Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas

(1)

Lampiran 1. Gambar Alat

a. Gambar chamber yang berisi fase gerak

b. Gambar sampel yang telah dipekatkan

c. Gambar baku bahan pewarna


(2)

Lampiran 2. Hasil Kromatogram

Batas atas

Jarak Pelarut 12 cm


(3)

Lampiran 3. Perhitungan Harga Rf

Harga Rf = Ja a ya yawa

Ja a ya a

Harga Rf Sampel 1 = , = 0,23

Harga Rf Allura Red = , = 0,47

Harga Rf Ponceau 4R = , = 0,35

Harga Rf Tartrazine = , = 0,27

Harga Rf Sunset Yellow = , = 0,51

Harga Rf Carmoisine = , = 0,61


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Jana. 2009. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok: Penebar Swadaya. 65.

Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 228.

Badan POM. 2007. Instruksi Kerja Pengujian Bidang II Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta: Departemen kesehatan RI. 3.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 53-56, 60, 63, 66.

Deman, J. M. 1980. Priciples of Food Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold Company. 189.

Gritter, R. J, Schawrting, A. E., dan Bobbitt, J. M. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB Bandung. 101.

Jelen, P. 1985. Introduction to Food Processing. Virginia: Reston Publishing Company. 83-84.

Jim. C. 2009. Kromatografi Kertas. Jakarta. www.JimClark.html.

Koswara, S. 2006. Cara Sederhana Membuat Jam dan Jeli.www.ebookpangan.com Socaciu, C. 2008. Food Colorants: Chemical and Functional Properties. New York: CRC Press. 534, 606.

Walford, J. 1984. Developments in Food Colours 2. New York: Elsevier Science Publishing Co., Inc. 25-28.

Walford, J. 1980. Developments in Food Colours 1. New York: Elsevier Science Publishing Co., Inc. 3, 48.

Wijaya, C. 2009. Bahan Tambahan Pangan: Pewarna: Spesifikasi, Regulasi, dan Aplikasi Praktis. Bogor: IPB Press. 3, 57-58, 71.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pandan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 172.


(5)

BAB 3

METODE PERCOBAAN 3.1. Alat

1. Gelas piala

2. Batang pengaduk kaca 3. Kertas saring

4. Bejana kromatografi 5. Penangas air

6. Benang wol bebas lemak 7. Kertas saring biasa

8. Kertas saring whatman no. 1

3.2. Bahan

1. Asam asetat glasial 2. Amonia 10 %

3. Larutan baku zat pewarna pangan

4. Larutan elusi: campuran isobutanol: etanol: air dengan perbandingan 3:2:2 5. Sampel Jeli


(6)

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan Uji

1. Ditimbang sampel 30-50 gr. 2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. 3. Dilarutkan dengan air.

4. Ditambahkan asam asetat glasial.

5. Dimasukkan benang wol secukupnya kedalam sampel yang telah disiapkan.

6. Dipanaskan diatas api sambil diaduk-aduk selama 10 menit. 7. Diambil benang wol.

8. Dicuci secara berulang-ulang dengan air sampai terlihat bersih. 8. Dimasukkan benang wol ke dalam erlenmeyer.

9. Ditambahkan larutan amonia encer.

10.Dipanaskan diatas penangas air hingga zat warna pada benang wol tersebut luntur.

11.Diambil benang wolnya.


(7)

3.3.2 Prosedur Kerja Metode Kromatografi Kertas

1. Metode yang digunakan sesuai dengan prosedur yang tercantum pada SNI 01-2895-1992 di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

2. Kertas Kromatografi yang digunakan adalah kertas whatman no. 1 dengan ukuran 20 x 20 cm.

3. Larutan uji dan zat warna pembanding, yaitu Alura Red CI 16035, Ponceau 4R CI 16255, Tartrazin CI 19140, Sunset Yellow CI 15985, Carmoisin CI 14720.

4. Ditotolkan pada kertas whatman no. 1 dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah kertas dan jarak antar noda.

5. Dibiarkan beberapa saat hingga mengering.

6. Kertas whatman no. 1 yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang terlebih dahulu dijenuhkan dengan fasa gerak berupa campuran isobutanol: etanol: air dengan perbandingan 3: 2: 2.

7. Dibiarkan fasa gerak naik sampai jarak rambat yang telah ditetapkan,

yakni 12 cm.

8. Kemudian kertas whatman no. 1 diangkat dan dibiarkan kering pada suhu

kamar.

9. Diamati noda yang diperoleh, kemudian dihitung harga Rf-nya.

10.Bandingkan harga Rf bercak larutan uji dengan Rf bercak zat warna


(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Kromatogram hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1. Hasil Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas diperoleh pewarna sintetik Ponceau 4R CI 16255 (tabel 4.1)

Tabel 4.1. Hasil Kromatogram Larutan Elusi: Campuran perbandingan volume

isobutanol: etanol: air = 3:2:2

4.2. Pe mb ahasan

Pemilihan metode kromatografi kertas pada identifikasi ini karena dari sekian banyak metode pengujian kualitatif untuk zat pewarna sintetis, metode kromatografi kertas yang paling sederhana dan memberikan hasil yang baik. (Walford, 1984).

Disamping itu, pada pengujian dilakukan dengan metode kromatografi kertas karena acuan dari Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Medan adalah SNI 01-2895-1992, yang menyebutkan bahwa identifikasi zat pewarna dilakukan dengan metode kromatografi kertas. (Badan POM, 2007).

Pemilihan larutan elusi isobutanol:etanol:air (3:2:2) sebagai eluen karena petunjuk dari Metode Analisa Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar

Nama

Rf

Allura Red Ponceau 4R Tartrazin Sunset Yellow

Carmoisin

Baku 0.47 0.35 0.27 0.51 0.61


(9)

Dari hasil Identifikasi Zat Pewarna Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas diketahui bahwa zat pewarna yang digunakan pada jeli tersebut memenuhi Perka BPOM No 37-2013, yakni Ponceau 4R CI 16255. (Badan POM, 2007).

Hasil ini diperoleh dengan cara membandingkan harga Rf dari pembanding dengan harga Rf sampel yang ditotolkan. Oleh sebab itu harga Rf antara pembanding dengan harga Rf sampel identik sama maka dapat dikatakan bahwa sampel tersebut mangandung zat pewarna yang sama dengan pembanding. (Walford, 1984).


(10)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil identifikasi zat pewarna tambahan pangan pada jeli secara kromatografi kertas, diketahui bahwa zat pewarna tambahan pangan yang digunakan dalam jeli tersebut sesuai dengan SNI 01-2895-1992.

5.2 Saran

Dari pihak BBPOM sendiri hendaknya terus melakukan pengujian terhadap produk-produk makanan dan jajanan yang beredar di pasaran untuk menjaga keselamatan masyarakat dari produk-produk makanan yang dapat merusak kesehatan.


(11)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jeli

Jeli merupakan makanan yang dibuat dari karaginan, yaitu senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Ioto-karaginan, Kappa-karaginan, dan Lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel yang dihasilkan. Kappa-karaginan dan Lambda-Karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan Ioto-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk. (Anggadiredja, 2009).

Komposisi jeli secara umum yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula, serta dibutuhkan sejumlah air (60-62 %) untuk melarutkannya hingga diperoleh produk akhir. Salah satu senyawa yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan jeli adalah pektin, sebab pektin mempengaruhi pembentukan gel dari jeli. Pektin merupakan senyawa yang berasal dari asam poligalakturonat. Kondisi pH optimum untuk pembentukan gel dari pektin adalah 2,8-3,2. Apabila pH diatas 3,5, maka gel tidak akan terbentuk. Sedangkan pH dibawah 2,5 gel yang terbentuk terlalu keras. (Jelen, 1985).

Secara umum pembuatan jeli cukup sederhana, yakni buah-buahan yang akan dibuat jeli diperas dan diambil sarinya. Sejumlah gula kemudian ditambahkan, sesuai dengan perbandingan, yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula. (Jelen, 1985).


(12)

Pembuatan jeli yakni, pertama buah dipotong-potong kecil, lalu direbus selama 5-10 menit. Kemudian dihaluskan dengan blender, kemudian disaring. Cairan yang diperoleh didiamkan selama 1 jam sampai semua kotoran mengendap, sehingga diperoleh cairan sari buah yang bening. Lalu masukkan 450 gr sari buah kedalam wajan, lalu ditambahkan 550 gr gula pasir dan dimasak sampai kental dan matang. Tanda kematangannya ialah bila dituangkan jatuhnya terputus-putus dan tercium aroma buah yang khas. (Koswara, 2006).

2.2 Bahan Tambahan Pangan

Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. (Cahyadi, 2008).

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran. (Cahyadi, 2008).


(13)

2.3 Pewarna Pangan

Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat. Warna juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan. (Deman, 1980).

Menurut International Food Information Council Foundation (1994), pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan tampilan tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes (1999) lebih sederhana, yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan. (Wijaya, 2009).

Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanasknan membentuk warna cokelat. Misalnya warna cokelat pada kembang gula karamel atau roti yang dibakar.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Mailard, yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. (Winarno, 1992).


(14)

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau cokelat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, mislanya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. 5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetis, yang

termasuk dalam golongan bahan aditif makanan. (Winarno, 1992).

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan

Berdasarkan survey yang telah dilakukan Walford (1980), ada beberapa tujuan penggunaan pewarna pangan, yaitu :

1. Untuk memberikan penampilan yang menarik dari produk makanan yang telah berubah warna ketika proses pembuatan.

2. Untuk memberikan warna kepada produk makanan sesuai dengan sifat makanan tersebut.

3. Untuk menguatkan warna suatu produk makanan yang memiliki warna yang lemah.

4. Untuk memastikan keseragaman suatu bets dari sumber yang berbeda. (Walford, 1980).

2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan

Pewarna pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, dan pewarna sintetis. Pewarna pangan yang berasal dari bahan alam disebut pewarna alami. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia. (Wijaya, 2009).


(15)

2.3.2.1 Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi, memberikan bumbu atau pemberi rasa ke bahan olahannya. Dewasa ini ada beberapa bahan pewarna alami yang digunakan untuk menggantikan pewarna sintetis. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetis FD & C No. 2. Pewarna alami juga dapat memberikan fungsi tambahan sebagai antioksidan, antimikroba, dan fungsi lainnya. Hal ini menyebabkan pertumbuhan penggunaan pewarna alami cenderung menjadi dua kali lipat bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, terutama di negara-negara maju. Meskipun pewarna alami ini jauh lebih aman untuk dikonsumsi, akan tetapi penggunaan pewarna alami belum dapat dilakukan secara menyeluruh, sebab beberapa kendala, seperti rasa yang kurang sedap, penggumpalan pada saat penyimpanan, dan ketidakstabilan dalam penyimpanan. (Cahyadi, 2008 ; Wijaya, 2009).

Umumnya pewarna alami diperoleh dari ekstrak kasar dari suatu tumbuhan yang pada dasarnya tidak stabil. Jelas terlihat stabilitas warna pada beberapa makanan dari penggunaan pewarna alami ini. Sebagai contoh adalah antosianin. Antosianin dapat digunakan pada beberapa produk, akan tetapi variasi warna yang ada terlalu sempit penggunaannya. Hal ini disebabkan ketidakstabilan antosianin terhadap pH tertentu, terutama pH asam. (Walford, 1984).

Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari, dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu 4–80C untuk


(16)

Pewarna alami berbentuk bubuk pada umumnya higroskopis. Beberapa sifat dari pewarna alami ditunjukkan pada tabel 2.1. (Wijaya, 2009).

Tabel 2.1. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel cokelat gula

dipanaskan

air stabil Antosianin jingga, merah,

biru

tanaman air peka terhadap panas dan pH Flavonoid kuning tanaman air stabil terhadap

panas Batalain kuning, merah tanaman air sensitif

terhadap panas Quinon kuning-hitam tanaman air stabil terhadap

panas

Xanthon kuning tanaman air stabil terhadap panas

Karotenoid kuning, merah tanaman/ hewan

air stabil terhadap panas

Klorofil hijau tanaman lipid dan air

sensitif

terhadap panas Heme merah, cokelat hewan air sensitif

terhadap panas Sumber : Cahyadi (2008)

2.3.2.2 Pewarna Sintetis

Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia. Berdasarkan kelarutannya, dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes dan

lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umunya bersifat larut dalam air, sehingga

larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin, atau alkohol. Sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. (Cahyadi, 2008).


(17)

Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, dan

pasta. Lakes adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (A atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut dalam air. Pada pH 3,5-9,5 stabil, dan di luar selang tersebut lapisan alumina pecah, sehingga dyes yang dikandungnya akan terlepas. (Cahyadi, 2008).

Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat didalamnya. Pada umumnya pewarna sintetis lebih stabil terhadap pH, cahaya, dan faktor lainnya selama pengolahan dan penyimpanan (Tabel 2.2). (Wijaya, 2009).

Tabel 2.2. Kestabilan Beberapa Pewarna Sintetis

Pewarna

Kestabilan terhadap Cahaya Oksidasi pH

Eritrosin Sangat baik Rendah Sangat rendah Merah Allura Sangat baik Rendah Baik

Kuning FCF Sedang Rendah Baik

Hijau FCF Rendah Sangat rendah Baik Biru Berlian Rendah Sangat rendah Baik Indigotin Sangat rendah Sangat rendah Baik

Tartrazin Baik Rendah Baik

Sumber : Wijaya (2009)

Pewarna sintetis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia yang terdapat pada pewarna tersebut (Tabel 2.3), yakni Azo dyes, Triarylmethane

dyes, Quinophthalon dyes, Xanthene dyes, dan Indigo dyes. Struktur beberapa


(18)

Tabel 2.3. Golongan Pewarna Sintetis

Su mb er : Soc aci u (2008)

Gambar 2.1. Struktur Beberapa Pewarna Sintetis

Allura Red Brilliant Blue

Carmoisine Tartrazine

Sunset Yellow Quinoline Yellow

Golongan Contoh Pewarna

Azo Dyes Allura Red (Merah Allura), Amaranth,

Azorubin (Carmoisine), Briliant Black, Brown FK, Brown HT, Litol Rubin BK, Ponceau 4R, Merah 2G, Sunset Yellow, Tartrazine

Triarylmethane Dyes Briliant Blue FCF, Fast Green FCF, Green S, Patent Blue V

Quinophthalon Dyes Quinoline Yellow (Kuning Kuinelin)

Xanthene Dyes Erythrosine (Eritrosin)


(19)

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan pewarna yang dilarang (Tabel 2.4) diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan pangan (BTP). (Cahyadi, 2008).

Tabel 2.4. Pewarna Sintetik yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia Pewarna yang Diizinkan

Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I. No)

Amaran 16185

Biru Berlian 42090

Eritrosin 45430

Hijau FCF 42053

Hijau S 44090

Indigotin 73015

Ponceau 4R 16255

Kuning Kuinelin 15980

Sunset Yellow 15985

Tartrazin 19140

Carmoisin 14720

Pewarna yang Dilarang

Citrus Red 12156

Ponceau 3R 16155

Ponceau SX 14700

Rhodamin B 45170

Buinea Green B 42085

Magentha 42510

Chrysoidine 11270

Butter Yellow 11020

Sudan I 12055

Methanil Yellow 13065

Auramine 41000

Oil Orange SS 12100

Oil Orange XO 12140

Oil Yellow AB 11380

Oil Yellow OB 11390


(20)

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetis

Identifikasi pewarna sintetis dapat dilakukan dengan beberapa metode. Umumnya metode identifikasi yang digunakan adalah metode kromatografi maupun metode spektrofotometri, ataupun gabungan kedua metode ini. Metode yang dapat digunakan antara lain reaksi warna, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. (Cahyadi, 2008 ; Walford, 1984; Socaciu, 2008).

2.4.1 Cara Reaksi Warna

Identifikasi pewarna sintetis dengan cara reaksi warna biasanya dilakukan sebagai identifikasi pendahuluan. Penggunaan cara reaksi kimia ini dilakukan dengan penambahan HCl(p), H2SO4(p), NaOH 10%, dan NH4OH 12%. Kemudian warna yang

dihasilkan dengan penambahan pereaksi-pereaksi tersebut disesuaikan dengan tabel 2.5. (Apriyantono, 1989).

Tabel 2.5. Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi Pewarna

Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi HCl(p) H2SO4(p) NaOH 10% NH4OH 12%

Carmoisin Sedikit berubah

Violet Merah Merah

Tartrazin Sedikit gelap Sedikit gelap Sedikit berubah

Sedikit berubah Sunset

Yellow

Kemerahan Kecoklatan Kecoklatan Tidak berubah Briliant

Blue

Kuning Kuning Tidak berubah Tidak berubah Ponceau 4R Merah pucat Violet Cokelat kuning Merah


(21)

2.4.2 Identifikasi Zat Pewarna dengan Kromatografi

Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda. (Gritter, 1991)

2.4.2.1 Kromatografi Kertas

Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan. (Jim, 2009)

Prosedur penyiapan sampel dari metode kromatografi ini yakni, sejumlah cuplikan ditambahkan asam asetat encer kemudian masukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen yang sesuai dan diletakkan pada suhu kamar. (Cahyadi, 2008).


(22)

Richard Laurence Millington Synge (1914-1994) adalah orang pertama yang menggunakan metode identifikasi asam amino dengan kromatografi kertas. Saat campuran asam amino menaiki lembaran kertas secara vertikal karena ada fenomena kapiler, partisi asam amino antara fasa mobil dan fasa diam (air) yang teradsorbsi pada selulosa berlangsung berulang-ulang. Ketiak pelarut mencapai ujung atas kertas proses dihentikan. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Dari nilai R, masing-masing asam amino diidentifikasi. (Jim, 2009)

Penelitian yang telah dilakukan Charles (1990) eluen yang baik digunakan untuk identifikasi pewarna sintetis dengan metode kromatografi kertas adalah etil metil keton:aseton:air (70:30:30). (Walford, 1984)

2.4.2.1.1 Jenis Kromatografi Kertas

2.4.2.1.1.1 Kromatografi Kertas Satu Arah

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel tinta diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada garis yang sama. Dalam gambar 2.2, pena ditandai 1,2 dan 3 serta tinta pada pesan ditandai sebagai M. (Jim, 2009)


(23)

Gambar 2.2. Contoh Kromatografi Kertas

Sumber: (Jim, 2009)

Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya. Gambar berikutnya tidak menunjukkan terperinci bagaimana kertas di gantungkan karena terlalu banyak kemungkinan untuk mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar. Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah wadah. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. (Jim, 2009)

Gambar 2.3. Kromatografi Kertas dengan eluen


(24)

Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Gambar 2.4 menunjukkan apa yang tampak setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas. (Jim, 2009)

Gambar 2.3. Bergeraknya eluen

Batas atas

Sumber: (Jim, 2009)

Dengan sangat mudah dijelaskan melihat dari kromatogram akhir dari pena yang ditulis pada pesan yang mengandung pewarna yang sama dengan pena 2. Anda juga dapat melihat bahwa pena 1 mengandung dua campuran berwarna biru yang kemungkinan salah satunya mengandung pewarna tunggal terdapat dalam pena 3. (Jim, 2009)

2.4.2.1.1.2. Kromatografi Kertas Dua Arah

Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.Waktu ini kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar. (Jim, 2009)


(25)

Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas. Dalam gambar 2.4, posisi pelarut ditandai dengan pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda. (Jim, 2009)

Gambar 2.4. Kromatografi kertas dua arah

Sumber: (Jim, 2009)

Jika anda melihatnya lebih dekat, anda dapat melihat bahwa bercak pusat besar dalam kromatogram sebagian biru dan sebagian hijau. Dua pewarna dalam campuran memiliki nilai Rf yang hampir sama. Tentunya, nilai-nilai ini bisa saja sama, keduanya memiliki warna yang sama, kertas kering seluruhnya, dan putar 90o dan perlakukan kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda. Hal yang sangat tidak dipercaya bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan bergerak dengan jumlah yang berbeda.


(26)

Gambar 2.5. Bergeraknya eluen

Sumber: (Jim, 2009)

Gambar berikutnya menunjukkan apa yang mungkin terjadi pada berbagai bercak pada kromatogram awal. Posisi pelarut kedua juga ditandai bercak-bercak yang telah bergerak. Kromatogram akhir akan tampak seperti gambar 2.6.

Gambar 2.6. Kromatogram Kromatografi Kertas dua arah

Sumber: (Jim, 2009)

Kromatografi dua arah secara seluruhnya terpisah dari campuran menjadi empat bercak yang berbeda. (Jim, 2009)

2.4.2.2 Menentukan Jarak Relatif (Rf)

Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut, beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relatif pada


(27)

Sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat. Jarak relatif pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

Rf = Ja a ya yawa

Ja a ya a

(Jim, 2009)

Misalnya, jika salah satu komponen dari campuran bergerak 9,6 cm dari garis dasar, sedangkan pelarut bergerak sejauh 12,0 cm, jadi Rf untuk komponen itu:

Rf = , , = 0,90 cm

Dalam contoh tidak perlu menghitung nilai Rf karena anda akan membuat perbandingan langsung dengan hanya melihat kromatogram. Ada dua bercak pada kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak selalu benar, senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga sangat mirip. (Jim, 2009)


(28)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. (Cahyadi, 2006).

Pewarna makanan digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajan pasar dan berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri besar. Penggunaan pewarna diperbolehkan, selama penggunaanya tidak melebihi kadar yang telah ditetapkan. Namun demikian, apabila pewarna yang digunakan adalah pewarna non-makan, misalnya pewarna tekstil atau kertas ataupun pewarna makanan tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentulah dilarang penggunaannya, sebab akan membahayakan kesehatan konsumen. (Yuliarti, 2007).

Jajanan pasar yang sering ditambahkan pewarna makanan adalah jeli. Jeli merupakan makanan setengah padat yang terbuat dari buah-buahan dan gula dengan kandungan total padatan minimal 65 persen. Komposisi bahan mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. (Koswara, 2006).


(29)

Penambahan pewarna makanan dengan warna yang bagus akan menambah nilai estetika dari produk jeli tersebut, sehingga konsumen yang sebagian besar anak-anak tertarik untuk membelinya. (Koswara, 2006).

Identifikasi dalam percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Kertas karena metode ini sangat sederhana sehingga zat pewarna tambahan pangan dapat dengan mudah diketahui, selain itu dalam pengerjaannya menggunakan alat dan bahan yang sederhana dan mudah untuk ditemui.

Disamping itu, pada pengujian dilakukan dengan metode kromatografi kertas karena acuan dari Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Medan adalah SNI 01-2895-1992, yang menyebutkan bahwa identifikasi zat pewarna dilakukan dengan metode kromatografi kertas. (Badan POM, 2007).

Oleh karena banyaknya produk jeli di pasaran yang sangat mungkin mengandung pewarna makanan, maka penulis ingin sekali menulis Karya Ilmiah

yang berjudul “Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara

Kromatografi Kertas“. Identifikasi ini dilakukan di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.


(30)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari identifikasi zat pewarna makanan pada jeli adalah

untuk mengetahui apakah zat pewarna yang digunakan dalam jeli tersebut sesuai dengan Perka BPOM No 37-2013.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari identifikasi zat pewarna makanan pada jeli adalah sebagai sumber informasi mengenai pewarna makanan yang digunakan pada jeli yang diuji.


(31)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA TAMBAHAN PANGAN PADA JELI SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

ABSTRAK

Telah dilakukan Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas. Pelarut yang digunakan adalah isobutanol:etanol:air dengan perbandingan 3:2:2 sebagai larutan elusi dan Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin, Sunset Yellow, dan Carmoisin sebagai larutan baku. Dari hasil identifikasi tersebut diperoleh zat pewarna tambahan pangan pada jeli adalah Ponceau 4R. Dari hasil identifikasi ini diketahui bahwa zat pewarna tambahan pangan Ponceau 4R adalah zat pewarna tambahan pangan yang diizinkan. Sehingga jeli tersebut telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi.


(32)

IDENTIFICATION OF DYE ADDITIVE FOOD IN JELLY BY PAPER CHROMATOGRAPHI METHOD

ABSTRACT

Have been Identify of Dye Additive Food in Jelly by Paper Chromatographi Method. The solvent used is Isobuthanol:Ethanol:Water with a ratio 3:2:2 as solution solvent and Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazine, Sunset Yellow, and Carmoisine as standart solution. The result of this identification is obtained dye additive food in jelly is Ponceau 4R. The results of this identification is known that the dye Ponceau 4R is permitted of food additives. So that the jelly have been qualified.


(33)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA TAMBAHAN PANGAN

PADA JELI SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

MELVA EKA N. DAMANIK

132401083

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(34)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA TAMBAHAN PANGAN

PADA JELI SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

MELVA EKA N. DAMANIK

132401083

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM


(35)

PERSETUJUAN

Judul : Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Melva Eka N. Damanik

Nomor Induk Mahasiswa : 132401083

Program Studi : Diploma 3 (D3) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2016

Disetujui Oleh

Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M. Si Dr. Albert Pasaribu, M. Sc NIP. 195512181987012001 NIP. 196408101991031001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(36)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan kesehatan yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademik dalam menyelesaikan program studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara..

Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dukungan dan doa dari keluarga terutama kedua orangtua yang terkasih dari penulis yaitu Ayahanda Anthoni Damanik dan Ibunda Rupina Siahaan yang telah mendidik, dan memanjatkan doa yang tidak henti-hentinya kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1. Bapak Dr. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan waktu kepada penulis dalam penulisan tugas akhir ini. 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M. Sc selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M. Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 4. Sahabat terbaik Debby, Nico, Ernest, Elisabet, Citra, Yuca, Melva, Maria dan


(37)

Demikianlah tugas akhir ini penulis perbuat kiranya menjadi sumber informasi yang positif bagi pembaca dan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan.


(38)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA TAMBAHAN PANGAN PADA JELI SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

ABSTRAK

Telah dilakukan Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas. Pelarut yang digunakan adalah isobutanol:etanol:air dengan perbandingan 3:2:2 sebagai larutan elusi dan Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin, Sunset Yellow, dan Carmoisin sebagai larutan baku. Dari hasil identifikasi tersebut diperoleh zat pewarna tambahan pangan pada jeli adalah Ponceau 4R. Dari hasil identifikasi ini diketahui bahwa zat pewarna tambahan pangan Ponceau 4R adalah zat pewarna tambahan pangan yang diizinkan. Sehingga jeli tersebut telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi.


(39)

IDENTIFICATION OF DYE ADDITIVE FOOD IN JELLY BY PAPER CHROMATOGRAPHI METHOD

ABSTRACT

Have been Identify of Dye Additive Food in Jelly by Paper Chromatographi Method. The solvent used is Isobuthanol:Ethanol:Water with a ratio 3:2:2 as solution solvent and Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazine, Sunset Yellow, and Carmoisine as standart solution. The result of this identification is obtained dye additive food in jelly is Ponceau 4R. The results of this identification is known that the dye Ponceau 4R is permitted of food additives. So that the jelly have been qualified.


(40)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 3

1.3 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Jeli 4

2.2 Bahan Tambahan Pangan 5

2.3 Pewarna Pangan 6

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan 7

2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan 7

2.3.2.1 Pewarna Alami 8

2.3.2.2 Pewarna Sintetis 9

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetis 13

2.4.1 Cara Reaksi Warna 13

2.4.2 Identifikasi Zat Pewarna dengan Kromatografi 14

2.4.2.1 Kromatografi Kertas 14

2.4.2.1.1 Jenis Kromatografi Kertas 15

2.4.2.1.1.1 Kromatografi Kertas Satu Arah 15

2.4.2.1.1.2 Kromatografi Kertas Dua Arah 17

2.4.2.2 Menentukan Jarak Relatif (Rf) 19

Bab 3. Metode Percobaan 3.1 Alat 21

3.2 Bahan 21

3.3 Prosedur Kerja 22

3.3.1 Pembuatan Larutan Uji 22


(41)

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil 24

4.2 Pembahasan 24

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26


(1)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan kesehatan yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademik dalam menyelesaikan program studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara..

Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dukungan dan doa dari keluarga terutama kedua orangtua yang terkasih dari penulis yaitu Ayahanda Anthoni Damanik dan Ibunda Rupina Siahaan yang telah mendidik, dan memanjatkan doa yang tidak henti-hentinya kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1. Bapak Dr. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan waktu kepada penulis dalam penulisan tugas akhir ini. 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M. Sc selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M. Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 4. Sahabat terbaik Debby, Nico, Ernest, Elisabet, Citra, Yuca, Melva, Maria dan


(2)

Demikianlah tugas akhir ini penulis perbuat kiranya menjadi sumber informasi yang positif bagi pembaca dan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan.


(3)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA TAMBAHAN PANGAN PADA JELI SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

ABSTRAK

Telah dilakukan Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas. Pelarut yang digunakan adalah isobutanol:etanol:air dengan perbandingan 3:2:2 sebagai larutan elusi dan Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin, Sunset Yellow, dan Carmoisin sebagai larutan baku. Dari hasil identifikasi tersebut diperoleh zat pewarna tambahan pangan pada jeli adalah Ponceau 4R. Dari hasil identifikasi ini diketahui bahwa zat pewarna tambahan pangan Ponceau 4R adalah zat pewarna tambahan pangan yang diizinkan. Sehingga jeli tersebut telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi.


(4)

IDENTIFICATION OF DYE ADDITIVE FOOD IN JELLY BY PAPER CHROMATOGRAPHI METHOD

ABSTRACT

Have been Identify of Dye Additive Food in Jelly by Paper Chromatographi Method. The solvent used is Isobuthanol:Ethanol:Water with a ratio 3:2:2 as solution solvent and Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazine, Sunset Yellow, and Carmoisine as standart solution. The result of this identification is obtained dye additive food in jelly is Ponceau 4R. The results of this identification is known that the dye Ponceau 4R is permitted of food additives. So that the jelly have been qualified.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 3

1.3 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Jeli 4

2.2 Bahan Tambahan Pangan 5

2.3 Pewarna Pangan 6

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan 7

2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan 7

2.3.2.1 Pewarna Alami 8

2.3.2.2 Pewarna Sintetis 9

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetis 13

2.4.1 Cara Reaksi Warna 13

2.4.2 Identifikasi Zat Pewarna dengan Kromatografi 14

2.4.2.1 Kromatografi Kertas 14

2.4.2.1.1 Jenis Kromatografi Kertas 15

2.4.2.1.1.1 Kromatografi Kertas Satu Arah 15

2.4.2.1.1.2 Kromatografi Kertas Dua Arah 17

2.4.2.2 Menentukan Jarak Relatif (Rf) 19

Bab 3. Metode Percobaan 3.1 Alat 21

3.2 Bahan 21

3.3 Prosedur Kerja 22

3.3.1 Pembuatan Larutan Uji 22


(6)

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil 24

4.2 Pembahasan 24

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26