Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Marhaminjon Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Pandumaan Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

Daftar Pustaka

Bakar, Abdul Latif Abu.2006.Aplikasi Teori Semiotika Dalam Seni Pertunjukan. Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Seni),(53), 45-51

Bungin, Burhan H.M, 2007; Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public, Dan Ilmu Sosi, Jakarta al: Kencana Prenama Media Group

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Pusat Bahasa.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua,Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua,Jakarta: Balai Pustaka.

Hutajulu, Rithaony & Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung: P4ST UPI. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitan Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Malm, William P. 1997. Music Culture Of The Pacific, The Near East, And Asia (Terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (Terjemahan Takari).

Manik, Kepler H. 2002. Kajian Tekstual Dan Musical Doding Ni Paragat Pada Masyarakat Simalungun Di Kelurahan Girsang I Kecamatan Girang Sipangan Bolon – Simalungun. Skripsi Sarjana. Medan: Fakultas Sastra USU

Merrian,Alan P. 1964. The Anthropology Of Music, North Western: North Western University Press

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nettle, Bruno. 1962. An Introduction To Folk Music In The United States. Wayne State

University Press

Nettle, Bruno. 1964. Theory And Method Of Ethnomusicology. New York: The Free Press Nettle, Bruno. 1973. Folk And Traditional Music Of Western Continents. Englewood Cliffs.

New Jersey: Prentice Hall Inc

Pasaribu, Ben. 1986. Tangiang Batak Toba, Suatu Kajian Dalam Konteks Gondang Sabangunan. Skripsi, Fak Sastra Univ.Sumatera Utara


(2)

Siahaan, EK, 1981/1982. Tilhang Oberlin Gultom. Jakarta: Departemen P Dan KRI

Sukanto, Soerjono, 1984;Teori Sosiologi (Tentang Pribadi Dalam Masyarakat), Jakarta: Ghalia Indonesia

Sihombing, Nielson,D.R. 2013 Analisis Pola Ritmis Mambalbal Bagot Pada Masyarakat Batak Toba Didesa Hutaimbaru Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli. Medan, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya USU

Simbolon, Welly. 2010. Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang Di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan. Medan, Skripsi Sarjana Sastra USU


(3)

BAB III

DESKRIPSI ENDE MARHAMINJON 3.1 Legenda Pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin)

Secara ilmiah, kemenyan berasal dari pepohonan yang tumbuh di pantai Timur dan tenggara diwilayah beriklim hangat hingga tropika disebelah utara katulistiwa meskipunjuga menyebar kebelahan bumi selatan di Amerika Selatan. Selain diteliti secara ilmiah, kemenyan ini juga mempunyai legenda atau mitos tentang terjadinya pohon kemenyan.

“Pada suatu hari seorang gadis yang miskin pergi memasuki hutan sambil menangis karena putus asa atas kesengsaraannya. Ayahnya meminta supaya dia pulang ke kampung, tetapi tidak berhasil. Gadis itu ingin tetap tinggal di hutan dan menangis. Dia menangis begitu lama, sehingga semua air matanya habis keluar. Tiga hari kemudian, ketika ayahnya kembali untuk menjemputnya pulang, dia sudah menjadi pohon kemenyan. Pada malam yang sama, gadis itu muncul dalam mimpi ayahnya dan menjelaskan cara menoreh pohon kemenyan dan mendapat getahnya yang tidak lain dari air matanya sendiri” (Katz, Lobu Tua Sejarah Awal Barus; 237).

Menurut cerita lisan Op. Besson Lumbangaol kepada penulis yang mana cerita ini mirip dengan kutipan di atas, pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) berasal dari jelmaan wanita cantik siboru nangniagadi daerah Tapanuli. Si Boru nangniaga yang berparas rupawan hidup ditengah-tengah keluarga yang miskin dan serba kekurangan pada zaman penjajahan Belanda sekitar ratusan tahun yang lalu. Ayah dan ibunya hanya bekerja sebagai petani yang menggarap ladang yang dipinjamkan oleh orang lain kepada mereka, akan tetapi hasil dari bertani ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Dengan keadaan demikian, orangtua dari siboru nangniaga tidak segan-segan meminjam uang ataupun materi-materi kepada pemerintah koloni Belanda sebagai jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga tersebut.

Seiring berjalan nya waktu, lama kelamaan hutang-hutang mereka menumpuk kepada pemerintah koloni Belanda, ketika tiba waktu untuk menagih hutang-hutang tersebut, mereka tidak bisa melunasi hutang-hutang karena keadaan ekonomi semakin


(4)

menyusahkan kehidupan mereka. Jangankan untuk melunasi hutang yang menumpuk, bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya pun mereka sangat kesusahan.

Gambar 3.1 Pohon kemenyan yang tumbuh di hutan kemenyan.

Pada era penjajahan, kolonial Belanda dikenal sebagai penjajah yang kejam, dan tidak mau tahu akan keadaan rakyat yang mereka jajah. Begitu juga hal-nya kepada keluarga si boru nangniaga, mereka tidak mau bernegoisasi atas hutang-hutangnya yang menumpuk dan memaksanya untuk melunasinya. Namun apa daya, mereka tetap saja tidak bisa melunasi hutang-hutang nya, dan diancam oleh Kolonial Belanda akan membunuh seluruh anggota keluarganya apabila tidak melunasi hutang-hutangnya dalam kurun waktu yang ditentukan kepada mereka.

Dengan keadaan terdesak, orangtua dari si Boru Nangniaga kebingungan meminjam uang kepada siapapun agar bisa menutupi hutang-hutangnya, akan tetapi mereka tidak menemukan jalan keluar ataupun solusi untuk itu. Dalam waktu yang berdekatan, Kolonial Belanda mendatangi rumah si boru nangniaga untuk menagih hutangnya, kemudian salah satu putra bangsawan dari kolonial Belanda yang juga ikut pada saat tersebut tertarik melihat paras siboru nangniaga untuk diperistri oleh putra tersebut. Putra Bangsawan menyampaikan bahwa keluarga tersebut tidak perlu untuk melunasi hutang-hutangnya, dengan syarat apabila orangtua tersebut bersedia


(5)

menyerahkan putri nya untuk dijadikan istri. Kemudian kolonial Belanda beranjak dari rumah tersebut dan memberikan waktu kepada keluarga si boru Nangniaga untuk memikirkan atau mempertimbangkan tawaran yang disampaikan kepada mereka.

Dengan berat hati, orangtua berusaha membujuk siboru nangniaga agar mau menikah dengan putra kolonial Belanda sebagai jalan satu-satunya agar keluarga mereka terbebas dari lilitan hutang yang menimpanya. Akan tetapi siboru nangniaga dengan tegas menolak bujukan orangtuanya, dia tidak mau dijodohkan kepada putra bangsawan tersebut mengingat kejamnya para kolonial belanda pada masa penjajahan.

Si boru Nangniaga sangat sedih dengan keadaannya yang dipaksa untuk menikah kepada orang yang tidak dicintainya. Tanpa sepengetahuan orangtuanya, dia lari kehutan untuk menyelamatkan dirinya dari tawaran yang tidak diinginkannya. Dia pergi seorang diri, dan sesampainya dihutan dia menangis tersedu-sedu menyesali sikap ayahnya yang mengorbankan dia demi melunasi hutang-hutangnya. Selain karena sikap orangtuanya, dia menangis karena kesepian dihutan dan juga kelaparan karena persediaan makanan tidak ada disana.

Pada saat menangis, secara perlahan-lahan si boru Nangniaga menjelma menjadi pohon yang mempunyai batang dan daun serta akar yang tumbuh ketanah, dan lama kelamaan wujud manusia si boru Nangniaga secara keseluruhan berubah menjadi pohon, dan air mata si boru nangniaga tadi berubah menjadi kepingan getah harum yang menempel pada batang pohon tersebut.

Mengetahui anaknya tidak berada dirumah, orangtua si boru Nangniaga berusaha mencari anaknya ke desa tetangga terdekat, namun tak kunjung membuahkan hasil, si boru Nangniaga tidak ditemukan. Karena kelelahan mencari, sang ayah tersebut tertidur dan bermimpi bahwa putrinya telah melarikan diri kehutan dan telah menjelma menjadi sebatang pohon yang menghasikan getah harum yang berasal dari air mata putrinya tersebut. Ayahnya juga memimpimpikan bahwa getah harum tersebut dapat diambil dan dijual kepasar untuk memenuhi kebutuhan


(6)

keluarga. Kemudian sang ayah terbangun dan menceritakan mimpinya kepada anggota keluarga dan juga kepada kerabatnya. Kemudian mereka pergi kehutan untuk membuktikan mimpinya apakah benar atau haya mimpi semata.

Sesampainya di hutan, mereka memang menemui sebatang pohon yang menghasilkan getah harum, persis seperti yang di mimpikan oleh ayahnya, dan mereka percaya bahwa mimpi ayahnya tersebut memang betul adanya, yaitu sang putri menjelma menjadi sebatang pohon yang menghasilkan getah harum. Kemudian mereka mengambil getahnya untuk dijual kepasar dan juga kepada pemerintah kolonial Belanda. Karena wanginya yang harum, masyarakat mau membelinya untuk dijadikan menjadi bahan pewangi, juga dipercayai menjadi bahan obat untuk mengobati penyakit tertentu dan merekan menamainya Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin).

Karena getah tersebut telah dapat menjadi mata pencaharian mereka, kemudian pohon tersebut dibudidayakan untuk menambah pohon-pohon kemenyan lagi untuk menambah jumlah getah yang akan diperoleh nantinya. Budidaya pertama yang mereka lakukan adalah dengan cara melemparkan biji pohon kemenyan tersebut keberbagai arah dan tempat, dan biji tersebut tumbuh menjadi tunas pohon yang baru, dan semakin lamua semakin banyak pohon kemenyan yang tumbuh yang menghasilkan getah yang menjadi sumber pencaharian bagi para petani kemenyan tersebut.

3.2 Budidaya Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin)

Seperti dipaparkan sebelumnya, bahwa pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan dikawasan Tapanuli tanpa ada penanaman atau budidaya khusus dari masyarakat petani kemenyan. Petani kemenyan mengambil getah dari pohon-pohon kemenyan yang tumbuh liar dengan jenis tumbuhan lainnya di hutan. Dengan kata lain, mereka mengambil hasil dari apa yang tersedia sebelumnya tanpa merawat atau menanam pohon kemenyan sebelumnya.


(7)

Seiring berjalannya waktu, persediaan pohon kemenyan yang tumbuh liar semakin lama semakin berkurang, hal ini diakibatkan usia pohon yang sudah tua dan tidak produktif lagi untuk dipanen. Menyadari hal itu, masyarakat petani pohon kemenyan mulai berpikir untuk membudidayakan pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) dengan cara menanam bibit pohon kemenyan di lahan yang baru, dengan tujuan untuk menambah hasil panen yang banyak karena sudah merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi mereka.

Hal pertama yang mereka lakukan dalam proses budidaya pohon kemenyan ini adalah mempersiapkan lahan baru. Petani kemenyan mengolah hutan yang ditumbuhi pohon dan tumbuhan lainnya dengan cara menebang dan membersihkan lahan tersebut. Selain mengolah hutan, untuk memperluas lahan baru sesekali mereka juga mengolah kebun-kebun yang sudah tidak terurus lagi dijadikan lahan baru untuk penanaman bibit pohon kemenyan.

Setelah lahan dipersiapkan, kemudian proses selanjutnya adalah menyiapkan bibit pohon kemenyan untuk ditanam dilahan baru terebut. Di desa Pandumaan sendiri, bibit pohon kemenyan biasanya diperoleh disekitaran pohon kemenyan yang sudah tua. Bibit yang berasal dari bji pohon yang tumbuh menjadi kecambah baru disekitaran pohon, mereka mengambilnya untuk dipindahkan kelahan baru tanpa ada perawatan atau perlakuan khusus sebelumnya terhadap kecambah tersebut. Pohon yang menjadi induk dari bibit tersebut juga mempunyai syarat khusus, diantaranya pohon yang tumbuh bagus dan menghasilkan getah yang banyak, serta mempunyai usia produktif yang lama. Setelah memenuhi syarat tersebut, barulah dianggap bahwa bibit kemenyan tersebut bagus dan layak ditanam dilahan yang baru untuk dibudidayakan, karena tidak jarang ada pohon kemenyan yang menghasilkan getah sedikit dan kualitasnya tidak baik. Bibit pohon yang diambil dari sekitaran pohon induk biasanya memiliki tinggi kurang lebih setengah meter dan berusia sekitar empat bulan. Bibit pohon tersebut diambil dengan cara mencabut bibit dari tanah, dan


(8)

petani mengusahakan agar keseluruhan akar ikut tercabut, karena apabila akar bibit banyak yang patah, diyakini proses pertumbuhannya nanti kurang baik.

Setelah bibit telah diperoleh, kemudian petani menanam bibit tersebut kelahan yang dipersiapkan dengan cara melobangi tanah dilahan yang baru dengan kedalaman sekitar setengah meter yang di isi dengan kompos sebelumnya, dan jarak antara satu lobang dengan lobang lainnya berkisar antara 3-5 meter dan menanamkan bibit tersebut. Setelah bibit tertanam, biasanya petani kemenyan menutupi tanah sekitaran batang pohon dengan potongan-potongan daun dan ranting pohon lainnya. Hal ini ditujukan untuk menggemburkan tanah sekitaran pohon kemenyan, karena dedaunan tersebut nantinya akan membusuk dan menjadi kompos bagi tanaman pohon kemenyan yang baru.

Di lokasi penelitian, penulis juga menemukan cara lain untuk proses pembibitan pohon kemenyan. Sebagian besar petani kemenyan memperoleh bibit kemenyan dengan hasil pembibitan yang dilakukan. Pembibitan pohon kemenyan dilakukan dengan cara mengambil biji pohon induk yang bagus dari hutan kemenyan. Biji tersebut ditanamkan ke polibag yang di isi dengan kompos dan ditunggu hingga biji tumbuh menjadi kecambah dan menjadi bibit baru serta siap ditamnamkan kelahan baru. Biji kemenyan yang layak untuk menjadi bibit warnanya coklat tua matang dan tidak busuk.

Setelah bibit pohon ditanam dilahan yang baru, petani kemenyan kemudian merawat pohon tersebut. Merawat pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) bisa dikatakan tergolong mudah, dikatakan mudah karena tidak perlu adanya perawatan khusus serta tidak membutuhkan biaya yang besar. Petani tidak memupuk atau memberikan pestisida disekitaran pohon kemenyan yang baru. Hal ini dikarenakan pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) tergolong jenis pohon yang kuat dan tahan akan gangguan-gangguan lainnya serta pohon ini mudah tumbuh denggan keadaan tanah yang subur. Petani hanya perlu menyiangi rumput ataupun tumbuhan


(9)

lainnya yang tumbuh disekitaran pohon kemenyan, hal ini dilakukan agar pertumbuhan pohon kemenyan tidak terganggu oleh tumbuh-tumbuhan tersebut.

Menurut penuturan H. Sinambela, pohon kemenyan untuk dapat disige(disadap) untuk pertama kalinya ketika berusia 6-7 tahun. Usia produktif satu batang pohon kemenyan dapat mencapai 10-15 tahun sejak proses manige( menyadap) pertama dilakukan. Pohon yang tidak produktif lagi akan ditebang dan dijadikan kayu bakar untuk kebutuhan petani kemenyan selama tinggal di kebun kemenyan. Kayu ini dijadikan hanya sebagai kayu bakar saja, karena pohon kemenyan ini tidak atau kurang berkualitas untuk diolah menjadi mebel ataupun barang perabot lainnya.

Pemanenan kemenyan berlangsung 3-4 bulan setelah penyadapan.Hasil rata-rata dari kemenyan disebut sekitar 0,1-0,5 kg per pohon, suatu pohon yang baik menghasilkan sekitar 1 kg (FAO, 2001). Faradilla (2004) mengatakan bahwa penentuan rataan produksi getah kemenyan per pohon diperoleh rataan 136,076 gram per pohon.

Getah pohon kemenyan yang dijual dipasaran juga mempunyai harga yang bervariasi. Harga getah didasari oleh kualitas getah yang akan dijual. Semakin baik kualitas getah, maka harga nya akan semakin tinggi. Di kabupaten Humbang Hasundutan sendiri, khususnya di pasar Doloksanggul, harga getah kemenyan yang dianggap paling berkualitas berkisar Rp. 120.000-130.000 untuk perkilogramnya, dan untuk kualitas sedang berkisar Rp.100.000 perkilogramnya. Adapun tingkatan getah kemenyan adalah sebagai berikut :

- Kualitas I : Kemenyan mata kasar atau sidungkapi ialah bongkahan kemenyan berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan dengan rata-rata berdiameter lebih besar dari 2 cm.

- Kualitas II: Kemenyan mata halus ialah kemenyan berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan berdiameter 1-2 cm.


(10)

- Kualitas III : Kemenyan tahir ialah jenis kemenyan yang bercampur dengan kulitnya atau kotoran lainnya, berwarna coklat dan kadang-kadang berbintik-bintik putih atau kuning serta besarnya lebih besar dari ukuran mata halus.

- Kualitas IV :Kemenyan jurur atau jarir yang biasanya dicampurkan atau disamakan mutunya dengan jenis tahir dan warnanya merah serta lebih kecil dari mata halus. - Kualitas V :Kemenyan barbar ialah kulit kemenyan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit sewaktu melakukan pembersihan.

- Kualitas VI : Kemenyan abu ialah sisa-sisa berasal dari getah kemenyan dari semua kualitas, bentuk dan warnanya seperti abu kasar.

Perdagangan kemenyan di dalam negeri telah mengenal penggolongan kualitas baik lokal maupun standar kualitas kemenyan nasional menurut SII.2044-87. Kualitas lokal hanya berlaku untuk perdagangan kemenyan toba bukan durame (Sasmuko, 1999). Biasanya getah dijual oleh petani kemenyan kepada para tengkulak terdekat yang ada disekitar petani kemenyan,kemudian para tengkulak menjualnya lagi ke pasaran dan bahkan mengekspornya kedaerah lain untuk dipasarkan dengan tujuan mendapatkan harga yang lebih besar lagi jika dibandingkan dengan harga lokal.

3.3 Peralatan Yang digunakan Untuk Manige

Dalam prose manige, parHaminjon menggunakan beberapa alat untuk memudahkan proses manige yang akan dilakukan dihutan kemenyaan. Adapun alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a) Guris, terbuat dari plat besi yang dilengkungkan, dan di ujung lengkungan besi tersebut diikatkan kesebuah tongkat yang menjadi gagang guris. Tongkat ini juga terbat dari bahan keras, misalnya besi ataupun baja. Guris ini mempunyai sisi yang tajam di dua sisinya yang naninya akan dikikiskan kebatang pohon kemenyan. Guris digunakan untuk mengikis batang pohon kemenyan yang mungkin ditumbuhi lumut ataupun tumbuhan benalu lainnya.


(11)

Gambar 3.2 Guris

b) Pangaluak, bentuknya menyerupai pisau kecil dan sisinya berbentuk bulat, juga terbuat dari besi yang ditajamkan dengan pengasah. Guris digunakan untuk mencongkel kulit-kulit batang pohon kemenyan yang telah kering dan masih menempel dibatang pohon kemenyan. Selain untuk kulit kering batang pohon, juga digunakan untuk mencongkel getah kemenyan yang menempel di batang pohon sebelumnya. Getah tersbut keluar dengan sendirinya tanpa ada pengolahan sebelumnya, atau pun sisa-sisa hasil pengolahan sebelumnya.


(12)

Gambar 3.3 Pangaluak

c) Panuktuk, juga terbuat dari baja yang menyerupai pahat pada umumnya, dan mempunyai sisi yang runcing pada ujungnya. Guris digunakan untuk melobangi permukaan batang pohon kemenyaan yang telah selasaidiguris. Permukaan batang pohon dilobangi dengan tujuan sebagai jalur keluarnya getah pohon dari dalam batang pohon.


(13)

d) Polang yaitu seutas tali, digunakan untuk alat memanjat bagian batang pohon kemenyan yang tinggi, tali ini diikatkan kebatang pohon itu dan tali ini diikatkan dengan simpul tali yang mudah dilepas namun kokoh untuk dipijak ataupun ditarik oleh parHaminjon ketika diatas pohon kemenyan.

Gambar 3.5 Polang, digunakan untuk memanjat pohon kemenyan

e) Bakul, terbuat dari batang pohon rotan yang dirangkai menyerupai keranjang bulat kecil pada umumnya, digunakan pada saat parHaminjon manige sebagai tempat atau wadah getah yang didapat pada saat manige(menyadap). Bakul ini ditenteng oleh parHaminjon di bahunya layaknya membawa tas samping pada saat manige batang pohon kemenyan.


(14)

Gambar 3.6 Bakul, tempat hasil getah pohon kemenyan 3.4 Persiapan Manige

Persiapan dalam menyadap pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) sangat diperlukan agar memudahkan parHaminjon melakukan proses manige nantinya. Salah satu persiapan ini adalah mempersiapkan alat-alat yang akan dipakai nantinya pada saat manige, hingga mempersiapkan bekal dan perlengkapan tidur selama beberapa hari nanti tinggal ditengah hutan, dan menginap disopo.

Gambar 3.7Sopo

Mereka menginap dihutan dikarenakan akses jalan yang sangat minim dan jarak antara rumah dan hutan kemenyan cukup jauh, sehingga tidak memungkinkan parHaminjon untuk pulang-pergi setiap harinya karena menggunakan waktu yang cukup lama.

3.4 Proses Manige

Sebelum manige, parhaminjon melakukan acara ritual yang disebut mangarottas. Mangarottas merupakan serangkaian upacara yang dilakukan dengan cara menyajikan makananlappet20diatas pattar-pattar21

20

Makanan khas batak yang terbuat dari campuran tepung beras, gula merah, dan kelapa; dibuat dengan cara dikukus serta di dibungkus dengan daun pisang.

untuk dijadikan dupa kepada

21

Wadah untuk meletakkan lappet yang disusun dari bilah-bilah kayu kecil dan ditempatkan sejajar dengan pohon kemenyan yang akan dikerjakan dengan mangarontas.


(15)

batang pohon kemenyan dan alat-alat yang digunakan dalam proses manige. Penyajian lappet ini pun mempunyai syarat khusus dalam penyajiaannya, yakni terdiri dari empat lappet,satu diantaranya berukuran besar, biasanya sebesar piring yang digunakan untuk makan, dan yang tiga lagi berukuran sedang atau lebih kecil dari lappet yang sebelumnya. Lappet yang sudah disajikan tadi diletakkan di atas pattar-pattar, yakni posisinya sudah diatas tanah dan disusun secara rapi dan menghadap kesalah satu batang pohon kemenyan yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk kebutuhan ritual, kemudian para parHaminjon mengambil posisi sikap bersimpuh, sejajar tepat di depan pattar-pattar dan kemudian batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) selanjutnya. Para parHaminjon juga meletakkan alat-alat yang digunakan selama proses manige tepat disamping pattar-pattar tadi.

Gambar 3.8 Pattar-pattar, tempat untuk meletakkan lappet pada saat parhaminjonmartonggo.

Setelah mereka siap diposisi masing-masing, kemudian mereka martonggo22

22

Berdoa kepada Sang Maha Pencipta

yang dipandu oleh salah satu dari mereka yang sudah dituakan oleh para parhaminjon itu sendiri. Tonggo ini berisi ucapan-ucapan ataupun harapan agar pohon yang disige nantinya menghasilkan getah yang sangat banyak, dan alat-alat yang mereka gunakan selama manige tidak melukai mereka, dengan kata lain agar tidak terjadi senjata makan tuan. Pada saat martonggo, parHaminjon juga


(16)

mengoleskan lappet tadi kealat-alat manige tadi, dengan maksud memberi alat tersebut makan lappet juga, dan tidak akan melukai tuannya lagi karena sudah diberi makan. Setelah selesai mangarottas barulah mereka mulai manige.

Sebelum manige, parhaminjon terlebih dahulu membersikan rumput atau tanaman lain yang tumbuh disekitar pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) dengan cara membabatnya menggunakan parang maupun sabit. Setelah sekitaran pohon bersih, parhaminjon mulai mangguris batang pohon kemenyan dengan pangguris. Arti mangguris disini ialah membersihkan batang pohon kemenyan dari lumut-lumut dan tumbuhan benalu yang menempel pada batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin). Selain untuk membersihkan batang pohon, hal ini dilakukan dengan tujuan agar batang pohon cepat malum agar lebih cepat mengeluarkan getah nantinya. Mangguris ini diibaratkan seperti menggaruk badan atau punggung manusia, yakni apabila secara terus menerus digaruk, akan panas, dan bahkan mengeluarkan gota nantinya.

Gambar 3.9 Pohon kemenyan saat diguris( di kerok)

Pada saat mangguris dilakukan, parhaminjon juga mangaluak kulit-kulit pohon yang sudah kering sebelum diolah atau dikerjakan. Batang pohon


(17)

diluakdengan menggunakan pangluak dan mengambil tahir nya.Tahir adalahgetah yang keluar dari pohon dengan sendirinya sebelum diolah yang menempel pada kulit pohon kering tadi.

Gambar 3.10 Tahir, getah yang diperoleh pada saat manige

Tahir ini diletakkan dan dikumpulkan di bakul yang disandang oleh parHaminjon (Kemenyan, styrax Benzoin). Tahir ini nantinya sudah dapat dijual dipasar, namun dengan harga relatif murah, karena getah masih bercampur dengan kulit pohon dan kualitas nya masih belum bagus.


(18)

Gambar 3.11 Pohon kemenyan pada saat diluak

Setelah mengguris, kemudian parhaminjonmulai manuktuk batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin), proses manuktuk ini dilakukan dengan cara melubangi batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) dengan alat yang disebut panuktuk, yaitu berupa baja yang menyerupai pahat dan ujungnya berbentuk runcing. Ujungnya itulah yang nantinya di tancapkan ke batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) dengan jarak masing-masing 2 jengkal tangan manusia dewasa antara satu lobang dengan lobang lainnya.

Gambar 3.12 Pada saat manuktuk pohon kemenyan

Parhaminjon tidak hanya mengerjakan bagian batang pohon yang bisa dijangkau dengan ketinggian badan mereka, akan tetapi juga bisa mencapai puncak ketinggian satu batang pohon kemenyan tersebut. Untuk mencapai ketinggian tersebut, mereka menggunakan tali agar bisa sampai keatas pohon. Dalam hal mengikatkan tali tersebut, parhaminjon juga harus mempunyai kemahiran tersendiri untuk membuat simpul tali, agar jalinan tali tersebut kuat pada saat dinaiki, dan mudah juga melepaskannya pada saat setelah siap digunakan.


(19)

Gambar 3.13Parhaminjonmengolah bagian batang pohon kemenyan yang tinggi dengan menggunakan polang/tali.

Setelah keseluruhan bagian satu batang pohon siap dikerjakan, maka parHaminjonakan pindah kebatang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) lain yang sudah siap untuk dikerjakan, dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur seperti yang dipaparkan penulis sebelumnya. Biasanya satu batang pohon Haminjon (Kemenyan, styrax Benzoin) dikerjakan secara individu oleh parHaminjon. Waktu yang dibutuhkan parhaminjon untuk mengerjakan satu batang pohon kemenyan tergantung kepada besar-kecil dan tinggi-rendah nya ukuran batang pohon kemenyan,semakin besar dan tinggi ukuran nya, maka membutuhkan waku yang semakin lama juga.

Batang pohon yang disige tadi tidak langsung menghasilkan getah dalam waktu yang bersamaan, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama menunggu getahnya keluar, membeku dan menempel pada batang pohon agar bisa dipanen. Waktu menuggu getanya keluar dan membeku membutuhkan waktu sekitar tiga bulan, oleh karena itu, setelah parhaminjon siap manige, mereka akan pulang kerumah dan melakukan aktifitas lainnya seperti bercocok tanam ataupun melakukan aktiftas lainnya diluar manige.


(20)

Gambar 3.14 Gambar batang pohon kemenyan yang telah siap disige, dan akan dipanen tiga bulan kemudian.

Menurut Waluyo (1996) pohon kemenyan berumur 5 tahun telah mampu menghasilkan getahdan terdapat hubungan linear positif antara umur tanamandengan produksi getah (r = 0,59) sehingga semakin tua usia pohon semakin tinggi produksinya. Akan tetapi belum diketahui secara pasti sampai umur berapa masih menghasilkan getah. Menurut Heyne (1987) tanaman kemenyan mulai menghasilkan getah pada umur 6-7 tahun. Pada umur 8 produksi baik dan sampai umur 30 tahun.

Pohon haminjon tidak boleh disige pada musim hujan, karena air yang masuk ke lubangnya merusak getahnya. Demikian pula pada musim kemarau yang berangin, karena “angina memasuki pohonnya”. Dan ini melambatkan getahnya mengalir. Dalam bahasa Indonesia “masuk angin” adalah gejala penyakit biasa pada manusia yang menyebabkan selesma atau sakit perut dan lain-lain. Menurut petani kemenyan


(21)

getahnya lebih banyak apabila pohonnya disige pada waktu terang bulan, yaitu antara bulan Juli sampai Oktober.


(22)

BAB IV

ANALISIS TEKSTUAL ENDE MARHAMINJON 4.1 Analisis Tekstual Ende Marhaminjon

Bab ini akan memaparkan tentang analisis tekstual dari ende marhaminjon. Ende marhaminjon yang merupakan sebuah nyanyian mengandung unsur-unsur musik, sementara teksnya menggambarkan suatu tata tingkah laku siparhaminjon yang mengandung makna. Dalam proses ini penulis akan menggunakan teori semiotika yaitu sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan yang meletakkan lambang sebagai bagian dari komunikasi. untuk menjelaskan penggunaan lambang, isi pesan, dan cara penyampaian siparhaminjon dalam ende parhaminjon.

Teks ende parhaminjon terdiri dari beberapa bagian, makna yang terkandung dalam teks mendominasi kepada (1) siparhaminjon yang harus bekerja keras untuk mencari kehidupan (2) hidup parhaminjon yang memprihatinkan (3) anak parhaminjon yang kelaparan. Hal ini dapat kita lihat makna, ikon, indeks, dan symbol yang terkandung dalam teks. Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya, dapat pula dikatakan tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Kemudian indeks yang dimaksud dalam hal ini adalah tanda yang memiliki sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Symbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjianyang disepakati bersama.

Disadari atau tidak penyaji/parhaminjon menggunakan beberapa symbol kedalam teks nyanyian saat menyanyikannya. Symbol digunakan dengan tujuan dapat menambahkan kesan terhadap isi yang dimaksudkan sipenyaji dan dalam konteks ini adalah parhaminjon.


(23)

Contoh pada teks berikut

Nungga marikkat hoda I Dang taradu au

Nungga maribak sigundal bolon

Dang tarjarumi au Tu ise do paboaonhu on Tu dainang na mangintubu au (Kuda ku telah melarikan diri)

(Apa dayaku tidak bisa lagi ku kejar)

(Pakaian ku yang tersobek sobek)

(Tidak bisa lagi ku jarumi)

(Kepada siapa aku harus mengadu)

(Hanya kepada ibu yang melahirkan aku)

Dalam penggalan teks diatas hoda yang menjadi ikon, dimana hoda yang berarti kuda ialah peliharaan atau pun ternak yang dimiliki oleh parhaminjon. Dalam analisis ini si parhaminjon menunjukkan kesedihannya ketika mengingat bagaimana dia memiliki begitu banyaknya peliharaan yang menjadi sumber kehidupannya kini telah tiada.

Sigundal bolon adalah simbol dari kebutuhan hidup yang sangat mendasar dimana, sigundal bolon yang berarti “pakaian sehari hari yang digunakan untuk bekerja di ladang”. Menggambarkan ketidakberdayaan si parhaminjon dalam menjalani kehidupannya.

Jika kalimat tu ise do paboaonhu on diartikan ke dalam Bahasa Indonesia dengan arti yang sebenarnya maka artinya ialah “kepada siapa aku harus mengadu”. Maksud penyaji atau si parhaminjon adalah untuk memperdalam arti atau maksud yang ingin disampaikannya yaitu ketidakberdayaan si parhaminon dalam menjalani hidup.

Dalam penggalan teks di atas kata dainang yang berarti “ibu” adalah tempat mengadukan kesulitan kesulitan yang dialami oleh si parhaminjon. Dalam analisis ini si parhaminjon akhirnya menemukan satu satunya tempat mengadu yaitu “ibu”.

Setelah si parhaminjon menyanyikan nyanyian yang menceritakan keluh kesahnya kemudian si parhaminjon melanjutkan nyanyiannya yang berisi tentang pengharapan hidup kepada sang pencipta.


(24)

(25)

Contoh teks nya:

Ullusson mai simarangin angin Asa marria ria sukkit di robean i, eiei, heieiei

Manaruhon maho sian nadao Papunguhon dinajonok

dipassamotan naniluluan, hasil ni naniula

asa adong buaton tu akka si minik namion

(terbangkanlah itu wahai angin )

(Agar bersukacita daun palem di lereng gunung, eiei, heieiei) (Mengantarkan dari yang jauh) (Mengumpulkan di tempat yang dekat) (Sumber penghidupan yang dicari, (hasil dari yang dikerjakan)

(Agar ada didapat untuk anak anak kami ini)

Penggalan kalimat teks “Ullusson mai simarangin angin” memiliki arti yaitu terbangkanlah itu wahai angin. Objek yang dimaksud parhaminjon adalah segala keluh kesah ataupun penderitaan hidup menjauh layaknya sesuatu hal yang terbawa jauh oleh angin, demikian jugalah kiranya penderitaan hidup jauh dari kehidupannya. Jika kalimat Asa marria ria sukkit di robean i diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti yang sebenarnya, maka artinya adalah “Agar bersukacita daun palem di lereng gunung”. Maksud dari penyaji atau siparhaminjon adalah menggambarkan sebuah sukacita yang selama ini didambakan. Dalam kalimat ini diperjelas bahwa apabila sukacita datang maka segala hal yang berkaitan dengan hidup parhaminjon turut merasakannya.

Dalam penggalan teks Manaruhon maho sian nadao papunguhon dinajonok, jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “Mengantarkan dari yang jauh, mengumpulkan di tempat yang dekat”. Kalimat ini menggambarkan sebuah harapan dimana sebuah pekerjaan yang sulit dapat dipermudah dan yang mudah semakin dipermudah. Dalam hal ini si parhaminjon masih saja menaruh harapan-harapannya dalam menggapai tujuan hidupnya yang lebih baik.

Penggalan teks dipassamotan naniluluan, hasil ni naniula asa adong buaton tu akka si minik nami on di atas bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah “Sumber penghidupan yang dicari, hasil dari yang dikerjakan agar ada didapat untuk anak-anak kami ini”. Teks ini menggambarkan tujuan hidup dari si parhaminjon.


(26)

Apapun dilakukan oleh si parhaminjon hanya satu tujuan pasti yaitu memberikan kehidupan yang baik kepada anak-anaknya.

Contoh pada teks berikutnya:

Parung mai simardagul-dagul sahali mamarung gok ampang gok bahul-bahul

(congkellah kepingan getah itu)

(sekali mencongkel terisi penuh bakul (besar maupun bakul kecil)

Ikon pada penggalan teks diatas adalah simardagul-dagul yang berarti “kepingan-kepingan getah” yang dijual nantinya dan hasilnya untuk menghidupi keluarga. Teks ini disajikan pada saat manuktuk batang pohon kemenyan. Parhaminjon berharap getah yang keluar nantinya banyak dan membeku hingga membentuk kepingan-kepingan getah yang besar. Sehingga dengan sedikit congkelan untuk melepas getah dari pohon kemenyan dapat mengisi penuh bakul besar dan bakul kecil.

Contoh teks berikutnya:

Sigurappang nametmet mai, sigurappang na balga Asa gok ma sopo na metmet merebba-ebba sopo na balga

Teks Sigurappang nametmet mai, sigurappang na balga merupakan sampiran yang digunakan sebagai teks pendukung dalam menjelaskan isi atau makna dari sepenggal lirik yang dinyanyikan si parhaminjon. Isi dari sajak ini adalah Asa gok ma sopo na metmet merebba-ebba sopo na balga dan jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “agar terpenuhi gubuk yang kecil dan berlimpah-limpah gubuk yang besar.”

Sopo yang berarti “gubuk” adalah simbol dari rumah tempat berlindungnya keluarga si parhaminjon dan harapan agar rumah mereka terisi oleh getah yang dipanen dan kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga si parhaminjon.


(27)

Contoh teks berikutnya: Tait parigi-rigi tait paune-une

Tulombangma hapogoson sai tujabuma da passamotan

Sama hal nya dengan teks yang di atas teks tait parigi-rigi tait paune-une juga merupakan sebuah sampiran yang digunakan sebagai pendukung dalam memjelaskan makna isinya. Isi dari sajak tersebut adalah tulombangma hapogoson sai tujabuma da passamotan yang artinya dalam bahasa Indonesia ‘kejuranglah kemiskinan kerumahlah sumber penghidupan’. Makna daripada teks berikut ialah segala hal yang tidak bermanfaat ataupun kemelaratan hidup agar dijauhkan dari kehidupan si parhaminjon dan biarlah sumber kehidupan yang baik ada di tengah-tengah keluarga si parhaminjon.

Contoh teks berikutnya:

Sai dapot ma naniluluan jumpa najinalahan

Asa adong leanon tu pangidoan ni si minik nami on

Penggalan teks berikut mengambarkan adanya penekanan atau aksen yang kuat tentang harapan-harapan yang disampaikan siparhaminjon. Hal ini dapat dilihat dari isi teks yang sudah dinyanyikan sebelumnya,tetapi dinyanyikan lagi untuk teks berikutnya, teks yang dimaksud adalah “Asa adong leanon tu pangidoan ni si minik nami on” yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah ‘biar ada untuk memenuhi permintaan anak kami ini’. Jadi secara keseluruhan ataupun gambaran umum dari lagu ini dinyanyikan adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga terutama anak yang merupakan harta paling berharga di kehidupan keluarga suku Batak Toba.

Contoh teks berikutnya adalah oloi ma da oppung yang diucapkan sebanyak tiga kali. Dalam hal ini oppung yang dimaksud adalah oppung mula jadi na bolon yaitu Sang Maha Pencipta. Jadi jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘penuhilah permintaanku wahai Sang Pencipta’. Si parhaminjon mengucapkan kata tersebut dengan nada suara yang lembut dan kedengarannya bersifat memohon.


(28)

Setelah si parhaminjon menyanyikan seluruh teks lagu yang ditujukan kepada Sang Pencipta mereka mengucapkan kata emma da tutu. Dimana kata tersebut sering diucapkan orang batak toba ketika ada sebuah ucapan yang dianggap sebagai berkat dan harapan yang positif mereka akan meresponnya dengan ucapan emma da tutu yang arti dari kalimat tersebut adalah ‘yakin dan terpenuhilah’.

Secara keseluruhan, dalam teks ende parhaminjon terdapat 3 (tiga) kata kiasan yang digunakan parhaminjon untuk mempermudah menyampaikan apa maksud dari isi teks.

Tabel-1. Istilah, arti dan makna simbol dalam ende ni parhaminjon No Istilah Arti Makna (isi pesan)

1 Hoda Kuda Melambangkan seluruh binatang peliharaan yang menjadi bagian harta benda sebuah rumah tangga

2 Si guddal bolon Pakaian Melambangkan sesuatu kebutuhan pokok/dasar yang harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari

3 Sopo Gubuk Mempunyai makna sebenarnya adalah rumah. Yang menjadi tampat berlindung keluarga, namun disederhanakan dalam bahasa sopo yang menunjukkan kerendahan hati


(29)

ENDE PARHAMINJON (Nyanyian petani kemenyan)

Nunga marikkat hoda I Dangtaraduau Nungnga maribak sigundal

bolon

Dang tarjarumi au Tu ise do paboaonhu on Tu dainang na mangintubu au

Ullusson mai da

simarangin-angin Asa marria ria sukkit di robean

i, eiei, heieiei

Manaruhon maho sian nadao (Papunguhon dinajonok ) Dipassamotan naniluluan, hasil

ni naniula Asa adong buaton tu akka si

minik nami on

Parung mai simardagul-dagul Sahali mamarung gok ampang

gok bahul-bahul Sigurappang nametmet mai,

sigurappang na balga Asa gok ma sopo na metmet Marebba-ebba sopo nabalga

Tait parigi-rigi tait paune-une

Tulombangma hapogoson sai tujabuma da passamotan Sai dapot ma naniluluan jumpa najinalahan

Asa adong leanon tu pangidoan ni si minik nami on

oloi ma da oppung

(Kuda telah melarikan diri) (Apa dayaku tidak bisa lagi ku kejar)

(Pakaian ku yang tersobek

sobek) (Tidak bisa lagi ku jarumi)

(kepada siapa aku harus

mengadu) (Hanya kepada ibu yang

melahirkan aku)

(Terbangkanlah itu wahai angin)

(Agar bersukacita daun palm di lereng gunung, eiei, heieiei) (Mengantarkan dari yang jauh) (Mengumpulkan di tempat yang dekat)

(Sumber penghidupan yang dicari, hasil dari yang dikerjakan)

(Agar ada didapat untuk anak anak kami ini)

(congkellah kepingan getah itu) (Sekali mencongkel terisi penuh bakul besar maupun bakul kecil)

(kepiting yang kecil, kepiting yang besar)

(Agar terpenuhi gubuk yang kecil)

(berlimpah ruah gubuk yang besar)


(30)

( terkait pemilik gerigi,

kaitannya untuk membenarkan yang salah)

(Kejuranglah kemiskinan kerumahlah sumber penghidupan)

(dapat yang dicari dan ketemu yang diharapkan)

(Biar ada untuk memenuhi permintaan anak kami ini) (penuhilah wahai sang pencipta)

Dalam teks ende parhaminjon, penulis menemukan teks yang mempunyai bentuk seperti pantun, yaitu mempunyai sampiran dan isi serta ber sajak a-b-a-b, teks yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Parung mai simardagul-dagul Sahali mamarung gok ampang gok bahul-bahul

Kata

Sahali mamarung gok ampang gok bahul-bahul merupakan isi dari sajak atau pantun tersebut.

Parung mai simardagul-dagul merupakan sampirannya, dan teks

Selain itu juga terdapat pada teks : Sigurappang nametmet mai,

sigurappang na balga Asa gok ma sopo na metmet Marebba-ebba sopo nabalga

TeksSigurappang nametmet mai, sigurappang na balgamerupakan sampiran, dan teks Asa gok ma sopo na metmet Marebba-ebba sopo nabalga merupakan isi dari sajak.

Mitos mengenai pohon kemenyan yang merupakan jelmaan siboru nangniaga (putri kesayangan) tidak memiliki hubungan secara langsung dengan ende parhaminjon, hal ini terlihat jelas di dalam teks karena tidak ada satu kalimat pun yang memperlihatkan bahwa si parhaminjon memiliki perlakuan khusus terhadap pohon kemenyan, tetapi secara tidak langsung dari cara si parhaminjon meratap sebenarnya si parhaminjonpun berharap pohon kemenyan akan mengasihaninya dan akhirnya mau mengeluarkan banyak getah. Keistimewaan pohon kemenyan lainnya dapat terlihat dari aturan-aturan, norma-norma, syarat tertentu yang haru diauh oleh si parhaminjon, dan keyakinan akan kekuatan supranatural (gaib) dari pohon kemenyan


(31)

tersebut melalui tindakan langsung yang dilakukan si parhaminjon saat proses manige dilakukan di atas pohon kemenyan.

Adapun syarat dan aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan seseorang parhaminjon adalah: napogos (miskin) memakai baju yang sederhana saat pengambilan getah kemenyan, memiliki sifat yang penyabar, lembut, tidak boleh mencaci, tidak boleh mengucapkan kata-kata kotor, tidak boleh menolak memberikan hasil kemenyannya apabila ada yang meminta.

Sebagai pencapaian untuk lebih melengkapi analisi ini penulis juga menambahkan fungsi dari ende parhaminjon.

4.2 Penggunaan dan Fungsi

Dalam tulisan ini penulis mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Alan P.Merriam tentang fungsi teks.Merriam (1964:228) mengatakan ada dua gagasan yang diperlihatkan dalam membicarakan musik, yaitu penggunaan (uses) dan fungsi (function). Fungsi musk menyagkut tujuan penggunaan musik di tengah-tengah masyarakat selaku pemilik musik itu sendiri, serta mengapa musik tersebut digunakan demikian.

Fungsi musik membahas lebih dalam tentang arti musik, sedangkan penggunaan (uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways) memainkan musik, baik sebagai aktivitas yang berdiri sendiri atau dalam aktivitas yang lain.

4.2.1 Penggunaan Ende Parhaminjon

Penggunaan musik dapa dikaitkan dengan kelembagaan sosial masyarakat (Herskovits 1964). Dalam hal ini si parhaminjon dulunya menyanyi untuk memohon kepada siboru nangniaga, saat ini dinyanyikan sebagai hiburan bagi si parhaminjon sendiri saat melakukan aktivitasnya dalam mengambil getah kemenyan.


(32)

Fungsi musik bagi masyarakat pemiliknya yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi pengungkapan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6)fungsi reaksi jasmani, (7) fugsi norma-norma sosial, (8) fungsi pengesahan sosial dan upacara religi, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10) fungsi pengintegrasian mayarakat (1964:222-226)

Dalam hal ini tidak semua fungsi musik dapat dimasukkan untuk memnganalisis fungsi ende marhaminjon. Diantara ke-10 fungsi tersebut ada beberapa fungsi yang digunakan untuk menganalisis teks ende marhaminjon, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi hiburan, (3) fungsi komunikasi, dan (4) fungsi perlambangan

4.2.2.1 Fungsi pengungkapan emosional

Fungsi ende parhaminjon sebagai pengungkapan emosional tertuang dalam teks ende parhaminjon yang dinyanyikan oleh parhaminjon. Ende ini biasanya dinyanyikan oleh parhaminjon yang sedang manige, dimana aktifitas manige idak bisa dipisahkan dari perasaan emosional untuk menggambarkan kehidupannya yang sulit dan hidup serba kekurangan.

Isi teks ende marhaminjon menggambarkan betapa hidupnya serba kekurangan, berusaha mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Hal tidak hanya terdapat dalam teks saja, tetapi juga disaat parhaminjon melakukan pekerjaannya. Contoh teks yang menggambarkan fungsi ini adalah sebagai berikut :

Nungga marikkat hoda I

Dang taradu au Nungnga maribak sigundal bolonDang

tarjarumi au Tu ise do paboaonhu onTu dainang na

mangintubu au

(Kuda telah melarikan diri) (Tidak bisa lagi kukejar)

(Pakaian ku yang tersobek sobek) (Tidak bisa lagi ku jarumi)

(kepada siapa aku harus mengadu) (Hanya kepada ibu yang melahirkan


(33)

4.2.2.2 Fungsi hiburan

Secara umum, musik berfungsi sebagai hiburan, bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Menghibur dalam artian sebagai pelipur lara atau penenang jiwa, pelepas lelah ataupun hanya sebagai pengsi waktu senggang diantara aktifitas dan rutinitas pekerjaan yang dilakukan.

Demikian juga hal nya ende parhaminjon, nyanyian ini disajikan pada waktu manige batang pohon kemenyan ini selain sebagai ungkapan emosional juga berfungsi sebagai hiburan pribadi. Salah satu penggalan teks berikut ini adalah contoh fungsi hiburan dimaksud :

Manaruhon ma ho sian nadao (Mengantarkan dari tempat yang jauh) Papunguon sian najonok (Mengumpulkan dari tempat yang dekat) Dipassamotan naniluluan,hasil na niula(Sumber penghidupan yang dicari, hasil

dari yang dikerjakan)

Asa adong buatontu akka si minik (Agar ada didapat untuk anak-anak kami ini) nami on

Lewat teks diatas ada harapan siparhaminjon bahwa lewat getah pohon kemenyan yang didapatkan kehidupan akan berlanjut, karena hasil tersebut dapat dijual dan kemudian hasil penjualannya dapat digunakan untuk menghidupi keluarga dan juga anak-anaknya. Tentu ada saja kelegaan dan harapan akan kehidupan yang lebih baik yang akan didapatkan oleh parhaminjon atas apa yang akan didapatnya. 4.2.2.3 Fungsi komunikasi

Dari teks ende parhaminjon dapat diketahui bagaimana kehidupan sehari-hari, penderitaannya dan harapannya. Fungsi komunikasi musik lewat teks sangat nyata dapat dilihat dari nyanyian ini. Contoh teks ende marhaminjon yang mengkomunikasikan penderitaan hidup sehari-hari adalah sebagai berikut :

Nungga marikkat hoda I Dang taradu au

Nungnga maribak sigundal

bolon Dang tarjarumi Au

Tu ise do paboaonhu on Tu dainang na mangintubu au

(Kudaku telah berlari)(Apa dayaku tidak bisa lagi ku kejar) (Pakaian ku yang tersobek sobek) (Tidak bisa lagi ku

jarumi) (kepada siapa aku harus

mengadu) (Hanya kepada

ibu yang melahirkan aku)


(34)

Sebagaimana sudah disebutkan pada pembahasan terdahulu bahwa kemiskinan yang dialami membuat parhaminjon menderita, kemudian parhaminjon mengkomunikasikan harapan hidupnya untuk kedepan. Harapan hidup ini dikomunikasikan lewat teks berikut :


(35)

Sigurappang nametmet mai,

sigurappang na balga Asa gok ma sopo na metmet

merebba-ebba sopo na balga

Tait parigi-rigi tait paune-une Tulombangma hapogoson sai

tujabuma da passamotan Sai dapot ma naniluluan jumpa

najinalahan

(Kepiting yang kecil, kepiting yang besar)

(Agar terpenuhi gubuk yang kecil dan berlimpah-limpah gubuk yang besar)

( terkait pemilik gerigi, kaitannya untuk memperbaiki)

(Kejuranglah kemiskinan kerumahlah sumber penghidupan)

(Agar dapat yang dicari dan ketemu yangdiharapkan)

Selain dari isi teks ende tersebut, fungsi komunikasi yang lebih nyata dari ende marhaminjon ini dapat dilihat dari bagian akhir ende. Isi teks ende terakhir adalah oloi ma da oppung, yang di ucapkan sebanyak tiga kali. Dari sini kita dapat melihat adanya komunikasi yang terjadi antara si parhaminjon dan oppu mula jadi nabolon. Kemudian hal lain yang dapat mendukung fungsi komunikasi dalam ende ini adalah ketika siparhaminjon selesai menyajikan ende marhaminjon, maka parhaminjon yang lainnya akan menyahut nya dengan kata emma tutu. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa ada komunikasi ang nyata antara parhaminjon dengan sang pencipta, maupun atara sesama pahaminjon.

4.2.2.4 Fungsi perlambangan

Bagi penyaji suatu sajian, perlambangan memegang peranan penting, karena saat sesuatu maksud dilambangkan dengan sesuatu yang lain, maksud dari sipenyaji akan lebih dalam. Dalam teks ende marhaminjon ada beberapa kata yang digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan sesuatu hal, suatu harta benda dan juga benda. Contoh yang dipakai sebagai fungsi perlambangan dari teks ende parhaminjon adalah sebagai berikut :

Kata hoda yang arti sebenarnya adalah kuda, namun dalam hal ini kuda melambangkan nama dari keseluruhan nama hewan peliharan yang menjadi sebuah harta benda dari parhaminjon. Karena menyebutkan seluruh nama hewan peliharaan


(36)

terkesan lama dan kadang lupa, maka parhaminjon menyimpulkan kata hoda menjadi lambang atau ikon darri seluruh nama hewan eliharaan yang dimilikinya.

Kata sopo dalam arti sebenarnya adalah gubuk yang didirikan ditengah ladang atau pun lahan tempat bertani. Akan tetapi maksud dari parhaminjon akan kata ini bukanlah arti dari sebenarnya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, melainkan melambangkan atau memberikan gambaran mengenai rumah yang ditempatinya bersama dengan keluarganya. Bagaimanapun kondisi keadaan rumahnya besar ataupun kecil, mewah ataupun sederhana, dengan kerendahan hati, parhaminjon akan menyamakan rumah tersebut dengan sopo yang lebih mengandung makna sederhana sesuai dengan kehidupan parhaminjon.


(37)

(38)

BAB V

STRUKTUR MELODI ENDE PARHAMINJON 5.1 Struktur Melodi

Untuk menganalisa sebuah musik, diperlukan transkripsi untuk menggambarkan atau memvisualisasikan bunyi yang diteliti kedalam tulisan yang menggunakan simbol-simbol yang dapat dilihat untuk dipahami. Untuk menganalisa musikal dalam tulisan ini, Penulis berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh William P.Malm (1977:3) yang dikenal dengan teori weighed scale. Dimana dikatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendiskripsian melodi adalah : tangga nada (scale), nada dasar (pitch center),Wilayah nada (range), jumlah nada (frequency of note), jumlah interval, pola kadensa, formula melodi (melody formula) dan kontur (contour).

Barbara Crader dalam Philosophical dictionary of music and musicians juga mengatakan bahwa transkrip bertujuan untuk memvisualisasikan apa yang didengar, unuk menambah pengetahuan dalam mempelajari musik secara komparatif dan detail serta untuk membantu kitamengkomunikasikan kepada orang lain tentang apa yang didengar dan dilihat (1980:109).

Tujuan dari transkripsi dalam tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan cara penyajian ende marhaminjon yang dilakukan saat prosse manige dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, sehingga penulis dapat mengkomunikasikan tentang apa yang didengar ke dalam bentuk visual atau tulisan dengan harapan agar pembaca dapat mengerti atau memahami bagaimana sebenarnya cara menyanyikan ende marhaminjon pada saat manige.


(39)

Sejalan dengan transkripsi tersebut, penulis menggunakan notasi balok (notasi barat). Alasan penulis untuk menggunakan notasi tersebut adalah karena hal-hal sebagai berikut yaitu ;

1. Notasi balok telah banyak digunakan oleh etnomusikolog ataupun musikolog untuk proses transkripsi musik, baik musik barat maupun non musik barat

2. Notasi balok sudah dikenal secara luas, khususnya orang-orang yang terkait dengan sei musik.

3. Notasi balok digunakan sebagai bahan untuk mempermudah menganalisis cara menyajikan ende marhaminjon

5.2 Model Notasi

Notasi yang digunakan untuk mentranskripsi EndeMarhaminjonoleh sipenyaji adalah notasi Barat. Notasi ini merupakan notasi yang sudah baku dan umum. Di dalamnya terdapat beberapa symbol-simbol yang digunakan dalam partitur notasi balok dari lagu di atas. Berikut ini beberapa symbol yang digunakan dalam hasil transkripsi melodi EndeMarhaminjon.

1. Menunjukkangaris para nada dimana

terdapat lima buahgaris para nada dan Empatbuahspasi.

2.

Menunjukkantandakunci( key signature) G, dimana pada garis paranada kedua dari bawah merupakan nada G.

3. Merupakan birama 4/4 dalam kunci G.

Artinya dalam setiap birama memiliki empat ketuk not seperempat.


(40)

4. Merupakan satu buah not 1/8 yang bernilai ¼ ketuk.

5. Merupakan dua buah not 1/16 menjadi satu

not yang bernilai ½ ketuk.

6. Merupakantandadiamyang

bernilaiempatketuk.

7. Merupakan tanda diam yang bernilai 2 ketuk .

8. Merupakan tanda diam yang bernilai 1 ketuk.


(41)

5.3.1 Analisis Melodi

Membincangkan analisis musikal sama halnya dengan membincangkan setiap unsur-unsur bermakna yang tertuang di dalam sebuah musik. Dilakukannya analisis terhadap masing-masing unsur musikal itu ialah karena ada tujuan untuk menjelaskan unsur bermakna tersebut. Namun sebagaimana dikatakan oleh Nicolas Cook berikut, bahwa hingga saat ini belum ada metode yang sudah baku dan berlaku secara umum yang dapat di pakai untuk menganalisis musik secara menyeluruh.

There is not any one fixed way of starting an analysis. It depends of the music, as wel as on the analyst and the reason the analysis is being done. But there is a presequisite to any sensible analysis, an this is familiarity with the musik.

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa analisis adalah suatu pekerjaan lanjutan setelah selesai melakukan transkripsi komposisi musik. Melalui proses analisis tersebut akan diperoleh gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar struktur musikal yang tersembunyi dibalik komposisi musik itu.

Dalam pendekatan analisi melodi, penulis menggunakkan Teori Weight Scale. Dalam analisis melodi, malm (1977:3) mengemukakan bahwa di dalam mendiskripsikan melodi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: tangga nada (scale), nada dasar (pith center), wilayah nada (range), jumlah nada (freguency of note), jumlah interval, pola kadensa, formula melodi (melody formula), dan kontur (contour). Pengertian dari yang dijelaskan malm dalam mendiskripsikan atau menganilisis struktur musik adalah sebagai berikut.


(42)

5.3.1 Tangga nada (Scale)

Tangga nada dalam musik dapat diartikan sebagai satu set atau satukumpulan not musik yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang baku sehingga memberikan nuansa atau karakter musik yang tertentu.Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk mendiskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang di pakai dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masing nada tersebut dalam lagu. Selanjutnya, tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang di pakai. Tangga nada diatonic(dua nada), tritonic (taiga nada), tetratonic(empat nada), pentatonic(lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic(tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja.

Dengan berpedoman pada pendapat di atas maka tangga nada untuk komposisi Ende marhaminjon, jumlah nada yang dipakai ada tujuh buah nada. Dengan demikian, tangga nada komposisi ini disebut diatonis.


(43)

5.3.2 Nada dasar (pitch centre)

Menurut Nettl ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar (pitch center, tonalitas), dan dari ketujuh cara tersebut penulis memilih menentukan nada dasar dengan cara (1) Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada mana yang jarang dipakai dalam komposisitersebut, (2) kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai, 9#) nada yang dipakai pada akhir (atau awal) komposisi atau pada akhit (awal) bagian-bagian komposisi dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut, (4) nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada, atau posisi persis ditengah-tengah juga dapat dianggap penting, (5) Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai patokan, (6) ada tekanan ritmis pada sebuah nada juga dipakai sebagai tonalitas, (7) harus di ingat bahwa barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas yang tidak bisa di deskripsikan dengan patokan-patokan diatas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya adalah berdasarkan pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.

Karena Ende Marhaminjon sudah dibuat dalam bentuk diatonic, maka nada dasar sudah dapat ditentukan sesuai dengan penyajian si penyanyi. Sesuai yang penulis ukur (mengukur nada dasar dengan tuner), maka nada dasar ende marhaminjon adalah C = Do.


(44)

5.3.3 Wilayah nada

Berdasarkan teori yang ditawarkan J.A Ellis dalam Malm, (1977:35) perihal perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan system cent, yaitu nada-nada yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.

Dengan berpedoman terhadap teori tersebut dan memperhatikan nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka wilayah nada yang terdapat pada ende marhaminjon adalah dari nada A ke G’. Jarak dari A ke G’ adalah sebanyak sebelas laras sehingga jumlah frekuensi jarak kedua nada tersebutadalah 2200 cent

A-G’= 2200 cent


(45)

5.3.3 Jumlah nada

Jumlah nada merupakan banyaknya nada yang digunakan dalam sebuah komposisi musik ataupun nyanyian.. Jumlah nada yang dipakai dalam ende marhaminjon sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat sebelumnya adalah sebagai berikut:

5.3.4 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff 1991:50). Jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Sedangkan jumlah interval merupakan banyaknya interval yang dipakai dalam sebuah komposisi musik.Berdasarkan hukum music, nama interval telah ditentukan menurut jumlah nada yang dipakai, sedangkan jenisnya ditentukan berdasarkan jarak ke dua nada tersebut dalam laras, seperti pada table berikut :

NO. NAMA NADA JUMLAH

1. A 9

2. B 3

3. C 63

4. D 161

5 E 36

6. F 39

7. G 26


(46)

Simbol interval

Jlh nada

Jlh Laras

Nama dan jenis interval Contoh nada

1P 1 0 Prime perfect (murni) C – C

2M 2 1 Sekunda mayor (besar) C – D

3M 3 2 Terts mayor (besar) C – E

4P 4 2,5 Kwart perfect (murni) C – F

5P 5 3,5 kwint mayor (besar) C – G

6M 6 4,5 Sekta mayor (besar) C – A

7M 7 5,5 Septime mayor (besar) C – B 8P 8 6,5 Oktaf perfect(murni) C – c’

9M 9 7,5 None mayor C – d’

10M 10 8,5 Decime mayor C – E

Rumus interval

Dim + ½ laras = m m + ½ laras = M M + ½ laras = Ag m – ½ laras = dim M – ½ laras = m Ag – ½ laras = M


(47)

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval diatas maka interval untuk komposisi melodi Ende marhaminjon di atas dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel Interval Komposisi Ende Marhaminjon

Nama Interval Posisi Jumlah

P 196

2M 49

45

2m 6

6

3M 1

3

3m 11

5

4P 2

2

5P 4

7


(48)

PolaKadensa (Cadence Patterns)

Seperti kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa titik dan koma, maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui kadens-kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang menghasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna, kadens gantung) dan yang permanen (kadens lengkap, sempurna).

Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap), sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan) disebut kadens gantung (tak sempurna). Analoginya dengan kalimat, kadens sempurna itu merupakan titik; kadens merupakan tanda tanya atau titik koma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut frase anteseden dan biasanya kadens seperti ini akan segera pula diikuti oleh sebuah frase konsequen yang berakhir dengan sebuah kadens sempurna lengkap.

Contoh Kadens Tidak Sempurna

Disebut kadens tidak sempurna karena pada bar ke lima tepatnya pada ketukan ke 4, sebelum tanda istirahat terdapat nada D yang bukan merupakan nada tonal (dasar) dari nyanyian ini.


(49)

Formula Melodic (melodic formula)

Dalam mendiskripsikan formula melodic, ada tiga hal penting yang akan dibahas yaitu bentuk frasa, dan motif. Bentuk adalah suatu aspek yang menguraikan tentang organisasi musik. Unit terkecil dari suatu melodi disebut dengan motif, yaitu tiga nada atau lebih yang menjadi ide sebagai pembentukan melodi. Gabungan dari motif adalah semi frasa dan gabungan dari semi frasa disebut frasa (kalimat).

Menurut pendapat Malm (Malm dalam Takari 1993:15-15), Bentuk juga dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.

2. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.

3. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertamasetelah terjadi penyimpangan melodis.

4. Strofic, yaitu apabila bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun menggunakan teks yang baru.

5. Progressive, yaitu apabila bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan teks yang baru.

Berdasarkan jenis bentuk, Ende marhaminjondapat dikategorikan sebagai bentuk Repetitive karena bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.


(50)

Kontur (contour)

Kontur dapat diartikan alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis pada notasi sebuah komposisi musik.Identifikasi kontur didasarkan pada bentuk melodi musiknya. Menurut Malm, ada bebrapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000: 76), jenis-jenis kontur tersebut antara lain:

1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah kenada yang lebih tinggi, seperti gambar

2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi kenada yang rendah, seperti gambar:

3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah kenada yang tinggi, kemudian kembali kenada yang rendah, begitu juga sealiknya, contoh gambar

4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar.

5. Static, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabla gerakan-gerakan intervalnya terbatas, seperti gambar:

Berdasarkan jenis kontur di atas, maka kontur ende marhaminjon yang disajikan penyaji tergolong jenis static karena garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan intervalnya terbatas.


(51)

(52)

Ende Marhaminjon

David Simanungkalit Elkando Purba


(53)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Pohon kemenyan (styrax Benzoin) adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar dan juga banyak telah dibudidayakan di daerah Humbang Hasundutan. Masyarakat setempat Khususnya desa Pandumaan, kecamatan Polung menjadikan pohon ini sebagai sumber penghidupan, seperti si Parhminjon yang memang memilih mengerjakan hingga memanen getah pohon kemenyan untuk dijual untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Masyarakat Pandumaan memiliki kepercayaan terhadap mitos pohon kemenyan. Dalam mitos tersebut dikatakan bahwa pohon yang menjadi penghasil getah kemenyan dulunya adalah seorang wanita cantik Boru Nangniagayang tinggal bersama orang tuanya yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak disukainya, kemudian dia melarikan diri kehutan, kemudian dia disana menangis tersedu-sedu dan lama kelamaan berubah menjadi pohon yang menghasilkan getah dan dinamai dengan Haminjon

Sebelum memanen haminjon, parhaminjon terlebih dahulu manige pohon kemenyan. Manige adalah sebuah pekerjaan tradisional yang harus dilakukan secara langsung oleh seorang parhaminjon dengan cara membersihkan batang pohon dan melobanginya dengan panuktuk yaitu alat untuk melobangi pohon sebagai wadah dari getah yang akan keluar. Parhaminjon selalu mengharapkan getah yang akan keluar nantinya cukup banyak dan berkualitas karena tidak jarang pohon kemenyan menghasilkan getah yang jumlahnya sangat sedikit atau bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Dengan harapan agar getah yang akan keluar jumlahnya banyak,maka biasanya petani kemenyan akan membujuk pohon tersebut melalui ende (nyanyian) pada saat manige.


(54)

Ende yang digunakan parhaminjon untuk proses mengolah batang pohon kemenyan disebut Ende Marhaminjon (nyanyian petani kemenyan) yaitu nyanyian yang berisikan tentang ratapan dan ungkapan hati parhaminjon. Dalam ende marhaminjon tersebut menceritakan kehidupan siparhaminjonyang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga,misalnya memenuhi kebutuhan sandang pangan keluarga dan menyekolahkan anak. Oleh karena itu,maka siparhaminjon berharap agar getah yang keluar nantinya banyak dan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Makna yang terkandungdalamteksEndemarhaminjonmendominasikepada :

a. siparhaminjon yang harus bekerja keras untuk mencari sumber penghidupan b. hidup parhaminjon yang memprihatinkan

c. anak parhaminjon yang kelaparan.

Dari uraian-uraian tentang permasalahan dan pebahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab-bab ini penulis mencoba membuat kesimpulan bahwa kepercayaan atau mitos yang berkembang dalam suatu kebudayaan hanya akan menjadi milik kebudayaan iu sendiri. Dalam proses manigeterlihat jelas bahwa apabila sebuah mitos kita analisa dengan logika maka akan timbul pernyataan-pernyataan yang berbanding terbalik. Masyarakat Batak Toba di desa Pandumaan memiliki kepercayaan bahwa dengan marende pada saat manigeakan menghasilkan getah yang lebih banyak.

Saran

Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :

Endemarhaminjon ini merupakan nyanyian yang digunakan pada saat mengolah atau mengerjakan pohon kemenyan di masyarakat Batak Toba, penulis menyarankan agar nyanyian seprti ini seharusnya didokumentasikan dengan baik, baiik itu dalam bentuk tertulis (karya ilmiah, skripsi) ataupun media digital (rekaman audio atau video). Sehingga nyanyian tersebut tidak punah, karena sudh ada bentuk dokumentasinya. Selain itu, dokumentasinya


(55)

memberikan informasi kepada masyarakat yang ingin mengetahui serta mempelajari Endemarhaminjon ini.

Penulis juga menyarakan agar masyarakat suku Batak Toba selaku pendukung dan pemilik kebudayaan ini dapat meregenerasikan kebudayaan ini kepada keturunannya khususnya endemarhaminjon ini dengan tetap menjalankannyasesuai adat dan istiadat yang terdapat dalam suku Batak Toba. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat melanjutkan penelitian iini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan musikal yang berkaitan dengan Ende marhaminjon.

Keseluruhan saran tersebut berguna supaya memberikan rangsangan moral dan material kepada seniman-seniman dan pemerintahan yang terlibat dalam pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan tradisional Batak Toba secara umum dan khususnya pada Ende marhaminjon ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara Khusus dalam bidang Etnomusikologi. Adapun saran tambahan penulis adalah sebagai berikut :

1. Dengan membaca skripsi ini, kita dapat menyadari pentingnya menghargai nilai-nilai kebudayaan yang ada di tengah-tengah masyarakat, agar selalu ada dan tidak punah mengingat budaya adalah sebua identitas yang sangat berharga.

2. Dengan membaca skripsi ini, kita menget

3. Akui kebudayaan kita sendiri, mencintai kebudayaan mengingat deras nya arus globalisasi sesuai perkembangan zaman yang dapat merusak atau mengakibatkan kepunahan terhadap budaya yang kita miliki.


(56)

4. Melestarikan kebudayaan yang ada, dan menghargai keberagaman budaya yang masih ada ditengah-tengah kita saat ini.


(57)

BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT BATAK TOBA DI HUMBANG HASUNDUTAN

2.1 Keadaan Geografis Daerah Penelitian

Geografis daerah penelitian berlokasi di sebuah kampung kecil di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu desa Pandumaan. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang ibukotanya ialah Doloksanggul.

Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis terletak pada garis 2o1' 2o 28' Lintang Utara. 98o10o -98o58' Bujur timur yang terletak ditengah wilayah Provinsi Sumatera Utara. Dengan Luas Wilayah daratan: 250.271,02 Ha dan 1.494,91 Ha luas perairan (danau toba), dengan jumlah penduduk 171.650 jiwa. Secara administratif pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 Kecamatan, 1 Kelurahan dan 143 Desa dengan Suhu Udara berkisar antara 170 C - 290 C.14

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2.075 Meter diatas permukaan laut, dengan perincian :

Datar = 278,75 Km2 (0 s/d 2 %) Landai = 491,63 Km2 (2 s/d 15 %) Miring = 1.066,50 Km2 (15 s/d 40 %) Terjal = 665,82 Km2 (40 s/d 44 %)

Kabupaten ini berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan Tanah umumnya bergelombang. Merupakan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk beberapa kabupaten : Dairi, Tapanuli Tengah dan Toba Samosir. Seperti layaknya daerah tropis lainnya, Humbang Hasundutan mengalami dua musim yaitu Hujan dan Kemarau. Selama tahun 2011 hujan cenderung lebih sering terjadi di Humbang

14


(58)

Hasundutan, dimana tercatat bahwa hujan terjadi sebanyak 208 hari dengan rata - rata curah hujan mencapai 228,76 mm setiap bulannya.

Banyak hal yang mempengaruhi curah hujan diantaranya adalah ketinggian tempat, arah angin, perbedaan suhu tanah (daratan) dengan lautan dan luas daratan. Oleh karena itu, curah hujan yang terjadi di Humbang Hasundutan juga berbeda - beda menurut bulan dan Kecamatan. Curah hujan tertinggi pada November yaitu 342,78 mm selama 22 hari. Berdasarkan kecamatan, rata - rata curah hujan tertinggi tahun 2011 terjadi di Kecamatan Pakkat (340,33 mm), sedangkan terendah di Kecamatan Baktiraja (140,50 mm).15

Sedangkan secara geografis letak Kabupaten Humbang Hasundutan diapit atau berbatasan langsung dengan empat kabupaten yaitu :

• Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, • Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat, • Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Samosir, dan • Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.

15


(59)

Gambar 2.1 Peta Sumatera Utara16

16


(60)

1. Gambar 2.2. Kabupaten Humbang Hasundutan17

17


(61)

Nama-nama kecamatan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai berikut:

1. Kecamatan Paranginan 2. Kecamatan Lintong nihuta 3. Kecamatan Bakti Raja 4. Kecamatan Doloksanggul 5. Kecamatan Pollung 6. Kecamatan Sijamapolang 7. Kecamatan Onan Ganjang 8. Kecamatan Pakkat

9. Kecamatan Tara Bintang 10.Kecamatan Parlilitan

Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 Kecamatan dimana salah satunya adalah Kecamatan Pollung yang juga merupakan lokasi penelitian penulis, tepatnya di Kampung Pandumaan.

Kecamatan Pollung terletak antara 2o09-2o25o Lintang Utara dan 98o49o Bujur Timur dan berada 1300 meter diatas permukaan laut18

• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir . Kecamatan Pollung memiliki luas wilayah 32.736,46 Ha yang terdiri dari 13 desa dan 45 dusun yang berbatasan dengan :

• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bakti Raja • Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Doloksanggul • Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parlilitan

18


(62)

Data statistik Kecamatan Pollung mengenai keadaan penduduk, pendidikan, pertanian, kelengkapan lainnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel-1. Jumlah penduduk per Desa di Kec.Pollung

No NAMA DESA KEPALA DESA JUMLAH PENDUDUK

Laki-laki perempuan Jumlah 1 Parsingguran I Hobby Banjarnahor 548 25 1.173

2 Hutapaung Jamotan Lumban Gaol 768 93 1.561

3 Pollung Trosky Banjarnahor 824 14 1.638

4 Hutajulu Saurma S Lumban Gaol 1.153 1.076 2.229

5 Ria-Ria Rosman Siregar 1.156 1.162 2.318

6 ParsingguraII Sabar Banjarnahor 1.054 1.061 2.115

7 Pansurbatu Pondis Lumban Batu 690 689 1.379

8 Aek Nauli I Jasihar Manullang 659 691 1.350

9 Aek Nauli II Sahat Lumban Gaol 630 726 1.356

10 Pandumaan BudimanLumban Batu 619 685 1.304

11 Sipituhuta Harianto Lumban Gaol 1.126 1.075 2.201

12 Pardomuan Harjo Lumban Gaol 273 230 503

13 Hutapaung Utara

Dippos Lumban Gaol 534 495 1.029

JUMLAH 10.034 10.122 0156


(63)

Tabel-2 Distribusi Sarana Pendidikan

TK SD SMP SMA SMK

5 19 4 1 1

Sumber :Kantor Camat Pollung, 2014

Tabel-3 Distribusi Sarana Kesehatan

Rumah Sakit Puskesmas Pustu BPU Posyandu

- 1

Sumber :Kantor Camat Pollung, 2014

No Nama Kecamatan

Tanaman Kemenyan

Luas (ha) Produktifitas (ton)

1 Pakkat 57,00 16,53

2 Onan ganjang 1.039,00 294,25

3 Sijamapolang 529,00 125,25

4 Lintong Nihuta 0,00 0,00

5 Paraginan 0,00 0,00

6 Doloksanggul 1.403,00 416,99

7 Pollung 284,00 84,21

8 Parlilitan 818,00 357,09

9 Tarabintang 27,00 10,50

10 Baktiraja 0,00 0,00

TOTAL 4.221,00 1.304,82


(64)

2.2 Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pollung khususnya di Desa Pandumaan keseluruhannya adalah etnis Batak Toba, sehingga kebudayaan yang ada dan dipakai oleh masyarakat ini adalah adat Batak Toba.

2.2.1 Struktur Kekerabatan

Struktur kekerabatan yang dimaksud penulis adalah hubungan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lain. Kekerabatan timbul akibat dua hal, yaitu disebabkan hubungan darah (consaigunal) dan akibat adanya perkawinan (konjunal). Oleh karena itu kekerabatan (kinship) menyangkut jauh dekatnya hubungan seseorang (individu) dan antara seorang kelompok (keluarga/kerabat) demikian pula sebaliknya19

Sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba secara umum menganut garis keturunan patrilineal, dimana marga (nama belakang yang menjadi tanda pengenal) keturunan dalam keluarga akan mengikuti marga si ayah yang juga berperan sebagai kepala keluarga. Namun meskipun garis keturunan mengikuti keturunan ayah, bukan berarti keturunan ibu tidak dianggap penting. Saudara laki-laki dari ibu yang dipanggil tulang (paman) oleh keturunannya bahkan memiliki status yang tinggi dalam adat batak. Status ini dikenal dengan nama hula-hula.

.

2.2.1.1 Kekerabatan berdasarkan keturunan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba di Desa Pandumaan tidak jauh berbeda dengan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba di daerah lain. Kekerabatan masyarakat Batak Toba berdasarkan garis keturunan didasarkan pada tarombo (silsilah) orang Batak itu sendiri. Tarombo ditentukan oleh marga (klan), dimana marga ditentukan oleh garis keturunan dari pihak laki-laki (ayah, patrilineal), seperti yang sudah dijelaskan di atas.

19


(65)

Dari marga ini akan diketahui tarombo seseorang untuk memanggil sapaan terhadap orang lain. Marga dipergunakan oleh anak laki-laki, sementara untuk perempuan disebut boru. Dalam sistem kekerabatan berdasarkan keturunan ini, dalam masyarakat Batak Toba, termasuk yang ada di desa Pandumaan, terdapat beberapa nama panggilan antara satu individu dengan individu lainnya yang masih tergolong dalam satu garis keturunan. Nama panggilan tersebut diantaranya adalah:

a. Inong, adalah nama panggilan untuk ibu yang melahirkan anak- anaknya.

b. Among, adalah nama panggilan anak-anak kepada ayahnya selaku kepala rumah tangga

c. Ompung Doli (Kakek), dibaca Oppung Doli adalah panggilan khusus kepada kakek kita, ayah dari ayah/ibu kita

d. Ompung Boru (Nenek), dibaca Oppung Boru adalah panggilan khusus kepada nenek kita, ibu dari ayah/ibu kita

e. Gelleng, adalah Sebutan untuk anak-anak (laki-laki dan perempuan). f. Anaha/sinuan tunas, adalah nama panggilan ayah dan ibu kepada

anaknya laki-laki

g. Boru/sinuaan beu, adalah nama panggilan ayah dan ibu kepada anak perempuannya.

h. ito/iboto, adalah adalah panggilan anak laki-laki kepada anak perempuan, demikian juga sebaliknya.

i. Anggi, adalah nama panggilan antara anak laki-laki kepada adiknya laki-laki, dan juga panggilan antara anak perempuan dengan adik perempuannya.

j. Akkang, adalah nama panggilan kepada anak yang lebih muda kepadaanak yang lebih tua darinya, dalam konteks ini adalah mereka yang berjenis kelamin sama.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ENDE MARHAMINJON PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA PANDUMAAN KEC. DOLOK SANGGUL, KAB. HUMBANG HASUNDUTAN” ini diajukan sebagai syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Dan juga tidak luput dari kebosanan serta jenuh yang penulis rasakan. Namun, dengan adanya dorongan dari orang-orang sekitar dan serta cita-cita yang penulis targetkan menjadi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan kepada orang tua tercinta, Bapak J. Purba dan Ibu H. Pasaribu, yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang dan bersusah payah membiyayai, mendoakan, mendukung, serta memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada abang dan kakak terkasih, Aslan Prawadi Purba (A.Aldo/ br,Simamora), Bersan Purba, Ciska Sulastri Purba dan Dinayun R. Purba serta seluruh keluarga penulis yang telah memotivasi, mendukung serta mendoakan penulis.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Begitu juga segenap jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang mengajar di Departemen Etnomusikologi, Ibu Dra. Heristina Dewi m.Pd, selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lancarnya admistrasi kuliah penulis selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu


(2)

juga utuk Ibu Wakwau sebagai pegawai adminstrasi dari awal semester hingga akhir semester. Terima kasih Bapak/Ibu dosen yang sudah mengajar dan membagi ilmu kepada kami, khususnya penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof.Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A; Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs.Fadlin,M.A; Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si; Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., bapak Drs. Setia Dermahan Purba, M.Si; dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu sekalianmenjadi pelajaran berharga untuk penulis. Kiranya berkat Tuhan yang melimpah menyertai Bapak/Ibu sekalian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu-ilmu, nasehat-nasehat, perhatian, pengalaman yang telah bapak berikan kepada penulis salama berada di perkuliahan. Kiranya Tuhan selalu memberi berkat yang melimpah serta kesehatan kepada bapak.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si, sebagai dosen pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk perhatian, ilmu, dan kenaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan senatiasa menyertai dan melimphkan berkat pada bapak.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para informan yang telah memberi dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaika skripsi ini,


(3)

Bapak Op. Besson Lumbangaol, Amang H. Sinambela, penulis sangat berterima kasih dan bersyukur mengetahui desa Pandumaan lebih banyak melalui bapak sekalian. Kiranya Bapak informan selalu dalam lindungan Tuhan serta tercurah berkat-berkat-Nya atas kita semua.

Ucapan terima kasih juga kepada sahabat-sahabat terkasih dan teman teman tercinta stambuk 2011 Etnomusikologi dan khususnya sahabat-sahabat penulis di”Vila Simalingkar” Blessta Cristina Hutagaol, Prinsa Agnest Naiggolan, Lisken Rosdiana Angkat, terima kasih buat dukungan, motivasi, doa, dan segala bentuk kepedulian teman-teman kepada penulis.

Ucapan terima kasih tidak lupa untuk abang dan kakak senior dan adek adek junior stambuk 2009-2014, tetap semangat dan tetap menjaga solidaritas sebagai keluarga Etnomusikologi, Tuhan memberkati

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan anggota IMHU dan PERMATAN yang telah banyak memberi dukungan dalam proses perkuliahan sampai proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada adek saya, Duma Bintang Purba atas pinjaman Laptopnya. Terima kasih juga kepada kawan-kawan kost di Jln. Bahagia Gg Sada Arih, Mandro simanullang, Fajar Banjarnahor, Renton Simanullang dan Roger Purba atas dukungan dan bantuan kalian dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada adek-adek sepermainan, Putteng, Hendra dan Tolen, terima kasih atas bantuan kalian selama proses penelitian untuk skripsi ini.


(4)

Penulis menyadari bahwa masih banyak nama-nama orang yang belum tertulis dalam ucapan terima kasih ini, tanpa mengurangi rasa hormat,dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada teman, abang, kakak, keluarga, orang tua yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu , kiranya Tuhan senantiasa menyertai dan melimpahkan berkat untuk kita semuanya, Terima kasih.

Medan, Januari 2016


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latarbelakang ... 1

1.2 Pokokpermasalahan ... 9

1.3 Tujuandanmanfaat ... 9

1.3.1. Tujuan ... 9

1.3.2. Manfaat ... 9

1.4 KonsepdanTeori ... 10

1.4.1 Konsep ... 10

1.4.2 Teori ... 11

1.5 MetodePenelitian ... 13

1.5.1 StudiKepustakaan... 14

1.5.2 PenelitianLapangan ... 15

BAB II. ETNOGRAFI MASYARAKAT BATAK TOBA DI HUMBANG HASUNDUTAN 2.1 KeadaanGeografis Daerah Penelitian ... 16

2.2 SistemKemasyarakatan ... 23

2.2.1 StrukturKekerabatan ... 23

2.2.1.1 KekerabatanBerdasarkanKeturunan ... 23

2.2.1.2 KekerabatanBerdasarkanHubunganPerkawinan ... 25

2.3 Bahasa ... 25

2.4 SistemReligi ... 29

2.5 Sistem Mata Pencaharian ... 30

2.6 Kesenian ... 31

2.6.1 SeniMusik ... 31

2.6.2 SeniTari ... 32

2.6.3 SeniSastra ... 33

2.6.4 SeniRupa ... 34


(6)

3.1 LegendaPohonHaminjon ... 35

3.2 BudidayaHaminjon ... 38

3.3 Peralatan Yang DigunakanUntukManige ... 48

3.4 PersiapanManige ... 46

3.5 Proses Manige ... 46

BAB IV. ANALISIS TEKSTUAL ENDE MARHAMINJON ... 54

4.1 AnalisisTekstualEndeMarhaminjon ... 54

4.2 Penggunaan Dan Fungsi ... 62

4.2.1 PenggunaanEndeParhaminjon ... 62

4.2.2 FungsiEndeParhaminjon ... 62

4.2.2.1 FungsiPengungkapanEmosional ... 63

4.2.2.2 FungsiHiburan ... 63

4.2.2.3 FungsiKomunikasi ... 64

4.2.2.4 FungsiPerlambangan ... 65

BAB V. STRUKTUR MELODI ENDE PARHAMINJON ... 68

5.1 StrukturMelodi ... 68

5.2 Model Notasi ... 69

5.3 AnalisisMelodi ... 71

5.3.1 TanggaNada(Scale) ... 72

5.3.2 Nada Dasar(Pitch Centre) ... 73

5.3.3 Wilayah Nada ... 74

5.3.4 Jumlah Nada ... 75

5.3.5 Jumlah Interval ... 75

5.3.6 Pola Kadensa ... 78

5.3.7 Formula Melodi ... 79

5.3.8 Kontur ... 80

BAB VI. PENUTUP ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN