T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Menggunakan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel Semester II Tahun Pelajaran 20162017 T1 B

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar
Secara sederhana Gagne mendefinisikan belajar sebagai perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses
pertumbuhan seseorang secara alamiah. Dari definisi tersebut memuat
beberapa prinsip belajar, yaitu pertama, prinsip belajar adalah perubahan
perilaku. Perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadari (2) kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya (3)
fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup (4) positif atau
berakumulasi (5) aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan
dilakukan (6) permanen atau tetap (7) bertujuan dan terarah (8) mencakup
keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses.

Belajar terjadi karena didorong keburuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
Belajar adalah proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik.

Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.
Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
(Agus Suprijono, 2009: 4)

18

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar
dapat

ditunjukkan

pengetahuannya,

dalam

berbagai

pemahamannya,


bentuk

sikap

dan

seperti
tingkah

perubahan
lakunya,

keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Oleh sebab itu
belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap
semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. (Nana
Sudjana, 1988: 28)

Kesimpulannya, belajar diartikan sebagai perubahan yang terjadi
pada diri individu melalui perubahan tingkah laku individu melalui
pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya
atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui
banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja sepanjang waktu dan
menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan
yang baru diperoleh individu. Jadi belajar adalah proses perubahan
individu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham,
dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan buruk
menjadi kebiasaan yang lebih baik, serta bermanfaat bagi individu itu
sendiri dan lingkungan.

19

2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilia-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menurut Bloom, hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik.
Sedangkan menurut Lindgren hasil belajar adalah kecakapan, informasi,
pengertian, dan sikap.( Agus Suprijono, 2011: 6-7). Hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. (Nana Sudjana, 1990: 22)
3. Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu upaya mengimplementasikan
rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun dapat tercapai optimal, maka diperlukan suatu metode
yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah diterapkan.
Sedangkan model-model pembelajaran itu sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun
model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip atau teori pembelajaran,
teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang
mendukung (Joyce & Weil: 1980). Menurut Joyce dan Weil, berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. (Rusman, 2010:132-133)

20

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru

boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikannya. Sehingga model-model pembelajaran
yang bersifat inovatif dapat membantu memberikan solusi cara belajar
yang menyenangkan bagi para peserta didik, sehingga materi-materi
pembelajaran yang membutuhkan pemahaman dan ketelitian dapat dengan
mudah dipelajari tanpa mengurangi nilai-nilai yang hendak diajarkan
dalam materi tersebut.
Ciri dan Prinsip Belajar :
Ciri belajar atau prinsip belajar menurut Paul Suparno dalam
Sardiman (2003: 38) sebagai berikut:
a. Belajar berarti mencari makna. Makna itu diciptakan oleh siswa dari
apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan dideskripsikan sendiri.
b. Konstruksi makna adalah proses yang terus-menerus selama siswa
tersebut masih terus belajar.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri.
Jadi, seorang siswa menyimpulkan sendiri apa yang mereka dapat
sesuai dengan pemikiran siswa itu sendiri.
d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan

dunia fisik dan lingkungannya. Jadi, tidak hanya menurut ingatan
siswa saja, tapi juga dari lingkungan, misalnya keluarga dan teman.

21

e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, isi
subyek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi
dengan bahan yang sedang dipelajari yang mengena pada siswa.
4.

Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara sederhana, merupakan

integrasi antara mata pelajaran Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi,
serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. IPS dirumuskan atas dasar realita
dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner
dari aspek cabang-cabang ilmu sosial yang dibelajarkan di tingkat sekolah
dasar dan menengah. Oleh karena itu penjabaran konsep-konsep, pokok
bahasan dan sub-pokok bahasan harus disesuaikan dengan tingkat
pengalaman dan perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan yang

bersangkutan (Trianto, 2010: 171).
IPS berasal dari Amerika dengan nama Social Studies, National
Council for Social Studies (NCSS) mendefinisikan Social Studies sebagai
berikut.
“Social studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school program,
social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such
discipline as anthropology, archaeology, economics, geography, history,
law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as
well as appropriate content from the humanities, mathematic, and natural
sciences” NCSS (Sapriya, 2009: 10).
Menurut rumusan NCSS,

social studies adalah studi yang

terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk membentuk warga
negara yang baik. Mata pelajaran di sekolah merupakan sebuah studi yang

22


terkoordinasi, sistematis yang dikembangkan atas dasar konsep-konsep
displin dari ilmu antropologi, arkeologi, ekonomi,

geografi, sejarah,

hukum, filsafat, politik, psikologi, agama, dan sosiologi, dan juga konsepkonsep yang dibutuhkan dari ilmu alam dan matematika. IPS hanyalah
sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,
disiplin ilmu-ilmu sosial (social sciences), maupun ilmu pendidikan.
(Muhammad Numan Somantri, 2001: 89)
Karakteristik IPS :
“Karakteristik pendidikan IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain
yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu
Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui
pendekatan interdisipliner.” (Trianto, 2010: 174)
Karakteristik pendidikan IPS konteks utamanya masih pada ilmuilmu sosial (social science) yang berkaitan dengan manusia dalam konteks
sosial.(Sapriya, 2011: 21)


23

5. Model PAKEM (Partisipatif Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan)
PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman
dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembangnya berbagai
macam

inovasi

kegiatan

pembelajaran

untuk

mencapai

tujuan


pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari
kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas
guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara
efektif dan menyenangkan. Ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Brooks
bahwa “pembaharuan dalam pendidikan harus dimulai dari „bagaimana
anak belajar‟ dan „bagaimana guru mengajar‟ bukan dariketentuanketentuan hasil” (Rusman, 2010: 232).
Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang
sangat kompleks. Artinya, pembelajaran tersebut harus menunjukkan
kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan
pendidikan dan guru pun harus mengerti siswa-siswa pada umumnya
memiliki taraf perkembangan yang berbeda-beda, ada yang bisa
menguasai materi lebih cepat dengan keterampilan motorik (kinestetik),
ada yang menguasai materi lebih cepat dengan mendengar (auditif), dan
ada yang lebih cepat menguasai materi dengan melihat atau membaca
(visual).

24

Pembelajaran menunjuk pada proses belajar yang menempatkan

siswa sebagai pusat pembelajaran (students-centered learning) dan
pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka
termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka
tidak merasa terbebani atau takut.
Partisipatif, yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan
pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/students
center ) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran

(teacher center ). Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator sehingga siswa mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam
mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas.
Aktif, merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak
melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat
meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Pembelajaran aktif
memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi,
seperti menganalisis dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap
berbagai peristiwa belajar dan menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Dalam pembelajaran aktif, guru lebih banyak memposisikan dirinya

25

sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to
facilitate of learning) kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan

berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak
memberikan arahan dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi dan jalannya
proses pembelajaran.
Kreatif, merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru
untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreatifitas siswa selama
pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan
strategi yang bervariasi. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk
merangsang kreatifitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan
berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu
dimulai dari berpikir kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu
yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu. Siswa dapat
dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan
sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dan
mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
Efektif, merupakan proses pembelajaran yang mampu memberikan
pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta
menghantarkan mereka ketujuan yang ingin dicapai secara optimal.
Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar suasana pembelajaran
kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan siswa secara aktif, karena
mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan

26

kompetensi. Pembelajaran yang efektif perlu didukung oleh suasana dan
lingkungan belajar yang memadai/kondusif. Menciptakan kelas yang
efektif dengan peningkatan evektifitas proses pembelajaran tidak bisa
dilakukan secara parsial, melainkan harus menyeluruh mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Menyenangkan, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction)
merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu
kohesi yang kuat antara guru dan siswa tanpa ada perasaan terpaksa atau
tertekan (not under pressure) (Mulyasa, 2006:194). Pembelajaran
menyenangkan adalah pola hubungan yang baik antara guru dengan siswa
dalam proses pembelajaran. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang
menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik,
memilih materi yang epat, serta memilih dan mengembangkan strategi
yang dapat melibatkan siswa secara optimal.
Pembelajaran PAKEM adalah pembelajaran yang dikembangkan
dengan cara membantu siswa membangun keterkaitan antara pengetahuan
baru dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Siswa diajarkan
bagaimana mereka mempelajari konsep dan mengaplikasikan konsep
tersebut di luar kelas. Dalam pembelajaran PAKEM siswa diperkenankan
bekerja secara kooperatif. Pada praktiknya, pembelajaran PAKEM
membutuhkan kemampuan teritik dan praktik. Kemampuan teoritik
meliputi arti belajar, dukungan teoritik, model pembelajaran, dan

27

pembelajaran kontekstual. Sedangkan kemampuan praktik adalah mampu
mempraktikkan metode-metode pembelajaran PAKEM.
6. Pembelajaran Kooperatif model Teams Games Tournament (TGT)
Menurut Slavin (2015) beberapa tipe pembelajaran
Learning

adalah sebagai berikut

Cooperative

Team Games Tournament (TGT),

Student Teams Achievement Divisions (STAD),

Jigsaw, dan

Group

Investigation (GI).

Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam dan salah
satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament). Model ini pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries

dan Keith Edwards. Model Pembelajaran TGT adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Terdapat bebrapa komponen utama dalam TGT yang secara rinci
dapat diuraikan sebagai berikut.
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa
dengan ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada
karakteristik materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di
sekolah yang bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu
siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang
diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis

28

pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat
menentukan skor tim mereka.
Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa
(Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil
beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi,
sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan
semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru,
berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang
sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.
Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar
sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.
Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya
terdiri dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang
disampaikan oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan
pengetahuan siswa setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil
latihan di kelompoknya.
Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota
setiap kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata
kelompok akan diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-

29

rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap
kelompok berdasarkan kriteria tertentu.
Kelebihan model TGT:
a. Dapat mendorong dan mengkondisikan berkembangnya sikap dan
keterampilan sosial siswa, meningkatkan hasil belajar, serta aktivitas
siswa,
b. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas,
c. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu,
d. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam,
e.

Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa,

f. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain,
g. motivasi belajar lebih tinggi, dan
h. meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sedangkan kelemahan TGT yaitu sebagai berikut:
a. Bagi guru
1. Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang
bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan
pembagian kelompok.
2. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak
sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat
diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.

30

b. Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
B. Penelitian Relevan
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
dalam pembelajaran diantaranya yaitu hasil penelitian dari Sri Sugiyarti
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Sejarah Di Kelas VIII G SMP Negeri 4 Surakarta Semester
Genap Tahun Ajaran 2010-2011”. Hasilnya adalah keaktifan siswa selama
proses pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT
jauh lebih baik dibandingkan dengan keaktifan siswa sebelum dilakukan
tindakan. Jumlah siswa yang aktif meningkat lebih baik sehingga keaktifan
siswa lebih merata. Jika sebelum dilakukan tindakan, jumlah siswa yang
aktif sekitar 15-17 siswa tetapi setelah dilakukan tindakan, keaktifan siswa
lebih merata. Berdasarkan hasil pelaksanaan ulangan pada akhir tiap siklus
dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT
dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas VIII G SMP
Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2010-2011. Adanya peningkatan jumlah rata-rata, kenaikan nilai tertinggi, dan kenaikan jumlah siswa yang

31

tuntas. Pada awal sebelum dilakukan tindakan, nilai rata-rata kelas hanya
65,69. nilai rata-rata tersebut meningkat menjadi 75,92 pada akhir siklus I,
dan menjadi 82,46 pada akhir siklus II. Nilai tertinggi meningkat dari 90
pada awal sebelum dilakukan tindakan menjadi 97 pada akhir siklus I dan
menjadi 100 pada akhir siklus II. Jumlah siswa yang tuntas juga
mengalami kenaikan dari 20 menjadi 27 pada akhir siklus I dan menjadi
35 pada akhir siklus II.
Hasil yang sama ditunjukkan pada jurnal berjudul “Penerapan
Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ips Kelas 8 Smp Semboro 01 Jember”.
Pada siklus I guru belum bisa optimal dikarenakan beberapa hal,
diantaranya adalah ketika membuka pelajaran guru belum memberikan
motivasi kepada siswa; ketika bertanya guru belum memberikan waktu
berpikir bagi siswa untuk menjawab dan pertanyaan yang diberikan pun
belum ditujukan kepada semua siswa; guru belum bisa membimbing
diskusi kelompok kecil atau tim (teams) dengan baik, suasana kelas juga
menjadi gaduh dikarenakan mereka belum begitu memahami cara dan
aturan dalam pembelajaran TGT, siswa juga merasa bosan dalam
mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, siklus I masih memerlukan
perbaikan. Pada siklus II guru sudah memberikan motivasi pada siswa
dengan baik, guru juga memberikan waktu yang cukup kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dan pertanyaan tersebut sudah
menyebar ke semua siswa, guru memberikan perhatian penuh dalam

32

membimbing diskusi kelompok kecil atau tim (teams) sehingga suasana
kelas menjadi kondusif, siswa sudah memahami aturan dalam permainan
Teams Games Tournament dan mengakibatkan siswa kelas VIII A merasa

senang dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran Cooperative Learning
tipe Teams Game Tournament tersebut.
Pada siklus II terjadi peningkatan prosentase sebesar 20%.
Peningkatan ini terjadi karena siswa sudah bisa duduk tenang pada awal
pembelajaran. Siswa juga sudah cukup aktif dalam bertanya. Siswa terlihat
senang dengan permainan dan hampir semua siswa aktif dalam
pembelajaran, terlebih dengan pemberianmotivasi oleh guru. Secara
umum, siswa sudah berani bertanya dan mengeluarkan pendapat. Sehingga
menyebabkan prosentase keaktifan siswa juga meningkat. Sesuai dengan
pendapat Iswati (2008:79) yang menjelaskan bahwa permainan dapat
mengakibatkan adanya kedekatan batin, anak akan merasa bahagia. Selain
itu anak merasa senang dengan pujian karena dimaksudkan anak akan
merasa dihargai dan dihormati.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model
cooperative learning tipe Teams Games Tournament terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 8. Penerapan model Cooperative
Learning tipe Teams Game Tournament pada pembelajaran IPS juga dapat
meningkatkan aktivitas siswa, hal ini terbukti siswa merasa senang,
tertarik, dan aktif ketika pembelajaran berlangsung.

33

C. KERANGKA PIKIR
Model Pembelajaran Awal

Guru memjelaskan dan
menggunakan
model
diskusi kelompok.

Siswa banyak yang tidak
memperhatikan pelajaran di
kelas, siswa bermain dan
mengobrol dengan temannya.

Dari 34 siswa yang
mengikuti tes, hanya 15
siswa
yang
nilainya
mencapai KKM. Dan 19
siswa belum mencapai
KKM.

Model TGT (TeamsGames Tournament)

Langkah-langkah pembelajaran model TGT
1. Guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran sesuai KD yang akan dicapai
2. Guru menjelaskan materi pelajaran secara singkat
3. Guru membagi siswa dalam 6 kelompok.
4. Guru menbagikan Permainan Monopoli Cerdas beserta kartu pertanyaan pada tiap
kelompok.
5. Guru Menjelaskan peraturan dalam permainan Monopoli Cerdas.
6. Guru mengadakan permainan dengan menggunakan permainan Monopoli Cerdas.
7. Bagi siswa yang angka dadunya berhenti di gambar Emoticon, maka wajib
mengambil kartu soal dan menjawab pertanyaan yang ada didalamnya, teman satu
kelompok yang mengoreksi apakah jawabannya sudah benar atau salah. Apabila
jawaban sudah benar kartu disimpan oleh siswa yang menjawab pertanyaan. Apabila
jawaban masih salah maka teman satu kelompok yang menyalahkan,

harus

memberikan masukan atau jawaban yang benar dengan berdiskusi bersama. Sehingga
semua anggota kelompok dapat memahami materi
8. Setelah selesai bermain, guru mempersilahkan satu kelompok tercepat untuk kedepan
34
mengambil kartu soal yang telah dipersiapkan dan diacak oleh guru dan menjawab

soal yang telah diambil. Apabila jawaban benar maka mendapat point 1 dan apabila
salah maka mendapatkan poit 0. Kegiatan berlanjut sampai kartu jawaban yang
disediakan guru terjawab.
9. Kelompok yang paling aktif menjawab pertanyaan dengan benar dan mengumpulkan
poit paling banyak, mendapatkan reward dari guru.
10. Guru memberikan kesimpulan dari pelajaran.

Dengan penerapan model pebelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat
meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel

Berdasarkan kerangka pikir dapat dijelaskan bahwa ketika guru melakukan
proses pembelajaran menggunakan model diskusi tanpa menggunakan model Teams
Games Tournament(TGT) kondisi siswa didalam kelas belum sepenuhnya berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran, banyak siswa yang memilih untuk mengobrol dengan
temannya, bermain di dalam kelas, memperhatikan keadaan diluar kelas dan banyak
yang tidak memperhatikan materi pelajaran yang sedang diberikan oleh guru. Dengan
KKM 75, hanya 15 siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM dan 19 siswa belum
mencapai KKM.
Melihat kondisi tersebut, peneliti menggunakan model pembelajaran Teams
Games Tournament (TGT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus

menjadikan siswa lebih berpartisipasi aktif didalam kemas selama proses belajar
mengajar berlangsung. Dengan menggunakan model pembelajaran TGT pada mata
pelajaran IPS SMP Negeri 1 Ampel khususnya kelas VIII B mengalami peningkatan
dalam hasil belajar.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kejian teori dan kerangka pikir diatas, maka peneliti menyusun
hipotesis tindakan dalam penelitian ini dengan menggunakan model pembelajaran TGT
diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 1
Ampel semester 2 tahun ajaran 2016/2017.

35

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22