Pengaruh Teknik Budidaya Tanaman Cabai (Capsicum annuum) pada Tumpangsari terhadap Intensitas Serangan Hama

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang
dibudidayakan secara komersial di daerah tropis, menduduki areal paling luas
ditanam diantara sayuran yang dibudidayakan di Sumatera Utara. Cabai memiliki
daya adaptasi yang luas, dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi
dan di berbagai jenis tanah. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap
tahunnya sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya
industri yang membutuhkan bahan baku cabai tetapi produksinya di Indonesia
masih rendah, khususnya di Sumatera Utara (Sebayang, 2013).
Cabai merah (Capsicum annuum) termasuk salah satu komoditas sayuran
unggulan yang sudah sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Secara
nasional, luas areal panen cabai merah selama 4 tahun terakhir (2005-2008) terus
meningkat dengan rerata sebesar 1,95% per tahun. Data tahun 2008 menunjukkan
bahwa luas areal panen cabai merah di Indonesia tercatat 109.178 ha atau 10,63%
dari luas areal panen sayuran serta menempati urutan terbesar dibandingkan
dengan komoditas sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009).
Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, produktivitas cabai di
Indonesia masih rendah. Faktor dibalik rendahnya produktivitas adalah
penggunaan teknologi miskin pengelolaan tanaman, meluasnya penggunaan benih
berkualitas rendah, tingginya insiden serangan hama dan penyakit, infrastruktur

pemasaran yang tidak memadai, dukungan ekstensi memadai tingkat lokal,
infrastruktur irigasi yang tidak memadai, dan kurangnya penggunaan terpadu
paket teknologi (Mariyono dan Bhattarai, 2009).

vi
Universitas Sumatera Utara

Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) masih menjadi salah satu
kendala utama pada budidaya cabai merah. Sejak fase vegetatif hingga fase
generatif,

tanaman

cabai

merah

selalu

mendapat


serangan

OPT

(Setiawati et al., 2008). Kehilangan hasil panen pada tanaman sayuran akibat
serangan hama sekitar 46-100% sedangkan oleh penyakit sekitar 5-90%. Hama
Thrips parvispinus mampu mengakibtkan kehilangan hasil panen hingga 36,8441,91% sedangkan Bactrocera dorsalis mengakibatkan gagal panen mencapai 2025% (Setyawati et al., 2004).
Penggunaan pestisida khususnya yang bersifat sintetis berkembang luas
karena dianggap paling cepat dan ampuh mengatasi gangguan hama. Namun,
penggunaannya ternyata menimbulkan kerugian seperti resistensi hama, resurjensi
hama, terbunuhnya musuh alami dan masalah pencemaran lingkungan dan sangat
berbahaya bagi manusia (Kardinan, 2001). Penggunaan pestisida yang intensif
dapat mengganggu kestabilan ekosistem sehingga dapat menimbulkan ledakan
hama, yang merupakan ciri setiap pertanian monokultur yang mempunyai
ekosistem tidak stabil.
Tanaman tumpangsari dapat meningkatkan produksi tanaman dan
pendapatan petani, serta menghindarkan kegagalan bagi satu jenis tanaman
dengan menambahkan satu atau lebih jenis tanaman lain yang mempunyai sifat
yang kompatibel. Selain itu, tanaman tumpangsari juga bermanfaat dalam

meningkatkan fungsi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan
pemanfaatan lahan secara optimal dengan sistem akan membawa keuntungan bagi
petani dengan meningkatnya produksi dan kegunaan lahan secara efisien.
Penggunaan tanaman tumpangsari meningkatkan keanekaragaman tanaman di

v
Universitas Sumatera Utara

lapangan yang dapat menekan serangan hama dan meningkatkan kinerja musuh
alami (Sullivan, 2003).
Selain itu tumpangsari antara tanaman pokok dengan jenis tanaman
lainnya dapat mereduksi populasi hama. Hal ini disebabkan karena tumpangsari
dapat memperbesar keanekaragaman jenis tanaman. Pola tanam tumpangsari
dapat menurunkan serangan hama dengan cara sebagai berikut (1) mencegah
penyebaran hama karena adanya pemisahan tanaman yang rentan, (2) salah satu
jenis tanaman berperan sebagai tanaman perangkap hama, dan (3) salah satu jenis
tanaman

menjadi


penolak

hama

dari

jenis

tanaman

yang

lain

(Setyawati dan Asandhi, 2003).
Untuk mencari salah satu teknik pengendalian hama pada pertanaman
cabai merah dengan tidak mencemari lingkungaan dan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman yaitu melalui kultur teknis sistem tanam ganda
(tumpangsari). Atas dasar itulah penulis ingin melakukan penelitian tentang
pengaruh sistem tanam tumpangsari cabai dengan beberapa tanaman sayuran yang

dapat menekan serangan hama serta meningkatkan produksi tanaman.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh teknik budidaya tanaman cabai merah secara
tumpangsari terhadap intensitas serangan hama
Hipotesis Penelitian
- Ada pengaruh berbagai sistem tumpangsari cabai terhadap intensitas serangan
hama
- Dari berbagai sistem tumpangsari yang diuji diperoleh hasil produksi cabai yang
terbaik

vi
Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian
- Untuk memahami teknik sistem pertanaman tumpangsari cabai sehingga dapat
mengefisiensikan penggunaan lahan dan menekan perkembangan hama
- Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


v
Universitas Sumatera Utara