Buletin Ringan Edisi September | p4tkmatematika.org



Belajar Dengan Membeo?
Pernahkan Anda menjumpai seorang anak SMP
yang dapat mengucapkan dengan benar rumus
luas persegipanjang adalah
; namun ia tidak
dapat menentukan luas suatu persegipanjang
yang diketahui ukuran panjang dan lebarnya?
Contoh lainnya adalah tentang beberapa siswa
SMP yang dapat mengucapkan rumus volum
tabung dengan lancar namun ia sama sekali tidak
bisa menentukan volum tabung. Tidaklah salah
jika ada orang yang lalu menyatakan bahwa si
siswa SMP tadi telah belajar dengan membeo.
Cara belajar membeo seperti contoh di atas
disebut dengan belajar hafalan (rote learning)
oleh David P Ausubel (Orton, 1987).
Mengapa Harus Belajar Bermakna ?
Untuk menjelaskan tentang belajar bermakna ini,
perhatikan tiga bilangan berikut. Menurut Anda,

dari tiga bilangan ini, manakah yang lebih mudah
dipelajari para siswa?
89.107.145 (I)
54.918.071 (II)
17.081.945 (III)
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan
adalah:
 Mengapa bilangan III merupakan bilangan
yang paling mudah diingat atau dipelajari?

Mengapa bilangan II merupakan bilangan
yang paling mudah diingat berikutnya?
 Mengapa bilangan I merupakan bilangan
yang paling sulit diingat atau dipelajari?
Misalkan saja Anda diminta agar setiap siswa di
SMP harus mengingat bilangan II. Apa yang dapat
Anda lakukan? Jika Anda meminta setiap siswa
untuk mengulang-ulang menyebutkan bilangan
di atas, maka proses pembelajarannya disebut
dengan membeo atau hafalan. Namun jika Anda

mengajarkan bilangan II dengan mengaitkannya
dengan bilangan III, sedangkan bilangan III
sendiri berkait dengan HUT Kemerdekaan RI,
maka proses pemebelajaran seperti itu disebut
dengan pembelajaran bermakna.
Contoh lainnya, di saat membahas himpunan
kosong misalnya, seorang guru dapat saja
memulai
proses
pembelajaran
dengan
mendiskusikan gelas kosong atau buku
kosong . Karena buku kosong sudah diketahui
para siswa merupakan buku yang tidak ada
tulisannya, gelas kosong adalah gelas yang tidak
ada isinya (airnya), dan kantong kosong berarti
kantong yang tidak ada isinya (uangnya), maka
para siswa diharapkan akan lebih mudah
memahami bahwa himpunan kosong adalah
himpunan yang tidak memiliki anggota.

Berdasar beberapa contoh di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran
akan lebih mudah dipelajari dan dimengerti
siswa jika para guru mampu untuk untuk
memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian
sehingga para siswa dapat mengaitkan
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan

yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar
bermakn (meaningful learning) yang telah
digagas David P Ausubel.
Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa
untuk dapat menguasai materi Matematika,
seorang anak harus menguasai beberapa
kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, si
anak harus mampu mengaitkan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang sudah dipunyainya. Karenanya, Ausubel
menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip
Orton 1

: : If I had to reduce all of
educational psychology to just one principle, I
would say this: The most important single factor
influencing learning is what the learner already
knows. Ascertain this and teach him accordingly.
Jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki
siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya
suatu proses pembelajaran. Di samping itu,
seorang guru dituntut untuk mengecek,
mengingatkan kembali ataupun memperbaiki
pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia
memulai membahas topik baru, sehingga
pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait
dengan pengetahuan yang lama yang lebih
dikenal sebagai belajar bermakna tersebut. (est)

Martin Gardner
Martin Gardner (21 Oktober 1914 – 22 Mei
2010) adalah seorang pengarang buku
matematika dan sains yang sangat popular,

khususnya terkait matematika rekreasi. Gardner

menjadi kolumnis untuk Mathematical Games di
majalah Scientific American dari 1956 sampai
1981 dan kolumnis untuk Notes of a FringeWatcher di majalah Skeptical Inquirer dari 1983
sampai 2002.

Lebih dari 100 buku tentang matematika
rekreasi sudah ditulis oleh Gardner. Beberapa
judul di antaranya adalah
 Aha! Gotcha Paradoxes to Puzzle and Delight.
 Aha! Insight.
 Fractal Music, Hypercards and More
Mathematical Recreations.
 Hexaflexagons and Other Mathematical
Diversions.
 The Incredible Dr. Matrix.
 Knotted Doughnuts and Other Mathematical
Entertainments.
 Mathematical Carnival.

 Mathematical Circus.
 Mathematical Magic Shoes.
 Mathematics, Magic, and Mystery.
 My Best Mathematical and Logic Puzzles.
 The Numerology of Dr. Matrix.
 New Mathematical Diversions.
 Riddles of the Sphinx and Other Mathematical
Puzzle Tales.
 Time Travel and Other Mathematical
Bewilderments.
 The Unexpected Hanging and Other
Mathematical Diversions.



Wheels, Life, and Other Mathematical
Amusements.
 The Universe in a Handkerchief: Lewis
Carroll’s Mathematical Recreations, Games,
Puzzles, and Word Plays.

Referensi:
Brandenberger, Barry Max, 2002, Mathematics,
New York: Macmillan Reference USA.

International Congress on
Mathematical Education (ICME-12)
Pada tanggal 8-15 Juli 2012, Rumiati, staff
Unit Riset dan Pengembangan, menghadiri
International Congress on Mathematical
Education (ICME-12) di Seoul, Korea Selatan.
Kongres ini dihadiri oleh lebih dari 3600
peserta dari 84 negara, terdiri dari guruguru matematika, dosen, peneliti dan siapa
saja yang tertarik dengan Pendidikan
Matematika. Acara ini berlangsung setiap 4
tahun sekali. Untuk ICME-13 tahun 2016
akan di selenggarakan di Hamburg, Germany.
(http://icme13.org/).
Harapan kami pada ICME-13 nanti, lebih
banyak wakil dari Indonesia yang hadir pada
acara tersebut, dibandingkan dengan ICME12 yang hanya dihadiri 13 orang Indonesia.


berfoto bersama peserta dari negara lain
pada acara excursion

Lengkapi persegi yang kosong dengan garis
horizontal atau vertikal. Setiap bilangan
menunjukkan
banyaknya
garis
yang
menghubungkan masing-masing persegi

Buletin Ringan diterbitkan oleh Unit Riset dan
Pengembangan. Kritik dan Saran (0274) 881717
pswt 247.