Tradisi Lisan Nyanyian Rakyat Anak-Anak Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap suku bangsa di Nusantara memilliki beragam bentuk tradisi yang khas.
Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang
hidup di tengah-tengah masyarakat. Meskipun masyarakat pendukungnya
mengalami perubahan, tetapi tradisi tetap ada. Salah satu bentuk tradisi yang
masih berkembang sampai sekarang adalah tradisi lisan. Awal mula tradisi lisan
berkembang di Indonesia adalah adanya bentuk interaksi secara lisan dalam suatu
masyarakat yang memiliki adat istiadat atau tradisi, sehingga pada saat itu tradisi
kelisanan lebih mendominasi daripada tradisi keberaksaraan.
Tradisi lisan (oral tradition) dapat diartikan sebagai kebiasaan atau adat yang
berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam dan diwariskan dari
generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Tradisi lisan menjadi bagian dari
warisan budaya bangsa yang ditetapkan dalam konvensi UNESCO tertanggal 17
September 2003. Pudentia (2007: 27) mendefenisikan tradisi lisan sebagai wacana
yang diucapkan atau disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan dan
yang beraksara, yang kesemuanya disampaikan secara lisan.Tradisi lisan, dengan
tradisi dan adat istiadat masyarakat, merupakan aset budaya yang penting dan
berharga yang layak untuk dikaji dan dilestarikan karena tradisi lisan merupakan

kekuatan kultural dalam pembentukan identitas dan karakter bangsa. Hal ini
diperkuat oleh Sibarani (2012: 15) yang mengatakan bahwa tradisi lisan dapat

Universitas Sumatera Utara

menjadi kekuatan kultural dan salah satu sumber utama yang penting dalam
pembentukan identitas dan membangun peradaban.
Folklor merupakan bagian dari tradisi lisan. Folklor merupakan sebagian dari
unsur kebudayaan yang penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut
atau dengan cara-cara lain. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif,
yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja
secara tradisional, dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device) (Danandjaja 2007: 2). Cakupan folklor sangat luas karena
meliputi kebudayaan suatu kolektif masyarakat suatu wilayah tertentu serta
bentuk-bentuknya. Berdasarkan klasifikasi folklor menurut ahli folklor dari
Amerika Serikat yaitu Brunvand (dalam Danandjaja, 2007: 22-153), folklor
dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan
folklor bukan lisan.
Wujud tradisi lisan dapat berupa tradisi berkesusasteraan lisan seperti tradisi

menggunakan bahasa rakyat, tradisi penyebutan ungkapan tradisional, tradisi
pertanyaan tradisional atau berteka-teki, berpuisi rakyat, bercerita rakyat,
melantunkan nyanyian rakyat, dan menabalkan gelar kebangsawanan (Sibarani,
2012:48). Sastra lisan merupakan tradisi yang berkembang di tengah kehidupan
masyarakat, sastra lisan menggunakan bahasa sebagai media utama. Finnegan
(1977: 17) berpendapat bahwa sastra untuk dapat disebut lisan harus memenuhi
tiga kriteria yaitu 1) segi komposisi, 2) segi transmisi, 3) segi penyajian atau
pementasan. Kriteria yang terakhir tidak selalu harus di hadapan orang banyak
seperti teater. Sastra lisan sering juga disebut sastra rakyat, karena muncul dan

Universitas Sumatera Utara

berkembang di tengah kehidupan rakyat biasa. Sastra lisan ini dituturkan,
didengarkan, dan dihayati secara bersama-sama pada peristiwa tertentu, dengan
maksud dan tujuan tertentu pula. Semua wujud tradisi lisan tersebut
mengindikasikan ada kegiatan budaya, yang merupakan perbedaan dari sastra
lisan dan folklor.
Penelitian khazanah tradisi lisan di Indonesia pada awalnya digalakkan setelah
muncul kesadaran akan semakin banyaknya penutur dan penikmat yang hilang.
Perkembangan zaman yang modern juga sedikit banyaknya mendukung hilangnya

dan pupusnya tradisi lisan. Nyanyian rakyat merupakan salah satu wujud tradisi
lisan yang dikhawatirkan kehilangan penutur dan penikmatnya.
Nyanyian rakyat merupakan bunyi (suara) yang berirama dan berlagu musik yang
terangkai sehingga menghasilkan suatu harmonisasi yang indah. Hal ini diperkuat
oleh Brunvand (dalam Danandjaja, 1994: 141) yang menyatakan bahwa nyanyian
rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu,
yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional,
serta memiliki banyak varian. Nyanyian rakyat disebut juga puisi tradisional, yang
bersifat nyanyian, untuk dibacakan, dialami, dan dihayati bersama-sama.
Selanjutnya, masih menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1994: 142) nyanyian
rakyat terdiri dari tiga jenis yaitu:1) nyanyian rakyat yang berfungsi yaitunyanyian
rakyat yang kata-kata dan lagunya memegang peranan yang sama penting, contoh:
nyanyian kelonan/menidurkan anak (lullaby), nyanyian kerja (working song), dan
nyanyian permainan (playing song); 2) nyanyian rakyat yang bersifat liris yaitu
nyanyian rakyat yang teksnya bersifat liris, yang merupakan pencetusan rasa haru
pengarangnya; dan 3) nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative song).

Universitas Sumatera Utara

Sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional, nyanyian rakyat tidak diketahui

siapa penciptanya karena pada saat nyanyian tersebut diciptakan rasa kebersamaan
masih jauh lebih dipentingkan daripada kepentingan individual. Keberadaan
nyanyian rakyat sebagai salah satu bentuk dari tradisi lisan pada saat ini mulai
dikhawatirkan keberlangsungannya yang telah diambang kepunahan. Misalnya,
nyanyian anak, baik itu nyanyian menidurkan anak (lullaby), maupun nyanyian
permainan anak (playing song). Perihal nyanyian menidurkan anak, dahulu sudah
menjadi kebiasaan bagi orang tua untuk menyanyikan nyanyian pengantar tidur
bagi anaknya. Berbeda dengan masa sekarang, orangtua sudah jarang
menyanyikan nyanyian pengantar tidur bagi anaknya, memperdengarkan lagulagu klasik dirasa lebih bermanfaat dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Begitu juga nyanyian permainan anak yang pada masa lalu begitu populer
digunakan anak-anak dalam mengiringi permainan mereka, tetapi pada masa
sekarang mereka umumnya sudah tidak menggunakan bahkan tidak mengenal lagi
nyanyian-nyanyian permainan tersebut.
Nyanyian menidurkan anak (lullaby) dan nyanyian permainan (playingsong)
termasuk ke dalam golongan nyanyia nrakyat yang memiliki fungsi di dalamnya.
Danandjaja (1991: 146) mengemukakan bahwa nyanyian rakyat yang berfungsi
adalah nyanyian rakyat yang kata-kata dan lagunya memegang peranan penting.
Disebut berfungsi karena baik lirik maupun lagunya cocok dengan irama aktivitas
khusus dalam kehidupan manusia. Nyanyian menidurkan anak berisi pesan-pesan,
nasihat-nasihat, petuah-petuah, harapan, cita-cita, dan keinginan orang tua

terhadap anaknya dari kecil hingga beranjak dewasa. Sedangkan nyanyian
permainan menurut Danandjaja (1991: 147) adalah nyanyian yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

irama gembira serta kata-kata lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan (play)
atau permainan bertanding (game).
Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki tradisi lisan, demikian pula dengan
masyarakat Batak Toba (selanjutnya disingkat MBT) yang berada di Kecamatan
Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, yang melestarikan tradisi lisan
yang terlahir dan berkembang dalam lingkungan yang menggunakan bahasa
daerah. Tradisi lisan yang dimaksud adalah nyanyian rakyat.
Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai jenis nyanyian rakyat yang dimiliki
secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Berdasarkan penggolongan
nyanyian rakyat oleh Brunvand, maka MBT memiliki jenis-jenis nyanyian rakyat
seperti (a) Nyanyian kelonan (lullaby), contoh: Dideng dideng; (b) Nyanyian kerja
(working song), contoh: Luga-luga solu; (c) Nyanyian permainan (playing song),
contoh: Sampele-sampele; (d) Nyanyian yang bersifat kerohanian dan keagamaan,
contoh: Metmet ahu on, (e) Nyanyian nasehat, contoh: Siboruadi, dan (f)
Nyanyian mengenai pacaran dan pernikahan, contoh: Madekdek ma gambiri.

Mengingat dewasa ini nyanyian rakyat sudah mulai dikhawatirkan
keberadaannya, maka sebagai sebuah tradisi dan budaya sudah sepatutnyalah
nyanyian rakyat tersebut di atas dipertahankan dan dilestarikan karena tradisi
tersebut mencerminkan dan merupakan jati diri bangsa ataupun daerah dimana
kebudayaan atau tradisi berasal. Salah satu jenis nyanyian rakyat MBT yang
sudah mulai tertinggal adalah nyanyian anak, baik itu nyanyian menidurkan anak
(lullaby) maupun nyanyian permainan anak (playing song).
Dalam MBT nyanyian menidurkan anak disebut dideng. Biasanya sebelum
menidurkan anak, para orang tua pada MBT gemar sekali mendidengkan anaknya,

Universitas Sumatera Utara

dan ketika hendak mendidengkan anak maka si anak akan digendong (diompa )
terlebih dahulu dengan memakai kain gendongan yang disebut parompa , atau
memasukkannya ke dalam ayunan. Ketika si anak sudah dalam gendongan si
orang tua, maka si orang tua tersebut mulai mendidengkan anaknya sambil
menepuk-nepuk bokong si anak dengan pelan ataupun mengelus-elus badannya.
Selain itu hentakan kaki si orangtua akan turut mengikuti irama lagu yang
dinyanyikan. Nyanyian yang disenandungkan selalu diiringi irama-irama yang
bervariasi dan mampu membuat si anak terlelap dalam tidurnya. Nyanyian atau

senandung tersebut biasanya berisi pesan-pesan, nasihat-nasihat, petuah-petuah,
harapan, cita-cita, dan keinginan orang tua terhadap anaknya dari kecil hingga
beranjak dewasa. Semua harapan dan keinginan orang tua terhadap anaknya selalu
diutarakan lewat sebuah nyanyian yang disenandungkan pada anak sebelum tidur.
Hal ini disebabkan secara psikologis, ketika seorang anak tidur ia akan lebih
mudah menyerap pesan-pesan yang diberikan oleh orangtuanya karena pada saat
itulah otak anak bekerja dengan aktif dan cepat sehingga akan mudah terserap
dalam alam bawah sadar anak. Hal ini diperkuat oleh Adams (2006: 27) yang
mengungkapkan bahwa bayi yang masih kecil akan mencoba bergerak sesuai
irama saat mendengar musik.
Bersenandung atau mendidengkan anak ketika tidur akan semakin mempererat
atau mendekatkan hubungan batin antara orang tua dan anaknya. Hal ini juga
diperkuat oleh Adams (2006: 101) yang menyatakan bahwa respons selektif bayi
yang baru lahir terhadap ucapan manusia memiliki arti penting bagi kelangsungan
hidupnya, sebab ia menjadi bagian vital dalam perkembangan hubungan kasih

Universitas Sumatera Utara

sayang antara orang tua dan anak. Nyanyian menidurkan anak pada MBT yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah dideng dideng.

Nyanyian permainan anak adalah nyanyian yang biasanya dinyanyikan anak-anak
pada saat bermain, baik dilakukan di dalam rumah, maupun di luar rumah waktu
siang atau sore hari dalam keadaan cerah, atau di tempat lain di tempat mereka
bermain yang menurut mereka nyaman, seperti di lapangan terbuka. Nyanyian
permainan anak ini biasanya dinyanyikan secara kolektif baik oleh anak laki-laki
maupun perempuan yang jumlahnya minimal empat atau enam orang. Biasanya
tidak semua daérah sama dalam hal isi lagu permainan anak, tergantung tempat
dimana mereka tinggal. Zaman sekarang, nyanyian permainan anak ini sudah
jarang dinyanyikan oleh anak-anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah
perkotaan, nyanyian permainan anak ini hanya dinyanyikan oleh anak-anak yang
tinggal di pedesaan atau di daérah pagunungan saja.
Begitu juga dalam MBT, sekarang ini hanya anak-anak yang tinggal di pedesaan
saja yang tahu menyanyikan nyanyian permainan anak. Hal ini disebabkan karena
kurikulum sekolah di pedesaan turut berkontribusi memperkenalkan pelajaran
Bahasa Daerah Batak Toba dalam Muatan Lokal. Biasanya anak-anak Batak Toba
lebih suka bermain di sore hari setelah pulang sekolah atau setelah mereka
membantu orang tua bekerja, mereka bermain di halaman rumah maupun di
pekarangan yang luas. Sebenarnya bermain sambil bernyanyi juga bisa dilakukan
di sekolah pada jam istirahat, namun karena waktu istirahat di sekolah yang
terbatas yaitu hanya 15 menit, sedangkan durasi nyanyian permainan pada

umumnya lebih dari 15 menit, membuat anak-anak lebih memilih bermain di luar
sekolah. Hal lain adalah bahwa bermain di luar sekolah lebih nyaman, mengingat

Universitas Sumatera Utara

sekolah adalah lingkungan yang formal yang mengakibatkan anak-anak kurang
bisa berekspresi dengan bebas. Nyanyian permainan anak pada MBT yang
dibahas dalam penelitian ini adalah nyanyian permainan anak yang masih eksis di
lapangan penelitian yaitu Sampele sampele, Jambatan Tapanuli, Kacang koring,
dan Sada dua tolu.
Kemudian, pada umumnya anak-anak mempunyai cara dan gaya tersendiri dalam
melantunkan nyanyian-nyanyian tersebut, artinya anak-anak mengetahui isi dan
iramanya serta pada waktu kapan mereka dapat melantunkannya. Melantunkan
nyanyian tersebut merupakan salah satu cara menanamkan nilai kearifan orang
Batak dan cermin bahasa budaya yang mengandung nilai-nilai universal seperti
gembira, sengsara, suka, duka, baik, buruk, benar, salah, hidup, maut, dan unsurunsur lain yang merupakan suatu keutuhan sehingga menjadi suatu jalinan yang
terpadu dan sering dicerminkan dalam kehidupan (Depdikbud, 1993:56).
Beberapan yanyian anak pada MBT memiliki beberapa varian. Pewarisan
nyanyian anak yang dilakukan secara lisan oleh nenek moyang Batak Toba
mengakibatkan nyanyian anak tersebut memiliki banyak varian. Danandjaja

(1991: 141-142) mengemukakan bahwa dalam kenyataan, teks nyanyian rakyat
selalu dinyanyikan oleh informan dan jarang sekali yang hanya disajakkan (recite)
saja. Namun teks yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu/irama yang
sama. Sebaliknya, lagu/irama yang sama sering dipergunakanuntuk menyanyikan
beberapa teks nyanyian rakyat yang berbeda. Hal inipun terjadi dalam pelantunan
beberapa nyanyian anak misalnya Sampele sampele, Jambatan Tapamuli memiliki
beberapa varian. Munculnya varian dalam sebuah nyanyian rakyat disebabkan
masyarakat penutur yang terkadang tidak mengetahui lirik lengkapnya, artinya

Universitas Sumatera Utara

ada yang mengetahui setengahnya atau hanya sebagian kecil, sehingga terjadilah
proses interpolasi (penambahan sisipan baru) pada teks induknya. Masyarakat
penutur hanya menghafal formula dari lagu tersebut, kemudian mencipta ulang
lirik lagu tersebut. Oleh karena itu, penciptaan ulang sebuah sastra lisan sering
kali terjadi.
Adanya keanekaragaman nyanyian permainan anak pada MBT menjadi sebuah
fenomena yang menarik untuk dianalisis, karena dalam lagu-lagu permainan
tersebut tidak hanya sekadar lagu pengiring dalam sebuah permainan, bahkan
mengandung nilai kearifan lokal. Pada hakikatnya nyanyian anak bukan hanya

semata-mata sebagai sebuah seni, melainkan sebuah nyanyian yang memiliki
fungsi. Salah satu fungsinya yang sangat menonjol adalah nyanyian anak
berfungsi untuk mendidik, yakni di dalam nyanyian anak tersebut berisi nasihatnasihat, petuah-petuah, cita-cita, dan harapan-harapan para orang tua yang
diperuntukkan bagi anak-anaknya ketika beranjak dewasa.
Lirik nyanyian anak terdiri dari barisan kata-kata yang dirangkai dengan baik
dan dengan gaya bahasa yang menarik pula. Barisan kata-kata tersebut
mempunyai makna mendalam atau tujuan tertentu yang dipesankan kepada
masyarakat sebagai pendengarnya. Selain itu lirik nyanyian anak mengandung
makna yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas dan karakter mereka.
Kemudian, nyanyian anak berkaitan erat dengan koteks dan konteks pertunjukan.
Koteks meliputi unsur para linguistik, proksemik, kinetik, dan unsur material
lainnya, sedangkan konteks meliputi dua hal yakni konteks situasi dan konteks
budaya.

Konteks

situasi

merupakan

lingkungan

atau

tempat

peristiwa

berlangsung. Selain konteks situasi, konteks budaya pun turut mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

dalam hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa yang melatari pertunjukan.
Di samping memiliki fungsi dan makna, nyanyian anak yang merupakan warisan
budaya juga sarat akan kearifan-kearifan lokal yang mencerminkan nilai-nilai
budaya yang sangat penting untuk digali yang dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehingga dapat melangsungkan
kehidupan bahkan berkembang secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas yaitu tentang latar belakang
penelitian dengan objek kajian nyanyian rakyat anak-anak pada MBT yang berada
di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Adapun alas an
pengambilan data di lokasi tersebut karena keberadaan tradisi lisan khususnya
nyanyian rakyat

anak-anak

masih

bertahan

di

daerah

tersebutditengah

masyarakatyang telah mengalami modernisasi. Sehubungan dengan nyanyian
rakyat anak-anak memiliki banyak varian, maka penelitian dilakukan di dua
desa di Kecamatan Lintongnihuta yaitu Desa Nagasaribu dan Desa Tapian
Nauli.
Penganalisisan nyanyian rakyat anak-anak dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara pendeskripsian lagu melalui kajian fungsi, makna, konteks serta kearifan
lokal. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas maka penelitian ini dituliskan
dalam sebuah tulisan tesis dengan judul ―Tradisi Lisan Nyanyian Rakyat AnakAnak Pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Lintongnihuta
Kabupaten Humbang Hasundutan.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.

Bagaimana keberadaan (existence) nyanyian rakyat anak-anak pada
masyarakat Batak Toba saat ini?

2.

Bagaimana fungsi dan makna nyanyian rakyat anak-anak pada masyarakat
Batak Toba?

3.

Bagaimana koteks dan konteks nyanyian rakyat anak-anak pada masyarakat
Batak Toba?

4.

Apa saja kearifan lokal yang terdapat pada nyanyian rakyat anak-anak Batak
Toba?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1.

Mendeskripsikan keberadaan nyanyian rakyat anak-anak pada MBT saat ini.

2.

Mendeskripsikan fungsi dan makna nyanyian rakyat anak-anak MBT.

3.

Mendeskripsikan koteks dan konteks nyanyian rakyat anak-anak pada MBT.

4.

Mendeskripsikan kerifan lokal nyanyian rakyat anak-anak pada MBT.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
a.

Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah kajian tradisi lisan.

b. Memberikan kontribusi yang relevan dalam penelitian kajian tradisi lisan
khususnya penelitian MBT.

Universitas Sumatera Utara

1.4.2
a.

Manfaat Praktis

Membantu masyarakat untuk memahami nyanyian rakyat anak-anak sebagai
tradsi lisan MBT.

b.

Melestarikan nilai-nilai budaya dalam sikap dan falsafah MBT.

c.

Mensosialisasikan tentang kearifan lokal kepada MBT agar transformasi
budaya dapat dijadikan suatu gerakan nasional.

Universitas Sumatera Utara