Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
(INDEPT INTERVIEW)

I. Pertanyaan kepada Informan Kunci (Key Informan)
1. Bagaimana gambaran masyarakat khususnya keluarga yang memiliki balita
gizi kurang dn gizi buruk di Kelurahan Bagan Deli?
Probing :
• Bagaimana tindakan dan pola asuh keluarga?
• Bagaimana potensi keluarga?
2. Bagaimana perjalanan kegiatan pemberdayaan di Bagan Deli?
Probing :
• Apa kendala-kendala yang dialami?
• Apakah ada pemberdayaan dalam bidang kesehatan?
• Apa topik pemberdayaan kesehatan yang pernah dilaksanakan?
• Bagaimana dengan bantuan-bantuan yang diterima baik dari
pemerintah atau swasta?
3. Apa kegiatan pemberdayaan yang tepat di Kelurahan Bagan Deli khususnya
bagi keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk?
Probing :
• Bagaimana kondisi dan kebutuhan masyarakat Kelurahan Bagan Deli?

• Apa kegiatan pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat Kelurahan Bagan Deli?
II. Pertanyaan kepada Informan
1. Bagaimana pola asuh anak dalam keluarga?
Probing :
• Sampai berapa tahun diberi ASI?
• Bagaimana dengan pemberian makanan pendamping ASI?
• Bagaimana menu makanan keluarga sehari-hari?
• Bagaimana keteraturan dalam makan?
2. Bagaimana tindakan dalam mengatasi masalah gizi kurang dan gizi buruk
dalam kelurga?
Probing :
• Kemana melakukan pengobatan?
3. Apa kendala dalam mengatasi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita?
4. Apa yang diketahui tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat?
Probing :
• Apa yang diketahui tentang pemberdayaan masyarakat?
• Apa kegiatan pemberdayaan masyarakat/ keluarga yang diharapkan?

111


112

Lampiran 2
Transkrip Wawancara Mendalam Informan Kunci 1
Tanggal : 23 Mei 2014
Pukul

: 12.00 WIB.

Tempat

: Kelurahan Bagan Deli Rumah Bapak Kepala Lingkungan 3

Situasi

: Penulis datang awalnya bukan dalam rangka melakukan wawancara,
akan tetapi untuk melakukan pendekatan kembali setelah lama tidak
berkomunikasi, mengantarkan surat penelitian dan ingin mengetahui
kondisi Kelurahan Bagan Deli. Setelah lama berbincang- bincang dan

melakukan pendekatan maka Penulis menyampaikan beberapa
pertanyaan berkaitan hal yang hendak diteliti dan informan bersedia
untuk memberi waktu.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keterangan
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

......

: suasana hening seperti berpikir


P

: Mau tahu sih pak, model - model pemberdayaan yang tepat bagi keluarga
yang kurang gizi dan gizi buruk di Kelurahan Bagan Deli ini atau kegiatan
yang cocok untuk mengurangi masalah gizi kurang dan gizi buruk di
daerah ini?

S

: Gizi kurang kategorinya bukan karena.........satu karena kurang urus
orang tua, kurang merawat misalnya iya kan? Makanan-makanan
bergizi itu dia nggak kasih, kurang ke puskesmas, pemeriksaan itu
satu, satu lagi keadaan misalnya rumah itu kumuh, di atas-atas air anak

113

itu kan nggak tahan dengan uap- uap airnya ke rumah...apa namanya rumah
panggung, kering air itu bau dia, itu bisa....
P


: Kalau pekerjaan orang tua pada umumnya apa ya Pak?

S

: Kalau di sini yaa ibu rumah rangga kadang-kadang dia ke gudanglah
membelah ikan, kadang-kadang anak itu ditinggallah di rumah, kalau ada
kakaknya, kakaknya lah yang ngurus. Kalau lakinya sebagian ngelaut.

P

: Kalau kerja ngelaut itu kapan-kapan aja berangkatnya pak?

S

: Yaah klo itu tak tentu. Ada yang dia, di sini kalau nelayan itu tradisionilnya
pulang hari dan ada yang sampe tiga hari, empat hari. Kalau nelayan
besarnya dia ntah ada delapan hari, empat belas hari, ada dua puluh tiga
hari, ada satu bulan bahkan ada satu bulan setengah di laut baru
pulang..Ohh hanya isterinyalah di rumah? (....) iya itu nelayan apanya

tangkap ikannya di Gabion, kalau tradisionilnya pulang hari, paling lama
tiga hari. Kalau di sini itulah tadi keadaan pasang itu, pasang itu kayakkayak ginilah tadi sudah bersih tadi disapu, datang lagi sampahnya.
Semalam datang pak? (...) sore datang dia (sampah), ini sudah disapu, tadi
sudah disapu, datang lagi, disapu datang lagi jadi bosan nengoknya, tapi
sudah kerja awak tinggal di pantai payahkan?

P

: Kalau bapak di sini sudah berapa lama?

S

: Saya tahun 75 kemarilah. Tapi belum banyak di sini rumah ya pak? (...).
Tahun 75 baru ini (sambil menunjukkan rumah yang disebelahnya kiri)
paling berapa rumah. Dan nggak terlalu banyak ya pak? (...) nggak, (sambil
menunjukkan rumah di sebelah kanan) belum ada ini tahun 75. Itulah saya
baru kemari. Payah rumah di sini. Tahun 94 sudah mulai (maksudnya
rumah semakin banyak). Kalau di sini 80% nelayan, PNS sekitar 0.03%,
TNI nya satu..., polisinya satu.. yang lainnya nelayan, bangunan.


P

: Model pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga yang punya balita yang tepat
menurut bapak di sini apa ya pak?

S

: Kayak-kayak pengolahan rumah tangga, pengolahan ini, pengolahan ini iya
kan? Nah itu yang harus dibantu. Itulah tujuan yang saya teliti pak. (...)
Kalau kita disini rencana sudah mau buat, buat pengolahan kue-kue,
kerupuk di sini karna ibu apa bisa dia buat. Ibu? (...) Ibu yang tadi, orang

114

rumah bapak. Dia mau bikin apa... isteri bapak? (....) iya, dia punya
anaknya punya usaha donat, bakrilah kita bilang, itu dia ngolah-ngolah pun
di sana, anak-anak nya juga sudah apaa yaaa, punya anaknya dialah khusus
ngolah, dia di sini kalau orang pekan aja, kayak peyek, kacang, keripik
pisang, bolu, apa lagi itu yang kemaren-kemaren itu.Bantu meringankan
ibu-ibu rumah tangga. Tapi itu tergantung dananya itu untuk ngolah-ngolah

tadi itu. Seperti ngolah peyek, buat-buat donat iya kan? Dananya pun besar.
S

: Jadi ibu punya usaha seperti itulah ya pak?

P

: Yaa sekarang nggak lah, berarti belum (...) tapi setiap orang pesan buat
peyek beberapa kilo baru dibuat dia, itu dia. Yah itulah cara-cara banyak
jangkauan kerjaan ibu-ibu rumah tangga yang nggak ada kegiatan, bisa
membantu gitu kan, anak sekolah. Kalau di tepi pantai ini lebih kesitu dia,
untuk keterbatasan anaknya yang untuk sekolah kurang, nah itu tadi dana
sehari-harinya transport itu, itulah yang membuat. Kalau di sini SD kalau
kita perhitungkan empat SD kali enam puluh satu SD, dua ratus empat
puluh yang tamat tiap tahun, paling ada lima puluh persen naik ke wajib
belajar sembilan tahun, paling banyak enam puluh itulah dia karena biaya
transport itu per harinya dua ribu, balik dua ribu kalau dia di Belawan,
kalau dia nantinya negeri 39 yang di panah hijo, itu dah berapa dua ribu,
empat ribu delapan ribu, belum jajannya, lima belas ribu per hari. Jadi dana
itu transportasi nggak mampu orang tuanya.


S

: Ini kan banyak nelayan kan Pak, kalau nelayan kan dapat ikan, ikan itu
diolah untuk apa ada nggak kerajinan seperti itu pak?

P

: Kalau pengolahan ikan di sini itu bisa.Cuman itu belum ada di sini ya
pak? (...) belum ada, tapi seperti buat ikan asin belah sudah ada, itu
bisa diarahkan ke sana. Buat rak untuk jemur, tapi itu pengarahnya
yang nggak ada, dan itukan pake dana iya kan?mau beli ikannya lagi,
beli garamnya, buat penjemurannya lagi butuh dana dia. Karna ikan
ini kan nggak bisa ini hari kita kerjakan ini hari kita jual kan nggak bisa.
Kalau misal dana kita lima ratus rupiah, dia harus ada seribu lima ratus
rupiah karna jalan ketiga dia bisa putar uang. Hari ini kita belah, besok kita
jemur, kering baru besok bisa kita jual. Ikan nya dari nelayan juga ya pak?
(...) iya dari nelayan juga.

S


: Nelayan tradisional jual ikan hasil tangkapannya ke mana ya pak?

115

P

: Dijual kepada tengkulaknya, pemborong gitu, yang sudah berlangganan
gitu kan. Ada ikannya ikan asin macam-macamlah iya kan. Kebutuhan
nelayan itu dia (tengkulak) penuhi nanti, saat saat utang. Bedakan kalau di
Jawa, suaminya pigi ngelaut, istrinya ngolah.

S

: Itu makanya agak bingung pak, kenapa ya nelayan, penghasil ikan kok
anaknya kurang gizi itu pemikiran logikanya, apa yang mereka
lakukan ya pak?

P


: Sebetulnya kita kan hasil laut ini, ikan ini menambah gizi. Diharuskan
makan ikan setiap hari harus ada makan ikan nambah gizi, tapi itu
tadi karena keadaan tadi, lingkungan rumahnya kumuh, rumahnya
panggung, ketika itu masuk pasang, air nanti kering dia nguap, naik
bau-bau. Ada orang yang jambannya itu apa cemplung jadi anaknya
fisiknya belum mampu menahan, nggak terbuka dia (maksudnya
udara pengap), ukuran rumah rendah. Saya rasa untuk makannya di
laut ini yah nggak adalah istilahnya belum pernah dia kelaparan,
kurang makan lumayan lagi, pencarian bapaknya. Hanya tadi kondisi
alam yaa nggak wajarlah dia tinggal di situ.

S

: Kenapa mereka bertahan tinggal di pinggiran laut ya pak?

P

: Nggak ada, nggak ada tempat yang lain. Rumahnya ada disitu, kalau dia
nyewa mahal, kalau itu kan dia nggak nyewa dari tahun ke tahun. Tetap di
situ aja. Karena gini, kalaupun dia harus nyewa harus sesui dengan tempat
kerjaan dia, biar bisa lihat perahunya kalau hujan. Kalau nelayan ini ada
tiga musim, empat bulan musim puncak, empat bulan musim sederhana
(pas-pas gitu maksudnya hasil penangkapan ikannya), ada musim paceklik
empat bulan ibarat kering nanti itu pada nelayan ini. Itu untuk makan pun
payah kira-kira kek gitu, maka nelayan ini sulit untuk apanya kan. Nanti
sekali ada, ada, ikannya banyak. Kalau istilah nelayan ini biar rumah
runtuh, asal gule lemak katanya kan, biar rumahnya runtuh asal makannya
enak gitu kan. Nanti waktu pas-pasan mulailah berpikir, tabungannya
jarang nabung. Nelayan itu kan gitu, ketika paceklik barulah ada yang jual
ini, jual ini gitu dia, habis juga yang dicarinya itu. Karena itu salah juga
karena mereka itu nggak mau nabung itu aja, kalau dia mau nabung selama
empat bulan ini kan bisa, ada juga satu dua tiga yang mau nabung tapi
nggak sampelah lima puluh persen. Paling banyak dua puluh persen yang
nabung. Nelayan ini sulit untuk nabung ya pak (...) ya sulit karena

116

penghasilan itu lah dan satu cara pengeluarannya itu, nggak seperti orangorang kerja di perusahaan, pegawai atau kerja darat dia nggak kayak gitu
pengeluaran dia, kalau nelayan itu tadi nggak ada prinsip untuk nabung.
Kapan- kapan aja ya pak musim paceklik? (...) kalau bulan satu sampe
bulan tiga. Bulan dua belas udah mulai dia. Bulan ini mulailah
menghasilkan, bulan lapan nanti mulai netral. Bulan dua belas pas-pasan.
Ini bulan penghasilan sampe bulan delapan. Satu pun kurang di sini. Tapi
kalau ada di sini SMP, anak-anak nelayan di sini bisa wajib belajar
sembilan tahun itu dapat dia karena di sini nggak ada SMP, yang ada SD,
SMA lompat dia. Kalau ada di sini SMP enak dia. Paling banyak enam
puluh persen yang melanjut yang lainnya ngaanggur dan ketika udah lanjut
usia kerjalah di perusahaan, itulah pendidikan kurang. Masyarakat di sini
tangan nya di bawah, minta aja kerjanya. Nggak mau sekali sekali
tangan di atas, tidak mau. Tetap di bawah, karena apa? Setiap datang
orang mendata, langsung bantuan apa, kami mau dikasih apa, data-data aja
kan nggak enak, mengharap pemberian orang aja. Hanya orang yang nggak
mengharap itu nya baru ada kemajuan, kalau di sini itu lah bantuan apa,
nggak dilihatnya itu yang mendata itu siapa. Pokoknya asal data bantuan,
jadi sulit kita menghadapi masyarakat, SDM nya pun kurang, itulah tadi
karena kurangnya pendidikan. Ada juga yang nggak berpendidikan juga dia
ngerti karena pergaulannya luas tapi itulah tadi karena terfokusnya ke
nelayan itu tadi jadi nggak ada masa depan untuk nelayan itu nggak ada.
Bapaklah sudah berhenti jadi nelayan tahun 96, tapi susah kerja diluar, ntah
kerja apa bapak kerjakan, 98 diangkatlah bapak jadi kepling sama orangorang sini sampe sekarang. Kalau permasalahannya banyak, kalau kepling
ini banyak permasalahannya dengan masyarakat, bebannya yang dipikul,
jabatan yang kita pegang ada yang bilang sistem kerajaan.
S

: Kegiatan pemberdayaan di sini apa-apa saja ya pak?

P

: Arisan keluarga ada dia kan, arisan perwiritan ada, dulu kita ada jempitan.
Apa itu jempitan pak? (...) Jempitan itu maksudnya kalau ada orang sakit,
kemalangan itu dikutip, lain beda dari STM. Orang opname nanti di rumah
sakit, operasi sakit berat dikutip dia jempitan itu. Itu tidak dipastikan
berapa, bisa beras mau duit terserah ada kira-kira tiga tahun berjalan.
Pulang saya dari Jogja, studi banding saya dari Jogja itulah saya dapat
jempitan itu dan saya buat di masyarakat sini. Apakah kegiatan itu masih
berjalan pak? (...) sekarang nggak jalan lagi karena pengurusnya pun nggak

117

ada lagi, nggak mau dia dua orang aja, capek. Maunya berganti, jadi
kadang-kadang dia dua orang mamak, kadang dapat beras sampe empat
puluh kilo, dialah yang mikul. Kalau uang ringanlah. Honornya 10% dari
barang yang didapat. Tidak lanjut karena capek dan ada lagi ada yang
dirawat di rumah sakit karena melahirkan nggak dapat jadi nggak terima.
Hanya yang sakit berat dan opname, jadi nggak terima. Itulah yang juga
membuat jempitan nggak jalan. Jempitan ini sebenarnya meningkatkan
silahturahmi. Ada juga bantuan sanitasi dari USAID, tapi hanya jalan satu
tahun lebih karena sudah ada PAM dan WC terapung. Waktu ada sanitasi
dari USAID dikenakan biaya karena kadang nomboki juga. Kurang juga
perawatan dari masyarakat, butuh pemantauan. Kalau di bidang
kesehatan kemaren proyek Nice (Karena waktunya terbatas dan informasi
untuk saat itu sudah cukup, penulis melakukan terminasi sementara dengan
Subjek membuat janji ketemu lagi).
S

: Oke deh pak. Saya sudah mendapatkan banyak informasi dari bapak
tentang Kelurahan Bagan Deli, nanti kalau saya datang lagi bisa ya Pak?

P

: Ohh, nggak apa-apa. Nanti kabari atau hubungi saja ya.

S

: Terimakasih banyak ya Pak. Saya permisi dulu ya Pak

Setelah beberapa hari kemudian datang lagi menjumpai pak kepala lingkungan
tepatnya tanggal 26 Mei 2014 setelah dari Puskesmas Pembantu Bagan Deli hendak
menanyakan tentang kondisi Bagan Deli dan lingkungan- lingkungannya serta
kegiatan-kegiatan pemberdayaan.
S

: Apa itu BPM ya pak? (karena melihat di samping rumah bapak itu ada
plangkat BPM)

P

: Badan Pemberdayaan masyarakat dari program PNPM, setiap lingkungan
ada satu. Sudah kek mana programnya pak? (...) oh, sudah banyak di sini.
Ada dua program PNPM di sini yaitu P4IP dari program PU. Contohnya
dibagunnya jalan. Kalau PNPM dari pusat dan P4IP ini dari propinsi dan
masih berjalan satu tahun. PNPM sudah ada emam tahun dan sudah banyak
bangun sumur bor hampir setiap lorong, jalan, kalau sosialnya itu anak
yatim, jompo, bantuan untuk perbaikan rumah.

S

: Di sini sudah banyak program pertamina ya pak?

118

P

: Mudah-mudahan sudah banyaklah bantuan. Bantuannya seperti apa
namanya itu utuk daur ulang sampah itu, kompos, dari USU juga ada,
kerjasama USU dengan Pertamina. Sudah bagaimana perjalanannya pak?
(...) yaahh, begitulah memang ada programnya, gini karena kompos ini
kemana mau digunakan. Kalau untuk masyarakat di sini nggaknya habis
itu, pekerja nya itu harus ada gaji, tapi itu nggak ada. Dia jadi relawan, tapi
kalau ada honor dia kan bisa fokus, bagaimana mengolah sampah, itulah
kendalanya makanya program pemerintah itu nggak jalanlah sama dia kan.

S

: Ada saya lihat rumah dibuat rumah program pemberdayaan, maksudnya
apa itu ya pak?

P

: Itu rumah panggung milik masyarakat. Dulu itu rendah, jadi dikasih
bantuan dari PNPM untuk menaikkan rumah dengan dana tujuh juta dan
kekurangannya ditambahi masyarakat. Kalau di lingkungan kita
(maksudnya lingkungan tiga) ada dua puluh satu rumah dikasih bantuan,
kalau nggak silap kita ada seratus empat belas rumah se Bagan Deli.

S

: Saya dapat informasi kalau ada kegiatan pembedayaan masyarakat
pembuatan kerang kepada masyarakat dan bak sampah ya pak?

P

: iya, apa pekerjaan tangan. Tapi pembuatan kerangnya nggak jalan tapi bak
sampahnya sampe sekarang jalan, ada mobil sampah yang jemput. Kalau
pembuatan kerangnya bagaimana pak? (...) agak sulit karena kalau kita
buat nanti kemana kita antar, pemasarannya yang terkendala. Kalau
sekarang ini nggak tau juga lah kita berjalan atau nggak karena
masyarakatnya orang bagan tapi nggak tau lingkungan mana. Ada juga
lorong pertamina yang melakukan itu tapi kalau ada stand dari kantor lurah.
Nggak secara terus menerus karena nggak tau mau kemana dijual. Itukan
bisa kalau di kota-kota besar kayak di Jakarta pernah itu bapak lihat. Kalau
di daerah sini harus disesuikan itu. Kalau di daerah sini cocoknya
membuat jajanan-jajanan, makan makanan, nah kalau buat kerang
gitu nggak bisa karena makanan itu habis. Bina-binaan itu nggak
pernah jadi di Bagan Deli dan cocoknya makanan-makanan ringan
yang bergizi dan itu belum pernah di sini. Komunikasi terputus karena
tamu bapak itu datang dan kami pun mengakhiri pembicaraan

119

Transkrip Wawancara Mendalam 2
Tanggal : 2 Juni 2014
Pukul

: 12.49 WIB

Tempat

: Depan Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi

: Penulis mencari alamat informan berikutnya di lingkungan lima sesuai
alamat yang ada dari data puskesmas. Penulis bertanya sama penduduk
setempat, yang pada akhirnya bertemu dengan warga yang memiliki
anak balita dan Penulis menjadikannya informan berikutnya menjadi
informan yang memiliki balita yang sehat dengan ekonomi yang cukup.
Setelah menjelaskan tujuan Penulis, informan tersebut memberikan
respon yang baik dan bersedia dijadikan informan dan hasil
pembicaraan direkam. Penulis melakukan wawancara di depan rumah
warga dimana Penulis bertemu dengan informan dan membuat janji
setelah melakukan wawancara Penulis ingin bertemu dengan isteri dan
datang ke rumah informan dan informanpun bersedia. Informan
merupakan salah satu warga yang berpengaruh di lingkungan lima
karena salah satu warga di sana mengatakan kalau informan hendak
dicalonkan jadi kepling tapi tidak bersedia, jadi Penulis awalnya hendak
menjadikan informan dari tokoh masyarakat tapi karena memiliki anak
balita maka informan menjadikannya keluarga yang memiliki balita.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keterangan
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

P

: Selamat siang Pak, saya mahasiswa dari Medan melakukan penelitian di
daerah Bagan Deli ini dan saya ingin mencari alamat keluarga yang
memiliki balita. Di sini saya mendapat data dari puskesmas bahwa ada di

120

lingkungan ini pak yang memiliki balita yang kurang sehat gitu, yang kurus
gitu pak seperti yang kurang gizi kayak gizi buruk pak.
S

: Iya, selamat siang.. Kalau kehidupan sarat nelayan di sini memang
dibawah standartlah gitu. Tetapi karena makanan orang itu kan asal
ke laut gitu bawa ikan, ikan segar dikasih. Memang masalah makan paspasanlah karena kita merasa sebagai nelayankan kok masalah kehidupan itu
ya pas-pasanlah tapi kok untuk lauk pauknya itu lumayanlah iya kan karna
ikankan nggak pala beli pulang dari laut bawa ikan...itu aja. Klo masalah
ekonomi termasuk ya dibilang ya.. delapan puluh persen daerah lingkungan
lima ini di bawah standart, di bawah garis kemiskinanlah gitu. Karena hari
ini dapat seratus ribu iya kan, tiba-tiba besok kosong, lusa dapat dua puluh
ribu berombak nanti sampe tiga hari kosong makanya dapat pun gaji gitu
agak berlebih bayar utang di kedde dulu. Kita kan di sini kedde masingmasing ada langganannya. Kita belanja di kedde ini, kok tiba-tiba utang
kita di kedde ini, belanja di kedde lain kan ngaak cocok. Makanya pada
waktu masa kosong, masa sulit orang itu belanja di kedde ini, jadi kok apa
utangpun di situ asal ada hasil langsung bayar, cuman kalau masalah gizi
buruk belum ada lah di sini, kurang gizi kurasa belum ada lah yang
nampak.

P

: Bapak atas nama siapa pak?

S

: Zamaluddin Lubis....Zamaluddin Lubis, batak ya pak (...) iya saya batak
asli. ...usia bapak? (...) empat puluh sembilan kurang tiga bulan lagi lah
lima puluh..ibu (...) kalau ibu empat puluh dua..empat puluh dua tahun ya
pak, anak delapan orang ya pak(...) iya delapan orang. Yang ke delapan ini
lah baru berumur dua tahun.

P

: Kalau masalah makanan anak bapak perhatikanlah ya?

S

: Karna gini kan masalah nasi, dikitpun nasi tapi kalau lauknya agak
lumayan gizinya iya kan nggak terkena gizi buruk itu aja. Karnakan
ikan-ikan segar itu memang ada, kadang kalau aku minta dari nelayannelayan dari laut dikasih.

P

: Ini pak, jadi adek-adek orang bapak bawa ke posyandu?

S

: Anak-anak di sini, emak-emak di sini rata-rata sekali sebulan ke
posyandu rutin teratur...ibu rumah juga pak? (...) iya rutin tiap bulan.

121

Awak masalah ekonomilah, masalah perobatan kadang di sini, puskesmas
pun cemanalah dibilang di sini ya. Obatnya pun kadang nggak mempan
..jadi ke mana lah orang bapak berobat? (...) dokter jugalah. Kalau di sini
masalah makan lancarlah, tapi masalah ekonomi, masalah berobatlah
kurang mujarablah obat puskesmas sama anak-anak ini. Itu makanya
pendidikan di sini rendah. Jaranglah di sini pendidikan SMP pun
jarang. Macam tetangga itulah setelah SD berhenti, ke laut membantu
orang tuanya. Jarang di sini sampe tamat SMA, jarang. ..Kalau bapak
tamat apa ya pak? (...) saya? Sebenarnya saya malu bilangnya, saya
sebenarnya tamat sarjana (sambil tersenyum) bagian ekonomi. Saya
sampe ke laut ini memang karena nasib, cemana bilangnya, karena nggak
menuruti kata-kata orang tua.
P

: Ada di sini dukun anak pak?

S

: Ada di sini dukun anak termasuk dukun kusuk dibilang di sini. Itu di
belakang rumah. Klo ada anak-anak demam di kusuk ke sana. Ada
juga dukun bayi, hanya berkusuk anak ke sana rutin. Kebanyakan di
Mpok Lama.

P

: Di sini ada nggak pak kegiatan-kegiatan dari keluarga kayak arisan-arisan
gitu?

S

: Ada, Wirid,..ada kegiatan lain pak yang menghasilkan sesuatu gitu? (...)
Nggak ada. Karena cemanalah dibilang, emak-emak di sini bukan nggak
mau bikin usaha tergantung keadaan modal. Karena cemanalah di sini ya,
ditaroklah bentuk satu kelompok nanti usaha, bikin kelompok itu pun
nggak ada modal, terkendala di sini ekonomi. Itulah tadi dibilang ekonomi
di bawah standart. Jadi mau bikin usahapun para ibu-ibu terkendala lah
semua. Klo ada bapak angkat yang mau menyokong bisa
dibikin...maksudnya bapak angkat gimana ya pak? (...) bapak angkat
maksudnya kan yang mau menyokong dana nah bisa tapi ini nggak ada,
suatu wadah koperasi gitu. Koperasi di sini nggak ada. Dulu pernah
berjalan di sini koperasi di TPI (tempat pengolahan ikan) tapi orang itu,
KUD (koperasi unit desa) di situ tidak berjalan dengan lancar semestinya
yang diminta masyarakat..maksudnya pak? (...) ya korupsi juga lah. Yang
megang siapa-siapa aja pak? (...) orang-orang sini juga lah, penduduk sini
lah tapi cuman nggak berjalan lah mulus, hasilnya ntah kemana
pendapatannya ada hasilnya ntah ke mana. Asal ditanya hasilnya, dia pun

122

nggak tau. Dia yang ketua koperasi pun, dia pun nggak tau ke mana lari
keuntungannya semua, itu makanya nggak berjalan yang diharapkan
masyarakat. Jadi, maka di sini ibu-ibu nggak ada kegiatan, jadi ibu rumah
tangga semualah.
P

: Dari bapak ada nggak saran biar ada kegiatan ibu?

S

: Ada...Kalau menurut saran saya tolonglah ada orang yang datang untuk
membina di sini. Penyuluhan datang ke daerah sini, memberi pelajaran
kepada ibu-ibu sini tentang tentang bikin usaha....Usahanya seperti
usaha apa ya pak (...) Ada yang hasil ikan, ada yang bikin kue-kue an.
.Kalau beternak? (...) yah kalau beternak di sini nggak bisa, payah karena
air pasang bermatian di sini ternaknya. Yang bisa ibu-ibu di sini kue,
kerupuk-kerupuk dari udang, dari ikan tu. Digiling dicampur itu, sudah itu
bikin ikan asin, pengasinan ikan...itu belum pernah dibuat pak? (...) ada,
termasuk orang rumah, dibelakang sana memang lebar tempat pengasinan
ikan Cuma penampungnya tidak ada...penampung kayak mana itu pak? (...)
pembuangan, KUD nggak berfungsi lagi mau ke mana kita buang tunggu
datang lah orang beli-beli ikannya sekilo, setengah kilo, ikan makan. Itu
hampir seratus kilo ada buat ikan di rumah. Cuma taulah penyalur nya itu
memang belum ada...disalurkan nggak mau ke kota menyalurkannya pak?
(...) bisa nyalurkannya tapi nggak ngerti karena terkendala modal. Tapi klo
ada kelompok dibuat ntah berapa orang dalam satu kelompok dibuat
kelompok-kelompok pkk bisa tersalur kepada mamak-mamak. Ada yang
bisa bikin kue, bikin kerupuk, bikin apa semua itulah yang bisa
menghasilkan tapi cara penyalurannya ini nya yang nggak ada. Nggak
usah jauh-jauh saya pribadi bikin ikan asin di rumah tapi
penampungnya nggak ada. Habis disitu modalnya, gitulah...kalau di
kota dibuat pak, di Medan kan banyak yang nampung? (...) bisa tapi kalau
ada modal membawa ke sana. Ada juga kegiatan ibu-ibu di sini membelah
ikan asin seribu sekilo, ini cara menyalurkannya lah butuh dana.
Keadaanlah membuat masyarakat kayak gitu. Pernah kami bawa ke kota,
cuman dia minta harga di bawah kita, makanya nggak dibawa.

P

: Apa penyebabnya kenapa bisa gitu pak?

S

: Karena kita nggak jual langsung di pajak. Taulah orang pajak ini, kalau ada
barang yang datang langsung, suka-suka dia bikin harga. ..Apakah ada
faktor karena kualitas barang pak? (...) Kalau kualitas barang bisa dijamin,

123

nggak pake pengawet langsung aja pake garam, dia (ikan asin) pun nggak
asin kali dan nggak pake tawas. Itu tadi penyalurnya yang nggak ada,
karena dana yang nggak ada. Adapun bantuan yang di atas-atas yang dapat.
P

: Kalau penyuluhan tentang kesehatan bagaimana ya pak?

S

: Kalau penyuluhan kesehatan itu sering, di kegiatan posyandu lah dan
kesehatan keliling, tapi itupun nggak semua, di balai kelurahan bikin
penyuluhan kesehatan, pada waktu pengobatan gratis disitulah dikasih
penyuluhan. Kalau datang ke rumah-rumah belum pernah ada.

P

: Jadi belum ada balita di sini yang nggak bisa bergerak, yang terbaring di
tempat tidur gitu nggak ada ya pak?

S

: Belum, tapi yang agak kurus ada. Bisa saya antar (Maka wawancara
dengan bapak itu berakhir dan dilanjut untuk menemui keluarga yang
memiliki anak kurus).

Transkrip Wawancara Mendalam 3
Tanggal : 26 Mei 2014
Pukul

: 10.00 WIB

Tempat

: Puskesmas Pembantu Kelurahan Bagan Deli

Situasi

: Penulis datang untuk tujuan memastikan perubahan data status gizi
buruk dan gizi kurang di Kelurahan Bagan Deli. Kondisinya pada saat
itu hujan, maka sekalian untuk berteduh. Penulis melakukan wawancara
terhadap petugas puskesmas.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keterangan
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

124

P

: Selamat pagi bu (sambil memberi salam kepada kedua ibu petugas
puskesmas), saya dari mahasiswa FKM USU ingin melakukan penelitian di
Bagan Deli khususnya bagi keluarga gizi kurang dan gizi buruk.

S

: Selamat pagi...

P

: Bulan dua kemaren saya sudah mendapatkan data dari puskesmas Belawan
data-data tentang anak yang gizi buruk dan gizi kurang di daerah Bagan
Deli ini, apakah ada perubahan bu dari data-data ini (sambil menunjukan
data yang saya peroleh dari Puskesmas Belawan).

S

: Ohh, tidak ada. Paling yang gizi buruk jadi gizi kurang, dan nggak ada
yang nambah.

P

: Bu, mau tanya tentang masyarakat Bagan Deli...

S

: (Langsung dipotong ibu petugas pertanyaan saya) ohh, tanya langsung ke
ini nya, ke kelurahan. Kita kan hanya petugas di sini.

P

: Karena orang ibu sebagai pendatang di sini, saya mau tau bu pendapat
orang ibu kepada masyarakat di sini?

S

: Orang-orang di sini kalau sakit yaa datang ke puskesmas bukan
karena disuruh-suruh. Kalau mau lebih tahu langsung aja ke
masyarakatnya karena ini kan nggak mewakili tujuh belas ribu orang,
banyak penduduk di sini, apalagi saya bukan penduduk di sini jadi nggak
banyak waktu sama masyarakat di sini.

P

: Menurut ibu masyarakat di sini apakah sulit menerima orang pendatang?

S

: Nggak, mereka welkam (terbuka/ menerima). (Penulis sedikit
terkendala menghadapi petugas puskesmas karena mereka sedikit kurang
bersahabat tapi mereka mau menjawab pertanyaan Penulis)

P

:

S

: Perilaku kehidupan mereka (dijawab dengan begitu singkat)

P

: Sudah pernah bu kegiatan kesehatan di sini?

Kesulitan yang orang ibu hadapi dalam menghadapi masyarakat di sini apa
ya bu?

125

S

: Ada, kegiatan-kegiatan penyuluhan, mereka susah berubah. Ada yang
datang ke posyandu tapi ada juga banyak yang tidak datang ke posyandu.
Apakah mereka sulit digerakkan datang ke posyandu bu? (...)
eee..sebenarnya nggak sulit kali. Ada sih yang datang ke posyandu.
Kendala di sini, inilah pasang surut.

P

: Orang ibu sebagai tenaga kesehatan bagaimana menanggapi tindakan
mereka?

S

: Kita kan sudah kasih penyuluhan, kita juga kemaren dari kegiatan
pertamina, mereka kasih penyuluhan juga, mereka buat daur ulang
ini, apa namanya alat-alat misalnya kerang gitu, bahan-bahan bekas gitu.

P

: Hasilnya bagaimana bu?

S

: Itu yang melakukan pertamina jadi mereka bagus itu. Lanjut nggak sampe
sekarang? (...) Itu yang melakukan kelurahan jadi kita kurang tau, kami
hanya bagian kesehatannya saja, mengobati, kasih penyuluhan. Hasilnya ya
sudah mulai berubahlah, ada bak sampahnya (Setelah dapat informasi
tersebut kami pun permisi dan mengucapkan terimakasih kepada petugas
puskesmas.

126

Transkrip Wawancara Mendalam 4
Tanggal : 2 Juni 2014
Pukul

: 15. 57 WIB

Tempat

: Rumah Warga Lingkungan 15

Situasi

: Penulis terkendala hendak pulang, akhirnya menanyakan penduduk
setempat yang memperhatikan Penulis kebingungan jalan keluar mau
naik transportasi. Pada akhirnya berkenalan dan berbincang-bincang
dengan warga tersebut. Dari informasi yang diberikan bisa dijadikan
masukan dalam penelitian maka Penulis minta izin kepada warga
tersebut dijadikan salah satu informan untuk penelitian, karena Informan
bersedia maka Penulis melakukan wawancara kepadanya. Informan
adalah salah satu warga Bagan Deli yang perduli dengan keadaan
masyarakat Bagan Deli yang juga seorang mahasiswa.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keteranganm
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

P

: Permisi bang, saya mahasiswa FKM USU yang melakukan penelitian di
Bagan Deli yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat (setelah
melakukan pendekatan dan perkenalan informan langsung memberi
penjelasan tentang Bagan Deli).

S

: Kelurahan ini baru nya buat jalan, ukur jalan. Dia buat MCK dekat
rumahnya, kita nggak keberatan kok, nah di sanakan punya sumur bor juga,
kenapa harus dibuat lagi sebelah rumahnya itu akhirnya MCK itu nggak
terpake kan menjadi ajang pribadikan. Nah, kalau kau mau masuk, kau
mau mandi sini yah kau bayar. Itukan dana hibah, kenapa harus dibayar,
kenapa harus dipatokkan, bukannya Awi lebih condong ke masyarakat tapi

127

itulah yang terjadi. Memang sejak Awi dilahirkan untuk berbaur ke
masyarakat. Dari orang tua Awi lurah, sampelah orang tua Awi pensiun
tetaplah Awi bergabung dengan masyarakat. Nah, jalan ini sudah cukup
berapa lama masyarakat mendatangi, kenapa itu, jalan itu dah begini, air,
parit begitu dilaporkan ke PNPM mandiri, PNMP mandiri mengatakan
dana belum ada. Oke nggak apa-apa, ini dah ketiga kalinya diukur dana
belur ada. Begitu keluar dana, dibilang dananya terlalu besar. Jadi danadana hibah dari pemerintah itu tidak seutuhnya juga dihibahkan ke
masyarakat.
P

: Kalau dari abang sendiri melihat masyarakat gini, seperti yang abang
bilang tadi tentang swadaya masyarakat, yang abang harapkan untuk
masyarakat di sini seperti apa ya?

S

: Yang Awi harapkan jalan, rumah layak huni, nah sudah ada rumah
swadaya. Itu sudah salah orang, bantuan hibah itu, kanapa kau yang dapat
yang dibilang nggak ada surat tanah, diurus dulu, begitu diurus terlambat.
Mereka datang kerumah...assualam malaikum, kau tolonglah dulu uyak
lantai uyak begini-begini, lantai lapuk begini-begini.surat-surat diurus
semua, mencoba melobi kepala lingkungan, kepala lingkungan mengatakan
oh nantilah tahap dua, nggak ada lagi. Jangan gitulah pak, kenapa si anu
bisa..oh iya dapurnya rusak. Kita kan yang perlu direnovasikan rumah
induk. Itu yang kedua yang Awi harapkan dari masyarakat, nah
pembangunan untuk paret begitu juga sepertinya kepala lingkungan tidak
acuh lagi untuk meninjau paret itu, nggak selera karena paret itu sudah
terlalu rendah itu menjadi keluhan masyarakat. Yang keempat mengenai
raskin, masyarakat datang berbondong-bondong ke kantor lurah, kepala
lingkungan itu memberikan kepada orang yang lumayan hidupnya. Jalan
dari tahun ke tahunnya diukur sama pemko tapi dibangun nggak juga,
sampe kapan? Hanya ukur dari ujung ke ujung aja.

P

: Jadi yang abang pikirkan untuk masyarakat itu biar bisa mandiri, itu yang
abang pikirkan?

S

: Tiada hentinya itu. Tidak kan mau masyarakat itu untuk mandiri kalau
untuk semua orang, bisa dihitung dengan jari, sulit...itu karena apa
sulit? (..) nggak tau kita, karena kepribadiannya itu, itu tadi kalau dah
namanya untuk rumah tempat tinggal dia cepat, tapi kita untuk mendorong
dia untuk supaya maju itu sulit...kalau sulit tapi ada gitu ad nggak yang

128

abang pikirkan? (...) gini, ada masyarakat lingkungan lima belas yang
datang ke rumah, ginilah nantilah. Kalau dana hibah susah, tapi dana
pinjaman itu dicarikan. Itu masyarakatnya harus kita pilih. Kita perduli
dengan masyarakat, bagaimana supaya masyarakat itu maju dengan
sendirinya tapi itu juga tidak dapat karena adapun bantuan-bantuan dari
pemerintah itu jatuhnya pada orang yang salah, bukan Awi secara
pribadi berambisi. Ada kemunginan dana sampe atau tidak, kalaupun
sampe itu tidak seutuhnya. Itu selalu jatuh dengan orang yang salah. Di
sini lagi anak mau menyambung ke sekolah lanjutan, orang tua nggak
mampu. Dulu masih bis kita hitung dengan jari jumlah anaknya yang
mahasiswa, tapi sekarang sudah tidak bisa dihitung dengan jari. Sekarang
sudah ada lima di lorong ini yang anaknya mahasiswa, di lorong sebelah
juga ada sepuluh. Yang menjadi kendala untuk memacu anak dalam
pendidikan antara SD dan SMP itu dia yang terputus, dulu di sini ada
sekolah malam, sekolah gratis SMA, SMP itu ada, tok hanya sekali juga,
nggak tau kenapa ntah karena gurunya, ntah penyandang dananya, ntah
pemerintahnya, ntah masyarakatnya nggak dikasih maju..(dan Penulis
mengakhiri perbincangan setelah mendapat informasi dan Penulis
menyampaikan akan datang kembali. Informan dengan senang hati
menerima).

Lampiran 3
Transkrip Wawancara Mendalam I
Tanggal : 29 Mei 2014
Pukul

: 11.30 WIB

Tempat

: Rumah Warga Lorong Gereja

Situasi

: Penulis sedikit kesulitan dalam mencari alamat informan di mana
alamatnya berada di Lorong Gereja. Tempat tinggal informan berada di
pinggilan laut dan berbau kotoran ternak. Pada waktu sampai di rumah
informan, Penulis berjumpa dengan anak informan yang menderita gizi
buruk dan pengasuhnya. Setelah menunggu beberapa menit, maka
informan datang bersama anaknya yang ketiga dari suatu tempat. Kami
disambut hangat oleh informan karena kami juga ternyata masih saudara
semarga sesama suku Batak. Setelah berbincang-bincang untuk
melakukan pendekatan maka kami pun menyampaikan tuhuan
kedatangan kami dan informan menerima kami dengan senang hati.
Penulis pun memulai mengajukan pertanyaan sambil diselang selingi
pembicaraan yang tidak berhungungan dengan penelitian.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keterangan
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

P

: Selamat siang kakak, Saya datang dari Medan, dari kampus USU
melakukan penelitian tentang kesehatan di Bagan Deli ini dan saya
mendapat data dari puskesmas, makanya saya sampe ke rumah kakak. (ada
datang tetangganya menanyakan tentang tujuan kedatangan kami, lalu
informan menjawab kalau kami datang dari kuliah)

129

130

S

: Oh, iya.Nggak apa-apa dek, sini banyak kali data-data bayi tapi kami nggak
dapat. Kayak dana-dana balsem itu, biasa mendata kalau data-data di sini
untuk medapatkan dana bos untuk bayar utang eheehehhe....

P

: Abang apa pekerjaan kak?

S

: Buruh, yang angkat-angkat ikan dari pelabuhan itu. Takut dia kerja di laut.

P

:

S

: Jangan salah klian dek, di laut itu per hari hanya dapat empat puluh lima
ribu nya sehari kali tiga puluh hari...dapat satu jutaan lebih kan kak? (...)
iya tapi resikonya juga besar dek. Kalau buruh ini sedikitnya memang
gajinya hanya lima ratus ribu nya per bulan tapi ada uang masuk dua
puluh ribu per hari pande-pande kitalah bagi-bagi duitnya. Kalau di
laut ini menang makan ikan segarnya...baguslah itu kak makan ikan segar
(...) iya dek, ibarat gini kalau makan tanpa sayur nggak apa-apa tapi kalau
makan tanpa ikan kan nggak enak. (Sambil diselingi informan niat mau
belikan gorengan dengan menyuruh anaknya membeli di warung. Penulis
menanyakan anaknya mengapa tidak makan siang setelah pulang sekolah,
dia jawab nggak ada ikan, dan ditambahi informan mengatakan kalau
dia tidak masak).

P

: Kak, bagaimana menurut kakak pemberdayaan masyarakat
melakukan pengolahan makan-makanan di Bagan Deli ini ya kak?

S

: Kalau pemberdayaan masyarakat tentang makan-makanan nggak jalan, ada
kan katanya bikin keripik, kerupuk, goreng-gorengan itu nggak masuk di
sini (maksudnya lorong gereja) tapi kalau dibilang penyuluhan kayak mana
supaya bisa ternak babinya cepat besar, dalam empat bulan delapan puluh
kilo oww banyak itu berdatangan nanti. Kalau bikin-bikin keripik itu kan
orang Jawa, kalau kita orang Batak ini mana bisa kayak gitu tapi kalau ada
penyuluhan tentang kayak mana supaya beternak entok dan ayam...entok
dan ayam di sini paling apa, paling banyak, beternak ayam. Tapi lebih
diperhatikan lagi babi. Di sini rata-rata yang rumahnya apa ini babi.
Penyuluhan itulah karena nggak pernah masuk- masuk kayak gitu. Tapi
pemberantasan babi pernah masuk, tapi penyuluhan tentang kayak mana
supaya ternaknya cepat besar nggak pernah masuk. Itulah salahnya di
lorong ini.

Apa nggak lebih banyak gaji di laut ya kak?

yang

131

P

: Itu knapa kak dimarahi, kok ada program pemberantasan beternak babi di
sini?

S

: Karena katanya kan ada flu babi, udah itu katanya tai-tainya nggak bisa
terbuang padahal kalau di daerah laut ini kan pasang, jadi mau nanti
sebulan lima belas kali, sering pasang kotorannya itu kan lari nya ke laut,
dibawa ke lautnya kotorannya itu. Itu dia, nggak tercemarkan ke rumah.
Naik pasang, pasang besar, kalau pasang besar di sinikan sampe se lutut, di
atas dengkul..kalau misalkan pasang besar sampe ke rumah kak? (...)
sampe...kalau ke rumah sampe ke mana kak? (...) sampe inilah, sampe jalan
besar ini...berarti nggak sampe masuk rumah ya kak? (...) nggak. Itulah,
kalau mau kalian bikin penyuluhan kayak mana supaya ternak itu cepat
besar itu aja karena nggak pernah kayak gitu datang ke sini, kalau daerah
sini ya (lorong gereja). Tapi kalau dibilang masak keripik mendingan orang
ini katanya ke gudang ngopek ikan karena bikin- bikin bakso, keripik
nggak masuk akal orang sini.

P

: Kak, pernah di sini dilakukan penyuluhan tentang kesehatan?

S

: Baru-baru ini, tapi kesehatan ini lho kayak waktu itu kan dipanggil satusatu bagian ibu kandungan, dipanggilah ibu-ibu dengan balitanya dah itu
masyarakat apanya, masyarakat remajanya itu, bertahap-tahap dia barubaru ini memang, baru itu yang ada penyuluhan. Kalau sampah nggak ada
ya kak? (...) sampah ya nggak ada. Memang kalau di lorong gereja ini
ibarat kata masalah majunya lambat lain dari lorong-lorong depan Bagan,
inilah ada masuk air-air apa itu kan, dah itu pembuangan-pembuangan
kotoran-kotoran itu dari pemerintah, ada orang itu, tapi di lorong gereja ini
nggak ada. Nggak tau ntah belum ntah ada. Kayak bantuan-bantuan air
bersih, kami nggak dapat. Nggak ngertilah knapa lorong gereja ini nggak
dapat bantuan-bantuan, nggak ngertilah.

P

: Jadi air orang kakak dari mana?

S

: Inilah dari bor dibeli, cuman kan mahal. Inilah tiap bulan ceppe limpul
(maksudnya seratus lima puluh ribu rupiah), untuk mandi, masak semualah
disitu.

P

: Itu tadi yang jaga adek siapa ya kak? (anaknya yang menderita gizi buruk
dengan penyakit penyerta).

132

S

: Sebenarnya itu bukan saudara, cuman ada yang mengantar dia ke sini. Dia
nggak punya bapak dan nggak punya mamak lagi dah meninggal jadi
diantarlah ke sini. Dia bantu- bantu lah ya kak (...) iyalah, kayak bisa
dibilang anak yatim piatulah. Iya tadi sangkai itu tadi kakak (...). Itu ajalah
dek, kalau kalian misalnya mau melakukan kayak kau bilang itu
kayak mana supaya ada yang dikerjakan apa, masyarakat di sini iya
kan, yang nggak bisa beternak pinahan bikinlah penyuluhannya kayak
mana supaya bisa beternak ayam dan entok karena gitu di sini kalau
nggak bisa beternak pinahan, yah bikinlah penyuluhan kayak mana
beternak ayam entok karena gitu di sini kalau nggak bisa beternak
pinahan, beternak ayam entok dipelihara orang itu. Tapi karena
bingung orang itu kayak mana melihara ayam entok itu, yah kadang jadi
gitu-gitu aja. Nggak ngeri caranya karena memang nggak ada
penyuluhannya. Kalau masalah babi ini, itulah enam bulan masih empat
puluh kilo. Dah nggak iya lagi itu sebenarnya iya kan? Jadi gimana dari
pada nggak ada punya apa kan, punya ternak, nggak ada yang mau diapain
yah lumayan walaupun cuman dikit dapatnya ibarat katanya cuman nabung
nya ini jadinya. Jadinya nggak adanya keuntungannya..Apa makanannya
yang dikasih orang kakak? (...) Ampas makanya makananya itu sebenarnya
apa ya, ampas, pur, kangkung itu dikasih. Itu makanya apa-apa aja yang
harus dikasih sama babi ini supaya cepat besar kita nggak tau. Sejauh ini
itu-itu aja nya yang masih dikasih. Makanya kakak kepingin kali ada
penyuluhan-penyuluhan kayak mana supaya berhasil beternak. Itu
makanya kakak bilang ini kampung, kampung tertinggal (lorong gereja
maksudnya).

P

: Bagaimana kalau misalnya ada penyuluhan-penyuluhan apalah yang bisa
kakak lakukan?

S

: Kurasa pastilah senang dek. Semangat pun. Apa kata yang bikin
penyuluhan itu, itu dipraktekkan, betul nggak, bisa nggak. Nah, kalau bisa
kan, kita bisa kassih tau sama kawan ini kek gini, ini kek gini. Kalau
selama ini kan knapa babi sakit, knapa babi mencret itu jadi solusi kita
sendiri, kadang mau anak babi gitu kan, anak babi mencret, gawat itu
nggak bisa, kita harus bisa gimana ya, kita harus bisa baca situasi kayak
mana kendala kita baca dulu kayak mana solusinya.

133

P

: Jadi tokoh-tokoh masyarakat seperti kepling dan tokoh agama di sini
perduli nggak sama kesehatan masyarakatnya?

S

: Mana ada kita diperhatikan orang itu, kurang perhatiannya.

P

: Pekaranganya kan kak ada, bisa kan kak menanam tanaman?

S

: Nggak bisa nanam karena kan sering pasang...Kalau di polibek- polibek
atau pot gitu gimana kak? (...) nggak bisa karena gini, di sinikan banyak
anak-anak ditambah lagi halaman dengan rumah paling lebar itu satu
setengah meter itu yaa, hadap-hadapan itu satu setengah meter, jadi kalau
kita bikin polibek apa segala macam payah, yang ada dihancurin.

P

: Pernah nggak kak dapat bantuan-bantuan gitu?

S

: Bantuan pinjaman gitu. Di sini pernah masyarakat pinjam, macetlah. Nah
itu karena si kawan yang macet, kawan yang lain kena semuanya. Kan
nggak enak gitu kan. Padahal kawan yang dibelakang butuh pinjaman itu
buat modal usaha jadi nggak bisalah. Satu yang kena masalah jadi semua
kena masalah. (Setelah itu informan hendak memberi anaknya yang gizi
buruk makan dan disuruh pengasuhnya membuatkan makanan anaknya dan
kondisinya anaknya kondisinya lemas dan hanya tiduran saja).

P

: Sampai sejauh ini apa yang kakak lakukan sama adek ini?

S

: Yah, pasrah saja dan bersabar. Dikasih kalau nggak ada ikan, makan
telur dicampur. Kan nggak termasuk bubur dia kan? Nggak ada uang
untuk mengobati, mahal kali pengobatannya (Setelah cerita-cerita
tentang anaknya balik lagi informan menyarankan untuk membuat kegiatan
penyuluhan seperti yang disampaikan dibawah ini)

S

: Bikinlah dek tentang penyuluhan beternak ayam, entok dan lele. Di Bagan
(di lingkungan lain yang lebih maju maksudnya) pun bisa kalian buat kek
gitu karenakan ibaratanya di sana lahannya sudah semua tanah, nggak
kayak gini kolong-kolong, jadi di sana bisa dibuata beternak ayam,
lele...kalau di sini nggak bisa ya kak beternak lele? (...) di sini? Beternak
lele? Itu kan bukan lahan kita. Bisa juga cuman gimana caranya gitu kan.
Jadi sekarang dibilang modal, kalau nggak ada modal gimana kita boleh
beternak itu dia dek. Ginilah ada kakak lihat dia beternak lele dari terpal,
nah bisah aja kita bikin di sini terpal, di rawa-rawa nah itu dah punya

134

orang. Itu tadi kalau dia punya modal, itu bisa diusahakan tapi kayak mana
mengusahakan meminjam aja pun kita nggak bisa, kalau minjam dengan
bunga dua puluh persen mending nggak usah lah. Kalaupun ada bantuan
penyuluhan, bantuan modal harus ada juga. Kalau ada penyuluhan tapi
nggak ada modal sama dengan nol nggak jalan itu. Pemerintah kalau ada
niatnya untuk membantu modal sama penyuluhan harus ada. Jadi
itulah membantu masyarakatnya. Jadi ibarat kata, kayak dibilang bantuan
ini itu, ini itu, itu cuman bikin iri orang iya kan karena itu nggak mendidik.
Kecuali kalau dibilang buat yang sakit kayak si abang ini (maksudnya
anaknya yang gizi buruk) sekian dikasih iya kan, buat yang jompo-jompo
diperhatikan dan buat anak sekolah itu baru cocok. Kalaupun anak sekolah
dapat itu dari sekolah diambil, langsung potong uang sekolah, potong uang
buku itu baru cocok. Kayak di puskesmas kelihatan mana anaknya yang
sakit, yang sakit itu yang dikasih biaya, nah yang sehat - sehat mau ibu itu
bilang bulan depan kalian nggak dapat lagi ya, nah itu kelihatan kan
P

: Dulu kak, kakak rajin bawa adek ini ke posyandu?

S

: Ke posyandu? Kalau ke posyandu waktu itu yang nggak dapat dia apa
ya..(sambil mikir) apa sih yang terakhir-terakhir nya itu, hepatitis yang
nggak dapat...Adek-adek yang lain kak? (...) orang ini semua dapat,
lengkap semuanya ini... Kenapa adek ini nggak dapat ya kak? (...) kan
katanya kalau dia demam nggak bisa, nggak boleh kan. Itulah, memang
kalau yang satu ini (anak yang sakit) mulai dari lahir dia tiga hari di
rumah kayak kelaminnya ini, telurnya ini kayak hernia yang telurnya
bengkak, berair dia. Tapi kami bawa urut... sembuh. Setelah satu
tahun delapan bulan kemudian itulah dia tiba-tiba lemas, kepalanya
pun nggak bisa diangkat. Lahir di mana dia kak? (...) lahir di bidan
Juli nya dia. Bdan bilang apa kak? (...) Kalau bidan dia lahir normal,
nggak ada dia ngeluh-ngeluh gitu. Nggak ada. Waktu sakit hernia baru
lahir bidan bilang apa kak?(...) Mana ada kami periksa ke dokter, mana
ada. Demam anak yaa diurut ke tukang kusuk trus dibawa ke bidan biar
dikasih obat (anaknya yang sakit nggak jadi makan karena tidur).

P

: Minum susu adek ini kak?

S

: Iya duanya minum susu. Yang ini (menunjukkan adek yang usia tiga tahun)
minum susu kaleng, nggak mau dia minum susu lactogen.

135

P

: Kalau minum ASI sampe kapan adek-adek ini kak?

S

: Sampe umur satu tahun tiga bulan semuanya. (Karena merasa sudah
cukup mendapat informasi maka kami permisi pulang dan minta izin kalau
mau diizikan datang lagi, informan menerima dengan senang hati).

Transkrip Wawancara Mendalam II
Tanggal : 2 Juni 2014
Pukul

: 13.12 WIB

Tempat

: Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi

: Penulis bersama dengan Pak Zamaluddin (salah satu informan)
mendatangi rumah warga yang memiliki anak balita kurus. Kami
langsung menemui rumah nya dan bertemu dengan isteri dan anakanaknya. Penulis tidak mengalami kesulitan karena telah dipandu oleh
warga yang menjadi informan sebelumnya. Sesampainya di rumah
informan, kami diterima dengan baik oleh ibu yang menjadi informan.
Kami juga berjumpa dengan anaknya yang kurus dan memiliki ciri-ciri
anak yang kurang gizi.

------------------------------------------------------------------------------------------------------Keterangan
P

: Penulis

S

: Subjek

(…)

: pertanyaan/perkataan penulis

P

: Selamat siang bu (sambil memberi salam), saya mahasiswa yang
melakukan penelitian tentang masalah kesehatan anak yang berhubungan
dengan gizi.

S

: Selamat siang dan silahkan masuk. Tapi maaf rumah saya seperti inilah,
nggak sempat merapikan karena jaga anak.

136

P

: Nggak apa-apa bu suaranya direkam. Nama ibu siapa ya?

S

: Nama Triana panggilannya Tri...usianya bu? (...) usia tiga lima, tahun
tujuh sembilan, betul usianya tiga lima? Iya tiga lima lah ya.

P

: Anak ada berapa bu?

S

: Sebelas..(penulis terkejut)..jumlah anak bu?(...) iya sebelas, nggak percaya
dia pak (sambil melihat pak Zamal dan pak Zamal pun meyakinkan Penulis
kalau anak Penulis ada sebelas) Sekolah dah empat orang, mau masuk dua
orang, duitnya nggak cukup. Sekolah gratis kan tapi baju-bajunya ini nya
kan? Harus dibeli, iya kan? Mau masuk dua, tapi satulah dulu.

P

: Jadi ibu kegiatannya sehari-hari apa ya bu?

S

: Inilah, memberesi rumah-rumah inilah...di rumah aja lah ya bu (...), iya di
rumah aja...ibu rumah tangga ya bu (...) Mana mau kerja mana bisa,
anak banyak gini.

P

: Makanan adek-adek ini sehari-hari apa ya bu kasih?

S

: Ahh, biasa-biasa aja, nggak cukuplah. Kadang- kadang makan
kadang-kadang nggak makan, apalagi ayahnya belum kerja tadi
malam, mocok-mocok.

P

: Adek ini berapa usianya ya bu?

S

: Satu setengah tahun, kurasa kuranglah ya satu tahun setengah nggak bisa
jalan..kurang sehat (...) iya kurang sehat. Tapi hari itu ku kasih susu dia
nggak mau susu. Air gula dia mau, susu dia nggak mau, muntah dia.
Dulu kasih susu 123 muntah-muntah dia tapi sekarang nggak lagi.
Kalau mau dia mati kita carinya (sambil tersenyum). Ayahnya
semalam nggak dapat ikan, dah berapa hari pre (libur). Kerja bapak
nelayan ya bu? (...) iya, pulang hari dan rata-rata di lingkungan lima
nelayan pulang hari.

P

: Ibu rajin bawa adek ke posyandu?

S

: Iya ini (sambil menunjuk anaknya yang kurang gizi)..dah suntikan apa
yang dapat bu? (...) suntikan yang ke dua itu apa namanya? DPT karena dia
sering sakit, jadi kata dokter bilang jangan suntik, tetes aja. Nanti giliran

137

suntik dia demam. Semua orang dah semua, dia lambat kali, asal mau
disuntik dia kayak kemaren dia kena krumut.
P

: Kalau sakit, ibu bawa adek ke mana?

S

: Ke puskesmas...jadi sembuh bu? (...) iya serasi. Pada waktu lahir
berapa berat badannya bu? (...) empat kilo...iya,ya bu jadi turunnya
usia berapa bulan? (...) enam bulan, ada kandungan jadi nggak bisa
lagi dik

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

4 64 96

Konstruksi Makna Gizi Buruk Dan Gizi Kurang Dari Para Ibu Yang Mempunyai Anak Gizi Buruk Dan Gizi Kurang.

0 0 2

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 19

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 2

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 12

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 38

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

1 1 7

GAMBARAN PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LALANG TAHUN 2014

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) - Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

0 0 7