Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Marhaminjon Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Pandumaan Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masyarakat yang tinggal di pedesaaan pada umumnya memenuhi kebutuhan
hidup dengan mata pencaharian yang sangat tradisional, mulai dari bekerja di sawah,
beternak hingga bercocok tanam di ladang ataupun di kebun. Demikian juga yang
dilakukan masyarakat Batak Toba yang tinggal di Pandumaan Kecamatan Pollung.
Mereka akan bangun pagi-pagi dan langsung memulai pekerjaannya, hal ini berlaku
bagi laki-laki dan perempuan. Bagi sebagian besar laki-laki didaerah tersebut, ada
satu pekerjaan yang biasa dilakukan setiap pagi sampai sore dan bahkan menginap
dikebun beberapa hari tiap minggunya, yaitu untuk mengambil getah kemenyandan
mereka biasanya disebut sebagai parhaminjon 1.
Kemenyan adalah aroma wewangian berbentuk kristal yang digunakan dalam
dupa 2 dan parfum yang diperoleh dari pohon jenis Boswelliayaitu pohon yang
menghasilkan kemenyan asli dari getahnya. Kemenyan ini juga termasuk dalam ordo
Ebenales, familia Styracaceae dan genus Styrax. Tetapi jenis kemenyan yang paling
umum dibudidayakan secara luas di Sumatera Utara adalah jenis kemenyan toba
(Styrax sumatrana j.j.sm) dan kemenyan durame (Styraxbenzoine). Styrax sumatrana
j.j.sm adalah jenis pohon kemenyan yang pada umumnya tumbuh di daerah
Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah yang hasilnya dikenal dengan nama

daerah haminjon atau kemenyan toba.
Berkebun kemenyan (marhaminjon) merupakan mata pencaharian yang paling
banyak dilakoni masyarakat Pandumaan. Hal ini dipilih karena tidak memerlukan
modal yang banyak,dengan kata lain hanya memerlukan tenaga dan ketekunan,tetapi
dapat memberikan hasil yang menjanjikan dibandingkan dengan bercocok tanam
1

Sebutan bagi para petani kemenyan, ada juga sebutan lain untuk kalangan petani kemenyan
ini, yakni sijama polang, bahkan sebutan tersebut menjadi nama sebuah kecamatan dikabupaten
Humbang Hasundutan.
2
Salah satu alat yang biasanya digunakan oleh umat-umat beragama untuk melakukan
persembahyangan.

tanaman muda. Disamping itu,harga kemenyan saat ini dipasaran semakin lama
semakin meningkat.
Getah kemenyan diperoleh dari pohon kemenyan dengan caradisige(disadap).
Masyarakat Pandumaan memiliki kepercayaan terhadap mitos pohon kemenyan.
Dalam mitos tersebut dikatakan bahwa pohon yang menjadi penghasil getah
kemenyan dulunya adalah seorang wanita cantik Boru Nangniaga 3 yang tinggal

bersama orang tuanya. Dulu keluarga ini hidup serba kekurangan dengan hutang yang
cukup banyak terhadap pemerintah Kolonial Belanda.Untuk melunasi hutang-hutang
tersebut,maka sang ayah berencana menjodohkan putrinya kepada salah satu Putra
kolonial Belanda. Dia memaksa putrinya untuk mau menikah dengan kolonial
Belanda tersebut. Namun sang putri tidak mau menuruti permintaan ayahnya karena
dia tidak suka pada lelaki tersebut.Kemudian dia melarikan diri kehutan untuk
menghindar,disana dia menangis tersedu-sedu karena merasa kesepian dan menyesali
sikap ayahnya kepadanya.Tiba-tiba sang putri berubah menjadi pohon,dan air
matanya berubah menjadi kepingan-kepingan berupa kristal yang baunya khas dan
wangi.Keluarganya mencari wanita cantik tersebut kehutan, namun yang mereka
dapati bukan lagi isosok manusia ataupun wanita, melainkan sebatang pohon yang
mengeluarkan getah harum yang berasal dari air mata wanita cantik tersebut,dan
getah harum tadi dinamai haminjon oleh masyarakat setempat.
Berdasarkan mitos diatas disebutkan bahwa getah pohon kemenyan berasal
dari air mata wanita cantik siboru nangniaga,namun dikehidupan masyarakat
Pandumaan menyebutkan bahwa getah pohon sesungguhnya berasal dari air susu
wanita cantik tersebut.Akan tetapi karena menyebutkan susu (Bahasa Batak Toba:
tarus) di lingkungan masyarakat sekitar maupun disekitar hutan kemenyan dianggap
tabu,maka masyarakat setempat mengubah bahasa tersebut atau memperhalus
bahasanya menjadi sebutan dari air mata,bukan dari air susu lagi.


3

Disebut juga boru hasian, yaitu putri kesayangan yang selalu disanjung dalam satu keluarga,
baik itu disanjung karena ke elokannya, maupun karena parasnya.

Getah erat kaitannya dengan kehidupan Batak Toba.Hal ini diyakini dengan
beberapa filosofi hidup mereka. Getah (Bahasa Batak Toba: gota) bukan hanya
sebutan bagi getah pohon kemenyan,tetapi juga sebutan untuk darah dan juga sebutan
untuk air susu seorang wanita yang berubah menjadi getah pohon. Jika berbicara
mengenai darah, darah diyakini sebagai unsur kehidupan yang sangat penting dalam
jiwa manusia dan dianggap sakral.Kemudian untuk air susu yang berasal dari
payudara wanita,dapat dilihat dari elemen atau unsur Rumah Adat Batak Toba
dimana

ada

simbol

payudara


di

depan

rumah

yang

melambangkan

kesucian,kesetiaan,kekayaan dan kesuburan wanita.
Setiap pagi hari,parhaminjon akan pergi kehutan untuk mengurus
kemenyan.Namun karena jarak antara tempat tinggal dengan hutan cukup jauh dan
akses jalan yang terbatas,maka petani kemenyan biasanya menginap di sopo 4yang
dibangun ditengah-tengah hutan kemenyan.Mereka biasanya berangkat dari rumah
pada senin pagi dan sampai dihutan kira-kira jam 2 siang. Disana mereka akan
bekerja sampai petang hari.Kemudian mereka berhenti bekerja pada hari kamis sore
dan pulang dengan membawa hasil getahnya untuk di jual dipasar Doloksanggul pada
hari jumat karena pekan induk yang ada di Doloksanggul hanya berlangsung sekali

dalam seminggu,yakni pada hari Jumat.
Sebelum memanen haminjon, parhaminjon terlebih dahulu manige pohon
kemenyan. Manige adalah sebuah pekerjaan tradisional yang harus dilakukan secara
langsung oleh seorang parhaminjon dengan cara membersihkan batang pohon dan
melobanginya dengan panuktukyaiut alat untuk melobangi pohon sebagai wadah dari
getah yang akan keluar. Parhaminjon selalu mengharapkan getah yang akan keluar
nantinya cukup banyak dan berkualitas karena tidak jarang pohon kemenyan
menghasilkan getah yang jumlahnya sangat sedikit atau bahkan tidak menghasilkan
sama sekali. Dengan harapan agar getah yang akan keluar jumlahnya banyak,maka

4

Berupa bangunan sederhana menyerupai rumah, terbuat dari kayu yang didirikan ditengah
hutan sebagai tempat marhaminjon untuk menginap dihutan.

biasanya petani kemenyan akan membujuk pohon tersebut melalui ende (nyanyian) 5
pada saat manige.
Ende yang digunakan parhaminjon untuk proses mengolah batang pohon
kemenyan disebut Ende Marhaminjon (nyanyian petani kemenyan) yaitu nyanyian
yang berisikan tentang ratapan dan ungkapan hati parhaminjon. Dalam ende

marhaminjon tersebut menceritakan kehidupan siparhaminjonyang serba kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga,misalnya memenuhi kebutuhan sandang
pangan keluarga dan menyekolahkan anak. Oleh karena itu,maka siparhaminjon
berharap agar getah yang keluar nantinya banyak dan dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Ende pada masyarakat Batak Toba memiliki beberapa pembagian.Ben
Pasaribu (1986:27-28) membuat pembagian terhadap musik vocal tradisional Batak
Toba dalam delapan bagian, yaitu : (1) Ende mandideng, (2) Ende sipaingot, (3) Ende
pargaulan, (4) Ende tumba, (5) Ende sibaran, (6) Ende pasu-pasu, (7) Ende hata, (8)
Ende andung. 6Pembagian ini dibuat berdasarkan kegunaan dan tujuan lagu yang
dapat dilihat dari lirik yang terkandung dalam ende tersebut. Ende yang digunakan
dalam proses manige tergolong dalam ende sibaran. Penggolongan tersebut didasari
karena ende marhaminjon mengandung ungkapan penderitaan dan makna kesedihan
atau keluh kesah dan dinyanyikan secara mangandung. 7
Mangandung dalam ende marhaminjon tidak sama dengan cerita mitos yang
tersebar dimasyarakat. Dalam ende marhaminjon tidak terdapat teks yang
menggambarkan bahwa mangandung tersebut ditujukan kepada pohon haminjon.
Dalam teks tidak ada satupun kalimat yang menunjukkan bahwa parhaminjon merayu

5


Istilah yang digunakan untuk menyebutkan musik vocal oleh masyarakat Batak Toba.
Ende mandideng (nyanyian menidurkan anak atau mengajak anak bermain),Ende sipaingot
(nyanyian berisi nasehat kepada seorang gadis meenjelang pernikahannya), Ende pargaulaan
(nyanyian yang menggambarkan persahabatan), Ende tumba (bernyanyi sambil menari), Ende
sibaraan (nyanyian keluh kesah dan ratapn akibat penderitaan hidup), Ende pasu-pasuan (nyanyian
berupa nasehat dan berkat), Ende hata (nyanyian dengan gaya bicara, metric speech, recitativo), Ende
andung (nyanyian ratapan dalam konteks kematian).
7
Bernyanyi dengan cara meratap.
6

dan mengharapkan belas kasihan dari pohon haminjon, justru endetersebut biasanya
ditujukan kepada Oppu Mulajadi Nabolon. 8
Brunvand (dalam Danandjaya 1992 : 145–152) membuat penggolongan jenisjenis nyanyian rakyat dalam buku Pluralitas Musik Etnik oleh Setia Dermawan Purba
yang dibagi menjadi 9 bagian :
1. Nyanyian menidurkan anak (lullaby), yakni nyanyian yang mempunyai lagu
dan irama yang halus dan tenang, berulang-ulang, di tambah dengan kata-kata
kasih sayang sehingga dapat membangkitkan rasa sejahtera, rasa santai dan
akhirnya kantuk.

2. Nyanyian kerja (working song), yakni nyanyian yang mempunyai irama dan
kata-kata yang bersifat menggugah semangat, hingga dapat menimbulkan rasa
gairah umtuk bekerja.
3. Nyanyian permainan ( play song ), yakni nyanyian yang mempunyai irama
gembira serta dan selalu dikaitkan dengan permainan bermain.
4. Nyanyian liris sesungguhnya, yakni nyanyian-nyanyian yang liriknya
mengungkapkan perasaan tanpa menceritakan suatu kisah yang bersambung
(coherent).
5. Nyanyian rakyat yang bersifat kerohanian dan keagamaan lainnya, yakni
nyanyian-nyanyian rakyat yang liriknya adalah mengenai cerita-erita yang ada
dalam kitab injil dan kitab suci lainnya, legenda keagamaan atau pelajaranpelajaran keagamaan.
6. Nyanyian nasehat, yakni nyanyian rakyat yang liriknya memberi nasehat
untuk kebaikan.
7. Nyanyian rakyat mengenai pacaran dan pernikahan.
8. Nyanyian kanak-kanak

8

Sebutan bagi sang pencipta pada masyarakat Batak Toba sebelum masuknya agama ke tanah
batak, namun sebutan tersebut sampai sekarang masih digunakan oleh sebuah aliran kepercayaan

ditanah batak, yakni aliran kepercayaan Parmalim.

9. Nyanyian rakyat yang bersifat berkisah ( narrative song ), yakni cerita rakyat
yang menceritakan suatu kisah.
Dari pendapat Brunvand yang telah dikemukakan mengenai penggolongan
jenis nyanyian rakyat, maka penulis menyimpulkan bahwa Ende Marhaminjon ini
termasuk kedalam point nomor dua, yakni nyanyian kerja (working song), meskipun
sifat iramanya tidak mutlak menggugah semangat, akan tetapi karena nyanyian ini
dinyanyikan pada saat mengerjakan pohon kemenyan, maka dapat dikategorikan
sebagai nyanyian kerja.
Proses manige untuk mendapatkan hasil yang banyak dan kualitas yang bagus
sebenarnya sudah dimulai sejak parhaminjon berangkat dari rumah. Pada saat
berangkat,parhaminjon akan membawa parang,pangguris 9, panuktuk 10dan bahul
sebagai wadah dari kemenyan yang akan dipanen nantinya serta tali untuk memanjat
pohon kemenyan. Setiap parhaminjon yang hendak pergi kekebun untuk mengurus
dan memanen haminjon tidak diperbolehkan berpakaian bagus. Mereka hanya
memakai baju yang sangat sederhana dan hanya baju itu sajalah yang selalu
dipakainya setiap hendak mengurus serta memanen kemenyan. Setelah tiba di kebun
kemenyan,parhaminjon akan mencari pohon kemenyan yang sudah siap untuk
disadap.Sebelum disige (disadap), pohon kemenyan harus diguris 11 terlebih dahulu.

Membersihkan pohon terlebih dahulu dipercaya dapat membuat pohon lebih cepat
panas dan malum 12sehingga lebih cepat mengeluarkan getah. Tujuan lain dari
membersihkan batangnya adalah supaya pada saat parhaminjon naik memanjat
pohon,lumut dan ranting busuk tidak jadi penghalang. Pada saat mangguris ini
parhaminjon sudah mendapat getah yang keluar terlebih dahulu tanpa diolah

9

Alat untuk mengikis lumut-lumut yang ada di batang pohon kemenyan, berupa parang yang
dibengkokkan.
10
Alat untuk melobangi pohon kemenyan sebagai wadah getah yang akan keluar, menyerupai
pahat dan biasanya terbuat dari baja maupun besi.
11
Dibersihkan dari lumut dan ranting-ranting busukk yang terdpat dibatang pohon kemenyan.
12
Sembuh, dalam konteks ini sebuh bukan berarti sembuh dari penyakit, tapi sebutan untuk
pohon yang sudah matang untuk mengeluarkan getah.

sebelumnya,namun jumlahnya sedikit dan kurang berkualitas dibanding dengan hasil

yang didapat setelah diolah.
Setelah selesai mangguris,parhaminjon kemudian mulai manuktuk (melobangi
batang kemenyan) dengan panuktuk. Tujuannya agar lobang pohontersebut sebagai
wadah dari getah yang akan keluar nantinya setelah beberapa bulan ditunggu. Pohon
dilobangi mulai dari bagian paling bawah hingga bagian yang tinggi. Untuk itu
parhaminjon membutuhkan tali untuk memanjat pohon kemenyan agar sampai
keatas.Pada saat manuktuk dibagian bawah maupun bagian atas batang pohon,saat ini
jugalahparhaminjon akan marende. Sambil marende,parhaminjon juga akan
melobangi batang pohon kemenyan. Dalam proses ini, parhaminjon akan benar-benar
terlihat sedih bahkan menitikkan air mata menceritakan tentang keluh kesah
kehidupannya. Setelah selesai dari satu batang pohon kemenyan,mereka akan pindah
kebatang pohon kemenyan yanglain untuk melakukan hal yang sama, yakni
mangguris, kemudian manuktuk dan selalu pada saat manuktuk mereka marende.
Setelah beberapa proses tadi siap dilakukan yakni mangguris dan manuktuk
dalam beberapa pohon kemenyan yang digarapnya,mereka akan pulang kerumah
untuk menunggu hasil getah yang akan keluar dari pohon kemenyan yang dilobangi
tadi. Waktu yang dibutuhkan untuk proses menunggu ini sekitar tiga bulan kemudian
bisa dipanen.Ketika tiba masanya, batang pohon yang sudah dilobangi tadi akan
berisi getah kental atau hampir beku dan getah inilah yang diambil sebagai hasil
panen untuk diolah dan dijual untuk dipasarkan.
Persyaratan lain yang harus dilakukan parhaminjon adalah sebelum memasuki
kawasan kebun kemenyan,mereka harus berhati tulus dan dijauhkan dari pikiranpikiran jahat. Mereka percaya,pohon akan menghasilkan getah yang banyak dan
berkualitas apabila dikerjakan dengan hati yang tulus,bersih dan tidak bersungutsungut.Apabila sebelumnya mereka memiliki beban pikiran yang berat dan pikiranpikiran yang jahat,sebaiknya mereka mengurung niat untuk pergi ke hutan karena
mereka beranggapan bahwa pekerjaannya akan sia-sia nantinya. Disamping

itu,mereka selalu membawa bekal seadanya dan tidak mau serakah sesama
parhaminjon. Mereka juga harus menjunjung tinggi nilai gotong royong yang
tentunya untuk meringankan pekerjaan mereka 13.
Ende marhaminjon tidak pernah diajarkan secara formal, hanya diajarkan dari
mulut kemulut (oral tradition). Cara pengajaran yang dilakukan oleh parhaminjon
secara tidak langsung jelas mengakibatkan perubahan terhadap ende marhaminjon.
Terbukti,sekarang ini tidak banyak lagi parhaminjon yang mengetahui teks dan
melodi yang lengkap dari ende marhaminjon. Bahkan sebagian besar parhaminjon
sudah tidak tahu lagi mengenai teks dan melodi ende marhaminjon. Justru
disebagianparhaminjon yang usianya tergolong masih muda,mereka mengatakan lagu
ini sudah tidak ada lagi ditengah-tengah masyarakat Pandumaan dan sekitarnya.
Seperti yang penulis jumpai dilapangan,dari hampir lima belas parhaminjon,hanya
tiga orang saja yang masih mengingat teks ende marhaminjon dan diantara ketiga
orang tersebut,hanya ada duaparhaminjon sajalah yang dapat menyanyikannya secara
lengkap. Tentu saja penyebab utamanya hal ini bisa terjadi karena perubahan zaman.
Masyarakat yang dulunya belum mengenal agama dan masih percaya dengan
mitos,sekarang ini sudah hampir semuanya menganut agama sehingga kepercayaan
terhadap mitos-mitos pun semakin pudar. Selain itu kemajuan teknologi juga sangat
mempengaruhi. Sesuatu yang praktis lebih diminati sehingga sesuatu yang
membutuhkan proses yang terbilang lama akan lebih dipersingkat dan ditinggalkan
masyarakat.
Hal yang menarik bagi penulis adalah bagaimana parhaminjon meyakini
bahwa ende marhminjon dapat mempengaruhi jumlah hasil panen kemenyannya. Hal
tersebut akan menjelaskan sebuah bentuk kepercayaan masyarakat pada umumnya
dan parhaminjon pada khususnya terhadap mitos, dimana mereka menganggap
bahwa pohon kemenyan memiliki roh dan kekuatan supranatural. Selain itu karena

13

Hasil wawancara dengan amang Lumban Gaol, seorang parhaminjon yang masih aktif di
Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung.

penulis merupakan berasal dari wilayah kebudayaan ende marhaminjon sehingga
penulis merasa tertantang dan terpanggil untuk mengangkat topik ini dengan tujuan
agar kebudayaan Batak Toba bisa tetap terjaga.
Beranjak dari permasalahan diatas,penulis merasa terdorong untuk menyusun
tulisan ini dengan judul Analisistekstual dan musikalende marhaminjon pada
masyarakat Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang
Hasundutan.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses penyajian ende marhaminjondilakukan?
2. Apakah makna tekstual yang terkandung dalam ende marhaminjon?
3. Bagaimanastruktur musikalende marhaminjon?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1

Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan proses penyajian ende marhaminjon
2. Untuk menganalisis makna-makna tekstual yang terkandung dalam ende
marhaminjon.
3. Untuk menganalisisaspek-aspek musikal dariende marhaminjon.

1.3.2

Manfaat

Manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sumber informasi mengenai proses marhaminjon pada masyarakat
Batak Toba.
2. Sebagai sumber referensi dalam menggali dan memahami tradisi musik
vokal Batak Toba yang dikemudian hari nanti dapat dipergunakan dalam
dunia pendidikan formal maupun informal sehingga memberikan
pemahaman yang benar terhadap kebudayaan Batak Toba.

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1

Konsep
Dalam membahas suatu topik haruslah ada sebuah konsep yang digunakan

sebagai pembatas pemahaman, dengan tujuan agar pembahasan tidak keluar dari
topik yang sudah ditentukan. Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari
sekelompok fakta atau gejala (Mely G. Tan dalam Koentjaraningrat, 1991:21).
Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (KBBI edisi 4, 2008:58).
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa analisis memiliki arti memaparkan
(menguraikan) suatu masalah dalam sebuah pembahasan dengan tujuan untuk
menemukan pemecahan dari permasalahan dan dapat membantu penulis untuk
menyelesaikan pembahasan mengenai analisis tekstual dan musikal dalam ende
marhaminjon didalam kebudayaan masyarakat Batak Toba.
Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan atau isi
dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan lirik/syair. Lirik
merupakan susunan kata dalam suatu nyanyian yang berisi curahan perasaan. Lirik
tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat (KBBI edisi kedua tahun 1995).
Makna yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan curahan hati parhaminjon yang
disajikan dalam bentuk teks nyanyian.
Musikal, kata sifat dari kata musik. Dikatakan bersifat musik karena
didalamnya terdapat hal-hal yang dapat kita anggap sebagai musik, walaupun
masyarakat pendukung budaya tersebut tidak mengakui bahwa sesuatu itu adalah
musik (mengacu pada pendapat Malm, 1997:4). Dalam tulisan ini yang menjadi aspek
musikalnya ialah rangkaian nada dan melodi ende marhaminjon, keras lembut suara
siparhaminjon (intonasi), ritem dan durasi nada.

Konsep ende marhaminjon disini merupakan sebuah nyanyian yang berisi
ratapan hati parhaminjon. Dalam ende marhaminjon diceritakan bahwa parhaminjon
hidup dengan serba pas-pasan sehingga harus bersusah payah menghidupi kehidupan
tersebut. Konsep parhaminjon disini adalah seorang pria yang hidup dari keluarga
miskin dan harus bekerja keras untuk menghidupi kebutuhan hidupnya. Meskipun
parhaminjon adalah seorang yang miskin namun tidak mau menyusahkan orang lain
karena kemiskinannya. Parhaminjon berusaha menjalani hidup dengan bekerja
diladang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tidak menjadi beban terhadap
orang lain.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
sama (Koentjaraningrat 2002: 146-147). Masyarakat yang penulis maksud adalah
masyarakat Batak Toba yang berada di desa Pandumaan Kecamatan Pollung
Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.4.2

Teori
Teori digunakan sebagai penuntun dan pedoman dalam membahas

permasalahan yang akan dijabarkan. Dalam tulisan ini, unsur utama yang menjadi
pokok permasalahan yang dibahas adalah kajian musikal dan tekstual dari ende
marhaminjon, sehingga penulis menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan
pokok permasalahan.
Sebuah nyanyian yang dalam pembahasan ini disebut ende merupakan suatu
perwujudan yang dapat menjelaskan tentang kehidupan siparhaminjon. Hal ini
dibenarkan oleh Palmer dalam tulisan yang mengatakan bahwa perkataan lisan atau
nyanyian juga termasuk dalam sebuah interpetasi (Palmer, 2003:23). Nyanyian
memiliki sesuatu untuk diekspresikan dan melalui nyanian (teks lisan) ada pesan
pesan yang disampaikan untuk menggambarkan sesuatu hal, baik itu menggambarkan

tentang dirinya sendiri, maupun tentang orang lain yang berperan dalam hidupnya.
Begitu juga dalam ende marhaminjonyang memiliki sebuah cerita makna didalam
teksnya. Hal tersebut semakin mempertegas bahwa tujuan penulis adalah untuk
menjelaskan setiap makna yang terkandung di dalam setiap teks ende marhaminjon.
Malm(1977:9) mengatakan bahwa musik juga mempunyai hubungan dengan
tekstual. Hal ini juga terlihat dari nyanyian parhaminjon yang menyesuaikan cara
bernyanyinya dengan makna dalam teks yang saat itu sedang dinyanyikannya.
Untuk memahami dan menganalisi makna-makna teks dalam ende
marhaminjon, penulis menggunakan teori semiotika. Teori semiotika adalah sebuag
teori mengenai lambang yang dikomunikasikan (Bakar, 2006:45). Dalam buku
tersebut dijelaskan juga bahwa semiotika dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan
dengan lambang. Penggunaan lambang, isi pesan dan cara penyampaiannya (Berlo,
1960:54 dalam Bakar). Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat
di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika.
Ia mendefenisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu
yang lain”.
Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotik adalah pengkategoriannya
mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan
referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks,
yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c) simbol,
yang berkaitan dengan referennya dengan cara penemuan (seperti dengan kata-kata
atau signal trafik).
Makna digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Inilah teori-teori yang
sangat berperan bagi penulis untuk menjelaskan dan menjabarkan apapun yang
terdapat dalam teks tersebut, karena dengan menggunakan pendekatan semiotik,
seseorang dapat menganalisis makna yang tersurat dan tersirat di balik penggunaan
lambang-lambang dalam kehidupan manusia sehari-hari agar dapat dimengerti oleh

pembaca. Selain makna teks, penulis juga akan menjabarkan berbagai hal tentang
melodi yang terdapat dalam ende marhaminjon tersebut.
Sebelum pekerjaan analisis musik dilaksanakan, terlebih dahulu penulis
mentranskripsikan ende marhaminjon kedalam notasi balok. Nettl (1975:35)
mengatakan bahwa mentranskripsi musik kedalam bentuk notasi adalah satu-satunya
cara yang digunakan peneliti untuk dapat menganalisis suatu musik.
Dalam menganalisis melodi ende marhaminjon, penulis menggunakan metode
weighted scale (bobot tangga nada) dari William P. Malm. Berdasarkan metode ini,
hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan sebuah melodi, yaitu (1)
tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5)
jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodi, dan (8) kontur. Selain itu untuk
melengkapi analisis melodi ende marhaminjon menyangkut (1) tonalitas, (2) ritme,
(3) bentuk, (4) tempo, dan (5) kontur melodi digunakan juga teori Bruno Nettl
(1964:1450-1550).

1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan datadata yang sesuai dengan fakta dan kebenaran yang ada di lapangan. Metode kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor
dalam Moleong, 1989:3). Penulis memilih metode kualitatif karena menganggap
bahwa metode ini akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang penulis harapkan
karena hasil informasi dan data yang diperlukan dapat terkumpul dengan maksimal.
Untuk itu penulis berpedoman kepada pendapat yang dikemukakan oleh Curt
Sachs dalam Nettl (1962:16) yang

mengatakan bahwa penelitian dalam

etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data

dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja
laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan
dari keseluruhan data yang diperoleh.
Selanjutnya untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, penulis mulai
melakukan kerja lapangan. Penulis yang merupakan pemilik kebudayaan (insider)
sebenarnya memiliki sedikit kemudahan untuk mencari tokoh masyarakat yang benarbenar cocok untuk dijadikan informan, karena penulis adalah Batak Toba. Pendekatan
emik dan etik dipilih juga karena selain memang penting, pendekatan ini memberikan
kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan informasi dan data yang objektif.
Setelah dilapangan, kemudian penulis menetapkan lima orang sebagai informan,
yaitu dua (3) orang Parhaminjon, satu (1) orang pemerintah desa setempat ( Kepala
Desa) dan satu (1) orang tokoh agama (Pendeta) di desa tersebut.

1.5.1

Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah

penelitian, yaitu dengan mengumpulkan sumber bacaan untuk mendapatkan
pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa
buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laoran penelitian dan lain-lain. Dengan
studi kepustakaan, penulis akan mendapat cara yang lebih efektif dalam melakukan
penelitian lapangan dan penyusunan tulisan ini.
Hal pertama yang dilakukan penulis dalah studi kepustakaan adalah dengan
cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Dalam
hal ini penulis mempelajari skripsi yang sudah pernah ditulis sebelumnya.
Untuk melengkapi data-data utama dalam tulisan ini, penulis juga
mengumpulkan data-data tersebut dengan menggunakan teknulogi utama internet,
seperti dari www.google.com.

1.5.2

Penelitian Lapangan
Menurut Harsja W. Bachtiar (1985:108), bahwa pengumulan data dilakukan

kerja lapangan (fied work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat,
mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan.
Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi langsung ke lokasi
penelitian yaitu di Hutan kemenyan yang digarap oleh masyarakat desa Pandumaan,
Kecamatan Pollung,Kabupaten Humbang Hasundutan, dan langsung melakukan
wawancara antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara pertama dilakukan saat penulis
menjumpai informan dirumahnya, wawancara kedua saat informan akan pergi ke
kebun untuk manige dan wawancara dilakukan selama perjalanan dari rumah
kekebun kemenyan.