Identifikasi Zat Pewarna Pada Kosmetik Yang Beredar Di Pasar Aksara Medan Secara Kromatografi Kertas

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kosmetik

memiliki

sejarah

panjang

dalam

kehidupan

manusia.

Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah
digunakan oleh manusia yang hidup pada zaman dahulu. Tidak diragukan lagi

bahwa kosmetik saat ini sudah menjadi bagian penting bagi semua kaum, baik
kaum wanita maupun kaum pria karena kosmetik tidak terpisahkan lagi dari
kehidupan manusia dan kultur bangsa. Tujuan pemakaian kosmetik yaitu untuk
mempercantik diri, mengubah rupa, menutupi kekurangan dan menambah daya
tarik dengan keharuman kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Pewarna tambahan alami ataupun sintetis telah digunakan secara luas pada
makanan, kosmetik dan obat-obatan. Walaupun demikian, menurut Thorngate III
(2002) industri lebih memilih pewarna sintetis dibandingkan pewarna asal hewan,
tanaman ataupun mineral karena warnanya yang konsisten, kuat, dan stabil.
Pewarna sintetis umumnya berupa pewarna azo (karmoisin, amaranth), yang
warnanya berasal dari grup azo (R1-N=N-R2). Grup R pada pewarna azo secara
normal merupakan sistem aromatik, memberikan sistem ikatan ganda terkonjugasi
yang dapat menampilkan berbagai jenis warna (kuning, oranye, merah, coklat)
(Nugraheni, 2014).
Di Indonesia peraturan mengenai zat pewarna untuk kosmetik diatur
dalam

Peraturan

Menteri


Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

359/Menkes/Per/IX/1983 meliputi ketentuan pemakaian zat warna tertentu yang
dinyatakan

sebagai

bahan

berbahaya.
1

Akan


tetapi

sering

kali

terjadi

penyalahgunaan pemakaian zat pewarna sembarangan pada kosmetik, hal ini
berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna
tersebut (Wasitaatmadja, 1997).
Pemakaian bahan pewarna sintetis ternyata dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut
terjadi bila:
a . Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari, dan

keadaan fisik.
d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009).
Deteksi zat pewarna sintetis dapat dilakukan secara sederhana dan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas dan kertas saring. Prinsip
kerjanya adalah kromatografi kertas dengan pelarut air (PAM, destilasi, atau air
sumur). Setelah zat pewarna diuji di ujung kertas rembesan elusi, air dari bawah
akan mampu menyeret zat-zat pewarna tekstil yang larut dalam air (Cahyadi,
2009).
Berdasarkan hal di atas maka dipilihlah judul tentang ”Identifikasi zat
pewarna pada kosmetik yang beredar di Pasar Aksara Medan secara kromatografi
2

kertas” karena identifikasi tersebut sangat penting untuk menilai kualitas dari
pewarna pada kosmetik.

1.2


Tujuan dan Manfaat

1.2.1

Tujuan
Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah

kosmetik yang diperjualbelikan di pasar Aksara Medan mengandung zat pewarna
berbahaya atau tidak.
1.2.2

Manfaat
Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
serta memberikan pengalaman kepada penulis dalam melakukan riset.
2. Untuk menambah informasi serta wawasan kepada masyarakat terkait
adanya zat pewarna berbahaya yang terkandung di dalam kosmetik
yang beredar di pasar Aksara Medan melalui dunia pendidikan serta
dampak yang ditimbulkan.


3