Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional Dengan Syariah Islam (Studi Pada Pt. Prudential Life Assurance Medan)

(1)

BAB II

ASURANSI KONVENSIONAL

A. Sejarah Asuransi

1. Sebelum Masehi

Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk guna membiayai pemerintahan pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes Mengumumkan kepada para pemilik budak supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalanya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu di tangkap, atau jika tidak ditangkap akan dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.

Apabila ditelaah dan diteliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak adalah semacam premi yang di terima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena karena budak yang hilang adalah semacam

resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini dengan asuransi kerugian.5

2. Abad Pertengahan

Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan diatas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk satu perkumpulan yang disebut gilde. Pekumpulan ini

5Muhammad Abdulkhadir, Hukum Asuransi Indonesia,(Bandar Lampung: PT Citra Abdity Bakti. 2006)


(2)

mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan berjanji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan pertengahan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah perkembangan asuransi kerugia laut.

3. Sesudah Abad Pertengahan

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti Inggris pada abad ke-17 dan prancis abad ke-18 serta sampai ke Belanda. Perkembangan pesat asuransi ini sampai ke negara-negara seberang laut terutama daerah-derah jajahan mereka.

4. Abad Ilmu dan Teknologi

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang perasuransian, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan


(3)

sarana tranformasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial.

B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Asuransi (insurance) sering juga diistilakan dengan pertanggungan. Adapun pengertian dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (tentang usaha peransuransian):

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dalam hubungan dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi jiwa yang terlihat pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 2 Tahun 1992 yaitu:

“Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuaransikan”.

Didalam pasal 246 KUHD. Pertanggungan atau Asuransi adalah “suatu perjajanjian (timbal balik) dengan mana seseorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang penanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan pengantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau


(4)

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena

suatu peristiwa tak tentu.6

a. Arti kata dari persetujuan untung-untungan

Pengertian yang disebut di atas, maka pertanggungan suatu perjanjian (timbal balik), yang artinya suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai. Dalam hal pertanggungan, si tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlah ditentukan oleh penanggung, sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Menurut paal 1774 BurgelijkWetboek ditentukan bahwa:

b. Tiga contoh dari persetujuan tersebut, yaitu:

1. Asuransi

2. Bungan untuk selama hidup seseorang, juga di sebut juga bunga cagak

hidup.

3. Perjudian dan pertaruhan.7

Penyebutan pasal di atas adalah tepat, tetapi mengenai penyebutan arti kata adalah kurang tepat, dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan persetujuan berupa untung atau rugi tergantung pada peristiwa yang belum tentu akan terjadi.

Sebetulnya yang tergantung secara langsung ini adalah pelaksanaan kewajiban dari pihak penjamin. Sehingga pelaksanaan ini mengakibatkan rugi bagi pihak penjamin, sedangkan bila kewajiban pihak penjamin tidak perlu dilaksankan, maka untung bagi penjamin.

Pertanggungan/Asuransi adalah perjanjian peralihan resiko, dengan mana penanggung mengambil ahli resiko tertanggung dan sebagai kontrak prestasi, tertanggung berkewajiban membayar uang premi kepada penanggung. Resiko itu terwujud beban kerugian atas benda pertanggungan terhadap bahaya yang

6H.M.N Purwosutjipto, Pengertiam Pokok Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Djambatan. 2001) Hal.1. 7Wirjono Projodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, (Jakarta: PPM. 2002), Hal.3.


(5)

mungkin timbul. Dipandang dari sudut ini, maka penganggung mengambil ahli resiko tertanggung, yang berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian kepada tertanggung bila terjadi evenemen (peristiwa yang tak tentu yang menjadi kenyataan), yang menimpa benda pertanggungan dan kerugian tertanggung. Peralihan resiko itu dilakukan dengan perjanjian yang dibuat untuk itu dan berdiri sendiri yang disebut pertanggungan atau Asuransi dengan mana salah satu pihak (penanggung), berkewajiban untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung, sedangkan tertanggung berkewajiban untuk membayar uang premi.

Didalam beberapa literatur terdapat perbedaaan tentang pemakaian istilah Asuransi, baik oleh para sarjana hukum Indonesia maupun sarjana hukum Belanda. Wiryono Projodikoro, memakai istilah “Asuransi” didalam bukunya “Hukum Asuransi Indonesia”, H.M.N. Purwosutjipto memakai istilah “Pertanggungan” didalam bukunya “Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa)”, sedangkan didalam KUH Dagang yang disusun oleh R.Surbekti dan R. Tijtrosudibio memakai dua istilah yaitu: “Asuransi dan Pertanggungan”.

Para sarjana Belanda memakai istilah “Verzekering dan Assurantie” seperti juga terdapat didalam buku Wetboek Van koophandel Nederland Indonesia. Didalam istilah Verzekering maka penanggung disebut dengan istilah “Verzekeraar” dan tertanggung disebut dengan istlah “Verkerde”. Untuk istilah Assurantie, penanggung disebut dengan “Assuradeur atau Assurador” dan

tertanggung disebut dengan istilah “Geassureurde” atau yang diasuransikan.8

8Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian,


(6)

Pada Marine Insuranse Act of 1906, untuk istilah Asuransi dipakai “Insurance”, istilah penanggung dipakai “The Insurance” dan tertanggung

dipakai “The Assured”.9

“Pertanggungan” sebagai terjemahan dari Verzekering dari W.V.K. dan dengan demikian untuk Verzekeraar saya pakai istilah tertanggung. Sementara ada sarjana-sarjana hukum kita yang memilih dan memakai peristilahan penjamin untuk Verzekeraar dan yang dijamin untuk Verzekerde. Akan tetapi saya sendiri keberatan memakai peristilahan demikian oleh karena bagi saya istilah “Jaminan” lebih baik pakai dalam pengertian pemberian jaminan atau Zekerheidslling yang bersifat pribadi sepertinya didalam lembaga Borgtocht. Oleh karena itu dalam seluruh uraian saya didalam buku ini, saya akan tetap memakai peristilahan pertanggungan, penanggung dan tertanggung.

Pemakaian istilah yang berbeda-beda dapat menimbulkan kesalah pahaman bagi masyarakat. Dalam pemakaian istilah selanjutnya Emmy Pangaribuan Simanjuntak berpendapat bahwa:

10

Purwosutjipto, mengartikan pertanggungan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi dimana penanggung

Pada masyarakat awam di Indonesia lebih mengenal istilah Asuransi dari pada pertanggungan. Ini di sebabkan pengunaan istilah Asuransi selalu dipakai dalam pergaulan sehari-hari yang ditulis oleh media massa pada umumnya, juga untuk nama perusahaan selalu memakai istilah Asuransi. Demikialah bagi sarjana baik di Belanda maupun di Indonesia memakai istilah Asuransi untuk Verzekering, penanggung untuk Verzekeraar dan tertanggung untuk Verzekerde.

Defenisi dari Asuransi atau pertaggungan itu menurut pasal 246 KUH Dagang merupakan suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu permi mengikatkan dirinyaterhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan akan dapat dideritanya oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.

9Ibid, Hal.7. 10Ibid, Hal.7.


(7)

mengikatkan diri untuk mengantikan kerugian dan membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada saat penutupan perjanjian, kepada penutup perjanjian atau orang lain yang di tunjuk pada waktu terjadinya Evenemen,

sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.11

2. Fungsi Asuransi Jiwa

a. Tujuan Asuransi Jiwa adalah mengadakan penjaminan bagi masyarakat,

yaitu mengambil ahli semua beban resiko dari tiap-tiap individu. Bila mana ditanggung sendiri akan terlalu berat, maka lebih baik dipindahkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Untuk mengambil ahli resiko dari masyarakat, oleh perusahaan asuransi dipunggut suatu pembayaran yang relatif rendah (pembayaran premi)

b. Perusahaan Asuransi mempunyai tugas lain bila dilihat dari sudut

pembangunan (economic developmen) yaitu sebagia suatu lembaga yang

mengumpulkan dana (fund/premium) dan dana tersebut dapat

diinvestasikan dalam lapangan pembangunan ekomoni seperti: industri-industri, perkebunan, dan lain-lain. Dengan jalan demikian, adanya asuransi bisa untuk membangun perekonomian nasional.

c. Employment (pekerjaan), perusahaan asuransi memberi bantuan kepada

publik, yaitu memberi kesempatan berkerja pada buruh-buruh/pegawai-pegawai memperoleh pemasukan (income) untuk kelangsungan hidup

mereka sehari-hari.12

Dari semua fungsi yang kita lihat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan secara umum bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat

b. Meningkatkan kesejahteraa ekomonis

Dalam asuransi jiwa banyak teori kemungkinan, untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan atau kejadian-kejadian yang mungkin timbul.13

3. Manfaat Asuransi Jiwa

Adapun beberapa manfaat dari Asuransi Jiwa yaitu:

a. Meminimalisirkan resiko yang tak terduga.

11H.M.N Purwosjipto, op. cit, Hal.10. 12A. Abbas Salim,op. cit, Hal.39. 13Ibid, Hal.40.


(8)

Siap pun tidak akan bisa mengatasipasi ataupun menduga terjadinya suatu bencana dalam keluarga. Dengan asuransi, perlindungan bisa didapat sehingga akan teras meringankan.

b. Keluarga kita akan lebih terjamin.

Kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada keluarga kita, karena ada “dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang akan dipakai untuk membantu keluarga kita.

c. Banyak hal-hal yang dapat disiapkan.

Seperti pendidikan anak, dana pensiun dan hingga sampai kematian.

d. Menentramkan pikiran akan masa depan.

Khususya bagi yang menjadi kepala keluarga, adanya asuransi jiwa dapat

membuat pikiran lebih tentram sebab akan ada dana cadangan jika terjadi suatu.14

C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional

1. Pengaturan Dalam KUH Dagang

Dalam KUH Dagang ada 2 cara pengaturan Asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I bab 9 pasal 246-286 KUD Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur didalam KUHD maupun diluar KUHD. Kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 -695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:

a. Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD.

b. Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD.

c. Asuransi Jiwa pasal 308 KUHD.

d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD

e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai dan Perairan Pedalaman pasal

686-695 KUHD.15

14Ibid, Hal.41.


(9)

Pengaturan Asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, Asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut Polis Asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi sebagai berikut:

a. Asas-asas asuransi.

b. Perjanjian asuransi.

c. Unsur-unsur asuransi.

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi.

e. Jenis-jenis asuransi.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992

Jika KUHD mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi keperdataan. Maka Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dilihat segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugika. Jika hari ini dilanggar, maka pelangaran tersebut akan diancam dengan sanksi pidana dan administratif menurut Undang Perasuransian. Pelaksanaan


(10)

Undang-Undang No 40 Tahun 2014 jo Undang-Undang-Undang-Undang No 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha Perasuransian, Lembaran Negara No 120 Tahun 1992.

Disahkan Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang perasuransian mengantikan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian. Secara umum, tardapat banyak perbedaan antara Undang-Undang No 40 Tahun 2014 dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan yang belum diatur didalam Undang-Undang Perasuransian yang lama. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 memiliki 92 pasal yang terbagi didalam 18 bab. Dari segi subtansi Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap dari undang undang yang lama. Namun perbedaan yang paling signifikan yaitu terlihat dari segi pengawasan yang berpindah ahli dari menteri keuangan ke Otoritas Jasa

Keuangan (OJK).16

16Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otaritas Jasa Keuangan, (Jakarta: 2014), Hal.345.

Sebelum lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pembinaan dan pengawasan usaha Perasuransian dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Tugas pembinaan dan pengawasan tersebut diemban oleh masyarakat yang berada dibawah kementerian keuangan, yaitu badan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK). Usaha perasuransian termaksud dalam sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK semenjak Undang-Undang No.2 Tahun 1992 berlaku dan melalui peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelengaraan usaha perasuransian. Setelah lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pengaturan dan pengawasan perasuransian diemban oleh Otoritas Jasa Keuangan.


(11)

Fungsi pengaturan dan pengawasan Otaritas Jasa Keuangan dalam hal Perasuransian meliputi perizinan usaha, tata kelola penyelenggaraan, pengantian pemilikan, penggabungan, dan peleburan, serta sampai pada pembubaran, likuidasi dan kepailitan. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap ruang lingkup kewenangan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK dibanding dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992. Dalam Undang-Undang yang lama, fungsi pembinaan dan pengawasan hanya meliputi kesehatan keuangan bagi perusahaan Asuransi Kerugian, perusahaan Asuransi Jiwa, perusahaan reasuransi dan meliputi penyelengaaan usaha. Berkaitan dengan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK yang diatur pada pasal 60 Undang-Undang No 40 Tahun 2014, diantaranya adalah:

1. menetapkan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian.

2. memberikan dan mencabut izin usaha perasuransian.

3. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi

konsultan aktuaria, akunta publik, penilaian, sampai mewajibkan

perusahaan perasuransian menyampaikan pelaporan secara berkala.17

D. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Asuransi Konvensional

Pertanggung adalah suatu perjanjian, karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian juga harus berlaku terhadap pertanggungan, seperti diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Pertanggungan adalah perjanjian khusus maka disamping


(12)

syarat-syarat umum dalam pasal 1320 KUH Perdata masi diberlakukan lagi syarat

syarat khusus, yang diatur didalam KUH Dagang.18

1. Adanya persetujuan kehendak

Antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan harus ada persetujuan kehendak, maksudnya kedua belah pihak mesti menyetujui tentang syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian itu. Apa yang disetujui oleh penanggung juga harus disetujui oleh tertanggung. Pengertian yang sama antara kedua belah pihak antara benda yang menjadi objek perjanjian dan mengenai syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian tersebut.

2. Wewenang melakukan perbuatan hukum

Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan harus berwewenang melakukan perbuatan hukum. Artinya kedua belah pihak sudah dewasa, tidak berada dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan sakit ingatan, tidak dalam keadaan pailit. Apabila pihak-pihak itu memiliki pihak-pihak lain yang mengadakan pertanggungan perlu disebutkan untuk kepentingan siapa ia mengadakan itu. Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga berupa badan usaha. Biasanya pihak penggung berbentuk badan usaha yang pekerjaanya bergerak dalam bidang pertanggungan.

3. Adanya benda yang dipertanggungkan

Pada setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan, karena yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka ia harus

18Muhammad Abdul Kadir, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, (Bandar Lampung: PT. Aditya Bakti,


(13)

mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Disebut mempunyai hubungan langsung, apabila tertanggung memiliki benda tersebut. Disebut mempunyai hubungan tidak langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda itu. Pihak tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul memiliki atau mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu. Jika ia tidak dapat membuktikan, mengakibatkan timbulnya anggapan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan pertanggungan batal. Undang-Undang tidak akan memperoleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam pertanggungan, walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus menyebutkan untuk kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Orang yang mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, dianggap tidak mempunyai kepentingan. Jika diadakan juga maka pertanggungan itu batal (pasal 599 KUH Dagang).

4. Ada causa yang diperbolehkan

Causa yang diperbolehkan adalah isi dari perjanjian tertanggung itu tidak dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Misalnya isi pertanggungan itu mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, disini tidak ada causa yang diperbolehkan. Misalnya lagi orang yang mempertanggungkan benda itu tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi saja sifatnya, dalam hal ini sifatnya sebagai perjudian. Perjudian adalah


(14)

perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak terhormat. Pertangggungan bukan perjudian atau pertaruhan.

5. Pembayaran premi

Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, maka kedua belah harus berprestasi. Pertanggungan menerima resiko atas benda yang dipertanggungkan, sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalanya. Besar atau kecilnya jumlah premi bukan soal penting. Terpenting adalah kedua belah pihak telah terdapat suatu persetujuan. Premi dibayar resiko beralih, jika premi tidak dibayar maka resiko tidak beralih.

6. Kewajiban pemberitahuan

Kewajiban pemberitahuan ada pada tertanggung. Tertanggung wajib memberitahu kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan. Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan persetujuan. Tertanggung lalai

mengakibatkan pertanggungan itu batal (pasal 251 KUH Dagang).19

19Ibid, Hal 27.

Kewajiban pemberitahuan seperti diatas, diatur dalam Pasal 251 KUH Dagang ini tidak digantungkan kepada adanya itikad baik atau tidak dari tertanggung. Bilamana tertanggung keliru memberitahukan, tanpa sengaja, juga mengakibatkan batalnya pertanggungan kecuali apabila para pihak menjanjikan lain. Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas didalam polis dengan klausula “sudah memberitahukan”.


(15)

E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional

Sistem operasional Asuransi Konvensional dilandasi atas perjanjian jual-beli. Perusahaan menerima uang premi dan mengembangkan kegiatan bisnis dengan orientasi memperoleh keuntungan. Premi merupakan unsur biaya bagi peserta dan pendapatan bagi perusahaan.

Berdasarkan perjanjian, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban peserta/tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis menjadi hak penuh perusahaan dengan segala konsekuensinya. Hak tertanggung adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim jika terjadi musibah.

Kewajiban Perusahaan Asuransi adalah membayar klaim yang diajukan tertanggung atas musibah yang dideritanya. Pembayaran uang pertanggungan berasal dari modal atau keuntungan perusahaan. Hak perusahaan diantaranya menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakan untuk kegiatan bisnis atau menginvestasikannya. Bila tidak terjadi klaim, maka hasil dari dana investasi sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta/tertanggung tidak berhak atas hasil investasi.

Mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Konvensional, semua dana peserta/tertanggung (premi) terkumpul menjadi satu dan status dana tersebut sepenuhnya adalah dana milik perusahaan asuransi. Perusahaan bebas mengelola dan menginvestasikan dana tersebut.

Dana yang terkumpul wajib untuk diinvestasikan guna menambah profit (keuntungan) perusahaan. Dana asuransi yang dapat digunakan untuk


(16)

diinvestasikan terdiri dari dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi. Nantinya dana-dana tersebut akan diinvestasikan ke berbagai instrument investasi yang disebut dengan kind of investment. Hasil dari investasi inilah nantinya akan kembali lagi pada dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi (return of investment).

Pengembalian keuntungan dari hasil investasi tidak secara langsung kepada peserta/anggota asuransi. Keuntungan dari hasil investasi, yang berupa bunga dari hasil investasi dikembalikan kepada peserta/anggota asuransi bila ada klaim dari peserta/anggota asuransi

Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di muka untuk jasa-jasa yang telah diberikan.

Investasi dana asuransi mengunakan sistem bunga. Hasil dari investasi dana asuransi akan memperoleh keuntungan dengan tambahan bunga. Perusahaan asuransi akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan peserta. Namun, jika tidak terjadi klaim, perusahaan berhak penuh atas sejumlah dana yang dibayar peserta. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk mengembalikan dana peserta dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap sebagai dana hangus.

Pendapatan atau hasil yang diterima peserta atau perusahaan didasarkan atas perjanjian dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, pendapatan dapat ditentukan di awal periode perjanjian dengan persentase bunga tertentu. Prinsip bisnis yang diterapkan pada asuransi konvensional atas dasar untung atau rugi. Perusahaan akan mendapatkan untung besar jika kegiatan bisnisnya dari


(17)

hasil berinvestasi berhasil, sementara nasabah/peserta akan mendapatkan presentase penghasilan tetap, tidak menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan mengalami kerugian, perusahaan akan mendapatkan kesulitan. Namun, peserta atau nasabah tidak akan merasakan kesusahan karena tetap akan

mendapatkan penghasilan sebesar presentase yang telah ditetapkan di depan.20


(1)

syarat-syarat umum dalam pasal 1320 KUH Perdata masi diberlakukan lagi syarat syarat khusus, yang diatur didalam KUH Dagang.18

1. Adanya persetujuan kehendak

Antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan harus ada persetujuan kehendak, maksudnya kedua belah pihak mesti menyetujui tentang syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian itu. Apa yang disetujui oleh penanggung juga harus disetujui oleh tertanggung. Pengertian yang sama antara kedua belah pihak antara benda yang menjadi objek perjanjian dan mengenai syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian tersebut.

2. Wewenang melakukan perbuatan hukum

Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan harus berwewenang melakukan perbuatan hukum. Artinya kedua belah pihak sudah dewasa, tidak berada dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan sakit ingatan, tidak dalam keadaan pailit. Apabila pihak-pihak itu memiliki pihak-pihak lain yang mengadakan pertanggungan perlu disebutkan untuk kepentingan siapa ia mengadakan itu. Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga berupa badan usaha. Biasanya pihak penggung berbentuk badan usaha yang pekerjaanya bergerak dalam bidang pertanggungan.

3. Adanya benda yang dipertanggungkan

Pada setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan, karena yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka ia harus

18Muhammad Abdul Kadir, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, (Bandar Lampung: PT. Aditya Bakti,


(2)

mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Disebut mempunyai hubungan langsung, apabila tertanggung memiliki benda tersebut. Disebut mempunyai hubungan tidak langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda itu. Pihak tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul memiliki atau mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu. Jika ia tidak dapat membuktikan, mengakibatkan timbulnya anggapan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan pertanggungan batal. Undang-Undang tidak akan memperoleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam pertanggungan, walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus menyebutkan untuk kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Orang yang mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, dianggap tidak mempunyai kepentingan. Jika diadakan juga maka pertanggungan itu batal (pasal 599 KUH Dagang).

4. Ada causa yang diperbolehkan

Causa yang diperbolehkan adalah isi dari perjanjian tertanggung itu tidak dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Misalnya isi pertanggungan itu mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, disini tidak ada causa yang diperbolehkan. Misalnya lagi orang yang mempertanggungkan benda itu tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi saja sifatnya, dalam hal ini sifatnya sebagai perjudian. Perjudian adalah


(3)

perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak terhormat. Pertangggungan bukan perjudian atau pertaruhan.

5. Pembayaran premi

Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, maka kedua belah harus berprestasi. Pertanggungan menerima resiko atas benda yang dipertanggungkan, sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalanya. Besar atau kecilnya jumlah premi bukan soal penting. Terpenting adalah kedua belah pihak telah terdapat suatu persetujuan. Premi dibayar resiko beralih, jika premi tidak dibayar maka resiko tidak beralih.

6. Kewajiban pemberitahuan

Kewajiban pemberitahuan ada pada tertanggung. Tertanggung wajib memberitahu kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan. Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan persetujuan. Tertanggung lalai mengakibatkan pertanggungan itu batal (pasal 251 KUH Dagang).19

19Ibid, Hal 27.

Kewajiban pemberitahuan seperti diatas, diatur dalam Pasal 251 KUH Dagang ini tidak digantungkan kepada adanya itikad baik atau tidak dari tertanggung. Bilamana tertanggung keliru memberitahukan, tanpa sengaja, juga mengakibatkan batalnya pertanggungan kecuali apabila para pihak menjanjikan lain. Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas didalam polis dengan klausula “sudah memberitahukan”.


(4)

E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional

Sistem operasional Asuransi Konvensional dilandasi atas perjanjian jual-beli. Perusahaan menerima uang premi dan mengembangkan kegiatan bisnis dengan orientasi memperoleh keuntungan. Premi merupakan unsur biaya bagi peserta dan pendapatan bagi perusahaan.

Berdasarkan perjanjian, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban peserta/tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis menjadi hak penuh perusahaan dengan segala konsekuensinya. Hak tertanggung adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim jika terjadi musibah.

Kewajiban Perusahaan Asuransi adalah membayar klaim yang diajukan tertanggung atas musibah yang dideritanya. Pembayaran uang pertanggungan berasal dari modal atau keuntungan perusahaan. Hak perusahaan diantaranya menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakan untuk kegiatan bisnis atau menginvestasikannya. Bila tidak terjadi klaim, maka hasil dari dana investasi sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta/tertanggung tidak berhak atas hasil investasi.

Mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Konvensional, semua dana peserta/tertanggung (premi) terkumpul menjadi satu dan status dana tersebut sepenuhnya adalah dana milik perusahaan asuransi. Perusahaan bebas mengelola dan menginvestasikan dana tersebut.

Dana yang terkumpul wajib untuk diinvestasikan guna menambah profit (keuntungan) perusahaan. Dana asuransi yang dapat digunakan untuk


(5)

diinvestasikan terdiri dari dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi. Nantinya dana-dana tersebut akan diinvestasikan ke berbagai instrument investasi yang disebut dengan kind of investment. Hasil dari investasi inilah nantinya akan kembali lagi pada dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi (return of investment).

Pengembalian keuntungan dari hasil investasi tidak secara langsung kepada peserta/anggota asuransi. Keuntungan dari hasil investasi, yang berupa bunga dari hasil investasi dikembalikan kepada peserta/anggota asuransi bila ada klaim dari peserta/anggota asuransi

Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di muka untuk jasa-jasa yang telah diberikan.

Investasi dana asuransi mengunakan sistem bunga. Hasil dari investasi dana asuransi akan memperoleh keuntungan dengan tambahan bunga. Perusahaan asuransi akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan peserta. Namun, jika tidak terjadi klaim, perusahaan berhak penuh atas sejumlah dana yang dibayar peserta. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk mengembalikan dana peserta dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap sebagai dana hangus.

Pendapatan atau hasil yang diterima peserta atau perusahaan didasarkan atas perjanjian dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, pendapatan dapat ditentukan di awal periode perjanjian dengan persentase bunga tertentu. Prinsip bisnis yang diterapkan pada asuransi konvensional atas dasar untung atau rugi. Perusahaan akan mendapatkan untung besar jika kegiatan bisnisnya dari


(6)

hasil berinvestasi berhasil, sementara nasabah/peserta akan mendapatkan presentase penghasilan tetap, tidak menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan mengalami kerugian, perusahaan akan mendapatkan kesulitan. Namun, peserta atau nasabah tidak akan merasakan kesusahan karena tetap akan mendapatkan penghasilan sebesar presentase yang telah ditetapkan di depan.20

20Ibid. Hal.43.