Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K PID.SUS 2007)

BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA KORPORASI DI BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Tindak Pidana di Bidang Lingkungan Hidup
Untuk membahas tindak pidana lingkungan perlu diperhatikan konsep dasar
tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum
(delic genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic
species).114
Tindak pidana lingkungan atau delik lingkungan adalah perintah dan larangan
undang – undang kepada subyek hukum yang jika dilanggar diancam dengan
penjatuhan sanksi – sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda dengan
tujuan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan maupun unsur –
unsur dalam lingkungan hidup seperti hutan, satwa, lahan, udara, dan air serta
manusia.115 Oleh sebab itu dengan pengertian ini, delik lingkungan hidup tidak
hanya ketentuan – ketentuan pidana yang dirumuskan dalam UUPPLH, tetapi juga
ketentuan – ketentuan pidana yang dirumuskan dalam peraturan perundang –
udangan lain sepanjang rumusan ketentuan itu ditujukan untuk melindungi
lingkungan hidup secara keseluruhan atau bagian – bagiannya.116
Perbuatan mencemari dan menimbulkan kerusakan lingungan merupakan
kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan


114

Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, (Jakarta: PT. Sofmedia,
2009), hlm. 19
115
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 221
116
Ibid

Universitas Sumatera Utara

kehidupan dan jiwa manusia.117 Hukum pidana pada dasarnya bertujuan untuk
melindungi jiwa dan kehormatan manusia dan harta benda. 118 Namun pada waktu
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana disusun, masalah lingkungan belum
muncul sebagai masalah yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia
perorangan ataupun masyarakat karena industri belum berkembang sebagaimana
adanya pada saat ini.119
Pengertian tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat
(1) UUPLH dihubungkan dengan Pasal 41 ayat (2), Pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH

melalui metode konstruksi hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari
tindak pidana lingkungan (perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau
merusak lingkungan”.120 Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus)
dan selanjutnya dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang
bersifat khusus (species), baik dalam ketentuan UUPLH maupun dalam ketentuan
undang – undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPLH) yang mengatur
perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup.121 Kata “mencemarkan”
dengan “pencemaran” dan “merusak” dengan “perusakan” memiliki makna
substansi yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan.122 Tetapi
keduanya berbeda dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal, yakni
dengan kalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam proses
menimbulkan akibat.123

117

Ibid
Ibid
119
Ibid
120

Alvi Syahrin, Loc. cit
121
Ibid
122
Ibid
123
Ibid
118

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Pasal 41 UUPLH sampai dengan Pasal 44 UUPLH, tindak pidana
lingkungan yaitu berupa:124
1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan :
a. Pencemaran, dan/atau
b. Perusakan lingkungan hidup;
2. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan :
Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan orang
mati atau luka berat.
3. Melakukan perbuatan melanggar ketentuan perundang – undangan berupa:

a. Melepaskan atau membuang zat, energi dan/atau komponen lain yang
berbahaya atau beracun masuk di dan/atau ke dalam tanah, ke dalam
udara, atau ke dalam air;
b. Impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan,
menjalankan instalasi, yang dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum.
4. Melakukan perbuatan berupa:
a. Memberikan informasi palsu, atau
b. Menghilangkan informasi, atau
c. Menyembunyikan informasi, atau
d. Merusak informasi,
Yang diperlukan (dalam kaitannya dengan perbuatan angka 3 diatas), yang
mana perbuatan ini dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
124

Ibid, hlm. 21 - 22

Universitas Sumatera Utara


5. Melakukan perbuatan pada angka 3 atau angka 4 yang mengakibatkan orang
mati atau luka berat.
Jika ditinjau dari perumusan tindak pidana, ketentuan pasal 41 – 44 UUPLH,
terdapat tindak pidana materil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan
tindak pidana formil yang menekankan pada perbuatan.125 Tindak pidana materil
dapat dilihat dari rumusan pasal 41 dan Pasal 42 UUPLH, sedangkan tindak
pidana formil dapat dilihat dari rumusan pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH.126
Dalam tindak pidana materil, perlu terlebih dahulu dibuktikan adanya akibat
dalam hal ini terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.127
Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang
menyebabkan

lingkungan

hidup

tidak


dapat

berfungsi

sesuai

dengan

peruntukannya.128 Selanjutnya, kerusakan lingkungan terjadi karena tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap fisik dan/atau
hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan.129
Dalam tindak pidana formil, rumusan ketentuan pidana yang jika melanggar
ketentuan peraturan perundang – undangan, maka telah dapat dinyatakan sebagai
telah terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman.130

125

Ibid, hlm. 22
Ibid

127
Ibid, hlm. 23
128
Ibid
129
Ibid
130
Ibid
126

Universitas Sumatera Utara

Tindak pidana formil dapat digunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana
materil jika tindak pidana materil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi
pelaku yang melakukan tindak pidana yang berskala ecological impact.131 Artinya
tindak pidana formil dapat digunakan bagi pelaku tindak pidana lingkungan yang
sulit ditemukan bukti – bukti kausalitasnya.132
Tindak pidana formil ini tidak diperlukan akibat (terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan) yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan
adanya hubungan sebab akibat (causality) dari suatu tindak pidana lingkungan.133

Hal yang perlu diketahui dalam tindak pidana formil, yaitu:134
1. Seseorang telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundang – undangan,
atau
2. Diketahui atau patut diduganya bahwa dengan pelanggaran tersebut dapat atau
berpotensi menimbulkan akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
Ketentuan Hukum Pidana dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009
diatur dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 120.135 UUPPLH dengan tegas
menetapkan bahwa tindak pidana lingkungan hidup merupakan kejahatan.136
Kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu perbuatan – perbuatan yang
meskipun tidak ditentukan dalam undang – undang sebagai perbuatan pidana,

131

Ibid
Ibid
133
Ibid
134
Ibid

135
Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia,
(Jakarta: PT. Sofmedia, 2012), hlm. 217
136
Ibid
132

Universitas Sumatera Utara

telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata
hukum.137

B. Hak dan Kewajiban Korporasi dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Hak atas suatu akan memberikan kepada sipemegangnya wewenang untuk
menikmati, menggunakan atau tidak menggunakan atas apa yang merupakan
haknya itu.138 Namun demikian hak bukanlah sesuatu yang timbul dalam ruangan
yang kosong dan bebas nilai, serta bebas kepentingan. 139 Suatu hak akan
memberikan tuntutan adanya suatu kewajiban tertentu.140 Seseorang yang telah
memperoleh hak tertentu menurut hukum, tidak serta merta dapat menjalankan

haknya dengan sebebas – bebasnya, karena hal ini akan bertentangan dengan asas
kepentingan umum atau kepentingan individu orang lain.141 Dalam hubungan
dengan hukum lingkungan, fenomena diatas tidak akan terlepas dalam ikatan
hukum yang mengatur suatu perjanjian dalam pengelolaan lingkungan hidup
untuk memperoleh suatu perizinan.142 Oleh sebab itu, dalam suatu perjajian pasti
disyaratkan bahwa seseorang yang telah mendapatkan hak tertentu disyaratkan
pula tentang kewajiban – kewajiban tertentu.143

137

Ibid, hlm. 218
Ibid, hlm. 146
139
Ibid
140
Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 56
141
Ibid
142

Ibid
143
Ibid
138

Universitas Sumatera Utara

Beberapa hak dan kewajiban setiap orang terhadap lingkungan hidup diatur
dalam Bab III Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 UU Nomor 23 Tahun 1997, seperti di
bawah ini: 144
a. Hak setiap orang, ialah mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat, setiap orang mempunyai hak atas inormasi lingkungan
hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan
setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan

hidup

sesuai

dengan

peraturan

perundang



undangan

yangberlaku.
b. Kewajiban setiap orang, ialah: berkewajiban memelihara kelestarian ungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban memberikan inormasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup.
c. Sedangkan peran masyarakat, ialah: mempunyai kesempatan yang sama dan
seluas – luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pelaksanaannya

dilakukan

dengan

cara

meningkatkan

kemandirian,

keberdayaan masyarakat dan kemitraan, menumbuhkembangkan kemampuan
dan

kepeloporan

masyarakat,

menumbuhkan

kesegeraan

tanggapan

masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, memberikan saran/pendapat
dan menyampaikan inormasi dan/atau menyampaikan laporan.
Hak timbul karena suatu perjuangan dari suatu kelompok sosial untuk
memperoleh pengakuan dan perlindungan bagi kepentingan – kepentingannya.145
144

Ibid, hlm. 60 - 61

Universitas Sumatera Utara

Perangkat hukum positif telah memberikan pengakuan adanya hak – hak yang
dipunyai, baik oleh individu – individu warga masyarakat atau kelompok sosial
tertentu dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang
ditetapkan dalam Undang – Undang nomor 32 Tahun 2009.146
Dengan adanya pengakuan hak –hak yang demikian itu, maka timbul pula
kewajiban – kewajiban (obligations) yang harus dilaksanakan oleh si pemegang
hak tersebut, karena menurut hukum orang individu, warga masyarakat atau
kelompok sosial mempunyai status sebagai subyek hukum.147
Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban, di dalam Pasal 1
butir 32 dari Undang – Undang No. 32 Tahun 2009, siapa yang dikelompokkan
sebagai subyek hukum, (setiap orang) adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.148
Di dalam Pasal 65 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009, ada 5 (lima)
kategori hak yang diberikan kepada setiap orang, yaitu :149
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
145

Syamsul Arifin, Loc. Cit
Ibid
147
Ibid, hlm. 146 - 147
148
Ibid, hlm 147
149
Ibid, hlm. 147 - 148
146

Universitas Sumatera Utara

(4) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Penjelasan dari pasal 65 ayat (2) menyebutkan bahwa, hak atas informasi
lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan.150 Hak
atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran
serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang
bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.151 Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya
memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan
hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas
lingkungan hidup dan rencana tata ruang.152
Kewajiban untuk memelihara fungsi lingkungan hidup juga berlaku bagi
setiap kegiatan usaha, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 68 dari Undang –
Undang No. 32 Tahun 2009 : “ setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban :153

150

Ibid, hlm. 147
Ibid
152
Ibid
153
Ibid, hlm. 153 - 154
151

Universitas Sumatera Utara

a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.

C. Jenis – Jenis Tindak Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup Menurut
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 jo Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2009
Selain orang perseorangan atau individu yang dapat dikelompokkan sebagai
subyek yang melakukan tindak pidana lingkungan adalah badan usaha,
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1 butir 32 Undang – Undann Nomor 32
Tahun 2009, “ Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.” 154
Dari ketentuan pasal diatas, bahwa subyek tindak pidana lingkungan, yaitu :155
4. Orang perseorangan atau individu
5. Badan usaha
6. Badan usaha yang berbadan hukum
Badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum sebagai subyek
dalam hukum pidana dengan istilah atau nama “ korporasi”.156

154

Syamsul Arifin, Op. Cit, hlm. 229
Ibid
156
Ibid

155

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2009, mengenai ketentuan pidana
yang berkaitan dengan badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan
hukum diatur dalam Pasal 116 sampai dengan Pasal 120.157
Pasal 116 berbunyi sebagai berikut :158
(1)

Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas
nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b.

orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut
atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan
hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana
tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri
atau bersama- sama.
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana
yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
(Pasal 117 UUPPLH) 159

157

Ibid
Ibid
159
Ibid

158

Universitas Sumatera Utara

Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf
a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional. (Pasal 118 UUPPLH)160
Yang dimaksud dengan pelaku fungsioanal dalam pasal ini adalah badan
usaha dan badan hukum.161 Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan
usaha dan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan badan hukum
adalah tindak pidana fungsional sehingga pidana dikenakan dan sanksi dijatuhkan
pada mereka yang memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerima
tindakan pelaku fisik tersebut.162
Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal ini termasuk
menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup melakukan pengawasan terhadap
tindakan pelaku fisik, dan/atau memiliki kebijakan yang memungkunkan
terjadinya tindak pidana tersebut.163
Tindak pidana lingkungan hidup menurut UU No. 23 tahun 1997 ini
dirumuskan dalam empat pasal yang intinya sebagai perikut: 164
a. Pasal 41
(1) Secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

160

Ibid
Ibid
162
Ibid, hlm. 230
163
Ibid, hlm. 231
164
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 93
161

Universitas Sumatera Utara

Jadi ada 2 tindak pidana lingkungan hidup dalam rumusan pasal tersebut,
yaitu:165
1. Pencemaran lingkungan hidup (environmental pollution) yang dilakukan
secara melawan hukum dan dengan sengaja;
2. Perusakan lingkungan hidup (environmental damage) yang dilakukan
secara melawan hukum dan dengan sengaja
b. Pasal 42
(1) Karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
Tindak pidana ligkungan hidup dalam pasal ini merupakan delik culpa
dari delik dalam pasal 41 (1).166
c. Pasal 43
Tindak pidana dalam pasal ini dirumuskan dalam Ayat (1) dan (2). Unsur
– unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat (1) adalah sebagai
berikut:167
1. -

melepaskan

atau

membuang

zat/energy/komponen

lain

yang

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, udara
atau air permukaan;
-

melakukan

impor,

ekspor,

memperdagangkan,

mengangkut,

menyimpan bahan tersebut;
-

menjalankan instalasi yang berbahaya

2. perbuatan tersebut dilakukan dengan :
-

melanggar perundang – undangan;

165

Ibid
Ibid, hlm. 95
167
Ibid, hlm. 96
166

Universitas Sumatera Utara

-

sengaja;

-

mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan
tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa
orang lain.

Unsur – unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat (2) adalah sebagai
berikut:168
1. sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau
menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam
kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
2. padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa
orang lain.
d. Pasal 44
Tindak pidana lingkungan hidup dalam pasal ini merupakan delik culpa
terhadap delik yang dirumuskan dalam Pasal 43.169
Tindak pidana lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Pasal 43 dan
Pasal 44 merupakan delik formil.170
Tindak pidana lingkungan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi,
setidak – tidaknya di dalamnya terdapat, bahwa:171

168

Ibid
Ibid, hlm. 97
170
Ibid
169

Universitas Sumatera Utara

1. Tindakan illegal dari korporasi dan agen – agennya berbeda dengan
perilaku kriminal kelas sosio ekonomi bahwa dalam hal prosedur
administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak
hanya tindakan kejahatan atau hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas
hukum perdata dan administrasi.
2. Baik korporasi (sebagai subyek hukum perorangan “legal person”) dan
perwakilan termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana
dalam praktek yudisialnya, antara lain bergantung pada kejahatan yang
dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan.
3. Motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan hanya bertujuan untuk
keuntungan

pribadi,

melainkan

pada

pemenuhan

kebutuhan

dan

pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan
motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub
kultur organisasional.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009, mengenai tindak pidana
terhadap lingkungan hidup dapat dibedakan sebagai berikut :
Delik Materil
Delik materil adalah delik atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang
dianggap sudah sempurna atau terpenuhi apabila perbuatan itu telah menimbulkan
akibat,172 yaitu didalam rumusan Pasal 98 UUPPLH

171

Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2011), hlm. 58
172
Syamsul Arifin, Op. Cit, hlm. 219

Universitas Sumatera Utara

Dari ketentuan diatas UUPPLH menganut delik materil dengan dua kategori
pemberatan :173
Pertama, dari ketentuan ayat (1) dari pasal diatas, pemeratan terkait dengan
mangakibatkan orang lain luka dan/atau bahayakesehatan manusia.
Kedua, dari ketentuan ayat (2) dan (3) dari pasal diatas, pemberatan berupa
mengakibatkan orang luka berat atau mati.
Jika delik materil dilaukan dengan kelalaian (culva) sebagaimana diatur dalam
Pasal 99.174
Delik materil lain yang diberlakukan kepada pejabat pemerintah yang
berwenang di bidang pengawasan lingkungan, dirumuskan dalam pasal 112.175
Delik formil
Delik formil adalah delika atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang
sudah dianggap sempurna atau terpenuhi begitu perbuatan itu dilakukan tanpa
mengharuskan adanya akibat dari perbuatan.176 Terdapat 16 (enam belas) delik
formil di dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang dirumuskan dalam
pasal – pasal berikut ini :177
Delik formil Pertama, Pasal 100.
Tuntutan pidana berdasarkan pasal 100 ayat (1) hanya dapat dilakukan
apabila sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelaku telah
173

Ibid, hlm. 220
Ibid
175
Ibid
176
Ibid, hlm. 221
177
Ibid, hlm. 221 - 226
174

Universitas Sumatera Utara

lebih dari satu kali melakukan pelanggaran baku mutu air limbah atau baku mutu
emisi atau baku gangguan. Berarti ketentuan ini menganut asas ultimum remedium
yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir
setelah penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil, karena
pelanggaran terhadap baku mutu air limbah,baku mutu emisi, baku mutu
gangguan merupakan pelanggaran hukum lingkungan administrasi.
Delik formil kedua, dirumuskan dalam pasal 101.
Penjelasan dari pasal diatas, mengemukakan yang dimaksud dengan
“melepaskan produk rekayasa genetik” adalah pernyataan diakuinya suatu hasil
pemuliaan produk rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat
disebarluaskan setelah memenuhi persyartan berdasarkan peraturan perundang –
undangan.
Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk rekayasa genetik” adalah
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran komoditas
produk rekayasa genetika kepada masyarakat, baik unuk diperdagangkan maupun
tidak.
Delik formil ketiga, dalam Pasal 102 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).

Universitas Sumatera Utara

Delik formil keempat, dalam pasal 103 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Delik formil Kelima, dalam pasal 104 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Delik formil Keenam, dalam pasal 105 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Delik formil Ketujuh, dalam pasal 106 yang berbunyisebagai berikut :
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

Universitas Sumatera Utara

15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Delik formil Kedelapan, dalam pasal 107 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–
undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Delik formil Kesembilan, dalam pasal 108, berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Delik formil Kesepuluh, dalam pasal 109, yang menetapkan sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Delik formil Kesebelas, dalam pasal 110, berbunyi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Delik formil Ke 12, diatur dalam pasal 111 menetapkan sebagai berikut :
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Delik formil Ketigabelas, sebagaimana diatur dalam pasal 112, sebagai berikut :
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
peraturan perundang- undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Universitas Sumatera Utara

Delik formil Keempatbelas, sebagaimana diatur dalam pasal 113, sebagai berikut :
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar
yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum
yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Delik formil Kelimabelas, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 114, sebagai
berikut:
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan
paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Delik formil Keenambelas, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 115, yang
berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau
pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Universitas Sumatera Utara

Secara rinci UUPPLH memuat 19 bentuk perbuatan atau tindakana yang dapat
dijatuhi sanksi hukum pidana, yaitu :178
1. Sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku
mutu lingkungan
2. Kelalaian yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan
3. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan
4. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetic ke media
lingkungan
5. Pengelolaan limbah B3 tanpa izin
6. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
7. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan tanpa
izin
8. Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negar kesatuan Republik
Indonesia
9. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
10. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
11. Melakukan pembakaran lahan
12. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin usaha
13. Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal

178

Ibid, hlm. 226 - 227

Universitas Sumatera Utara

14. Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal UKL-UPL
15. Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin
lingkungan
16. Pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggungjawab usaha atas peraturan perundang –
undangan dan izin lingkungan
17. Memberikan informasi palsu, menyesatkan yang diperlukan dalam
kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan
18. Penanggungjawab usaha dan /atau kegiatan yang tidak melaksanakan
paksaan pemerintah
19. Dengan sengaja mencegah, menghalang – halangi, atau menggagalkan
palaksanaan tugas PPNS-LH.

Universitas Sumatera Utara