Peran Negara dalam Pemenuhan Kesejahtera

PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN
KESEJAHTERAAN ANAK PENYANDANG TUNA GANDA:
STUDI KASUS WISMA TUNA GANDA PALSIGUNUNG

CAMILA BANI ALAWIA
1106005471

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014

1

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

......................................................................... 1

B. Pokok Permasalahan ................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Kerangka Konsep ....................................................................... 4
E. Metode Penelitian ....................................................................... 7
BAB II: KAJIAN TEORI
A. Welfare State................................................................................. 10
B. Hak Dasar Anak Penyandang Cacat............................................. 11
C. Tanggung Jawab Negara dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial..............................................................................................14
BAB III: KAJIAN DATA PRIMER
A. Seputar Wisma Palsigunung ...................................................... 15
B. Kebutuhan Anak Wisma Tuna Ganda Palsigunung .................. 16
C. Peranan Pemerintah dalam Memenuhi Kebutuhan Anak
Wisma Tuna Ganda Palsigunung .............................................. 18
BAB IV: KESIMPULAN ............................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21
LAMPIRAN PANDUAN WAWANCARA................................................ 22
LAMPIRAN VERBATIM .......................................................................... 23

2


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Welfare State atau negara kesejahteraan adalah konsep yang menjadi
landasan bernegara Indonesia. Dalam konsepsi ini, negara hadir dengan tujuan
untuk mensejahterakan warga negaranya. Berkebalikan dengan negara
kesejahteraan, negara penjaga malam hadir hanya untuk menjaga ketertiban
diantara warganya, bukan menjamin kesejahteraan setiap kawulanya.
Indonesia

mencantumkan

bahwa

negaranya

merupakan

negara


kesejahteraan didalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 nya. Implikasi
dari dicantumkannya kesejahteraan sebagai tujuan negara melahirkan kewajiban
Negara untuk memenuhi kesejahteraan dasar warga negaranya.
Kesejahteraan sosial menurut definisi Undang Undang no 11 tahun 2009
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negaranya. Dari pengertian tersebut, terlihat jelas bahwa kesejahteraan yang
dimaksud bukanlah hanya dari satu perspektif, melainkan dari berbagai perspektif.
Tidak hanya melibatkan kesejahteraan materil, melainkan juga kesejahteraan
immateril seperti spiritual dan sosialnya. Menurut Undang Undang ini,
kesejahteraan sosial ini terwadahi dalam empat bentuk, yaitu rehabilitas sosial,
perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan jaminan sosial.
Rehabilitas sosial memiliki tujuan agar seseorang yang mengalami
disfungsi sosial dapan kembali berfungsi secara sosial. Fungsi sosial yang
dimaksud adalah berjalannya peran dan status berdasarkan nilai dan norma
didalam masyarakat. Perlindungan sosial menurut pasal 9 Undang Undang
tersebut memiliki arti sebagai semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan
menangani

risiko


dari

guncangan

dan

kerentanan

sosial.

Sedangkan

pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan
menangani risiko dari kerentanan sosial. Kerentanan yang dimaksud disini artinya
keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba tiba sebagai akibat dari situasi krisis
sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena. Selain rehabilitas dan jaminan
sosial, ada pula pemberdayaan sosial. Pemberdayaan sosial adalah semua upaya
yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mempunyai masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan


3

yang terakhir, jaminan sosial, adalah skema yang melembaga untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Keempat bentuk usaha kesejahteraan sosial tersebut dibuat dengan
harapan dapat mengakomodir seluruh warga Indonesia, termasuk pula mereka
yang memiliki kecacatan. Penyandang cacat sering dianggap sebagai warga
masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya sehingga hak haknya pun terkadang diabaikan. Mereka dipaksa menjadi
marginal, seolah dibuang dari kehidupan normal.
Para penyandang cacat seringkali mengalami diskriminasi ganda, bukan
hanya disektor informal, melainkan juga sektor formal seperti sekolah. Menurut
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dikatakan bahwa setiap pendidikan harus menerima peserta didik tanpa
diskriminasi, termasuk diskriminasi berdasarkan kondisi fisik dan mental. Namun
hingga kini, sebanyak 90% dari 1.5 juta anak dengan disabalitas justru tidak dapat
menikmati pendidikan, tentunya yang sesuai dengan kebutuhannya.
Meskipun

mindset


dan

stigma

masyarakat

masih

banyak

yang

memarginalkan penyandang cacat, perlu diingat bahwa ia mempunyai hak hak
dasar yang setara dengan orang normal biasa. Mereka sama dengan kita, seperti
yang disampaikan oleh salah satu perawat di wisma Tuna Ganda Palsigunung :
“Tidak ada yang berbeda dari mereka, sama sama perasa, sama sama pecinta,
hanya saja, mereka punya cara berbeda dalam mengungkapkannya” – ibu Sarah,
7.5 Tahun bertahan di Wisma Tuna Ganda.
Di Indonesia sendiri, jumlah penyandang cacat mencapai sekitar 1.541.942

orang per tahun 2009.1 Dari sejumlah orang tersebut, sebanyak 7.03% nya
merupakan tuna ganda. Tuna ganda adalah kondisi dimana seseorang
menyandang lebih dari 2 jenis kecacatan, baik itu fisik maupun mental. Anak
dengan Tuna ganda adalah objek yang akan diteliti lebih dalam dalam penelitian
kali ini. Untuk memudahkan penelitian, dipilihlah wisma tuna ganda Palsigunung
sebagai studi kasus, apakah pemerintah telah berperan sesuai dengan yang
undang undang amanatkan?
Alasan penulis mengangkat tema ini adalah karena penulis merasa kerap
kali anak dengan Tuna Ganda dilupakan baik oleh masyarakat umumnya maupun
pemerintah khususnya. Peneliti melihat adanya ketidakseriusan pemerintah dalam
mengakomodir kesejahteraan mereka yang ada dalam posisi marjinal tersebut.
1

Sumber data dari BPS tahun 2009

4

Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa anak dengan Tuna Ganda memiliki
kebutuhan yang lebih banyak dibanding penyandang cacat biasa.
Hal hal yang telah peneliti ketahui antara lain bahwa secara yuridis,

Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kokoh untuk menjamin
kesejahteraan penyandang cacat. Terbukti dengan undang undang tentang
kesejahteraan sosial juga undang undang ratifikasi Konvensi Hak Hak
Penyandang

Disabilitas.

Sedangkan

hal

yang

belum

diketahui

adalah

bagaimanakah kenyataan dilapangannya, apakah pemerintah telah menjalankan

peranan yang diharapkan oleh Undang Undang atau belum. Penelitian ini
dikhususkan untuk mengevaluasi Pemerintah dalam memberikan sokongan
terhadap wisma tuna ganda Palsigunung yang secara sukarela menyediakan
bantuan untuk penyandang disabilitas tersebut.
B.

Pokok Permasalahan
1. Bagaimanakah

perundang-undangan

mengatur

tentang

peranan

pemerintah dalam mensejahterakan anak tuna ganda?
2. Apa sajakah kebutuhan untuk memenuhi kesejahteraan anak penyandang
tuna ganda di Panti Walsigunung?

3. Bagaimanakah peran pemerintah dalam menunjang kebutuhan yang
dibutuhkan oleh anak tuna ganda di Panti Walsigunung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja kebutuhan wisma tuna
ganda Palsigunung dalam memenuhi kesejahteraan anak anak yang
diasuhnya. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi peranan
Pemerintah dalam berkontribusi untuk menyejahterakan anak anak yang
diasuh di Wisma Palsigunung.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui secara langsung tentang keadaan anak anak Wisma Tuna
Ganda dan hal hal apa saja yang mereka butuhkan.
2. Mengevaluasi Pemerintah khususnya Kementerian Sosial terkait
dengan kewajiban Negara untuk menjamin kesejahteraan seluruh
warga negaranya.
5

D. Kerangka Konseptual
1. Pemerintah
Pemerintah adalah yang menjalankan fungsi eksekutif dalam suatu negara.

Di indonesia, puncak kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dengan
menunjuk menteri menterinya untuk menjalankan pemerintahan. Dalam konteks
kesejahteraan sosial, kementerian yang berwenang untuk menjalankan fungsi
tersebut adalah kementerian sosial.
2. Anak
Definisi tentang “anak” memiliki banyak pengertian. Menurut KUHPerdata,
anak adalah mereka yang berumur dibawah 18 tahun dan belum pernah menikah
sebelumnya. Sedangkan menurut Konvensi Hak Anak, anak adalah mereka yang
belum berumur 18 tahun, tanpa dibatasi syarat belum menikah, termasuk mereka
yang masih ada didalam kandungan. Pendefinisian ini dimaksudkan untuk
menghindari kejahatan orang tua yang tidak bertanggung jawab untuk
menghilangkan nyawa yang ada didalam kandungan. Definisi anak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yang teradapat didalam konvensi hak anak
tersebut.
3. Kecacatan
Menurut KBBI, cacat artinya “kekurangan yang menyebabkan nilai atau
mutunya kurang baik atau kurang sempurna”, sedangkan kecacatan memiliki arti
“perihal cacat, keburukan; kekurangan”.
Menurut Kartono (1997), anak cacat adalah:
“Anak anak yang dinilai dan didiagnosa sebagai keterbelakangan
mental / tuna grahita, tunarungu, sulit mendengar, bisu/tunawicara,
tunadaksa, gangguan wicara, buta (tunanetra,cacat visual), gangguan
emosional serius, hambatan ortoredikal, gangguan kesehatan, buta tuli,
bisu tuli, cacat ganda/ multi handicapped, ketidakmampuan belajar, yang
disebabkan oleh gangguan ketunaan yang memerlukan pendidikan khusus
dan pelayanan perlakuan yang berkaitan”.
Kecacatan yang diartikan oleh berbagai definisi diatas memiliki banyak
penyebab, ada yang merupakan bawaan sejak lahir, ada pula yang disebabkan

6

kejadian kejadian sepasca ia lahir. Dalam penelitian ini, kecacatan yang dimaksud
adalah kecacatan yang didefinisikan oleh Kartono tersebut.
4. Tuna Ganda
Menurut KBBI, tuna memiliki arti luka/rusak atau tidak memiliki. Sedangkan
Ganda artinya dua, atau lebih. Tuna Ganda memiliki arti kecacatan atau ke-tidakmemiliki-an yang lebih dari dua. Artinya, seseorang dengan tuna ganda bisa saja
memiliki lebih dari satu kecacatan fisik, atau lebih dari satu kecacatan mental, atau
bahkan lebih dari satu kecacatan fisik dan mental.
5. Disfungsi sosial
Fungsi sosial adalah bersesuaiannya peran, status, dengan apa yang
diekspektasikan oleh masyarakat. Pelaksaaan fungsi sosial dapat dikatakan baik
apabila seseorang tersebut dapat diterima dan bertahan untuk hidup didalam
masyarakat. Sedangkan disfungsi sosial artinya mereka yang tidak dapat hidup
secara normal didalam masyarakat. Menurut Undang Undang no 11 tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial, orang yang mengalami disfungsi sosial adalah:
“Seseorang yang mengalami disfungsi sosial antara lain penyandang cacat
fisik,cacat mental, cacat fisik dan mental, tuna susila, gelandangan, pengemis, eks
penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pecandu narkotika, pengguna
psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban
tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak terlantar,
dan anak dengan kebutuhan khusus.” 2
6. Jaminan Sosial
Menurut Undang Undang no 40 tahun 2004, jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 3 Jaminan sosial ini diberikan
kepada fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang
cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya
terpenuhi.

2
3

Undang Undang no 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Pasal 1 ayat (1) Undang Unndang no 40 tahun 2004 tentnag sistem jaminan sosial

7

7. Indikator Kesejahteraan Sosial
Menurut

Undang

Undang

Kesejahteraan

Sosial,

indikator

dari

kesejahteraan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan materil, spirituil, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kebutuhan Materil adalah kebutuhan paling dasar agar manusia dapat
melanjutkan hidupnya. Kebutuhan ini berupa kebutuhan akan sesuatu yangt
terlihat dan benar benar dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti makanan,
minuman,dan tempat tinggal.
Kebutuhan Spiritual menurut definisi yang dipaparkan oleh Howard
Clinebell (1992) adalah kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan akan kepercayaan
dasar, kebutuhan untuk mempertahankan nilai nilai dan prioritas, kebutuhan untuk
mengembangkan diri, kebutuhan untuk bersosialisasi dengan masyarakat,
kebutuhan untuk memiliki sumber spiritualitas untuk menghapuskan perasaan
bersalah, harga diri, kegembiraan dan harapan hidup. 4
Sedangkan kebutuhan sosial teori yang dapat dijadikan acuan adalah teori
Abraham Maslow tentang Hierarki Kebutuhan. Menurut Maslow, kebutuhan sosial
tergambarkan dalam kebutuhan di lapis tiga segitiga kebutuhannya, yaitu the love
needs. Dalam kebutuhan ketiga tersebut, dikatakan bahwa seorang manusia
membutuhkan cinta, teman, dan afeksi dari orang orang sekitarnya.5 Kebutuhan
tersebut akan membawa manusia untuk sepenuhnya menjadi makhluk sosial,
karena memang pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial.

University of Minnesota, “Seven Spiritual Needs”, diunudh pada tanggal 29 Desember
2013 di http://www.takingcharge.csh.umn.edu/create-healthy-lifestyle/life-purpose-andspirituality/what-life-purpose/seven-spiritual-needs
5
A.H Maslow, 1943, A Theory of Human Motivation, Ontario: York University Press
4

8

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud dapat
memperoleh data yang lebih akurat. (Sugiyono, 2008) mendefinisikan pendekatan
kualitatif sebagai:
“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi”.
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan merupakan data yang
diperoleh dari wawancara dan observasi atau pengamatan. Peneliti melakukan
wawancara kepada para perawat dan petugas yang berkerja di wisma tuna ganda
Palsigunung tentang apa saja hal hal yang dibutuhkan oleh panti tersebut dan apa
saja peran Pemerintah didalam pemenuhannya. Penelitian ini juga menggali para
karyawan yang bekerja di panti tersebut tentang hambatan apa yang mereka
hadapi selama bekerja disana.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis
Empiris, dimana dalam penelitian yuridis, penelitian akan berdasarkan kepada
peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan tersebut menjadi dasar bagi
penelitian empirisnya, yaitu penelitian yang mengharuskan peneliti utnuk terjun
langsung ke lapangan untuk mencari data primer tentang suatu masalah. Dalam
penelitian ini, peraturan yang menjadi dasar adalah Undang Undang Penyandang
Cacat serta Undang Undang Perlindungan anak. Sedangkan yang menjadi objek
penelitiannya adalah Wisma Tuna Ganda Palsigunung.
Dilihat dari segi tujuannya, penelitian ini merupakan penelitan evaluatif,
yaitu suatu penelitian yang berujuan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah
selama ini, apakah telah benar benar menjalankan tugasnya sebagai
Untuk mendukung penelitian ini, ada dua jenis data yang digunakan, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung
dengan informan yaitu karyawan yang bekerja di wisma tuna ganda Palsigunung.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian yang telah ada tentang wisma
Palsigunung.

9

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari:
a. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H
b. Undang Undang no 19 tahun 2011 tentang Penyandang Cacat
Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan adalah penjelasan
terhadap kedua undang undang tersebut serta berbagai pendapat ahli hukum yang
berusaha untuk memaknainya.
Bentuk laporan penelitian akan berupa evaluasi terhadap pemerintah,
apakah telah benar benar berperan dalam memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan
oleh Wisma Palsigunung.
2. Lokasi Pengumpulan Data
Penelitian diadakan di tempat Wisma Palsigunung berada, yaitu di Jalan
Raya Bogor km 28.5, Jakarta.
3. Waktu Pengumpulan Data
Adapun waktu pengumpulan data dimulai sejak tanggal 21 Desember 2013
hingga 1 Januari 2014.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi
Studi kepustakaan dan dokumentasi adalah untuk mendapatkan data
sekunder yang dapat memperkuat data primer yang didapat dari sumber data yang
berupa catatan, teori – teori dan bahan – bahan acuan penelitian serta untuk
mendapatkan data – data sekunder dari dokumen, buku buku, artikel berita,
dokumen, dan laporan media massa. (Nazir, 2003:60)
Studi kepustakaan yang digunakan berasal dari data data yang dimiliki oleh
Wisma Palsigunung selaku lembaga yang menangani masalah anak dengan
kebutuhan khusus terutama anak anak dengan kecacatan ganda. Selain itu data
juga berasal dari penelitian tentang wisma Palsigunung.

10

b. Wawancara
Tujuan dari wawancara adalah untuk menemukan jawaban permasalahan
secara lebih terbuka, dimana yang diwawancara dapat menjawab pertanyaan
pertanyaan berdasarkan pengalamannya juga dapat dimintakan sara sarannya.
Penelitian ini menjadikan perawat dan juga pengurus sebagai informan.
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang telah ditentukan sambil
bertatap muka dilokasi penelitian.

11

BAB II
KAJIAN TEORI
A.

Welfare State
Pada mulanya, negara Welfare State muncul sebagai anti thesa dari

ketidak berhasilan negara penjaga malam dalam menciptakan kesejahteraan
rakyatnya. Negara dengan konsep welfare state menjadikan kesejahteraan warga
negaranya sebagai tujuan negaranya. Oleh sebab tujuan inilah maka negara
dengan konsep welfare state berkewajiban untuk mengupayakan setinggi
tingginya pelayanan kesejahteraan untuk rakyatnya. Sedangkan negara penjaga
malam hanya berperan sebagai penjaga ketertiban pasar agar persaingan pasar
berjalan dengan tertib dan aman.
Pengertian tentang welfare state banyak dirumuskan oleh beberapa ahli
dunia. Menurut Richard Quinney (1999), pengertian negara kesejahteraan adalah
a state which provides all individuals a fair distribution of the basic resources
necessary to maintain a good standard of living. Sedangkan menurut Daecon,
negara kesejahteraan adalah a society in which the goverment accepts
responsibility for ensuring that all citizens receive a minimum income, and have
access to the highest possible provision in the fields of health care, housing,
education, and personal social services.
Meskipun Negara kesejahteraan memiliki tujuan yang sama, namun bukan
berarti konsepnya tidak beragam. Negara kesejahteraan memiliki beberapa
tipologi, yaitu model liberal/residual, model konservatif, dan model sosial
demokrasi.
a. Model Liberal
Negara kesejahteraan model liberal memiliki pandangan bahwa campur
tangan negara dalam masalah kesejahteraan merupakan sebuah ultimum
remidium apabila pasar dan masyarakat gagal memenuhi kebutuhan individu.
Tanggung jawab negara hanya muncul ketika seorang individu tidak mampu lagi
ditanggung oleh keluarganya, oleh masyarakatnya, oleh lembaga agamanya, dan
berbagai sistem lainnya. Negara tipe ini merupakan negara kesejahteraan yang
paling sedikit menempatkan alokasi anggaran untuk kesejahteraan sosialnya.
Oleh sebab itulah negara kesejahteraan model liberal disebut juga negara
kesejahteraan minimal.

12

b. Model Konservatif
Negara kesejahteraan tipe konservatif berprinsip bahwa kesejahteraan
bukanlah satu satunya tanggung jawab negara, melainkan juga tanggung jawab
pihak pihak lainnya, seperti misalnya pihak swasta juga warga negaranya sendiri
yang diajak bekerjasama oleh negara. Negada dengan model ini memfokuskan
pada pemberdayaan komunitas kecil warga negaranya yaitu keluarga, sebagai
aktor yang berperan penting dalam memperoleh kesejahteraan.
c. Model Sosial Demokrasi
Negara kesejahteraan tipe sosial demokrasi menempatkan kesejahteraan
warga negara sepenuhnya sebagai kewajiban negara. Warga negara yang
diperjuangkan oleh Negara bukan hanya kalangan marginal saja melainkan
keseluruhan anggotanya. Negara Kesejahteraan model sosial demokrasi
menjunjung tinggi adanya kesetaraan akses terhadap hak hak dasar untuk
dinikmati seluruh warga negaranya. Hak dasar yang dimaksud contohnya hak
untuk menikmati kesehatan, pendidikan, fasilitas umum, dll.

B.

Hak Dasar Anak Penyandang Cacat
Meski tak terlihat secara jelas, anak memiliki suatu peran yang sangat

strategis bagi suatu bangsa. Anak adalah aset berharga bagi kesuksesan dan
masa depan negara. Dengan peran yang teramat vital, anak membutuhkan
instrumen hukum yang melindunginya, mengingat pula bahwa anak belum
memiliki kemampuan yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Dengan kondisi
anak yang belum matang perkembangan fisik dan mentalnya, anak dirasa tak
cukup kuat untuk sekedar dapat memenuhi hak hak dasarnya. Hal tersebut senada
dengan pertimbangan yang terdapat dalam Undang Undang Perlindungan, yaitu:
a. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang maha Esa, yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai mahasiswa
seutuhnya
b. Anak adalah penerus cita cita perjuangan bangsa yang memiliki
peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
diharapkan dapat menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan
negara di masa depan

13

c. Anak perlu mendapat kesempatan seluas luasnya untuk tumbuh
dan berkembangan secara optimal, baik secara fisik, mental,
maupun sosial, dan mempunyai akhlak yang mulia
d. Pada kenyataanya masih terdapat banyak anak yang:
i. Belum terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan
eksploitasi
ii. Masih hidup terlantar dan tidak mendapat kesempatan
memperoleh pendidikan yang wajar, apalagi memadai
Atas

dasar

pertimbangan

tersebutlah

maka

hukum

perlu

untuk

memproteksi hak hak dasar anak. Adapun hak hak dasar anak berdasarkan
Undang Undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah:
a. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
b. Hak

atas

suatu

nama

sebagai

identitas

diri

dan

status

kewarganegaraan
c. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua
d. Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri
e. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlandar maka
anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak
angkat oleh orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku
f. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
g. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
bakatnya
h. Hak

memperoleh

pendidikan

luar

biasa

bagi

anak

yang

menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi
anak yang memiliki keunggulan

14

i. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai – nilai kesusilaan dan kepatutan
j. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan

minat,

bakat,

dan

tingkat

kecerdasannya

demi

pengembangan diri
k. Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat.
Hak hak tersebut wajib dipenuhi oleh Negara bersama sama dengan
masyarakat dengan tetap memperhatikan asas non diskriminasi, memprioritaskan
kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam konteks anak cacat, tak satupun ke 11 hak anak tersebut boleh
dihilangkan dan tidak dianggap sebagai hak dasar mereka. Anak cacat harus tetap
mendapatkan hak hak yang dinikmati oleh anak normal lainnya. Bahkan karena
keterbatasan mereka, hak dasar mereka jadi bertambah, yaitu mendapatkan
pendidikan yang khusus dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan anak cacat, Indonesia telah
meratifikasi konvensi penyandang cacat yang tertulis dalam Undang Undang no
19 tahun 2011. Dalam undang undang ini, hak dasar penyandang cacat dirinci
dalam pasal 4 nya, yaitu:
“Setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas
dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak untuk
mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan
kesamaan dengan orang lain. Termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan
perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam
keadaan darurat.”
Selain Undang Undang tersebut, Konstitusi Indonesia secara tersirat
menyebutkan dalam pasal 28 yang merupakan pasal berisi hak hak dasar warga

15

negara. Hak hak dasar itu pula juga dinikmati oleh seluruh penyandang cacat di
Indonesia.
Adanya pengaturan tersebut secara otomatis mengikat Indonesia, sebagai
negara yang meratifikasi bertanggung jawab sepenuhnya dalam menegakkan
hukum atas pelanggaran yang terjadi apabila terjadi penyiksaan yang tidak
manusiawi dan semena mena yang dilakukan kepada penyandang cacat. Dalam
pasal tersebut juga disebutkan bahwa penyandang cacat berhak untuk
mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian.

C.

Tanggung Jawab Negara dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan

sosial
Tanggung jawab Negara dalam memberikan jaminan sosial banyak
tergambarkan melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Dari konstitusi
kita tepatnya pada pasal 28 H, disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup
secara sejahtera lahir dan batin. Dalam ayat (3) nya, disebutkan bahwa warga
negara memiliki hak dasar untuk mendapatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan
dasar hidupnya untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Implikasi dari hak dasar warga negara tersebut memunculkan
kewajiban bagi negara untuk memenuhinya. Tak hanya itu, Pasal 34 ayat (2) UUD
45 juga menyebutkan, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
Sementara itu dalam undang undang No 11 tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial didalam pasal 4 nya dikatakan bahwa Negara bertanggung
jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial, tentunya, termasuk pula
menjamin tercapainya kesejahteraan bagi anak penyandang cacat. Masih dalam
undang undang yang sama, pada pasal 25 disebutkan beberapa tanggung jawab
Pemerintah

dalam

menyelenggarakan

kesejahteraan

sosial,

diantaranya

melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.

16

BAB III
KAJIAN DATA PRIMER
A. Seputar Wisma Palsigunung
Wisma Palsigunung didirikan pada tahun 1978 atas prakarsa dari Badan
Pembina Koordinasi Kegiatan Sosial DKI Jakarta. Empat tahun sebelum
pendiriannya, telah diadakan pertemuan antara BPKKS DKI Jakarta dengan
pengurus yayasan yang telah lama berkecimpung dalam kegiatan merawat anak
terlantar, yayasan piatu muslimin. Pertemuan tersebut membahas tentang urgensi
didirikannya Panti untuk Tuna Ganda. Akhirnya disepakatilah pendirian sebuah
panti untuk anak dengan cacat ganda. Pada awal tahun pendirian wisma
Palsigunung ini, pengurus berasal dari BPKKS DKI Jakarta dan Yayasan Piatu
Muslimin. Namun dikarenakan kondisi, pada tahun 1985, Wisma Palsigunung
diserahkan sepenuhnya kepada Yayasan Piatu Muslimin.
Tujuan dari didirikannya wisma Palsigunung adalah untuk merawat dan
mengusahakan rehabilitasi bagi anak anak penyandang cacat ganda. Rehabilitasi
disini artinya mengusahakan agar anak anak dengan cacat ganda ini dapat
kembali memiliki fungsi sosialnya. Namun dikarenakan semua anak anak yang
dirawat di wisma tuna ganda telah cacat sejak lahir, sulit untuk membuat mereka
dapat berfungsi secara sosial seperti orang normal. Berdasarkan data yang
diperoleh, sejak pendirian Wisma Palsigunung sebanyak 5.4% dari jumlah anak
yang dirawat dapat diteruskan untuk dididik ke SLB bagian G (untuk cacat ganda)
di panti lain. Sebanyak 44% meninggal dunia, 16,3% dimbil kembali oleh
keluarganya, dan 34.3% masih dirawat di Wisma Palsigunung.
Saat ini, jumlah anak yang dirawat oleh wisma Palsigunung terdiri dari 31
orang, dengan proporsi 19 anak laki laki dan 12 anak perempuan. Setelah satu
tahun dirawat, anak anak ini dikategorisasikan kedalam 3 jenis kategori: Anak
mampu didik, anak mampu latih, dan anak mampu rawat. Anak mampu didik
adalah mereka yang telah siap untuk diberikan pendidikan seperti berbicara dan
berinteraksi dengan orang lain. Anak mampu latih adalah mereka yang mampu
menerima latihan melakukan hal hal yang berkaitan dengan fisik sendiri, seperti
makan dan buang air. Sedangkan anak mampu rawat adalah anak yang benar
benar tidak dapat di latih dan dididik, hidupnya sepenuhnya bergantung pada
pengasuh yang bekerja di wisma tuna ganda. Jumlah anak mampu didik sebanyak

17

4 orang, anak mampu latih sebanyak 5 orang, dan anak mampu rawat sebanyak
21 orang.
Anak yang diasuh di Wisma Palsigunung berasal dari masyarakat (seperti
orang tua atau keluarga yang bersangkutan), Rumah sakit, Organisasi/panti sosial,
dan lain lain. Latar belakang mereka dikirim ke wisma tuna ganda antara lain
karena:
1. Mereka memang bukan anak yang diharapkan lahir
2. Keluarga tidak mau menerima kenyataan sehingga tidak siap untuk
merawat titipan tuhan tersebut
3. Keluarga tidak mampu untuk menanggung biaya perawatan anak
penyandang tuna ganda
4. Anak tersebut ditemukan terlantar, seperti ditinggal begitu saja setelah
dilahirkan atau ditemukan dijalanan
5. Panti lain tidak sanggup untuk merawatnya
Keberadaan wisma tuna ganda sangat dibutuhkan. Namun sayangnya, di
Indonesia hanya ada 5 panti yang khusus merawat anak anak dengan tuna ganda.
Keadaan ini membuat wisma tuna ganda Palsigunung sering kebanjiran antrian
anak anak yang menanti untuk dirawat di wisma Pasigunung ini.
B. Kebutuhan Anak Wisma Tuna Ganda Palsigunung
Berdasarkan hasil wawancara terhadap karyawan Wisma Tuna Ganda
dan pengamatan yang dilakukan, didapatlah pengetahuan tentang kebutuhan
Anak dengan Tuna Ganda, yaitu:
1. Kebutuhan pengasuh
Dari semua Anak dengan Tuna Ganda yang ada dan diasuh di wisma
Palsigunung, hanya ada sedikit yang bisa melakukan kegiatan ringan seperti
makan, minum, mandi, atau buang air secara mandiri. Sisanya sepenuhnya
menggantungkan pemenuhan kebutuhannya kepada para pengasuh mereka.
Jumlah pengasuh ada 58 orang, terdiri dari pengasuh pribadi anak, pencuci baju,
dan yang memasakkan makanan khusus untuk anak dengan tuna ganda. Mereka
bekerja dengan sistem shift. Satu hari ada 3 shift, pagi hingga siang, siang hingga
malam, dan malam hingga pagi. Kebanyakan dari pengasuh yang ada tinggal di
tempat tinggalnya masing masing, namun ada pula yang tinggal di wisma

18

Palsigunung. Pengasuh biasanya dicari oleh yayasan ini sendiri atau ditawarkan
oleh masyarakat sekitar. Mekanisme penerimaan pengasuh adalah pengasuh
harus menjalani ujicoba terlebih dahulu selama satu bulan untuk membiasakan
atmosfer bekerja yang tidak biasa, baru setelah itu benar benar diterima oleh
wisma Palsigunung ini.
2. Kebutuhan dokter jaga
Anak anak yang diasuh dalam Wisma Palsigunung ini adalah anak anak
yang menderita kelainan syaraf otak. Kelainan syaraf otak ini menyebabkan
mereka seringkali mendapat serangan kejang kejang yang apabila tidak ditangani
dengan baik dan benar, maka dapat berakibat kematian. Selain kejang kejang,
anak Palsigunung juga sangat rentan terkena penyakit karena sistem imun tidak
berfungsi secara normal. Oleh sebab itu, keberadaan Dokter Jaga 24 Jam sangat
dibutuhkan di Palsigunung ini. Di Wisma Palsigunung ini terdapat satu orang
dokter jaga yang bekerja secara shift pula. Dokter yang berjaga diperoleh dari
keluarga pemiliki yayasan rumah piatu muslimin. Karena yayasan rumah piatu
muslimin adalah yayasan yang dimiliki oleh sebuah keluarga yang banyak
dokternya, maka akses untuk mendapatkan dokter jaga tidaklah sulit. Apalagi
salah satu keluarga tersebut menjadi pengajar juga di FKUI. Dokter tersebut
mewajibkan kepada muridnya untuk mengabdikan diri di wisma Palsigunung ini.
3. Kebutuhan obat
Anak dengan tuna ganda banyak yang memiliki autism dan berbagai
kelainan mental lainnya. Untuk dapat bertahan, anak dengan tuna ganda harus
mengkonsumsi obat penenang bila sedang tidak stabil emosinya. Namun untuk
memperoleh obat penenang ini sangat sulit karena peraturan yang membatasi
Apotek dalam melakukan penjualan obat penenang. Kebutuhan obat penenang
hingga kini belum dapat dicarikan solusinya oleh Wisma Palsigunung.
4. Kebutuhan alat terapi
Sebagian besar dari anak anak penyandang tuna ganda yang ada di
Wisma Palsigunung mengalami gangguan di saraf sensorinya, oleh sebab itu alat
alat terapi sangat dibutuhkan keberadaannya untuk melatih syaraf anak anak
tersebut agar dapat berfungsi. Keberadaan alat fisioterapi dapat mempercepat
proses rehabilitasi seperti yang menjadi tujuan dari Wisma Tuna Ganda, namun
kendalanya adalah alat fisioterapi tersebut sangat mahal harganya. Hingga saat

19

ini, wisma Palsigununng tidak dapat memenuhi kebutuhan akan alat fisioterapi
tersebut. Beberapa upaya telah dilakukan seperti mengajukan permohonan ke
Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Kesejahteraan Sosial), namun, bantuan
berupa alat fisioterapi ini tak kunjung menjadi bahasan.
5. Kebutuhan dana
Wisma tuna ganda Palsigunung mengeluarkan dana hampir 100 juta setiap
bulannya. Kebutuhan ini dipergunakan untuk membeli pakaian, makanan,
peralatan belajar khusus anak tuna ganda, membayar gaji karyawan, juga
peralatan rumah tangga lainnya. Kebutuhan akan dana yang tak kecil ini berasal
dari sumbangan masyarakat, baik itu masyarakat umum maupun masyarakat yang
merupakan pihak keluarga dari anak yang bersangkutan. Selain dari masyarkat,
pembiayaan tersebut dipenuhi dari subsidi Yayasan Rumah Piatu Muslimin,
yayasan yang menelurkan wisma Palsigunung ini. Namun diantara sumber
tersebut, proporsi sumbangan paling besar berasal dari masyarakat yang
berkunjung ke Wisma tersebut. Banyak diantaranya yang menjadi donatur tetap
setelah tersentuh hatinya.
6. Kebutuhan pengajar
Sesuai dengan amanat UUD 45, seluruh rakyat Indonesia berhak
menikmati pendidikan. Begitu pula dengan Undang Undang no 4 tahun 1997,
dikatakan bahwa setiap penyandang cacat berhak untuk memperoleh pendidikan
pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatannya. Wisma Palsigunung berusaha memenuhi hak tersebut
dengan mengadakan pelatihan bicara oleh speechtherapis, latihan fisik/jasmani
oleh fisioteraphis, dan latihn keterampilan dibawah guru pendidikan luar biasa.
Namun karena keterbatasan pengajar pengajar ahli di bidang ini, wisma
Palsigunung memenuhinya melalui memberikan pelatihan kepada para pengasuh
untuk dapat bekerja pula sebagai pengajar bagi anak anak di Palsigunung ini.

C. Peran Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan Wisma Tuna Ganda
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Suciati, Kepala Bidang
Administrasi Wisma Tuna Ganda Palsigunung, peran pemerintah dalam
memenuhi kebutuhan yang telah dirinci diatas hampir bisa dikatakan tidak ada.
Kebutuhan pengasuh dipenuhi oleh inisiatif masyarakat itu sendiri. Bahkan upah

20

terhadap kerja tulus mereka pun tidak berasal dari pemerintah, melainkan dari
sumbangan para donatur sendiri. Berharap para pengasuh menjadi pegawai
negeri seolah jauh panggang dari api.
Begitu pula dengan kebutuhan atas dokter jaga. Pemenuhan kebutuhan ini
dipenuhi oleh keluarga pemilik yayasan ini. Dengan memanfaatkan profesi
sebagai pengajar FKUI, salah satu pihak keluarga kerap kali meminta bantuan
kepada mahasiswanya yang baru lulus untuk mengabdi di Wisma Palsigunung ini.
Sejatinya, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan
dokter 24 jam ini, entah itu berupa mengatur mutasi dokter yang berstatus PNS
untuk bertugas disana atau dengan mengangkat dokter sebagai PNS untuk
ditugaskan disana. Hal yang seharusnya juga dilakukan untuk menjawab
kebutuhan atas tenaga pengajar. Menyediakan pendidikan bagi seluruh
penyandang cacat juga merupakan tanggung jawab negara. Fakta bahwa tenaga
pengajar di Wisma Tuna Ganda bukanlah tenaga yang ahli dibidang pendidikan
untuk anak penyandang tuna ganda, melainkan pengasuh yang mendapat
pelatihan singkat dari speectherapis ataupun fisiotherapis. Dalam memenuhi
kebutuhan obat penenang, ada baiknya pemerintah memberikan izin khusus agar
memudahkan proses penyembuhan anak anak dengan tuna ganda.
Dan mengenai pembiayaan, fakta yang sangat miris ditemukan adalah
bahwa Pemerintah, dalam hal ini kementerian Sosial, tidak memberikan
sumbangsihnya sedikitpun kepada wisma tuna ganda. Pemerintah membiarkan
begitu saja wisma Palsigunung untuk berdiri sendiri dalam melakukan pemenuhan
kebutuhan keuangan pantinya. Pemerintah seolah merasa tanggung jawabnya
telah selesai karena ada masyarakat umum yang mengambil peran tersebut.

21

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam penelitian ini, ditemukan fakta bahwa Negara seolah menutup mata
terhadap kebutuhan Wisma Palsigunung, meskipun lembaga ini pernah meminta
bantuan berupa pengadaan alat fisioterapi, permintaan itu tak kunjung digubris.
Ada kesan bahwa Negara merasa Wisma Palsigunung telah independen dan
dapat berdiri meski tanpa campur tangannya, oleh sebab itu Negara tidak perlu
turun tangan dalam memenuhi kebutuhannya karena peran tersebut telah diambil
alih oleh masyarakat.
Minimnya campur tangan pemerintah dalam

mengurusi masalah

kesejahteraan anak dengan tuna ganda seolah menegaskan bahwa Indonesia
adalah sebuah negara kesejahteraan dengan tipe minimal.
Saran untuk pemerintah adalah mempunyai panti khusus tuna ganda
sendiri yang berada dibawah kementerian sosial langsung. Hal ini karena Wisma
Tuna Ganda Palsigunung telah sudah tidak memiliki kapasitas lagi untuk
menampung anak anak tuna ganda yang mengantri untuk dititipkan di wisma
tersebut. Mengingat pula bahwa wisma tuna ganda di Indonesia baru ada 5
dengan rata rata kapasitas 30 orang. Kapasitas tersebut masih sangat jauh dari
kata cukup untuk menampung 108.398 penyandang tuna ganda di Indonesia.

22

Daftar Pustaka
Clinebell, Howard, Well Being: A Personal Plan for Exploring and Enriching the
Seven Dimensions of Life : Mind, Body, Spirit, Love, Work, Play,
Earth. Harpercollins : 1992
Quinney, Richard, The Prophetic Meaning of Modern Welfare State, Ohio:
Wadsworth Publishing, 1999
Herlina, Apong, et all, Perlindungan Anak: Berdasakan Undang Undang no 23
tahun 2003, Jakarta: Harapan Prima, 2003.
Maslow, A.H, A Theory of Human Motivation, Ontario: York University Press:
1943
Safitrasari, Dwia, Dukungan Sosial oleh Perawat Terhadap Anak Penyandang
Cacat Ganda di Wisma Tuna Ganda Palsigunung, Depok: Universitas
Indonesia, 2012
Irwanto, et all, Analisis Situasi Penyandang Disabilitas Di Indonesia: Sebuah
Desk Review, Jakarta: Pusat Kajian Disabilitas, 2010.
University of Minnesota, “Seven Spiritual Needs”, diunudh pada tanggal 29
Desember 2013 di http://www.takingcharge.csh.umn.edu/createhealthy-lifestyle/life-purpose-and-spirituality/what-life-purpose/sevenspiritual-needs
Redwoods University, Mashlow Hierarchy of Needs, diunduh pada tanggal 29
Desember 2013 di
http://redwoods.edu/Departments/Distance/Tutorials/MaslowsHierarc
hyPDF/maslows_hierarchy.pdf
Perundang Undangan
Indonesia, Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Indonesia, Undang Undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Hak Hak Penyandang Disabalitas
Indonesia, Undang Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

23

Lampiran I
Daftar pertanyaan wawancara
Nama

:

Jenis Kelamin

:

Jabatan di Lembaga :
Pertanyaan
-

Pengetahuan tentang konsep Tuna Ganda

o

Apa yang ibu/bapak ketahui tentang konsep penyandang cacat?

o

Dari yang ibu/bapak tahu, apa saja faktor penyebab kecacatan pada yang

diasuh di Wisma Tuna Ganda?
o

Apakah di Wisma Tuna Ganda memiliki klasifikasi kecacatan?

o

Bagaimanakah perawatan dari tiap klasifikasi? Jelaskan!

o

Apa dasar penentuan klasifikasi? Jelaskan!

o

Adakah kebutuhan dasar bagi setiap klasifikasi? Jelaskan!

-

Tentang Keorganisasian

o

Wisma ini awalnya dibentuk atas dasar apa?

o

Adakah peran pemerintah didalamnya?

o

Jika ada, apa saja peranan tersebut?

-

Menurut ibu, seberapa penting dukungan sosial terhadap mereka?

-

Darimana sajakah mereka mendapat dukungan sosial?

-

Bentuk bentuk dukungan terhadap mereka apa saja?

24

Lampiran II (Verbatim)
Percakapan dilakukan pada tanggal 21 Desember 2013. C adalah Camila dan S
adalah Ibu Suciati, kepala Administrasi WTG Palsigunung
(Percakapan awalan off the record)
C: Hmm ingin tahu bu, sebenernya yang mencetuskan pendirian wisma tuna
ganda ini dulu siapa ya bu pertamanya?
S: bu nasetion, pada waktu itu sekitar taun 80an itu jadi ketua bkks badan
koordinasi kegiatan kesejahteraan sosial
C: ehmm berarti kemen....
S: iya kalo sekrang adanya dnks dewan, kalo jaman dulu namanya badan kegiatan
kordinasi kegiatan sosial. Terus dulu itu bu nasution kerjasama dengan umatun
muslimin, sedangkan umatu muslimin sendiri pusatnya disana tuh, jalan keramat
raya nomer 11.
C: daerah mana bu?
S: daerah senen, sini belok kanan
C: ow yang tadi aku telpon aku salah nelpon ya bu malah nelpon yang senen
S: kalo disana yatim piatu normal biasa, kalo yang khusus untuk anak-anak cacat
disini
C: sebenernya kalo dari pengelolaannya ini dibawah kemensos apa sendiri bu?
S: sendiri, yayasan mandiri
C:jadi bukan dibawah pemerintah ya bu?
S: bukan
C: berartikan kalo bukan pemerintah yayasan ini yang berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri ya bu ya?
S: iya secara mandiri
C: gimana sih bu kiat2 tuna ganda biar bisa bertahan hingga 2013 ini? Apalagi
ditengah kondisi yang seperti ini, kebutuhan mahal, terus butuh orang yang sabar
banget buat ngurusinnya, itu gimana bu?
S: jadi kita ya mungkin kerjasamanya ya, kerjasama dengan tim, dengan
pengasuhannya, disini kan pengasuhnya banyak, terus juga pengunjung ya,
biasanya dari mulut ke mulut, belom pernah kesini terus di a penasaran apasih
wisma tunaganda itu, jadi kami terangkat. Terus juga pelayanan ke donatur,
tempat kami harus bersih, terus yang bau2 itu kami hilangkan caranya gimana,
dan ya emang bisa dibilang yayasan ini anak2 ini kan punya masyarakat, jadi

25

semua yang di konsumsi anak2 yang dipake anak2 semua dari masyarakat jadi
kami alhamdulillah bersyukur, masyarakat yang dateng kemari ini terkadang
menanyakan apa yang dibutuhkan ibu, saya ingin menyumbang, saya punya dana
sekian. Kami butuh tempat tidur, kalo memang dananya besar, dan tempat tidur
itu ga sembarang beli, kita harus pesen. Pesennya dimana, jadi kami siapkan
alamat, jadi kita kerjasama dengan yang bikin tempat tidur, kursi roda, terus kalo
ada yang mau nyumbang mebel juga, kan meja dikelas misalnya, harus khusus.
Jadi emang kalo mau narik itu harus dari donatur, apalagi dengan donatur baru,
kita harus ramah, ibukan juga punya masalah ya, dengan suami dengan anak,
dengan siapa aja gitu, kita ya harus dihilangkan yang seperti itu keselnya
jengkelnya, harus ramah. Itu biasanya kalo ditanyakan ke tamu kesannya disini
biasanya seperti itu, oh aku senang disini pengasuhnya ramah-ramah, ibu2nya
ramah semua, jadi nggak cuek lah, adakan yang terus silahkan nengok yasudash,
disana ada pelayanan tamu, anak2nya juga, mereka suka kalo ditengo itu
seneng,v dan ibu2 itu terus biasanya pengen kesini lagi, kangen gituloh sekali
kesini pengen lagi. Anak2 ini ngangenin. Karna kan kami khususnya pengasuh kan
kerja harus dengan hati, ga seperti kita dengan benda mati, kalo rusak tinggal
dibuang, kalo

disini kan kita harus mengerti mereka. Jadi repotnya itu kalo

pengasuhnya lagi ga ada, kalo tiba tiba ada yang bilang “bu saya ga sanggup lagi”,
ada lagi yang nikah keluar nikah keluar, nah nyari penggantinya itu yang susah,
kan mereka harus dikasih perawatan 24 jam, karena kadang sewaktu waktu
kejang. Makanya perawat perawat itu harus dikasih pelatihan, dikasih kursus dulu
gimana menanganinya. Bahkan ada anak yang untuk BAB pun susah, harus
dipompa.
C: Itu yang ngelatih siapa?
S: Dokter
C: Dokternya dari mana bu?
S: Dari yayasan, untungnya yayasan ini punya keluarganya dokter, jadinya
gampang lah dapet dokternya. Yayasan ini jadi kayak warisan, yang pertama itu
ibu siti gunawan, anak nya Cuma satu, namanya bu Shofie, sekarang tinggal di
bogor, suaminya udah meninggal. Dia umur 92 tahun
C: Wah panjang umur
S: iya panjang umur, nah dia punya anak 7, salah satunya Sarwito Irawanm di UI’
C: fakultasnya apa bu

26

S: Di Psikologi, mantan dekannya psikologi. Ada anaknya lagi namanya wiranti,
dosen di kedokteran UI. Jadi kalo murid muridnya praktek, suruh kesini.
C: itu semacam pengabdian dokternya itu ya
S: Iya. Jadi ini kan yayasan keluarga. Uang nya ya dari sumbangan sumbangan.
Tapi kita ga minta minta ke perusahaan. Caranya gini aja, kalo ada acara, ada
yang ngundang biasanya. Nah kita disitu sebarin brosur
C tapi pernah krisis ga bu?
S: Gapernah sih.. eh pernah deh. Pas lagi krismon. Tapi justru yang peduli itu yang
non muslim, tapi orang orang budha. Mereka nelpon, bilang khawatir , soalnya
posisinya ga deket sama bogor dan jauh juga sama jakarta. Mereka kirim beras
sampe bertruk truk. Alhamdulillah jadinya malah wisma ini bisa bagi bagiin ke panti
lain. Anak anak ini bawa rejeki
C: kalo yang bantu bantu disini ada berapa bu?
S: hampir 60, ya 58 pasnya. Ada yang nyuci, ada yang masak
C: itu semua tinggal disini bu?
S: ga, ada yang disini, ada yang pulang
C: Oiya bu, kalo dari segi pelayanan segala macem, ada ga sih bu peran yang ibu
harapkan ada, baik dari pemerintah, ataupun masyarakat, atau mungkin
mahasiswa, yang harusnya mengabdikan dirinya untuk masyarakat juga?
S: Kalo itu sih ga muluk muluk ya, karena anak ini cacatnya fisik dan mental, sulit.
Seperti ini nih, dimas (sambil menunjuk ke Dimas), dia cakep tapi dia banyak
kurangnya. Kepada pemerintah, kita butuh perhatiannya aja. Gimana caranya ya
supaya dapet teraphis, karena pada umumnya mereka mengalami kaku syaraf
kan. Ya paling fasilitas lah. Atau kami berharap banget Pemerintah punya panti
kayak gini sendiri, karena panti tuna ganda itu sedikit sekali. Padahal hampir tiap
hari ada yang dateng mau nitipin, kan kami Cuma punya kapasitas 30, jadi
terpaksa kami tolak. Ditambah lagi yang kami pertimbangkan untuk masuk itu yang
dibawah 10 tahun.
C: Tapi ada yang umurnya udah besar juga kan bu?
S: Iya ada, umurnya 48 tahun. Ada sejak berdirinya panti ini. Mau dibalikin ke orang
tuanya juga gimana, kita telurusrin alamat rumahnya juga ga ada. Banyak keluarga
yang udah lepas tanggung jawab.
C: aa sedih banget
S: Terus ga pernah nengok, ga pernah nyumbang juga. Padahal di surat perjanjian
ada kalimatnya untuk nengok minimal sebulan sekali, atau nyumbang

27

semampunya. Itu syarat bukan untuk memberatkan, tapi untuk membuat ada rasa
ikut berkontribusi untuk anaknya. mereka rata rata bukan anak yang diharapkan
lahir. Hamil luar nikah lah, diminumin obat obat aborsi lah, dibuang diselokan.
Terus diambil sama pemerintah buat ditaro di Panti Cipayung, pantinya
Pemerintah. Terus lima tahun ga bisa apa apa, dititipin ke kita. Haa haa. Si Nina,
yang dari NTB, ditinggal gitu aja dirumah sakit. Di tampung di panti sayap ibu, eh
ga sanggup dikasih ke panti yang di bandung. Ga sanggup lagi, kasih ke kita deh.
Haa haa. Nah itu dia perlunya peran pemerintah
C: Untuk pengeluaran, kira kira sebulan berapa ya bu?
S: mm Sekitaran 100 juta an lah sebulan
C: kegiatan rutinnya ada apa ajasih bu disini?
S: sekolah, kerja bakti, sekolahnya juga sekolah

kelas-kelasan, jadi untuk

merangsang otak, untuk belajar motoriknya juga
C: kegiatannya ngapain bu?
S: ya paling mewarnai, ya seperti anak tk lah, main puzzel, mengenal flora fauna
berupa gambar
C: itu yang ngelatih siapa bu?
S: ada gurunya
C: o ada gurunya, beda lagi berarti
S: iya beda lagi
C: itu dapet gurunya darimana ya bu?
S: ya dari pengasuhnya yang dikursusin
C: o dari pengasuh yang dikursusin jadi guru
S: heem. Ada juga yang emang dia lulusan itu (guru untuk pendidikan luar biasa)
kalo dia dapt kerjaan diluar ya terus keluar tapi, cari yang laen. Yang akhinya
pengasuh juga, dikursusin, diajarin, kalo ga liat aja, jadi pengasuh itukan harus
bisa ngertiin mereka, kan karakter anak ga sama, si a si b begini, yang ini begini,
terus belajar, jadi dengan praktek secara langsung, ilmu jiwa kan (ketawa),
otomatis bisa.kalo kita mau pake guru khusus kan juga gabisa, kan mereka ga
bakal mau kerja disini ga digaji, gitu
S: kalo sekarang-sekarang kan orang nyari kan materi ya,
C: kalo perkembangan anaknya gimana bu? Perkembangannya dari hari ke hari
S: lambat perkembangannya, tapi ada juga yang cepet ya, ada yang namanya
dani tuh cepet, awalnya takut ketemu orang sekarang uda enggak, terus awalnya
ga bisa ngucap, sekarang uda bisa walopun satu-satu dan ga jelas

28

C: ada yang sampe berhasil sampe sembuh ga bu?
S: susah
C: ada yang meninggal ga bu?
S: ada banyak, karna kan anak-