Chapter 16, 4 Edition, Jaypee Brother, New Delhi 2002, p 219-237

7. Wright KW et al Pediatric Ophtalmology and strabismus. Mosby. St Louis 1995, chapter 26,p 367-384.

8. American Academy Ophtalmology, Peditric and Strabismus, Basic and Clinical Science Course, section 6, the foundation of the AAO.

Sanfransisco 2003-2004,p 21-32,96-37,153-154

9. William Tasman, Edward AJ, Cataract Congenital in Duane’s Clinical Ophtalmology ; Vol 1, Chap 73, Lippincott Williams & Wilkins ; Philadelphia ; 2004 ; p 11-13


(6)

10. Wilkins & William L. Duane’s Foundation of Clinical Ophtalmology, Chap 57, Hagerstown-Maryland, 2004,p13-14

11. Khurana AK, Comprehensif Ophtalmology, Cataract Congenital, 4 Edition Reprint, India, 2002,p 170-224.

12. Kanski jj, Clinical Ophtalmology, A Systemic Approuch, 6 edition, Chap 12, Bttuerworth Heinemann, China, 2007, p 361-366.